Anda di halaman 1dari 8

ACARA IV

PENEPUNGAN

A Tujuan Praktikum
1 Mengetahui Konstruksi dasar alat/mesin untuk penepungan, bagian-bagian
utama alat berikut fungsinya.
2 Mengetahui mekanisme kerja alat mesin.
3 Mengetahui cara-cara pengoperasian alat/mesin berikut cara pengaturan alat
sesuai yang dikehendaki/persyaratan.
4 Mengetahui penampilan teknis mesin, antara lain:
a Kapasitas alat/mesin
b Kwalitas produk (tepung)
B Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai
keanekaragaman hayati yang melimpah dan mungkin lebih baik dari negara-
negara lain. Hal ini dibuktikan dengan melimpahnya hasil pertanian di negara
kita ini. Namun masyarakat di Indonesia belum banyak yang menggunakan
alat-alat modern dalam mengolah produk pasca panen, sebagian masih
menggunakan alat-alat tradisional. Perkembangan zaman yang sangat pesat ini
menuntut kita menggunakan teknologi yang berkembang dalam berbagai
bidang kehidupan, salah satunya dalam bidang pengolahan hasil pertanian, kita
dituntut untuk mempercepat produksi dengan mesin pengolahan.
Dewasa ini bahan pengolahan bahan pangan berkembang cukup pesat
sehingga pengolahan bahan pangan itu tidak luput dari yang namanya mesin.
Penggunaan mesin dalam pengolahan hasil pertanian sudah beragam dari
proses pemanenan produk hingga pengolahan menjadi hasil pertanian menjadi
produk siap jual dipasaran. Penggunaan alat dan mesin pertanian ini juga
membantu kekoefisienan tenaga manusia dan menguntungkan dalam mengolah
hasil pertanian.
Melihat betapa pentingnya alat dan mesin pengolahan dalam berbagai
proses di bidang industri pertanian, maka praktikum pengenalan alat dan mesin
pengolahan sangat penting bagi kita sebagai mahasiswa dan mahasiswi
pertanian khususnya mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian. Dalam pengolahan
bahan pangan seringkali diperlukan penepungan pada pembuatan berbagai
jenis tepung, agar bahan hasil pertanian bisa menjadi butiran atau menjadi
halus dengan bantuan mesin atau alat penepungan yang dilakukan dalam
praktikum alat dan mesin pengolahan ini.
C Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori
Penepungan dengan metode kering dilakukan dengan langsung
menepung bahan yang telah disosoh, artinya tanpa perendaman. Hasil
penelitian menunjukkan, penepungan dengan metode basah (perendaman)
menghasilkan rendemen tepung lebih tinggi dibandingkan dengan metode
kering (tanpa perendaman). Namun, kandungan nutrisi tepung lebih tinggi
pada penepungan dengan metode kering. Pengolahan tepung kentang secara
mekanis dengan alat penyosoh dan penepung menghasilkan tekstur tepung
yang agak kasar (Suarni, 2009).
Hammer mill adalah sebuah alat penggiling yang mempunyai rotor
yang dapat berputar dan mempunyai alat pemecah berbentuk palu dimana
palu-palu tersebut digantung pada suatu piringan. Hammer mill
menggunakan prinsip benturan/pukulan/impact dan juga dengan cara
gesekan. Tipe produknya dapat berupa gula, tepung tapioka, sayuran kering,
ekstrak tulang dan susu bubuk. Hammer akan ini dipasang menyatu pada
sebuah batang/silinder putar yang berada di dalam ruangan berbentuk
tabung dan di sekeliling dinding tabung dipasang ayakan. Produk hasil
penumbukan akan keluar melalui lubang ayakan menuju ke lubang
pengeluaran di bagian bawah tabung. Mesin ini cocok untuk bahan yang
berupa curah. Hammer mill tidak direkomendasikan untuk penggilingan
halus atau bahan-bahan yang sangat keras tetapi dapat dipakai untuk bahan-
bahan yang berserat. Proses penggilingan dapat diartikan juga sebagai
proses pengurangan ukuran (size reduction) (Purnomo, 2013).
Penepungan merupakan salah satu proses alternatif produk setengah
jadi yang dianjurkan, melalui produk tepung dapat mempermudah dalam
pengolahan selanjutnya. Keuntungan pangan dalam bentuk tepung adalah
lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), mudah diperkaya
dengan zat gizi (difortifikasi), mudah dibentuk, dimasak, dikreasikan dan
praktis, mudah diolah menjadi aneka macam olahan, mulai dari olahan
tradisional daerah hingga modern (Manurung, 2011).
Salah satu usaha untuk menyelamtkan bahan atau produk hasil panen
dengan segera adalah dengan dibuat dahulu menjadi tepung, dan dari bahan
tepung tersebut dapat diolah menjadi berbagai produk makanan yang
menarik. Penepungan juga membuat bahan menjadi tahan lama setelah
pengolahan (Handayani, 2011).
Mesin penepung berdasarkan gaya yang bekerja terhadap bahan
dapat dibeda kan menjadi empat tipe yakni: (1) penepung tipe palu (hammer
mill), (2) penepung tipe bergerigi (disc mill), penepung tipe silinder (roller
mill), dan (4) penepung tipe pisau (cutter mill). Penepung tipe disc lebih
banyak digunakan untuk proses penepungan bahan baku yang mengandung
serat rendah seperti biji-bijian. Beberapa keunggulan mesin penepung tipe
disc antara lain: hasil giling relatif homogen, tenaga yang dibutuhkan lebih
rendah, lebih mudah menyesuaikan diri dengan perbedaan ukuran bahan
baku dan umumnya kecepatan putar piring penepung rendah atau dibawah
1.200 rpm (Rangkuti dkk, 2012).
Proses penepungan bahan dilakukan dengan dua tahap, pertama
menggunakan saringan kasar dengan diameter 2 mm, dan tahap kedua
menggunakan saringan halus yang berdiameter 0,5 mm, selanjutnya tepung
dikemas/bungkys dan disimpan pada tempat dingin (Kamaruddin, 2008).
Sifat tepung lebih elastis sehingga bisa menghasilkan makanan yang
bervariasi dan bisa disesuaikan dengan kebudayaan dan kemampuan di
daerah masing-masing. Budaya konsumsi makanan berbasis tepung perlu
dikembangkan. Ini berarti industri penepungan harus digalakkan. Baik itu
berbasis tepung dari umbi-umbian, seperti ubi kayu, ubi jalar dan lainnya
(Djuwardi, 2003).
Pengolahan produk setengah jadi dalam bentuk tepung merupakan
salah satu cara pengawetan hasil panen, terutama untuk komoditas yang
berkadar air tinggi. Keuntungan lain dari pengolahan produk setengah jadi
yaitu dapat sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan
lanjutan, aman dalam distribusi, dan menghemat ruangan serta biaya
penyimpanan. Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif
produk setengah jadi yang disarankan, karena lebih tahan disimpan, mudah
dicampur (dibuat komposit atau bahan makanan campuran), luwes dan
mudah dibuat anekaragam (diversifikasi) produk, mudah ditambahkan zat
gizi (fortifikasi) dan lebih cepat dimasak sesuai keinginan konsumen dalam
kehidupan modern dan praktis (Santosa dkk, 2005).
Penepungan atau penghancuran bahan yang telah dikeringkan dapat
dilakukan secara manual atau dengan menggunakan mesin penepung.
Penepungan secara manual dapat dilakukan dengan menggunakan lumpanh
dan alu. Bahan yang telah dihancurkan tersebut dapat diperhalus denga
diayak (Soetanto, 2008).
Kerusakan produk selama proses penggilingan meningkat dengan
diameter kernel menurun. Untuk memiliki proses penggilingan kualitas
tinggi dengan hasil wajar kerusakan, produk harus dipanen pada kadar air
optimum dan pada tahap yang sesuai kematangan (Afzalinia et al., 2010).
Pengilangan tepung gandum melibatkan pengisaran bijirin secara
berulang-kali (menggunakan roller mill) dan pemisahan (secara
pengayakan) bagi perolehan semula hasilan tepung yang berkesan yang
secara bandingannya bersih dari pencemaran bran. Satu permulaan bagi
membina model perlakuan terhadap campuran bijirin gandum ialah
keupayaan bagi menentu-ukur kelainan ciri-ciri yang wujud dalam
campuran tersebut (Muhamad et al., 2008).

