PENDAHULUAN
Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang
hijau, ubi kayu, ubi jalar merupakan komoditas pertanian yang paling penting di
Indonesia. Penduduk Indonesia membutuhkan tanaman pangan khususnya padi (Oryza
sativa) untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Padi merupakan tanaman pangan utama di
Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai
sumber karbohidrat.
Sistem agribisnis terdiri dari subsistem input, usahatani (pertanian), sistem output,
pemasaran dan penunjang. Dengan demikian pembangunan agroindustri tidak dapat
dilepaskan dari pembangunan agribisnis secara keseluruhan. Pembangunan agroindustri
akan dapat meningkatkan produksi, harga hasil pertanian,pendapatan petani, serta dapat
menghasilkan nilai tambah hasil pertanian (Masyhuri, 1994:16).Sektor pertanian dalam
wawasan agribisnis dengan perannya dalam perekonomian nasional memberikan
beberapa hal yang menunjukkan keunggulan yang dapat dipertimbangkan.
Keunggulan tersebut antara lain nilai tambah pada agroindustri, misalnya dengan cara
melakukan pengolahan, mengubah gabah menjadi beras kemudian diprose sehingga
dapat dikonsumsi oleh manusia dan nilai jual juga bertamabah.
Penggilingan padi mempunyai peranan yang sangat vital dalam mengkonversi padi
menjadi beras yang siap diolah untuk dikonsumsi maupun untuk disimpan sebagai
cadangan makanan pokok. Dalam kaitan dengan proses penggilingan padi, karakteristik
fisik padi sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah
bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras putih. Butiran padi yang memiliki bagian-
bagian yang tidak dapat dimakan atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan.
1
Selama proses penggilingan, bagianbagian tersebut dilepaskan sampai akhirnya
didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras sosoh (beras putih).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulisan laporan ini difokuskan pada “ Proses
Penggilingan Padi dan Peningkatan Nilai Tambah Padi Menjadi Beras”
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui proses penggilingan padi
2. Untuk mengetahui nilai tambah dari proses penggilingan padi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penanganan pascapanen padi meliputi semua kegiatan perlakuan dan pengolahan yang
meliputi proses pemotongan, perontokan, pengangkutan, perawatan dan pengeringan,
penyimpanan, penggilingan, penyosohan, pengemasan, penyimpanan, dan pengolahan
(Setyono, 1994).
Untuk memperoleh beras yang putih bersih harus mencapai derajat sosoh 100% dan
memerlukan waktu penumbukan lebih lama. Secara tradisional, beras yang telah disosoh
dengan cara ditumbuk, ditaruh pada tampah dan diinteri. Bekatul yang terpusat di sentral
tampah diambil dengan tangan. Pada mesin penggiling padi, saat penyosohan, beras
bergesekan atau dikikis sehingga bekatul keluar lewat saringan dan beras tersosoh terus
berjalan keluar karena dorongan dari beras berikutnya (Suprayono dan Setyono, 1997).
Secara umum, mesin-mesin yang digunakan dalam usaha industri jasa penggilingan padi
adalah mesin pemecah kulit/sekam, (huller atau husker), mesin pemisah gabah dan beras
pecah kulit (brown rice separator), mesin penyosoh atau mesin pemutih (polisher), mesin
pengayak bertingkat (sifter), mesin atau alat bantu pengemasan (timbangan dan penjahit
karung). Bila ditinjau dari kapasitasnya, mesin-mesin penggiling padi dapat dibagi
menjadi dua jenis yaitu rice milling unit (RMU) dan rice milling plant (RMP). Perbedaan
yang mendasar antara keduanya adalah pada ukuran, kapasitas dan aliran bahan dalam
proses penggilingan yang dilakukan. Penggilingan padi yang lengkap kadangkala
3
dilengkapi dengan pembersih gabah sebelum masuk mesin pemecah kulit, dan pengumpul
dedak sebagai hasil sampingan dari proses penyosohan.
Gabah yang ditumbuk dengan menggunakan alu dan lesung memerlukan lebih banyak
tenaga kerja dan waktu. Butiran beras yang dihasilkan juga kurang baik karena banyak
butiran yang pecah sehingga hanya cocok untuk konsumsi sendiri. Sebaliknya dengan
mesin penggiling, tenaga dan waktu yang diperlukan lebih sedikit dan hasilnya pun lebih
baik (Andoko, 2006).
