Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN NABATI


ACARA I
PENEPUNGAN DAN PEMBUATAN TEPUNG KOMPOSIT

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Anissa Widhie R. (H0916004)
Cicilia Hayu W. (H0916018)
Ferrari Julian M. (H0916034)
Firdha Ihza Wardani (H0916035)
Nanda Ayu Hapsari (H0916062)
Seilma Latifa Rahman (H0916075)

PROGRAM STUDI ILMU TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
ACARA I
PENEPUNGAN DAN PEMBUATAN TEPUNG KOMPOSIT

A. TUJUAN
Tujuan dari Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Acara I
“Penepungan dan Pembuatan Tepung Komposit” ini adalah:
1. Mahasiswa mampu mengetahui proses pembuatan tepung.
2. Mahasiswa mampu membuat tepung komposit .
B. TINJAUAN PUSTAKA
Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat
halus tergantung proses penggilingan dan pengayakan dengan ukuran mesh
tertentu, biasanya digunakan untuk keperluan penelitian, rumah tangga, dan
bahan baku industri. Tepung merupakan salah satu bentuk produk pangan
setengah jadi yang mudah dicampur, diperkaya zat gizi (difortifikasi),
dibentuk dan dimasak sesuai keperluan. Berdasarkan penggolongannya
tepung dibagi menjadi dua, yaitu tepung tunggal dan tepung komposit.
Tepung tunggal adalah tepung yang dibuat dari satu jenis bahan pangan,
misalnya tepung beras, tepung singkong, tepung ubi jalar sedangkan tepung
komposit yaitu tepung yang dibuat dari dua atau lebih bahan pangan yang
dicampur menjadi satu dengan ukuran mesh yang sama. Misalnya tepung
komposit kasava-terigu-kedelai, tepung komposit jagung-beras, atau tepung
komposit kasava-terigu-pisang (Hidayat, 2000).
Tepung memiliki berbagai ukuran mesh pada saat pengolahan. Tepung
dengan granula yang berukuran besar, sebagian besar pati di dalam tepung
masih terjebak dalam satu pecahan biji sehingga pati sulit mengalami
gelatinisasi. Semakin halus dan seragam ukuran tepung, proses gelatinisasi
terjadi dalam waktu yang hampir tepung dengan ukuran lebih kecil akan lebih
tinggi dibandingkan tepung kasar. Partikel tepung yang lebih besar akan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pengembangan dan gelatinisasi
(Waniska, 1999).
Tepung komposit merupakan campuran dari berbagai jenis tepung,
seperti tepung umbi singkong dengan ubi jalar, dengan atau tanpa
penambahan tepung tinggi protein, seperti tepung kedelai dan tepung kacang,
dengan atau tanpa penambahan tepung serealia (beras, tepung sorgum,
maizena), dan dengan atau tanpa penambahan terigu, dengan ukuran partikel
tepung (mesh) yang sama. Maka akan dihasilkan tepung komposit sesuai
komposisi dan produk olahan yang akan dihasilkan. Pembuatan tepung
komposit adalah untuk mensubstitusi atau bahkan mensubtitusi terigu. Selain
itu, pembuatan tepung komposit juga dimaksudkan untuk mendapatkan sifat
fungsional tertentu dan meningkatkan penerimaan konsumen terhadap hasil
olahan produk tertentu (Widowati, 2009). Perkembangan industri tepung
komposit dapat didorong oleh aneka ragam sumber karbohidrat yang
potensial, seperti tepung serealia (beras), tepung umbi atau tepung kaya
protein seperti tepung dari kacang-kacangan (kedelai) (Hidayat, 2000).
Ubi jalar (Ipomea batatas) adalah salah satu jenis umbi utama di
Indonesia, salah satu bahan pangan sumber karbohidrat yang kaya serat
pangan, vitamin A, C, dan mineral. Ubi jalar mempunyai umur panen relatif
pendek, yaitu 4-5 bulan dengan produktivitas 10-30 ton/ha. Umumnya ubi
jalar ditanam dua kali dalam satu tahun, jika rata-rata per hektar
menghasilkan 40 ton ubi jalar (dua kali panen), rendemen tepung 30%, maka
akan dihasilkan 12 ton tepung/tahun (Supriati, 2001).
Pemanfaatan ubi jalar sebagai komoditas pangan diantaranya diolah
menjadi tepung. Ubi jalar putih dalam bentuk tepung memiliki kadar
karbohidrat mencapai 79,41% dengan kadar air 6,40%. Selain itu, tepung ubi
jalar putih mempunyai kadar abu dan kadar serat yang lebih tinggi, serta
kandungan karbohidrat dan kalori hampir setara dengan tepung terigu. Hal ini
mendukung pemanfaatan ubi jalar sebagai bahan pensubtitusi atau bahkan
pengganti tepung terigu (Supriati,2001).
Kedelai (Glycine max) termasuk komoditas hasil pertanian yang
memegang peranan penting dalam mencukupi kebutuhan gizi manusia
terutama kebutuhan protein, karena kedelai merupakan sumber protein yang
relatif murah dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Protein kacang kedelai
mengandung 85-95% globulin serta sisanya adalah albumin, proteosa,
prolamin dan glutelin (Koswara, 2009). Kedelai memiliki prospek yang baik
untuk dikembangkan karena mengandung protein yang tinggi (35-38%).
Selain itu, kandungan lemak pada kedelai juga cukup tinggi (±20%). Jumlah
ini sekitar 85% merupakan asam lemak esensial, yaitu linoleat dan linolenat.
Disamping memiliki kandungan protein yang tinggi, kedelai mengandung
dietary fiber, vitamin dan mineral (Afandi, 2001).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Baskom
b. Mixer
c. Sendok
d. Timbangan analitik
2. Bahan
1. Tepung kedelai
2. Tepung ubi jalar
3. Cara Kerja
Tepung ubi jalar + tepung kedelai

