Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MODIFIKASI MESIN PANEN PADI MINI COMBINE


HARVESTER UNTUK LAHAN SKALA KECIL

Disusun Oleh:
Tri Pena Las Dame Sinaga 05031281621072
Abdiansyah 05031281621078
Dandi Saputra 05031181621075
Odi Ivantri Manullang 05031281621027
Rico Cahya Pratama 05031381621055

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sejarah dunia pertanian mengalami lompatan yang sangat berarti, dari
pertanian tradisional menuju pertanian modern yang diiringi pekembangan
teknologi yang digunakan dalam kegiatan pertanian. Perkembangan teknologi
dalam pertanian saat ini memberikan manfaat yang cukup tinggi bagi petani,
khususnya dalam kegiatan panen padi dan terkhusus pada tanaman padi, masa
panen antara varietas yang satu dengan lainnya bisa saja berbeda tergantung pada
jenis varietasnya. Ada yang umur tanamnya tergolong lama, bisa mencapai 120
hari, namun secara umum biasanya panen jatuh pada 30-35 hari setelah padi
berbunga. Produktivitas tanaman padi semakin menurun akibat dari selain
produksi padi tersendiri yang menjadi pembatas, keterbatasan tenaga kerja yaitu
buruh tani yang saat sekarang banyak di dominasi umur 50 tahun keatas.
Sedangkan generasi muda tidak mau menjadi buruh tani karena dianggap tidak
menjajnjikan untuk menopang kehidupannya, sehingga banyak tenaga kerja
pindah dari sektor pertanian ke sektor bangunan (Sudana Wayan, 2005).
Demikian pula keberadaan tenaga kerja untuk panen padi. Pada saat ini
ketersediaan tenaga kerja dalam pengelolaan di bidang pertanian makin langka
dan terbatas. Untuk mengatasi kondisi tersebut maka sangat penting untuk
memanfaatkan peralatan dan mesin di bidang pertanian, agar tenaga kerja orang
makin efektif. Keterbatasan ini baik mulai dari penyiapan lahan pengolahan tanah,
pemeliharaan tanaman, panen, penanganan pasca panen, maupun pengolahan
hasil. Semakin meningkatnya pola pikir dari manusia untuk mengusahakan
melakukan sesuatu dengan cara yang lebih mudah termasuk dalam memanen padi
yang dulunya masih menggunakan alat tradisional secara manual sekarang beralih
ke penggunaan mesin pemanen padi modern combine harvester. Pemerintah
Indonesia dalam menunjang ketahanan pangan memberi bantuan alat dan mesin
pertanian dari pra panen sampai panen seperti untuk kebutuhan panen padi berupa
Mini Combine Harvester kepada kelompok tani. combine harvester adalah alat
pemanen padi yang dapat memotong bulir tanaman yang berdiri, merontokkan dan
membersihkan gabah sambil berjalan dilapangan. Dengan demikian waktu
pemanenan lebih singkat dikarenakan penggunaan mesin ini dapat menggantikan
dan meniadakan alat-alat pengikat, pemotong dan perontok pada kegiatan
pemanenan jika diibandingkan dengan menggunakan tenaga manusia (manual)
serta tidak membutuhkan jumlah tenaga kerja manusia yang banyak seperti pada
pemanenan tradisional. Penggunaan alat ini memerlukan investasi yang besar dan
tenaga terlatih yang dapat mengoprasikan alat ini. Menurut Nugraha dan
Surdaryono (2007), dari cara kerja mesin panen padi di bedakan yaitu, mesin
panen yang hanya memotong rumpun padi kemudian melemparkan kesamping
mesin (reaper). Kedua, mesin panen yang memotong dan mengikat kemudian
melemparkan kesamping (binder). Jenis yang ketiga adalah mesin panen yang
mampu memotong rumpun padi, merontokkan dan membersihkan butir gabah dari
kotoran (combine harverster). Namun tidak semua petani dapat merasakan
penggunaan alat combine harvester ini disebabkan karna harganya yang mahal
dan kemampuan mengoperasikan yang kurang. Sehingga perlu dilakukan
modifikasi pada combine harvester menjadi bentuk sederhana yang mudah
dioperasikan serta harga yang terjangkau bagi para petani.

