Anda di halaman 1dari 37

PETUNJUK PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN NABATI

Oleh:
Dwi Ishartani, S.T.P., M.Si.
Dian Rachmawanti, S.T.P., M.P.
Rohula Utami, S.T.P., M.P.
Danar Praseptiangga, S.T.P., M.Sc, Ph.D.
Ir. Windi Atmaka, M.P.
R. Baskoro Katri A., S.T.P., M.P.

PROGRAM STUDI ILMU TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga
penyusunan petunjuk praktikum ini dapat diselesaikan. Buku Petunjuk Praktikum Teknologi
Pengolahan Pangan Nabati ini disusun sesuai dengan kurikulum S-1 Ilmu Teknologi Pangan
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Buku petunjuk ini dihimpun dari berbagai pustaka yang dipergunakan sebagai acuan
dan disusun sepraktis mungkin agar mudah dipahami. Namun demikian tulisan ini masih jauh
dari sempurna, untuk itu masukan, kritik, dan saran dari pembaca guna penyempurnaan buku
ini sangat diharapkan.
Akhir kata atas partisipasi semua pihak, diucapkan terimakasih. Semoga buku ini
bermanfaat bagi peningkatan mutu pendidikan tinggi dan kita semua.

Surakarta, April 2019


Penyusun

2
PERATURAN TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Praktikan harus datang tepat pada waktunya, yang terlambat datang tanpa alasan yang
tepat, tidak diperkenankan mengikuti praktikum. Jika berhalangan mangikuti praktikum
karen sakit, harus disertai bukti surat keterangan dokter yang berlaku, dan apabila dua
kali absen maka praktikum dianggap gagal mengikuti praktikum.
2. Dalam melaksanakan praktikum, praktikan harus memakai jas praktikum dan membawa
lap pembersih.
3. Praktikan diharuskan membuat laporan sementara pada hari praktikum dilaksanakan
yang ditentukan menurut petunjuk pembimbing setelah selesai praktikum, dan
selanjutnya menyerahkan laporan resmi.
4. Setelah selesai praktikum, praktikan harus mengembalikan alat-alat yang dipinjam dalam
keadaan bersih dan lengkap.
5. Praktikan yang menghilangkan atau memecahkan/ merusakkan alat harus segera melapor
kepada pembimbing dan wajib mengganti dengan alat serupa.Pada penutupan semester,
apabila praktikan belum mengganti atas kehilangan/pemecahan/kerusakan alat, maka
nilai akan ditunda diumumkan/diberitahukan.
6. Praktikan harus menjaga kebersihan laboratorium, bekerja dengan tertib, tenang, dan
teratur.
7. Praktikan harus hati-hati bekerja, untuk menghindari terjadinya kecelakaan dan
kebakaran.
8. Hal-hal yang belum tercantum dalam peraturan tata tertib ini akan diatur oleh
penanggungjawab laboratorium dengan peraturan dan pengumuman tersendiri.

3
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................................. 1


Halaman Kata Pengantar................................................................................................... 2
Halaman Peraturan Tata Tertib Praktikum ....................................................................... 3
Halaman Daftar Isi ............................................................................................................ 4
ACARA I. Penepungan dan Pembuatan Tepung Komposit ............................................. 5
ACARA II. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tepung ......................................................... 7
ACARA III. Aplikasi Tepung Komposit .......................................................................... 11
ACARA IV. Pembuatan Mie Basah ................................................................................. 14
ACARA V. Pembuatan Roti dan Cake ............................................................................. 17
ACARA VI. Pembuatan Hard Candy ............................................................................... 25
ACARA VII. Pembuatan Selai Buah dan Fruit Leather ................................................... 29
ACARA VIII. Pembuatan Teh Herbal .............................................................................. 33
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 36