Penimbangan

Pemasukan ke dalam bowl


mixer
Pengadukan hingga homogen
Gambar 1.1 Diagram Alir Pembuatan Tepung Komposit Ubi Jalar dan
Kedelai

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Penepungan adalah suatu metode pengolahan yang menghasilkan produk
setengah jadi yang bertujuan untuk memudahkan aplikasinya sebagai bahan
pangan dengan mentransformasi bahan dengan ukuran lebih besar menjadi
produk tepung (ukuran lebih kecil) yang memiliki ukuran kehalusan
tertentu. Tepung mempunyai beberapa keunggulan, antara lain lebih mudah
dalam penyimpanan, umur simpan lebih lama, penggunaanya lebih luas, lebih
mudah difortifikasi dan lebih mudah bercampur dengan bahan lain komposit).
Tujuan penepungan adalah untuk memperpanjang umur simpan bahan
pangan, lebih mengawetkan bahan pangan, memudahkan fortifikasi (vehicle),
memudahkan bercampur dengan bahan lain dan memudahkan penyimpanan
(Marta, 2011). Sedangkan menurut Pangastuti dkk (2013), aplikasi yang
terbatas dan pendeknya umur simpan dalam bentuk mentah, maka perlu
dilakukan penepungan untuk memudahkan aplikasinya sebagai ingredient
pangan. Teknologi penepungan merupakan salah satu proses alternatif produk
setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan lama disimpan, mudah
dicampur dengan tepung lain, diperkaya zat gizi, dibentuk, dan lebih cepat
dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis.
Kedelai merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang
sangat penting. Selain banyak mengandung protein, kedelai juga mengandung
mineral dan vitamin yang cukup tinggi, diantaranya adalah vitamin B1, B2,
B3, B12, dan vitamin E. Kedelai juga mengandung beberapa mineral berupa
kalsium, zat besi, dan fosfor. Kandungan zat besi dalam kedelai mencapai
16mg/100g kedelai. Saat ini pemanfaatan kedelai lebih banyak pada
pembuatan tempe, kacang, tauco, dan tahu. Pembuatan tepung dengan
berbahan dasar kedelai mengandung zat off flavor yang dapat menimbulkan
aroma langu yang disebabkan oleh adanya enzim lipoksidase pada kedelai.
Aroma langu tersebut dapat diatasi dengan melakukan penyangraian pada
tepung kedelai (Fibriafi dan Rita, 2018). Pembuatan tepung kedelai yaitu biji
kedelai disortasi dan dibersihkan, kemudian direndam dalam air selama 6
jam. Setelah itu, biji kedelai direbus dengan menggunakan pressure cooker
selama 10 menit. Kemudian kulit yang terdapat pada biji kedelai dikupas dan

kedelai dikeringkan dalam oven pengeringan pada suhu 50 selama 24 jam.