1.2. Rumusan Masalah


Permasalahan yang muncul adalah bagaimana inovasi rancangan alat
combine harvester sederhana dengan cara pengoperasian yang mudah serta harga
yang terjangkau yang paling efektif digunakan petani dengan lahan kecil dan
sedang.

1.3. Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1.Merancang inovasi baru dari combine harvester mini yang mudah
dioperasikan serta dapat dimiliki dengan harga yang terjangkau.
2. Menentukan kemampuan combine harvester mini jika dioperasikan pada
lahan sedang dan kecil.
3. Menentukan jumlah tenaga kerja yang dipakai pada saat mengoperasikan
combine harvester mini pada luas lahan tertentu.
4. Memastikan keefektifan rancangan combine harvester mini pada lahan baik
dalam hal pekerja maupun hasil kerjanya.

1.4. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menemukan rancangan combine
harvester mini yang lebih sederhana yang dapat dipakai dan dimiliki oleh petani
dengan harga terjangkau untuk meningkatkan hasil panen serta meningkatkan
tingkat efisiensi kerja dan waktu dalam memanen padi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Padi


Padi adalah salah satu tanaman pangan yang sangat penting karena sebagai
sumber makanan pokok sebagaian besar masyarakat Indonesia. Terdapat beberapa
proses tahapan padi atau gabah menjadi beras. Tahapan tersebut dimulai dari
pemanenan, perontokan, pengeringan dan penggilingan. Proses tahapan ini tentu
mengalami tergantung dari intensitas energi panas matahari pada daerah tersebut
beberapa kendala, salah satunya adalah proses pengeringan. Pada proses
pengeringan ini, para petani pada umumnya menggunakan energi panas matahari
untuk mengeringkan gabah. Hal ini tentu membutuhkan waktu beberapa hari).
Tanaman padi merupakan tanaman semusim yang banyak dibudidayakan di
Indonesia. Padi adalah satusatunya tanaman pangan pokok yang dapat tumbuh
pada tanah tergenang dengan area pengusahaan terluas dan diproduksi dalam
jumlah paling besar di daerah tropis. Padi dapat tumbuh pada tanah tergenang
karena padi memiliki aerinkima yaitu jaringan turbulan yang menungkinkan padi
dapat melakukan proses oksidasi (Syahri dan R. Somantri, 2016).

2.2. Kriteria Panen Padi


Penentuan saat panen merupakan tahap awal dari kegiatan penanganan pasca
panen padi. Ketidaktepatan dalam penentuan saat panen dapat mengakibatkan
kehilangan hasil yang tinggi dan mutu gabah/beras yang rendah. Penentuan saat
panen dapat dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan pengamatan teoritis
(Yeni dan Dewi, 2014)
a.) Pengamatan visual dilakukan dengan cara melihat kenampakan padi pada
hamparan lahan sawah. Berdasarkan kenampakan visual, umur panen optimal padi
dicapai apabila 90 sampai 95 % butir gabah pada malai padi sudah berwarna
kuning atau kuning keemasan.
b.) Pengamatan teoritis dilakukan dengan melihat deskripsi varietas padi dan
mengukur kadar air dengan moisture tester. Berdasarkan deskripsi varietas padi,
umur panen padi yang tepat adalah 30 sampai 35 hari setelah berbunga merata
atau antara 135 sampai 145 hari setelah tanam.
c.) Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang tepat, menggunakan
alat dan mesin panen yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomi dan
ergonomis, serta menerapkan sistem panen yang tepat.
d.) Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang memenuhi
persyaratan diantaranya, 90 – 95 % gabah dari malai tampak kuning, malai
berumur 30 – 35 hari setelah berbunga merata. kadar air gabah 22 – 26 % yang
diukur dengan moisture tester.