Penggilingan gabah kecil memiliki 2 unit mesin yang dipasang secara terpisah, yaitu
pemecah kulit dan pemutih dengan kapasitas produksi riil antara 0,3 – 0,7 ton beras/jam
(Departemen Pertanian, 2005).
Menurut Hardjosentono (2000), Terdapat perbedaan antara penggilingan padi dengan
penumbukan padi (cara tradisional) antara lain:
4
Penggilingan gabah menjadi beras sosoh, dimulai dengan pengupasan kulit gabah. Syarat
utama proses pengupasan gabah adalah kadar keringnya gabah yang akan digiling. Gabah
kering giling berarti gabah yang sudah kering dan siap digiling. Bila diukur dengan alat
pengukur air, maka angka kekeringannya mencapai 14%- 14,5% ( Hardjosentono.M,
2000).
Gabah masuk kedalam mesin pemecah kulit sekam /gabah kering giling yang berfungsi
untuk memecahkan dan melepaskan kulit gabah, hasil yang diperoleh berupa beras pecah
kulit yang berwarna putih kecoklatan (kusam) atau disebut 10 juga brown rice. Gabah
yang diumpankan ke dalam mesin pemecah kulit biasanya tidak seluruhnya terkupas.
Menurut Hardjosentono (2000) ada beberapa model dan tipe mesin penggiling padi.
Besarnya kapasitas penggunaan sangat bervariasi; ada yang kecil, sedang, dan besar.
Dalam penggilingan padi terdapat alat-alat yang digunakan dalam penggilingan padi, alat-
alat itu adalah sebagai berikut:
a. Pocket elevator.
Alat ini untuk mengangkut gabah ke atas dan memasukkannya ke mesin pengupas
penyosoh, atau alat lain.
b. Saringan atau ayakan bergetar/bergoyang.
Ayakan untuk memisahkan kotoran dan benda asing, seperti kayu dan paku agar
tidak ikut masuk ke mesin pengupas sehingga kerusakan mesin pengupas dapat
dihindari.
c. Mesin pengupas.
Dulu, mesin pengupas gabah menggunakan batu pengupas berbentuk meja bulat,
tetapi sekarang jarang digunakan. Sekarang ini banyak digunakan rubber roll. Rubber
roll ini terdiri atas dua buah roll karet yang perputarannya berlawanan arah.
d. Mesin penyosoh.
Untuk mendapatkan beras dengan derajat sosoh seperti yang dikehendaki dapat
dilakukan dengan mengatur berat beban pada bandul penyosoh beras. Untuk
mendapatkan beras yang bermutu baik dengan derajat sosoh 90- 100%, biasanya
5
dilakukan penyosohan secara bertahap dengan menggunakan dua buah mesin
penyosoh.
e. Mesin pemoles.
Mesin pemoles digunakan untuk membersihkan bekatul yang masih menempel pada
butir-butir beras sehingga diperoleh butir beras yang bersih, putih dan mengkilat.
f. Mesin grader.
Beras sosoh yang bersih masuk ke mesin grader untuk memisahkan beras yang
patah, beras yang pecah, dan beras yang utuh.
Teknik penggilingan gabah yang baik meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Persiapan Bahan Baku Beras bermutu dihasilkan dari bahan baku gabah bermutu.
Gabah harus diketahui varietasnya, asal gabah, kapan dipanen dan kadar air gabah.
Penundaan gabah kering panen sampai lebih dari 2-3 hari akan menimbulkan kuning
pada gabah dan sebaiknya gabah yang sudah kering dijaga agar tidak kehujanan,
karena apabila kehujanan akan menyebabkan butir patah. Diusahakan agar gabah
yang hendak digiling merupakan gabah kering panen (GKG) yang baru dipanen, agar
penampakan putih cerah dan cita rasa belum berubah. Jika penggilingan terhadap
gabah kering yang telah disimpan lebih dari 4 bulan atau 1 musim, menyebabkan
penampakan beras yang tidak optimal dan berubahnya citarasa.