Setelah itu, biji kedelai kering digiling menggunakan blender dan diayak
dengan ayakan 60 mesh. Dihasilkan tepung kedelai dan dikemas di dalam
plastik dalam keadaan tertutup rapat (Ginting dkk, 2015).
Ubi jalar merupakan tanaman yang cukup penting sebagai sumber
karbohidrat setelah padi, jagung dan singkong. Jenis umbi keluarga
Convolvuceae ini memang sudah dikenal sebagai sumber karbohidrat yang
mengandung betakaroten, vitamin E, kalsium dan zat besi serta serat.
Kandungan betakaroten, vitamin E dan vitamin C bermanfaat sebagai
antioksidan pencegah kanker dan beragam penyakit kardiovaskuler. Ubi jalar
juga kaya akan karbohidrat dan energi yang mampu mengembalikan tenaga.
Kandungan serat dan pektin di dalam ubi jalar sangat baik untuk mencegah
gangguan pencernaan seperti wasir, sembelit hingga kanker kolon.
Kandungan serat pangan tepung ubi jalar sangat baik untuk pencernaan.
Tepung ubi jalar merupakan sumber pati, dan rasio antara amilosa dan
amilopektin yang menyusun molekul pati akan mempengaruhi pola
gelatinisasi. Tepung ubi jalar memiliki kandungan amilopektin lebih rendah
dari tepung tapioka dan tepung ubi jalar memiliki kandungan amilosa lebih
tinggi dibandingkan tepung tapioka. (Prasetya, 2011). Proses pembuatan
tepung ubi jalar yaitu ubi jalar dikupas dan dicuci kemudian diiris tipis-tipis.
Setelah itu, irisan bahan direndam dalam larutan sodium metabisulfit 0,3%
selama 5 menit (untuk mencegah terjadinya pencoklatan). Kemudian irisan
ubi jalar disusun pada loyang untuk dikeringkan dalam oven pengeringan