2.3. Alat mesin pemanen padi


Penggunaan alat didalam bidang pertanian dimaksudkan agar produktifitas
tenaga menjadi lebih meningkat, pekerjaan lebih mudah dan menekan biaya
produksi. Pemanenan padi merupakan kegiatan akhir dari prapanen dan awal dari
pascapanen. Budidaya padi tidak akan menguntungkan atau tidak akan
memberikan hasil yang memuaskan apabila gabah dipanen pada umur yang tidak
tepat dan dengan cara yang tidak benar (Subagiyo, 2016). Umur panen padi yang
tepat akan menghasilkan gabah dan beras yang bermutu baik, sedangkan cara
panen yang baik secara kuantitatif akan menekan kehilangan hasil. Alat yang
digunakan untuk memanen padi menjadi komponen yang perlu disiapkan.
Cara kerja dari alat-alat pemanen padi dapat dibedakan menjadi bebrapa bagian
yang diantaranya:
1. Mesin panen yang hanya memotong rumpun padi kemudian melemparkan
kesamping (reaper).
2. Mesin panen yang mampu memotong rumpun, merontokkan dan
membersihkan butiran gabah dari kotoran.

2.4. Combine Harvester


Combine harvester adalah alat pemanen padi yang dapat memotong bulir
tanaman yang berdiri, merontokkan dan membersihkan gabah sambil berjalan
dilapangan. Pada mesin combine, gabah yang sudah bersih ditampung pada
tempat penampung yang disebut tangki gabah yang isinya dapat menampung 3-5
ton gabah bersih. Jadi, proses yang dikerjakan pada mesin combine adalah
pemotongan, perontokan, pembersihan dan penampungan dalam tangki gabah.
Lebar pemotongannya dapat berkisar antara 4-5 meter dengan kapasitas kerja
sekitar 2 sampai 4 jam per hektar. Karena ukurannya yang besar maka mesin jenis
ini hanya banyak digunakan pada perusahaan- perusahaan besar atau milik pribadi
yang merupakan suatu pusat perusahaan padi yang luas (rice estate). Dengan
demikian waktu pemanen lebih singkat dibandingkan dengan menggunakan
tenaga manusia (manual) serta tidak membutuhkan jumlah tenaga kerja manusia
yang besar seperti pada pemanenan tradisional (Subagiyo. 2016).
Penggunaan mesin ini dapat menggantikan dan meniadakan alt-alat pengikat,
pemotong dan perontok pada kegiatan pemanenan. Adapun keuntungan dari
penggunaan alat ini adalah mengurangi biaya pemanenan dan perontokan,
kebutuhan tenaga berkurang, lahan dapat lebih cepat dibersihkan untuk kegiatan
pengolahan lahan tanah kembali, jerami terdistribusi di atas tanah serta proses
pemasaran dari produksi ataupun hasil panen dapat segera dilakukan sedagkan
kerugian ataupun kesulitan dari alat ini yaitu investasi yang dibutuhkan relative
besar. Keuntungan penggunaan combine harvester adalah mengurangi biaya
pemanenan dan perontokan, kebutuhan tenaga berkurang, lahan lebih cepat
dibersihkan untuk kegiatan pengolahan tanah kembali, jerami terdistribusi diatas
tanah dan pemanenan dapat dilakukan lebih awal. Combine harvester kapasitas
kerja panen lebih tinggi dari kapasitas kerja panen secara manual, kehilangan hasil
juga lebih rendah yaitu 2,4- 6,1% dibandingkan cara manual yang rata-rata
kehilangan hasil hingga 9,4%. Kerugiannya adalah membutuhkan investasi yang
relatif besar dengan harga mesin berkisar 200 juta rupiah untuk pembelian satu
mesin combine harvester ( Sumarlan dan Haryanto, 2017).

2.5. Kapasitas Pengerjaan Alat Pada Lahan


Kapasitas lapang suatu alat dan mesin pertanian dibagi menjadi dua yaitu
kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Kapasitas lapang efektif
yaitu kemampuan kerja suatu alat di dalam sebidang tanah jika berjalan maju
sepenuhnya dan alat tersebut bekerja dalam lebar maksimum 100%, sedangkan
kapasitas lapang teoritis yaitu kemampuan rata-rata kerja dari alat pada lahan
untuk menyelesaikan suatu bidang tanah dengan waktu kerja total yang
digunakan. Pada perhitungan efesiensi lapang lebih kepada perbandingan dari
kapasitas lapang efektif dan kapasitas lapang teoritis yang dinyatakan dalam
persen ( Setiawan, 2001).