2. Tinjauan Bahan
Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan baik dari segi
jumlah maupun dari segi mutu dalam upaya meningkatkan kesehatan
masyarakat dan meningkatkan ketahanan pangan adalah melakukan
diversifikasi pangan berbasis tepung. Pangan dalam bentuk tepung sangat
mudah diolah menjadi berbagai jenis makanan komposit dan lebih bergizi,
serta mempunyai masa simpang yang lebih lama (Manurung, 2011).
Tepung kentang bisa digunakan menjadi filler bakso. Adonan yang
menggunakan tepung kentang akan memiliki tekstur yang lembut
dibandingkan dengan menggunakan tepung tapioka. Jika menggunakan
tepung kentang, proses memasak bakso tidak membutuhkan waktu yang
lama. Dibandingkan dengan tepung tapioka, tepung kentang lebih mudah
menjadi gel (lebih cepat matang) pada suhu yang lebih rendah
(Yuyun, 2004).
Kentang (Solanum tuberosum linn.) merupakan salah satu komoditas
yang mendapat prioritas dalam program penelitian dan pengembangan
sayuran. Selain itu, kentang mempunyai potensi untuk dikembangkan
sebagai sumber karbohidrat dalam menunjang program diversifikasi pangan,
kcmoditas ekspor non-migas dan bahan baku industri pengolahan. Kentang
juga merupakan tanaman pangan bernilai ekonomi tinggi yang dapat
mendatangkan keuntungan (casi crop) bagi pengusaha industri makanan
olahan, pedagang dan petani yang membudidayakannya. Kentang adalah
makanan yang bernilai gizi tinggi dan lengkap serta dapat digunakan
sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras (Suharto, 2012).
Kentang merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang
bernilai ekonomis tinggi. Sebagai sumber karbohidrat, kentang merupakan
sumber bahan pangan yang dapat mensubstitusi bahan pangan karbohidrat
lain yang berasal dari beras, jagung dan gandum. Kentang merupakan salah
satu alternatif penting untuk keragaman bahan pangan non beras. Usaha
peningkatan produksi kentang dipengaruhi adanya faktor pembatas penting
di lapangan antara lain adanya serangan hama dan penyakit tumbuhan
(Purwantisari, 2009).
Kentang atau kumeli merupakan tanaman sayuran yang sangat
penting bagi petani dataran tinggi atau daerah pegunungan, karena hasil
panen kentang bisa disimpan dalam waktu yang lama. Selain itu kentang
juga dapat memberikan sumbangan gizi yang tidak kecil. Hal ini dapat
dilihat dari kandungan gizi pada berbagai jenis makanan seperti kentang,
beras, terigu, jagung dan kedelai. Yang memiliki jumlah protein, energi serta
lemak yang baik adalah pada kentang. Kandungan vitamin dan mineral
setiap 100 gram kentang adalah seperti berikut vitamin B1 85 IU, vitamin
B2 40 IU dan vitamin C 25 mg (Sunarjono, 2009).
Kentang (Solanum tuberosum L.) milik keluarga Solanaceae, genus
Solanum dan merupakan salah satu tanaman pangan yang paling penting di
Tunisia, serta banyak negara-negara lain. Ini adalah tumbuhan tahunan yang
menyebar dengan perbanyakan vegetatif dan tumbuh sebagai spesies
tahunan (Chaehaibi, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Afizalia, Mohammad Shaker dan Ebrahim Zare. 2010. Comparison of Different