pada suhu 50 selama 14 jam, lalu didinginkan pada suhu ruang dan

digiling, kemudian diayak dengan ayakan 80 mesh. Dihasilkan tepung ubi


jalar dan dikemas di dalam plastik dalam keadaan tertutup rapat (Ginting dkk,
2015).
Pada dasarnya, proses pembuatan tepung komposit secara keseluruhan
memiliki metode dan prinsip yang sama. Yang pertama, bahan baku (kedelai
atau ubi jalar) dibersihkan dengan cara dikupas dan dicuci hingga bersih.
Selanjutnya dilakukan penyawutan dan direndam dalam larutan asam sitrat.
Pada proses ini, kedelai dapat direndam dalam larutan asam sitrat 2% selama
15 menit. Sementara itu, ubi jalar direndam dalam asam sitrat 2% selama 5
menit. Kemudian ditiriskan dan dilakukan pengeringan. Pengeringan dapat
dilakukan secara sederhana, dengan memanfaatkan sinar matahari dengan
cara dijemur. Adapula, cara pengeringan modern yang memanfaatkan alat
pengering, seperti cabinet dryer atau freeze dryer. Setelah diperoleh sawut
kering dilakukan penggilingan dan pengayakan hingga akhirnya diperoleh
tepung komposit kedelai atau ubi jalar (Aurum dan Dian, 2015).
Menurut Winarno (2000), tepung merupakan produk yang mudah
disimpan, mudah difortifikasi untuk memperkaya zat gizi, mudah dibentuk,
dan mudah dibuat komposit yaitu campuran dengan tepung jenis lain.
Sementara, tepung komposit adalah tepung yang berasal dari beberapa jenis
bahan baku yaitu umbi-umbian, kacang-kacangan, atau sereal dengan atau
tanpa tepung terigu atau gandum. Tepung komposit dapat digunakan sebagai
bahan baku olahan pangan seperti produk bakery dan produk ekstrusi (Astuti
dkk, 2014). Beberapa produk bakery (cookies, bread, biscuit, muffin) dibuat
dari tepung komposit, seperti tepung singkong, tepung kedelai, atau bisa juga
tepung kacang hijau (Jisha dan Padmaja, 2011). Sementara itu, menurut Jastra
dkk (1997), tepung komposit ialah tepung yang terbuat dari beberapa macam
tepung serealia umbi-umbian atau leguminosa yang dapat digunakan dalam
membuat roti, kue, mie, atau produk makanan lain.
Metode pembuatan tepung komposit secara sederhana yaitu dengan
metode pencampuran. Tepung dicampurkan dari berbagai jenis tepung (dua
jenis atau lebih), baik antara tepung terigu dengan tepung-tepung non terigu,
ataupun di antara tepung-tepung non terigu yang berbeda sumbernya. Tepung
komposit ini dapat digunakan sebagai komponen utama pada produk bakery.
Pencampuran ini bertujuan mendapatkan karakteristik fisiko-kimia tepung
yang mendukung pencapaian karakteristik mutu dari produk bakery yang
diinginkan. Sebagai contoh, untuk mendapatkan kandungan zat gizi yang
lebih baik, pembuatan biskuit nonterigu dibuat dengan campuran tepung
singkong, tepung jagung, dan tepung kedelai (Sitanggang, 2016).
Pencampuran pada tepung komposit merupakan campuran berbagai jenis
tepung, yakni antara tepung non terigu yang berbeda sumbernya tidak akan
memiliki fenomena pembentukan gluten, karena memang tidak mengandung
sub protein gliadin atau glutenin secara alami. Penggunaan mixer pada
pembuatan tepung komposit dalam melakukan pencampuran dibutuhkan
kecepatan dari suatu alat pencampur. Prinsip pencampuran tepung komposit
yaitu berdasarkan pada peningkatan pengacakan dan distribusi dua atau lebih
komponen tepung yang mempunyai sifat berbeda. Derajat keragaman
pencampuran diukur dari sampel yang diambil selama pencampuran jika
komponen yang dicampur telah terdistribusi melalui komponen lain secara
random, maka dikatakan pencampuran telah berlangsung dengan baik
(Sitanggang, 2016).
Tepung kedelai merupakan tepung yang terbuat dari biji kedelai kering
yang digiling halu. Kedelai utuh mengandung 35 – 40% protein, paling
tinggi dari segala jenis kacang – kacangan. Ditinjau dari segi mutu, protein