2.6. Kapasitas Lapang dan Biaya Pokok Pemanenan


Dalam pengukuran kinerja suatu alat atau mesin pertanian (on farm),
kapasitas lapang adalah salah satu parameter penting yang menunjukkan
kemampuan kerja suatu alat untuk menyelesasikan pekerjaannya dalam suatu
luasan lahan dalam satuan waktu tertentu. Ada dua jenis kapasitas lapang yang
biasa digunakan dalam pertanian, yaitu kapasitas lapang teoritis (KLT) dan
kapasitas lapang efektif (KLE). Kedua jenis kapasitas lapang ini dinyatakan dalam
satuan ha/jam. KLT adalah kemampuan kerja suatu alat di dalam suatu bidang
tanah dengan lebar kerja 100% tanpa waktu belok atau waku tidak efektif lainnya.
KLE merupakan kemampuan kerja mesin di lapang untuk menyelesaikan
pekerjaan pada suatu bidang tanah dalam waktu total tertentu. Perbandingan
keduanya dapat dihitung sebagai efisiensi lapang (ELP). Biaya pokok pemanenan
dapat dinyatakan dalam basis tahunan (annual), jam (hourly), dan luasan (per-
hectare basis). Biaya pokok pemanenan terdiri dari biaya kepemilikan alat/mesin
(ownership cost) atau biaya tetap (fixed cost). Besar dari biaya tetap (Rp/tahun)
tidak bergantung kepada jumlah mesin yang digunakan. Sebaliknya, biaya operasi
atau variable cost (Rp/jam) bergantung kepada jam kerja dan jumlah mesin yang
digunakan (Wardani, 2011).

2.7. Susut Panen


Susut saat panen panen atau kehilangan pada saat panen adalah banyaknya butir
gabah yang tercecer akibat perlakuan saat panen oleh tenaga pemanenan dan
peralatan panen yang digunakan. Susut panen dapat diketahui dengan menghitung
atau membandingkan antara petak kontrol yang dipanen secara hati-hati dengan
petak perlakuan yang dipanen oleh tenaga pemanenan seperti layaknya memanen
padi. Kehilangan hasil terbesar terjadi pada kegiatan pemanenan (susut saat
panen) dan perontokan (Wardhana, 1998).
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – April 2019 di lahan
pertanian 5 kelompok Tani Desa Paindoan, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba
Samosir, Provinsi Sumatera Utara.

3.2. Alat dan Bahan


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: lahan padi siap panen
dari petani pada masing-masing Kelompok Tani.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: mesin pemanen padi
(Mini Combine Harvester) yang memiliki daya maksimal 14HP dan 2400 rpm,
menggunakan bahan bakar solar, oli mesin SAE-30 volume 2,4 liter dan oli
transmisi / gear box SAE-90 volume 7 liter. Alat lain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kamera untuk dokumentasi, stopwatch untuk menghitung
waktu dan kuesioner untuk mendapatkan data sekunder.

3.3. Pelaksanaan penelitian


Pada penelitian ini, dilakukan pada 4 lahan persawahan siap panen sebagai
tempat pengoperasian dan pengujian kapasitas panen alat serta biaya
pengoperasian combine harvester, dan untuk mengetahui pendapatan alat
dilakukan dengan menghitung hasil panen pada lahan dengan kesepakatan sistem
bagi hasil. Pendapatan alat dari hasil panen menjadi data acuan untuk mengetahui
kelayakan usaha pengoperasian alat pada lahan.
Setelah mesin dan operator siap pada posisi lahan padi yang akan dipanen, mesin
dijalankan untuk memanen padi pada luas lahan tertentu dan diukur waktunya
menggunakan stopwatch. Setelah operasi panen dilakukan, diukur hasilnya dan
diukur jumlah bahan bakar yang digunakan kemudian dilakukan pengamatan.
Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu terhadap:
1. Teknis kelancaran dalam pengoperasian mesin pemanen padi (Mini Combine
Harvester).
2. Luas lahan yang dipanen.
3. Waktu yang dibutuhkan untuk panen
4. Kondisi dan hasil gabah, sisa gabah pada jerami dan gabah yang tercecer
5. Jumlah bahan bakar yang digunakan
6. Jumlah oli yang digunakan pada mesin dan transmisi 7. Jumlah tenaga
pelaksana operasi.