Rice Milling Methods. Agricultural Research.
Chaehaibi, Sayed, Wissem Hamdi dan Khaoula Abrougui. 2013. Effects of
planting depth on agronomic performance of two potato varieties grown in
the Sahel region of Tunisia. Journal of Development and Agricultural
Economics Vol. 5(7), pp. 272-276, July, 2013.
Djuwardi, Anton. 2003. Cassava Solusi Pemberagaman Kemandirian Pangan.
Jakarta: Grasindo.
Handayani, Titin Hera Widi dan Marwanti. 2011. Pengolan Makanan Indonesia.
Universitas Negeri Yogyakarta.
Kamaruddin dan Usman. 2008. Pemanfaatan Tepung Anak Ayam (DOC) untuk
Mensubstitusi Tepung Ikan dalam Pakan Ikan Budidaya. Media
Akuakultur Volume 3 Nomor 1 Tahun 2008.
Manurung, Hotman. 2011. Diversifikasi Pangan Berbasis Tepung: Meningkatkan
Kesehatan Masyarakat dan Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar
Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATP) Sumatra
Utara.
Muhamad, Ida Idayu, Chaoying Fang dan Grant M. Campbell. Prediction of
Breakage During Roller Milling of Mixtures of Wheat Kernels, Based on
Single Kernel Measurements. Jurnal Teknologi, 48(F) Jun 2008: 75-83.
Purnomo, Muhmad Jalu. 2013. Optimasi Alat Penepung Gula Kristal Hasil
Granulasi Menggunakan Mesin Hammer Mill pada Sistem Pembuatan
Gula Semut. Angkasa Volume V, Nomor 2, November 2013.
Purwantisari, Susiana dan Rini Budi Hastuti. 2009. Uji Antagonisme Jamur
Patogen Phytophthora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan
Umbi Tanaman Kentang Dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat
Lokal. BIOMA, Juni 2009 Vol. 11, No. 1, Hal. 24-32.
Rangkuti, Perlaungan Adil, Rokhani Hasbullah dan Kartika Setya U. S. 2012. Uji
Performansi Mesin Penepungan Tipe Disc (Disc Mill) untuk Penepungan
Juwawut (Setaria italica (L.) P. Beauvois). Agritech, Vol. 32, No. 1,
Februari 2012.
Santosa, B. A. S., Sudaryono dan S. Widowati. 2005. Evaluasi Teknologi Tepung
Instan dari Jagung Brondong dan Mutunya. J. Pascapanen 2 (2) 2005: 18-
27.
Soetanto, N. Edy. 2008. Tepung Kasava dan Olahannya. Yogyakarta: Kanisius.
Suharto. 2012. Mesin Pengiris Kentang Sistem Sentrifugal. Jurnal Teknik Mesin
hal 16-24.
Sunarjono, Hendro. 2007. Petunjuk Praktis Budi Daya Kentang. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Suarni. 2009. Proapek Pemanfaatan Tepung Jagung Untuk Kue Kering (Cookies).
Jurnal Litbang Pertanian, 28(2), 2009.
Yuyun. 2004. Panduan Wirausaha Membuat Aneka Bakso. Jakarta: Agromedia.

Anda mungkin juga menyukai