4
ACARA I
PENEPUNGAN DAN PEMBUATAN TEPUNG KOMPOSIT

A. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui proses pembuatan tepung.
2. Mahasiswa mampu membuat tepung komposit.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Tepung merupakan alternatif produk setengah jadi yang memiliki daya simpan
lebih lama dibandingkan bahan segarnya, bersifat mudah dicampur (dibuat komposit),
dapat difortifikasi, serta mudah dibentuk dan lebih cepat untuk diolah menjadi produk
lainnya sesuai tuntutan kehidupan yang serba praktis.
Tepung ubi jalar termasuk tepung berbasis umbi-umbian yang tinggi karbohidrat
dengan kandungan berkisar 90,8% dan kadar amilosa berkisar 20%. Pembuatan tepung
ubi jalar dapat dilakukan dengan beberapa tahapan. Ubi jalar disortasi dan dibersihkan
hingga bersih lalu dikupas. Ubi jalar yang telah dikupas kemudian direndam dalam
larutan Natrium metabisulfit 0,3% lalu dirajang dengan slicer. Hasil rajangan
dikeringkan pada suhu 60 C selama 10-12 jam (KA = 12%). Selanjutnya digiling dan
diayak hingga diperoleh tepung ubi jalar.
Tepung kedelai termasuk tepung berbasis leguminosa dengan kandungan protein
tinggi berkisar 35%. Daya serap air pada tepung kedelai dapat mencapai lebih dari 2 g/g.
Pembuatan tepung kedelai dapat dilakukan dengan merendam biji kedelai selama 7 jam
kemudian dikeringkan pada suhu 80-90 C selama 6 jam. Setelah dikeringkan lalu
digiling dan diayak hingga diperoleh tepung kedelai.
Sifat tepung yang mudah dicampur berpotensi dalam pengembangan tepung
komposit. Tepung komposit dapat dihasilkan dari pencampuran beberapa jenis tepung
berbasis serealia, umbi-umbian maupun kacang-kacangan dengan atau tidak melibatkan
tepung terigu dalam pembuatannya. Penggunaan berbagai jenis tepung dalam pembuatan
tepung komposit diharapkan dapat memperbaiki sifat kimia dan fisik tepung komposit.
C. PROSEDUR KERJA
1. Alat
a. Mixer
b. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Tepung kedelai
5
b. Tepung ubi jalar
3. Cara Kerja
a. Penimbangan tepung A dan tepung B sesuai formula.
b. Pemasukkan tepung A dan tepung B pada mixing bowl.
c. Pencampuran dengan kecepatan rendah selama ± 1 menit (hingga homogen).
d. Pengulangan tahapan proses c untuk formula lainnya. Pastikan mixing bowl sudah
dibersihkan dari formulasi sebelumnya.
Tabel 1 Formula Tepung
Formula Tepung Ubi Jalar (%) Tepung Kedelai (%)
F1 90 10
F2 75 25
F3 60 40
D. HASIL PENGAMATAN