3.4. Pengisian kuesioner


Pengisian kuesioner dilakukan dalam penelitian ini untuk memperoleh data
sekunder. Tahap ini dilakukan dengan pengisian kuesioner secara langsung oleh
petani/Kelompok Tani pengguna mesin dan pengisian dengan cara wawancara
kepada petani/Kelompok Tani.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa Teknis


Analisa teknis dilakukan terhadap penerapan alat Mini Combine Harvester
dapat dikatakan layak dioperasikan. Hal ini didasarkan bahwa mesin pemanen
padi tersebut dapat beroperasi dan berjalan dengan normal pada kondisi lahan
yang berada di daerah penelitian, lahan sawah Desa Paindoan, Kecamatan Balige,
Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara.
Aspek teknik terkait dengan kinerja teknis mesin tersebut sehingga
memperoleh nilai manfaat secara teknis. Parameter aspek teknis yang paling
utama bagi mesin combine harvester adalah losses pemanen. Shetering habit padi
di Indonesia memberikan kontribusi losses padi saat panen. Losses panen padi
secara manual dengan sabit dan digebot adalah sebesar 9,4% dan menggunakan
mesin panen padi combine lebih rendah dari manual yaitu sebesar 2,5%. Semakin
rendah losses,maka semakin besar nilai kemanfaatan teknisnya. Losses yang
terjadi pada mesin combine harvester disebabkan olek kinerja dari subsistem
header dan thresher. Losses yang disebabkan oleh subsistem header adalah : a)
kondisi tanaman dan kecepatan potong dari cutter bar, b) reel indek (Chinsuwan et
al., 2004); c) jarak celah (clearance) antara pisau statis dan dinamis dari cutter bar
d) umur pakai cutter bar dan panjang batang padi tingkat kemudahan rontok malai
padi dari tangkainya. Aspek teknis mencakup kinerja teknis yang terkait dengan
parameter disain semua komponen combine harvester. Prinsip kinerja mesin
combine harvester melalui beberapa tahapan sebagai berikut : 1) menggaet dan
mengarahkan tanaman menuju bagian pemotong (reel), 2) memotong batang padi
(cutting platform), 3) merontokkan bulir padi dari tangkainya (threshing), 4)
memisahkan gabah dan kotoran (separation and cleaning), dan 4) memotong atau
menghancurkan jerami (chopping).
4.1.1. Luas Lahan, Potensi Upah dan Hasil Panen
Lahan yang dipanen dengan menggunakan Combine harvester, memiliki
rataan potensi panen sebesar 5.738 kg/ha, yang dimana potensi hasil terbesar
terdapat pada lahan 2 dengan potensi hasil 6.376 Kg/ha dengan lauasan lahan
sebesar 1.449 m2 , berdasarkan potensi hasil panen pada masing-masing lahan
pemanenan potensi upah ataupun pendapatan yang diperoleh dari penggunaan alat
panen Combine harvester yang dilakukan pada lahan persawahan memiliki rataan
potensi upah Rp 2.231.526 /ha, yang dimana potensi upah atau pendapatan
terbesar terdapat pada lahan 2 dengan potensi upah sebesar Rp 2.536.232 /ha,
yang didapat dari perhitungan potensi upah panen perhektar dikalikan dengan
harga gabah kering panen sebesar Rp 3500, potensi hasil panen terbesar juga
terdapat pada lahan 2 dengan potensi hasil panen sebesar 6.521 kg/ha, besarnya
potensi upah pendapatan Combine harvester pada masing-masing lahan juga
tergantung dari potensi hasil panen dikarenakan pendapatan atau upah dari
pengerjaan dengan Combine harvester diperoleh dari besarnya hasil panen pada
lahan persawahan dengan perbandingan 1; 9, dimana setiap 9 kg hasil panen dari
lahan, upah Combine harvester sebesar 1 kg, atau dengan kata lain setiap 9 karung
hasil panen Combine harvester pada suatu lahan diperoleh upah 1 karung dari
hasil panen tersebut.
4.1.2. Efesiensi Lapang dan Kapasitas Panen
Percobaan pemanenan pada beberapa lahan persawahan didapatkan luasan
lahan dan waktu panen yang ditempuh alat dalam setiap luasan lahan, dapat
terlihat kapasitas lapang efektif,kapasitas lapang teoritis,efesiensi lapang serta
kapasitas panen pada beberapa lahan. Dimana nilai yang didapat pada kapasitas
lapang efektif tertinggi pada lahan 4 dengan luasan 2.406 m2 dengan waktu
pemanenan yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan pemanenan pada lahan
yang lain, hal ini juga dapat terlihat dari efesiensi lapang serta kapasitas panen
yang terjadi pada lahan 4 dimana didapatkan efesiensi lapang tertinggi 59 % pada
lahan 4 yang berbanding lurus dengan tingkat kapasitas panen yang ada pada
lahan tersebut sebesar 1,55 jam/ha. Dari pengamatan yang dilakukan, kinerja dari
alat Combine harvester sangat dipengaruhi oleh kondisi lahan pada saat
pemanenan, yang dimana pada saat panen kondisi lahan yang tergenangi air
sangat berpangruh pada pergerakan alat pada lahan serta kecepatan alat pada saat
panen dikarenakan kondisi tanah yang berlumpur dapat membuat kecepatan dan
pergerakan alat relatif lambat. Untuk meningkatkan efesiensi lapang dan kapasitas
lapang efektif pada penggunaan mesin panen ini, lahan sawah harus kering saat
pemanenan untuk mencegah mesin panen terbenam.