kedelai adalah yang paling baik mutu gizinya yaitu hampir setara dengan
protein daging. Diantara jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber
protein paling baik karena mempunyai susunan asam amino esensial paling
lengkap. Disamping itu kedelai juga dapat digunakan sebagai sumber lemak,
vitamin, mineral dan serat (Sundarsih dan Kurniaty, 2009). Selain
mengandung protein, kacang kedelai mengandung lemak yang cukup tinggi.
Kacang kedelai mengandung asam lemak tidak jenuh yang termasuk esensial,
yaitu asam linoleat, linolenat yang sangat diperlukan tubuh. Lemak kedelai
mengandung 86% linoleat, dan oleat, 10% palmitat, dan 2% masing-masing
untuk stearat dan arachidat. Karbohidrat kedelai sebagian besar terdiri dari
disakarida dan oligosakarida, yaitu 2.5-8.2% sukrosa, 0.1-0.9% rafinosa, dan
1.4-4.1% stakiosa (Shurtleff dan Aoyagi, 1979).
Ubi jalar (Ipomoea batatas L) adalah jenis umbi-umbian yang memiliki
banyak keunggulan dibanding umbi-umbi yang lain dan merupakan sumber
karbohidrat keempat terbesar di Indonesia, setelah beras, jagung, dan ubi
kayu. Kandungan karbohidrat ubi jalar yang tinggi membuat ubi jalar dapat
dijadikan sumber kalori. Kandungan karbohidrat ubi jalar tergolong indek
glikemik rendah, yaitu tipe karbohidrat yang jika dikonsumsi tidak akan
menaikkan kadar gula darah secara drastis. Oleh karena itu, pengolahan ubi
jalar menjadi tepung sangat berpotensi dikembangkan menjadi salah satu
sumber pangan fungsional dengan indeks glikemik rendah (Noer et al., 2017).
Produk makanan berbahan dasar tepung merupakan salah satu produk
yang paling banyak ketersediaannya serta paling banyak dikonsumsi. Di
Indonesia sendiri banyak sekali makanan sehari-hari yang dibuat dengan
memanfaatkan tepung terigu, padahal Indonesia tidak dapat memproduksi
gandum sendiri sehingga dalam pembuatan tepung terigu harus terlebih
dahulu mengimpor gandum dari luar negeri. Dengan adanya tepung komposit
yang memanfaatkan bahan-bahan lokal seperti umbi-umbian, kacang-
kacangan, jagung, rumput laut, dan bahan-bahan lain, diharapkan dapat
memaksimalkan potensi produk lokal dan mengurangi penggunaan tepung
terigu. Makanan yang dibuat dari tepung komposit biasanya memiliki cita
rasa yang khas, unik, dan memiliki kandungan gizi lebih baik dibandingkan
makanan yang dibuat hanya dengan tepung terigu. Selain diolah menjadi
produk pangan seperti mie dan roti manis, tepung komposit dapat
diaplikasikan dalam produk sebagai pengental atau thickening agent dan
pengemulsi (Kartiwan dkk, 2016).
E. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum acara I “Penepungan dan
Pembuatan Tepung Komposit” adalah :
1. Penepungan dilakukan dengan penggilingan bahan hingga menjadi butiran
halus atau sangat halus tergantung proses penggilingan dan diikuti
pengayakan dengan ukuran mesh tertentu.
2. Pembuatan tepung komposit dimulai dengan bahan baku (kedelai atau ubi
jalar) dibersihkan dengan cara dikupas dan dicuci hingga bersih.
Selanjutnya dilakukan penyawutan dan direndam dalam larutan asam
sitrat. Pada proses ini, kedelai dapat direndam dalam larutan asam sitrat
2% selama 15 menit. Sementara itu, ubi jalar direndam dalam asam sitrat
2% selama 5 menit. Kemudian ditiriskan dan dilakukan pengeringan.
Pengeringan dapat dilakukan secara sederhana, dengan memanfaatkan
sinar matahari dengan cara dijemur. Adapula, cara pengeringan modern
yang memanfaatkan alat pengering, seperti cabinet dryer atau freeze dryer.
Setelah diperoleh sawut kering dilakukan penggilingan dan pengayakan
hingga akhirnya diperoleh tepung komposit kedelai atau ubi jalar.
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, S. 2001. Mempelajari Pembuatan Tepung Kedelai (Glycine max Merr)