6
ACARA II
ANALISIS SIFAT FISIK DAN KIMIA TEPUNG

A. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui cara pengujian sifat fisik dan kimia tepung.
2. Mahasiswa mampu melakukan uji daya serap air dan kadar amilosa tepung.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Daya Serap Air Tepung
Daya serap air merupakan salah satu karakteristik fungsional yang berkaitan
dengan pemecahan dan kelarutan amilosa bahan karena terjadi penurunan struktur
kristalin pati. Daya serap air juga berkaitan dengan asam amino polar dalam tepung.
Tepung yang memiliki daya serap air yang tinggi dapat disebabkan karena adanya
komponen hidrofilik seperti polisakarida yang lebih tinggi.
2. Daya Ikat Air Tepung
Daya ikat air merupakan sifat fungsional sebagai kemampuan bahan dalam
menahan air. Air akan berinteraksi dengan protein melalui molekul air dan gugus
hidrofilik pada rantai protein melalui ikatan hidrogen. Daya ikat air tergantung dari
mutu protein dan jumlah kandungan asam amino polar dalam protein tepung.
Semakin besar jumlah air yang diikat akan meningkatkan kualitas tekstur dan
mouthfeel produk yang dihasilkan.
3. Daya Serap Minyak Tepung
Daya serap minyak termasuk salah sifat fungsional pada tepung. Daya serap
minyak dipengaruhi oleh susunan komponen hidrofilik dan hidrofobik. Pada bagian
rantai asam amino non polar akan membentuk interaksi hidrofobik dengan rantai
hidrokarbon lemak. Peran daya serap minyak dalam pangan berkaitan pada
pembentukan flavor serta umur simpan bahan.
4. Daya Ikat Minyak Tepung
Daya ikat minyak merupakan suatu kemampuan secara fisik untuk mengikat
minyak dengan daya tarik kapiler. Protein yang memiliki rantai non polar dan lemak
yang bersifat non polar akan berikatan apabila ditambahkan minyak pada bahan.
5. Kelarutan Tepung
Kelarutan merupakan suatu kemampuan bahan untuk larut di dalam air.
Karakteristik kelarutan tepung dalam air menunjukkan perbandingan jumlah tepung
dalam gram yang dapat larut pada mililiter air (pelarut). Semakin kecil molekul pati
7
dan semakin rendah panjang polimer rantai pati, maka akan memperbesar tingkat
kelarutan tepung.
6. Kadar Amilosa Tepung
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri
dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut
amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa memiliki struktur lurus
dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan
ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total. Peranan perbandingan
amilosa dan amilopektin terlihat pada serealia, seperti pada beras. Semakin kecil
kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektinnya, maka semakin
lekat nasi tersebut.
C. PROSEDUR KERJA
I. DAYA SERAP AIR TEPUNG
1. Alat
a. Kertas saring
b. Timbangan analitik
c. Erlenmeyer
d. Beaker glass
e. Termometer
2. Bahan
a. Aquades
b. Tepung komposit
3. Cara Kerja
a. Penimbangan 3 gram tepung dan 13 gram aquades.
b. Pemanasan 13 gram aquades hingga suhu 40 C.
c. Peletakkan tepung pada kertas saring di atas erlenmeyer.
d. Penuangan aquades 40 C pada tepung yang telah diletakkan di kertas
saring.
e. Pendiaman selama 3 menit.
f. Penimbangan air yang tertampung dalan erlenmeyer.
g. Perhitungan daya serap air dengan rumus :
( ) ( )
DSA(%) =
( )

8
II. KADAR AMILOSA TEPUNG
1. Alat
a. Labu takar
b. Pipet
c. Spektrofotometer
d. Tabung reaksi
e. Timbangan analitik
f. Waterbath
2. Bahan
a. Aquades
b. Asam asetat
c. Etanol 95%
d. Larutan iod
e. NaOH 1N
f. Tepung komposit
3. Cara Kerja
a. Pembuatan Kurva Standar Amilosa
1) Timbang 40 mg amilosa murni (amilosa kentang), masukkan dalam
tabung reaksi.
2) Tambah 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N.
3) Campuran dipanaskan dalam air mendidih selama 5-10 menit sampai
semua bahan terlarut, kemudian didinginkan.
4) Pindahkan campuran ke dalam labu takar masing-masing 1, 2, 3, 4, dan
5 ml. ke dalam labu takar.
5) Ditambahkan asam asetat 1 N berturut-turut sebanyak 0,2; 0,4; 0,6;
0,8; dan 1 ml, serta masing-masing 2 ml larutan iod.
6) Ditambah air sampai dengan tanda tera.
7) Gojog lalu biarkan 20 menit.
8) Ukur absorbansinya pada panjang gelombang 625 nm yaitu panjang
gelombang yang memberikan absorbansi maksimum untuk warna biru.
9) Buat kurva standar yaitu hubungan antara kadar amilosa dengan
absorbansinya.
b. Penentuan Kadar Amilosa
1) Timbang 100 mg tepung komposit, masukkan ke dalam tabung reaksi.
9
2) Tambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N.
3) Campuran dipanaskan dalam air mendidih selama 5-10 menit sampai
terlarut, kemudian didinginkan.
4) Pindahkan ke dalam labu takar 100 ml, lalu tambahkan aquades sampai
tanda tera.
5) Pipet 5 ml larutan ke dalam labu takar 100 ml, tambahkan 1 ml asam
asetat 1 N, 2 ml larutan iod dan aquades hingga tanda tera, gojog lalu
diamkan 20 menit.
6) Ukur absorbansinya menggunakan panjang gelombang yang sama
dengan waktu pembuatan kurva standar.
7) Kadar amilosa ditentukan dengan menggunakan kurva standar.