4.2. Analisis Finansial


Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap
adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah
totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu. Komponen biaya tetap meliputi
biaya penyusutan, biaya pajak alat dan mesin pertanian, biaya bunga modal, dan
biaya garasi. Biaya jenis ini selamanya sama atau tidak berubah dalam
hubungannya dengan jumlah satuan yang diproduksi. Biaya tidak tetap adalah
biaya yang dikeluarkan pada saat alat/mesin beroperasi yang besarnya tergantung
dari jumlah jam kerjanya. Komponen biaya tidak tetap meliputi biaya bahan
bakar, biaya pelumas, biaya perbaikan dan pemeliharaan, dan biaya operator.
Biaya total pada pengoperasiaan alat yaitu keselurahan aspek penggabungan
biaya, baik biaya tetap maupun biaya tidak tetap, biaya ini merupakan
penjumlahan biayaa tetap dan biaya tidak tetap yang dihitung dalam satuan
(Rp/jam).
Perhitungan analisis ekonomi kelayakan yang diperoleh biaya total
penggunaan alat Combine harvester pertahun yang terdiri dari biaya tetap dan
biaya tidak tetap. Biaya ini merupakan penjumlahan biaya tidak tetap dan biaya
tidak tetap, sedangkan biaya pokok yang diperlukan suatu mesin pertanian untuk
menghasilkan setiap unit produk untuk menghitung biaya pokok diperlukan data
kapasitas mesin (Masgandi et al, 2014). Berdasarkan perhitungan biaya tetap
diperoleh jumlah biaya tetap alat sebesar Rp 56.400.000,/tahun, yang didapat dari
biaya-biaya alat yang relatife konstan setiap tahun seperti biaya penyusutan, biaya
garasi alat dan biaya pajak alat mesin pertanian. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Tjahjohutomo et al (2004) yang menyatakan bahwa biaya tetap adalah komponen
biaya yang besarnya relative konstan dalam suatu periode karena tidak
dipengaruhi oleh tingkat aktifitas atau realisasi produksi. Komponen biaya ini
umunya timbul akibat biaya yang harus dikeluarkan untuk factor-faktor produksi
yang tidak dapat diubah dalam periode waktu yang relatife pendek.
Perhitungan biaya tidak tetap alat didapatkan dari kapasitas alat perhektar
serta biaya pokok pengoperasian alat dalam Rp/ha yang terdiri dari komponen-
komponen biaya tidak tetap seperti biaya bahan bakar, biaya pelumas, biaya
operator dan biaya perawatan serta perbaikan alat. Hal ini sesuai dengan biaya
tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang dikeluarkan pada saat alat dan mesin
beroperasi yang besarnya tergantung dari jumlah jam kerjanya. Biaya variabel alat
dalam Rp/jam yang didapatkan sebesar Rp 89.830/jam dan adapun biaya tidak
tetap yang diperoleh dalam kapasitas kerja ha/tahun sebesar Rp
100.860.018/tahun, yang didapatkan dari biaya variabel alat dalam Rp/ha sebesar
Rp 519.897/Ha dikalikan dengan kapasitas kerja alat pertahun sebesar 194,3
Ha/Tahun. Berdasarkan perhitungan analisis ekonomi untuk kelayakan yang
dilakukan pada alat, didapatkan nilai NPV sebesar Rp 352.750.407, pada asumsi 7
tahun kerja alat yang dimana dari segi kelayakan usaha dapat dikatakan sangat
layak untuk dijalankan karena nilai NPV yang bernilai posotif dan lebih besar dari
nol, hal ini sesuai dengan pengambilan keputusan investasi adalah sebuah
investasi layak diterima dan dilaksanakan apabila nilai NPV lebih besar atau sama