b. Proses Pemecahan Kulit Proses ini diawali dengan menyiapkan tumpukan gabah
berdekatan dengan lubang pemasukan (corong sekam) gabah. Mesin penggerak
dihidupkan, corong sekam dibuka dan ditutup dengan klep penutup. Proses ini
dilakukan 2 kali, kemudian diayak 1 kali dengan alat ayakan beras pecah kulit, agar
dihasilkan beras pecah kulit. Proses ini dapat berjalan dengan baik, apabila tidak
terdapat butir gabah dalam kumpulan beras pecah kulit. Apabila masih ditemukan
juga butir gabah dalam kumpulan beras pecah kulit, maka harus dilakukan penyetelan
ulang struktur rubber roll dan kecepatan putarannya.
c. Proses Penyosohan Beras Dalam proses ini digunakan alat penyosoh tipe friksi, yaitu
gesekan antar butiran, sehingga dihasilkan beras dengan penampakan bening. Yang
perlu dicermati untuk memperoleh beras bermutu adalah kecepatan putaran, yaitu
1.100 rpm dengan menyetel mesin penggerak dan dan katup pengepresan keluarnya
beras. Proses ini berjalan baik, apabila rendemen beras yang dihasilkan sama atau
lebih dari 65% dan derajat sosoh sama atau lebih dari 95%. Terdapat 3 jenis
preferensi konsumen terhadap beras yaitu beras bening, beras putih dan beras
6
mengkilap. Untuk menghasilkan beras bening digunakan alat penyosoh tipe friksi,
beras putih digunakan alat penyosoh tipe abrasif dan beras putih menggunakan alat
penyosoh sistem pengkabutan.
d. Proses Pengemasan Beras yang sudah digiling hendaknya tidak langsung dikemas,
agar panas akibat penggilingan hilang. Untuk jenis kemasan sebaiknya memerhatikan
berat isinya. Kemasan lebih dari 10 kg sebaiknya menggunakan karung plastik yang
dijahit tutupnya. Pada kemasan 5 kg dapat menggunakan kantong plastik yang
memiliki ketebalan 0,8 mm. Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis kemasan
adalah kekuatan kemasan dan bahan kemasan (sebaiknya tidak korosif, tidak
mencemari produk beras dan kedap udara).
e. Proses Penyimpanan Yang perlu diperhatikan dari tempat penyimpanan beras adalah
kondisi tempat penyimpanan yang aman dari tikus dan pencuri, bersih, bebas
f. kontaminasi hama, terdapat sistem pengaturan sirkulasi udara, tidak terdapat
kebocoran dan tidak lembab. Karung yang sudah berisi beras diletakkan di atas
bantalan kayu, agar 13 dapat menghindari kelembapan yang disebabkan oleh kontak
langsung dengan lantai (Departemen Pertanian, 2005)
Menurut Hayami et al. (1987), ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai
tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang
memperngaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu
faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas
produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor
pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku,
dan nilai input lain.
7
Perhitungan nilai tambah yang diperoleh dari proses pengolahan suatu produk dapat
menggunakan Metode Hayami. Kelebihan dari analisis nilai tambah dengan
menggunakan Metode Hayami adalah pertama, dapat diketahui besarnya nilai tambah,
nilai output, dan produktivitas, kedua, dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap
pemilik-pemilik faktor produksi, serta ketiga, prinsip nilai tambah menurut Hayami
dapat diterapkan untul subsistem lain diluar pengolahan, misalnya untuk kegiatan
pemasaran (Suprapto, 2006).
Suatu agroindustri diharapkan mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi selain
mampu untuk memperoleh keuntungan yang berlanjut. Nilai tambah yang diperoleh
dari pengolahan merupakan selisih antara nilai komoditas yang mendapat perlakuan
pada suatu tahap dengan nilai korbanan yang harus dikeluarkan selama proses
produksi terjadi. Nilai tambah yang diperoleh lebih dari 50% maka nilai tambah
dikatakan besar dan sebaliknya, nilai tambah yang diperoleh kurang dari 50% maka
nilai tambah dikatakan kecil (Sudiyono, 2004).