10
ACARA III
APLIKASI TEPUNG KOMPOSIT

A. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui alternatif aplikasi tepung komposit.
2. Mahasiswa mampu membuat biskuit dan flakes.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan biskuit berbahan dasar non terigu yaitu menggunakan tepung
komposit telah banyak dilakukan melalui penelitian sebagai upaya diversifikasi produk
pangan non terigu. Biskuit merupakan jenis makanan yang terbuat dari tepung terigu
dengan penambahan bahan makanan lain dengan proses pencetakan dan pemanasan.
Biskuit termasuk jenis kue kering yang terbuat dari adonan keras, berbentuk pipih,
bertekstur padat apabila dipatahkan, dan kandungan lemaknya tinggi maupun rendah.
Ada beberapa jenis biskuit meliputi biskuit keras, crackers, cookies, dan wafer.
Selain biskuit, tepung komposit juga dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan flakes. Flakes merupakan produk olahan pangan berbentuk pipih atau
serpihan sebagai sereal cepat saji yang diolah dari bahan dasar serealia maupun umbi-
umbian. Flakes dikonsumsi seperti pada umumnya makanan sereal yaitu dengan
mencampurkannya dengan susu dan biasanya dikonsumsi untuk kebutuhan sarapan.
D. PROSEDUR KERJA
I. BISKUIT
1. Alat
a. Loyang
b. Mixer
c. Oven
d. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Gula halus
b. Kuning telur
c. Margarin
d. Tepung komposit
e. Tepung maizena
3. Cara Kerja
a. Persiapan alat dan bahan pembuatan biskuit.
11
b. Penimbangan bahan sesuai formula.
Jenis Bahan Komposisi
Tepung komposit (F1/F2/F3) 150 gram
Tepung maizena 30 gram
Margarin 80 gram
Kuning telur 1 butir
Gula halus 60 gram
c. Pencampuran kuning telur, margarin, dan gula halus dengan mixer
kecepatan rendah.
d. Penambahan tepung komposit dan maizena secara bertahap, lalu diaduk
hingga adonan tercampur rata.
e. Pencetakan adonan pada loyang, kemudian dipanggang selama 15-20 menit
pada suhu 170-180°C.
f. Pendinginan biskuit.
g. Pengamatan: karakteristik sensoris biskuit (warna, aroma, rasa,
kerenyahan), dan rasio pengembangan.
II. FLAKES
1. Alat
a. Loyang
b. Mixer
c. Timbangan analitik
d. Oven
e. Rolling pin
2. Bahan
a. Air
b. Garam
c. Gula pasir
d. Tepung komposit
e. Tepung tapioka
3. Cara Kerja
a. Persiapan alat dan bahan pembuatan flakes.
b. Penimbangan bahan sesuai formula.
c. Pencampuran semua bahan dengan pengaduk manual maupun dengan
mixer kecepatan rendah hingga terbentuk adonan yang homogen.
d. Pemipihan dan pencetakan adonan pada loyang.