dengan nol dan secara umum, proyek dengan nilai investasi positif menujukkan
bahwa investasi atau proyek tersebut menguntungkan. Dari perhitungan EUAW (
Equivalent Uniform Annual Cost Analysis ) didapatkan nilai sebesar Rp
68.236.683, dan pada perhitungan analisis IRR didapatkan nilai sebesar 35,44 %,
dari pengamatan segi kelayakan investasi yang dilakukan pada alat ini sangant
menguntungkan karena didapatkan nilai EUAW yang bernilai positif, pada
perhitungan B/C ratio didapatkan nilai sebesar 1,77 yang artinya dari segi
kelayakan menguntungkan karena pada perhitungan B/C ratio investasi dapat
dikatakan layak apabila B/C ratio yang didapatkan lebih besar dari satu. Pada
analisis BEP atau titik impas alat, pada biaya pengoperasian didapatkan nilai BEP
alat sebesar 71,6 Ha/Tahun, yang diartikan bahwa pengembalian modal untuk
biaya pengoperasian dalam satu tahun masa kerja alat berada pada titik impas atau
pengembalian modal apabila alat pemanen Combine harvester dapat bekerja
optimal pada luasan lahan 71,6 ha/tahun atau melakukan pengerjaan lahan sebesar
71,6 Ha selama setahun pengoperasian.
4.2.1. Komponen Biaya dan Asumsi Pengoperasian Alat
Biaya dan asumsi yang digunakan dalam pengoperasian Combine harvester
pada beberapa lahan didapatkan asumsiasumsi yang disajikan diperoleh dari
wawancara langsung dengan operator serta buruh alat Combine harvester yang
bekerja pada saat pengoperasian di lahan peersawahan, dengan asumsi harga alat
sebagai investasi awal sebesar Rp 280.000.000, dengan nilai harga akhir didapat
dari asumsi 10% harga alat dengan umur ekonomis alat 7 tahun dan adapun jam
kerja alat perhari didapat dari asumsi rataan kerja alat perhari setiap penggunaan
di lahan dengan asusmsi hari kerja pertahun sebesar 75 hari. Berdasarkan
perhitungan potensi hasil pada lahan yang dilakukan pada 4 lahan percobaan,
didapatkan rataan potensi hasil tiap lahan perhektar sebesar 5.738 kg/ha dan
adapun potensi upah panen yang diperoleh dari system bagi hasil dimana setiap 9
karung hasil panen upah sewa alat yang diperoleh yaitu 1 karung, atau
diasumsikan setiap 9 kg hasil panen diperoleh 1 kg dari sewa alat dengan harga
gabah kering panen Rp 3.500 /kg, dari rataan potensi hasil panen yang didapat
pada beberapa lahan dapat diperoleh potensi upah perhektarnya sebesar Rp
2.231.526,/ha dan penerimaan pertahun alat sebesar Rp 432.916.183,/tahun yang
diperoleh dari kapasitas kerja alat pertahun sebesar 194 ha/tahun.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa;
1. Upah atau pendapatan alat, dipengaruhi dari potensi hasil panen pada suatu
lahan karena upah yang diperoleh dengan sistem bagi hasil bergantung pada
produktifitas lahan.
2. Dari segi kelayakan usaha, alat Mini Combine harvester layak dilakukan karena
perhitungan NPV, IRR, BC Ratio dan EUAW yang bernilai postif.
3. Pada perhitungan BEP yang didapatkan, biaya pengoperasian alat akan
mengalami titik impas apabila alat bekerja optimal pada luasan lahan 71,6
ha/tahun.
4. Penggunaan mesin Mini Combine Harvester masih belum dapat dimiliki oleh
petani dengan luas lahan kecil karena untuk mengalami titik impas pengoperasian
alat bekerja optimal pada luas lahan yang cukup luas.
5. Kepemilikan alat Mini Combine Harvester belum dapat dimilikioleh masing-
masing petani kecil dikarenakan analisis biaya yang masih besar.