Tabel 1. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami
No Variabel Nilai
Output, Input dan Harga
1 Output (Kg/Bulan) A
2 Bahan Baku (Kg/Bulan B
3 Tenaga Kerja (HOK/Bulan) C
4 Faktor Konversi D =A/B
5 Koefisien Tenaga Kerja E = C/B
6 Harga Output (Rp/Kg) F
7 Upah Rata-rata Tenaga Kerja G
(Rp/HOK)
Pendapatan dan Keuntungan (Rp/Kg)
8 Harga Bahan Baku (Rp/Kg) H
9 Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) I
10 Nilai Output J=DxF
11 a Nilai Tambah (NT) K = J-1-H
8
b Rasio Nilai Tambah L% = (K/J) x 100%
12 a Imbalan Tenaga Kerja M=ExG
b Bagian Tenaga Kerja N% = (M/K) x 100%
13 a Keuntungan O = K-M
b Tingkat Keuntungan P% = (O/K) x 100%
Balas Jasa untuk Faktor Produksi
14 Margin Q = J-H
A Keuntungan R = O/Q x100%
B Tenaga Kerja S = M/Q x 100%
c Input Lain T = I/Q x 100%
Keterangan
C = Tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi beras dihitung dalam bentuk HOK
(Hari Orang Kerja) dalam satu periode analisis.
G = Jumlah upah rata-rata yang diterima oleh pekerja dalam setiap satu periode produksi
yang dihitung berdasarkan per HOK (Hari Orang Kerja).
H = Harga input bahan baku utama yaitu gabah per kilogram (kg) pada saat periode analisis.
I = Sumbangan/biaya input lainnya yang terdiri dari biaya bahan baku penolong, biaya
penyusutan, dan biaya pengemasan.
1. Jika NT > 0, berarti penggunaan Rice Milling Unit memberikan nilai tambah
(positif).
tambah (negatif).
9
BAB III
METODE PENELITIAN
10
BAB IV
Umur : 40 Tahun
Alamat : Dusun IV Desa Tanggul Rejo, Kec. Kota Gajah Kab. Lampung
Tengah
Status : Menikah
11
Mesin ini digunakan untuk membersihkan beras agar menjadi
putih.
e. Mesin broken
Mesin ini berfungsi memisahkan antara beras dengan menir.
f. Gudang penyimpan
Gudang ini berfungsi untuk menyimpan hasil penggilingan
sehingga dapat memudahkan pemilik untuk mengamankannya.
13
5. Selanjutnya beras akan turun ke alat Polisher. Polisher merupakan alat
yang digunakan untuk memutihkan beras.
6. Beras yang telah melewati proses polisher akan naik melalui elevator ke
ayakan menir. Ayakan menir merupakan alat yang digunakan untuk
memisahkan beras yang utuh dengan menir.
7. Setelah proses ayakan selesai maka beras akan turun kebawah dan
langsung dilakukan penimbangan dan pengemasan.
Penjemuran
Penginapan padi
Penggilingan
Penimbangan
Pengemasan
14
4.4 Analisis Nilai Tambah
4.4.1 Tabel Biaya Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan menggunakan sistem borongan dengan
uraian kegiatan sebagai berikut :
No Uraian TK Upah Jumlah
Upah
1 Penjemuran Rp 40 Rp 50.000
Gabah
2 Bongkar Rp 15 Rp 50.000
Muat
3 Penggilingan Rp 30 Rp 50.000
Jumlah tenaga kerja sebanyak 12 orang/hari dan diberi upah sebanyak
Rp 50.000, maka dalam satu bulan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan
adalah Rp 18.000.000
4.4.2 Tabel Biaya Tetap Penggilingan PP Poktan Sidowaras II
15
digital
16
4.5.3 Tabel Analisis Nilai Tambah
baku gabah dalam satu tahun dengan hasil produksi rata-rata per tahun sebanyak 162.000
kilogram gabah . Rata-rata input bahan baku yang digunakan per tahun adalah 270.000
kilogram. Dari jumlah bahan baku yang digunakan dan jumlah produk yang dihasilkan,
diperoleh nilai konversi sebesar 0,6 artinya untuk setiap 1 kilogram gabah kering yang
17
Koefisien tenaga kerja yang diperoleh dari rasio antara banyaknya tenaga kerja yang
terlibat dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK) dengan jumlah bahan baku yang diolah.
Rata-rata tenaga kerja yang terlibat dalam pengolahan gabah adalah 360 per bulan
dengan koefisien kerja sebesar 0,0016. Nilai koefisien tenaga kerja ini menunjukan
bahwa jumlah Hari Orang Kerja yang dibutuhkan untuk pengolahan satu kilogram
Harga bahan baku rata-rata untuk gabahkering adalah Rp.4.200 per kilogram.