Amerika Serikat dan Analisa Mutu Tepung yang Dihasilkan. Skripsi.
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Aurum, Fawzan Sigma., dan Dian, Adi Aggraeni Elisabeth. 2015. Formulasi
Tepung Komposit Keladi dan Ubi Jalar sebagai Bahan Baku Mi Kering
Pengganti Sebagian Terigu. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian 18(3) : 237-249.
Astuti, Santi Dwi., Nuri, Andarwulan., Purwiyatno, Hariyadi., dan Friska Citra
Agustia. 2014. Formulasi dan Karakterisasi Cake Berbasis Tepung
Komposit Organik Kacang Merah, Kedelai, dan Jagung. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan 3 (2) :54-59.
Fibriafi, Rahmasuci., dan Rita Ismawati. 2018. Pengaruh Substitusi Tepung
Kedelai, Tepung Bekatul, dan Tepung Rumput Laut (Gracilaria Sp.)
Terhadap Daya Terima, Zat Besi dan Vitamin B12 Brownies. Media Gizi
Indonesia 13 (1): 12-19.
Ginting, Iman., Elisa Julianti., Rona J., dan Nainggolan. 2015. Karakteristik
Fisikokimia Tepung Komposit Berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar, Pati
Jagung, dan Tepung Kedelai. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian 3
(1).
Hidayat, N,. 2000. Tepung komposit. Diakses pada http://digilib.itb.ac.id (21
Juni 2019)
Hidayat, N,. 2000. Tepung komposit. Diakses pada http://digilib.itb.ac.id (27
Januari 2017).
Jastra, Y., Edial A, Azman, Aswardi, dan K. Iswari. 1997. Penggunaan Tepung
Komposit (Terigu, Ubikayu, dan Jagung) dalam Pembuatan Mie.
Prosiding Seminar Teknologi Pangan 8(1) :428-437.
Jisha S., dan G. Padmaja. 2011. Whey Protein Concentrate Fortified Baked
Goods from Cassava-Based Composite Flours : Nutritional and Functional
Properties. Food Bioprocess Technol 4(1) :92–101.
Kartiwan, Zulianatul Hidayah, dan Bachtaruddin Badewi. 2016. Karakteristik
Tepung Komposit Yang Disuplementasi Rumput Laut Sebagai Bahan Baku
Produk Kuliner. PARTNER 2016 (1) : 89 – 97.
Koswara, S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta.
Marta, Marissa. 2011. Pengolahan Tepung Kacang Merah. Universitas Udayana.
Bali.
Noer, S. W. M., Wijaya, M., dan Kadirman. 2017. Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar
(Ipomea batatas L) Berbagai Varietas Sebagai Bahan Baku Pembuatan
Kue Bolu Kukus. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian 3 (2017) : S60-
S71.
Pangastuti, Hesti Ayuningtyas., Dian Rachmawanti Affandi., dan Dwi Ishartani.
2013. Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Tepung Kacang Merah
(Phaseolus vulgaris L.) dengan Beberapa Perlakuan Pendahuluan. Jurnal
Teknosains Pangan 2 (1).
Prasetya, Hari Adi. 2011. Penggunaan Tepung Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)
Pada Pembuatan Kerupuk Kempelang Palembang. Jurnal Dinamika
Penelitian Industri 22 (1): 1 – 8.
Shurtleff, W and A. Aoyagi. 1979. Tofu and Soymilk Production. New-Age Food
Study Centre. Lafayette.
Sitanggang, Azis Boing. 2016. Tepung Komposit Alternatif Produk Bakeri.
Foodreview Indonesia 11 (12) : 52 – 55.
Sundarsih dan Y. Kurniaty. 2009. Pengaruh Waktu dan Suhu Perendaman
Kedelai pada Tingkat Kesempurnaan Ekstraksi Protein Kedelai dalam
Proses Pembuatan Tahu. Makalah Penelitian. Fakultas Teknik. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Supriati. 2001. Usahatani Ubi Jalar Sebagai Bahan Pangan Alternatif dan
Diversifikasi Sumber Karbohidrat. Buletin Agrobio 4 (1) : 13-23. Balai
Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor. Badan Litbang Pertanian.
Waniska RD, Yi T, Lu J, Xue Ping L, Xu W, Lin H. 1999. Effects of preheating
temperature, moisture, and sodium metabisulfite content on quality of
noodles prepared from maize flaor or meal. J Food Sci. Technol 5: 399-
346.
Widowati, S. 2009. Tepung Aneka Umbi Sebuah Solusi Ketahanan Pangan.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian dalam
Tabloid Sinar Tani.
Winarno, F. G. 2000. Potensi dan Peran Tepung-tepungan bagi Industri Pangan
dan Program Perbaikan Gizi. Prosiding. Seminar Nasional Interaktif.

LAMPIRAN DOKUMENTASI
Gambar 1.2 Tepung Ubi Ungu
Gambar 1.3 Penimbangan Tepung
Kedelai

Gambar 1.4 Pembuatan Tepung Gambar 1.5 Tepung Komposit


Komposit

Anda mungkin juga menyukai