5.2. Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya, dapat menghitung dan meminimalkan biaya
untuk kepemilikan Mini Combine Harvester yang dimodifikasi serta meninjau
pengaruh kondisi lahan terhadap kinerja dan kapasitas panen alat panen.
DAFTAR PUSTAKA

Masgandi, Wahyunto, Nurhayati, Rachmiwati, Y. 2014. Karakteristik dan Potensi


Pemanfaatan Lahan Gambut Terdeteksi di Provinsi Riau. Jurnal
Sumberdaya Lahan. Vol 8(1): 59-66.

Nugraha, S., Thahi, R., dan Sudaryono. 2007. Keragaan kehilangan hasil
pascapanen padi pada 3 (tiga) agroekosistem. Buletin Teknologi
Pascapanen Pertanian. Vol 3(1):42−49

Setiawan, J.S. 2001. Kajian Terhadap Beberapa Metode Penyusutan Dan


Pengaruhnya Terhadap Perhitungan Beban Pokok Penjualan (Cost of Good
Sold). Jurnal Akuntansi & Keuangan. 3(2): 157-173

Subagiyo. 2016. Analisis Kelayakan Finansial Penggunaan Alsintan dalam Usaha


Tani Padi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Pertanian Agros. 18(1):
33-48.
Sudana Wayan, 2005, Potensi dan Prospek Lahan Rawa Sebagai Sumber Produksi
Pertanian, Analisis Kebijakan Pertanian. 3 No. 2, Juni 2005 : 141-151

Sumarlan, S.H., A.M. Achmad, dan Hariyanto. 2017. Analisis Keberlanjutan


Pemanfaatan Mesin Pemanen Padi (Combine Harvester) di Kabupaten
Lamongan Jawa Timur. Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017:
328- 336. Kendari, 20-21 September 2017: Fakultas Teknologi dan
Industri Pertanian Universitas Halu Oleo

Syahri dan R.U. Somantri. 2016. Penggunaan varietas unggul tahan hama dan
penyakit mendukung peningkatan produksi padi nasional. Jurnal Litbang
Pertanian. 35(1): 25-36.

Tjahjohutomo, R., Handaka, Harsono, dan Widodo, T.W. 2004. Pengaruh


konfigurasi mesin penggilingan padi rakyat terhadap rendemen dan mutu
beras giling. Jurnal Enjiniring Pertanian. Vol II(1): −23.

Wardani, Y.S., 2011. Pengelolaan Combine Harvester Untuk Pertanian dalam


Mengembangkan Usaha Tani di Desa Singasari, Kecamatan Jonggol,
Kabupaten Bogor Jawa Barat. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas
Pertanian, Institute Pertanian Bogor. Bogor

Wardhana Luki. 1998. Uji Kinerja dan Analisis Biaya Penggunaan Head Feed
Combine Harvester (Yanmar, CA 85 M) Pada Sawah Tradisional)
[Skirpsi]. IPB. Bogor

Yeni, F. dan Dewi. 2014. Analisis Sistem Unit Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) di
Kecamatan Kuala Kampar Kabupaten Pelalawan. Jurnal Dinamika
Pertanian. XXIX (2): 169 -182.

Anda mungkin juga menyukai