12
e. Pemanggangan dalam oven selama 45 menit pada suhu 105°C hingga
dihasilkan flakes.
f. Pengamatan: karakteristik sensoris flakes (warna, aroma, rasa,
kerenyahan), rasio pengembangan.
Jenis Bahan Komposisi
Tepung komposit (F1/F2/F3) 100 gram
Tepung tapioka 10 gram
Garam 3 gram
Gula pasir 30 gram
Air 70 ml

13
ACARA IV
PEMBUATAN MIE BASAH

A. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui fungsi bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan mie basah.
2. Mahasiswa mampu mengetahui proses pengolahan mie basah.
3. Mahasiswa mampu membuat mie basah.
B. TINJAUAN PUSTAKA

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mie kuning beserta jumlahnya


dapat dilihat pada Tabel 1. Apabila penggunaan tepung terigu akan dikurangi maka dapat
ditambahkan atau disubstitusi dengan tepung lain.
C. PROSEDUR KERJA
1. Alat
a. Pencetak mie
b. Baskom plastik
c. Timbangan analitik
d. Kompor gas
e. Wajan
2. Bahan
Tabel 1. Jumlah Bahan-bahan yang Digunakan untuk Pembuatan Mie Basah
Bahan 0% 10% 15% 20%
Tepung terigu “Cakra Kembar” 250 g 225 g 212,5 g 200 g
Tepung tapioka 0g 25 g 37,5 g 50 g
Garam 1,1 g 1,1 g 1,1 g 1,1 g
Air 102 mL 102 mL 102 mL 102 mL
Soda abu 0,85 g 0,85 g 0,85 g 0,85 g
Pewarna makanan 0,05 g 0,05 g 0,05 g 0,05 g
Minyak goreng 8,5 g 8,5 g 8,5 g 8,5 g
3. Cara Kerja
a. Pencampuran Bahan
1) Bahan-bahan yang telah disiapkan sebelumnya, dicampur semua, kecuali
minyak goreng.

14
2) Pada proses pencampuran ini, pertama tepung terigu ditaruh ke di baskom
plastik. Terigu disusun menjadi suatu gundukan dengan lubang ditengah-
tengah, kemudian ditambahkan bahan-bahan lain ke dalam lubang tersebut.
3) Secara perlahan-lahan campuran tersebut diaduk rata dan ditambah air
sampai membentuk adonan yang homogen, yaitu adonan menggumpal bila
dikepal dengan tangan.
b. Pengulenan Adonan
1) Adonan yang sudah membentuk gumpalan selanjutnya diuleni.
2) Pengulenan ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat kayu berbentuk
silinder dengan diameter 7 cm dan panjang 30 cm.
3) Pengulenan dapat dilakukan secara berulang-ulang selama sekitar 15 menit.
c. Pembentukan Lembaran
1) Hasil ulenan dimasukkan ke dalam mesin pembentuk lembaran yang dapat
diatur ketebalannya secara berulang kali (4-5 kali) sampai ketebalan
lembaran mie mencapai 1,5 – 2 mm.
2) Lembaran yang keluar dari mesin ditaburi dengan tepung tapioka agar
menyatu kembali.
d. Pembentukan Mie
1) Proses pembentukan mie ini dilakukan dengan alat pencetak mie (roll press)
yang digerakkan dengan tenaga tangan.
2) Alat ini memiliki dua rol. Rol pertama berfungsi untuk menipiskan lembaran
mie dan rol kedua berfungsi untuk mencetak mie.
3) Pertama-tama lembaran mie masuk ke rol pertama kemudian masuk ke rol
kedua.
e. Perebusan
1) Perebusan dilakukan hanya pada pembuatan mie kuning. Air dimasukkan ke
wajan kemudian dimasak sampai mendidih.
2) Mie dimasak selama dua menit sambil diaduk perlahan. Api yang digunakan
untuk merebus mie harus besar supaya waktu perebusan singkat. Apabila
waktu perebusannya lama, mie akan menjadi lembek karena ada air yang
masuk ke dalam mie.
f. Pendinginan
1) Mie hasil perebusan ditiriskan dalam kalo dari bamboo atau plastik.