Harga rata-rata beras sebesar Rp. 8.600 per kilogram merupakan nilai yang diterima
perusahaan dari penjualan produknya. Nilai produk merupakan hasil perkalian antara
faktor konversi dengan harga produk. Besar nilai produk yang dihasilkan adalah Rp.
5.160 artinya nilai beras yang dihasilkan dengan pengolahan setiap satu kilogram kopi
Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produk dengan harga bahan baku dan
sumbangan input lain, tidak termasuk tenaga kerja. Nilai tambah diperoleh dari
pengolahan satu kilogram biji kopi organik kering menjadi kopi bubuk organik sebesar
Rp. 538 Nilai tambah ini merupakan nilai tambah kotor karena belum termasuk imbalan
tenaga kerja. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk adalah 10.42 persen, artinya
untuk setiap Rp.100,00 nilai produk akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp. 10.42
Imbalan tenaga kerja menyatakan besarnya imbalan yang diperoleh tenaga kerja dalam
mengolah setiap satu kilogram bahan baku menjadi beras . Besarnya imbalan tenaga
kerja pada setiap proses pengolahan beras tergantung dari jumlah tenaga kerja dan
18
tingkat upah yang berlaku. Imbalan tenaga kerja yang diperoleh dari pengolahan satu
kilogram biji kopi organik kering menjadi kopi bubuk organik adalah Rp. 83,333
Untuk melihat besar bagian tenaga kerja yang diperoleh dari proses pengolahan maka
besarnya imbalan tenaga kerja dibandingkan dengan nilai tambah yang didapatkan dari
proses pengolahan tersebut. Dari perhitungan didapat nilai sebesar 15,48 %, artinya
dalam setiap Rp. 100,00 nilai tambah yang diperoleh dari hasil pengolahan kopi bubuk
Besarnya keuntungan berdasarkan analisis nilai tambah yang diperoleh perusahaan dari
proses pengolahan kopi bubuk organik adalah Rp. 454.666 dengan tingkat keuntungan
sebesar 8.81% dari nilai produk. Nilai keuntungan tersebut merupakan selisih dari nilai
tambah dengan imbalan tenaga kerja. Keuntungan ini merupakan nilai tambah bersih
serta merupakan imbalan bagi perusahaan pengolahan. Nilai keuntungan yang diperoleh
dari proses pengolahan ini cukup tinggi, hal ini berarti perusahaan pengolahan dalam
Berdasarkan analisis nilai tambah, diperoleh marjin keuntungan kotor dari proses
pengolakan beras . Besarnya marjin keuntungan kotor yang diperoleh dari nilai produk
dikurangi dengan harga bahan baku adalah Rp. 960 dari setiap satu kilogram bahan yang
diolah.
Marjin keuntungan kotor tersebut dapat diketahui distribusi untuk faktor-faktor produksi
seperti tenaga kerja, sumbangan input lain serta keuntungan bersih dari perusahaan.
Balas jasa yang diperoleh dari faktor produksi tenaga kerja adalah 8.68%. Balas jasa
tenaga kerja tersebut merupakan imbalan terhadap tenaga kerja pengolahan atau disebut
19
Balas jasa yang diperoleh untuk sumbangan input lain adalah 43.95% dari marjin
keuntungan kotor, sedangkan balas jasa yang diperoleh untuk keuntungan adalah 47,36
% dan merupakan bagian terbesar. Hal ini menunjukan bahwa keuntungan perusahaan
merupakan imbalan terhadap usaha yang dijalankan dan risiko yang harus ditanggung
oleh perusahaan.
20
BAB V
KESIMPULAN
1. Proses pengolah gabah menjadi beras dimulai dari proses penjemuran, penginapan
gabah, penggilingan (pembersihan kotoran, pengelupasan kulit, pemisahan gabah
dengan beras, pemisahan batu, pemutihan beras, pemisahan menir), penimbangan
dan pengemasan.
2. Nilai tambah yang diperoleh dari proses penggilingan padi adalah 538, keuntungan
454,66 dan marjin keuntungan 960.
21
DAFTAR PUSTAKA
https://henlis212.blogspot.co.id/2015/08/usaha-penggilingan-padi-sumber-pangan.html
https://aryaagh.files.wordpress.com/2011/01/laporan-penggilingan-padi.pdf
22