15
2) Selanjutnya diangin-anginkan dan ditambahkan minyak goring agar tekstur
mie kelihatan halus dan antar pilinan tidak lengket
g. Pengamatan: karakteristik sensoris (warna, aroma, rasa, kekenyalan, elastisitas)

16
ACARA V
PEMBUATAN ROTI DAN CAKE

A. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui fungsi bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan roti dan cake.
2. Mahasiswa mampu mengetahui proses pengolahan roti dan cake.
3. Mahasiswa mampu membuat roti dan cake.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Untuk menghasilkan roti yang berkualitas baik maka harus menggunakan bahan
dasar bermutu. Sebaik apapun proses yang dilakukan tidak akan dihasilkan roti
berkualitas jika bahan dasarnya tidak baik. Oleh karena itu kunci produk yang bermutu
adalah pemilihan bahan dasar. Setiap orang yang berkecimpung di industri roti harus
mengenal fungsi masing-masing bahan dalam pembuatan roti. Adapun fungsi masing-
masing bahan dalam pembuatan roti:
1. Tepung Terigu
Sebagai jaringan dan kerangka roti akibat pembentukan gluten. Protein dalam
terigu akan mengabsorpsi air dan membentuk gluten yang dapat menahan gas hasil
aktivitas ragi.
2. Air
- Mengikat protein membentuk gluten.
- Mengikat pati membentuk gel dengan adanya panas.
- Sebagai pelarut garam, gula, susu.
3. Ragi
- Mengembangkan adonan dengan cara menghasilkan gas CO2.
- Memberi”rasa” dan “aroma” pada roti.
4. Garam
- Memberikan rasa gurih pada roti.
- Menambah keliatan gluten.
- < 0.5 % rasa hambar ; > 2 % menghambat fermentasi.
5. Gula
- Sebagai makanan ragi.
- Sisa gula, memberikan warna pada kulit dan memberikan rasa pada roti.
- Dapat meningkatkan tingkat keawetan.
17
- Mempercepat fermentasi, > 8 % → menghambat fermentasi.
6. Susu Bubuk
- Mengandung protein–casein, gula-laktosa, dan mineral –Ca)..
- Menambah gizi.
- Memberikan efek pada warna kulit (protein dan gula yang dikandung).
- Memperkuat gluten, karena kandungan Ca.
7. Lemak
- Sebagai peminyakan waktu pengembangan sel dalam adonan yang akan
memperbaiki remah roti.
- Peminyakan akan mempermudah sifat pemotongan (slicing) roti, kulit roti
menjadi lebih lunak.
Tahapan Pembuatan Roti
Secara prinsip tahap pembuatan roti sama untuk pembuatan roti tawar, roti manis,
maupun roti cepat. Adapun tahap pembuatannya adalah sebagai berikut:
1. Seleksi bahan
Pada tahap seleksi bahan harus diperhatikan beberapa hal, yaitu harga bahan,
kualitas bahan, stok yang cukup, dan tempat penyimpanan. Stok disesuaikan dengan
daya tahan bahan. Sementara tempat penyimpanan harus dapat mempertahankan
kualitas bahan sehingga tidak susut karena hilang atau rusak.
2. Penimbangan
Semua bahan ditimbang sesuai dengan formula. Penimbangan bahan harus
dilakukan dengan benar agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan jumlah
bahan. Ragi, garam, dan bahan tambahan makanan merupakan bahan yang
dibutuhkan dalam jumlah sedikit, tetapi sangat penting agar dihasilkan roti yang
berkualitas baik sehingga harus diukur dengan teliti. Dalam penimbangan, hindarkan
penggunaan sendok atau cangkir sebagai takaran.
3. Pengadukan atau pencampuran (mixing)
Mixing berfungsi mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan
hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan
gluten, serta menahan gas pada gluten (gas retention). Tujuan mixing adalah untuk
membuat dan mengembangkan daya rekat. Mixing harus berlangsung hingga tercapai
perkembangan optimal dari gluten dan penyerapan airnya. Dengan demikian,
pengadukan adonan roti harus sampai kalis. Pada kondisi tersebut gluten baru
terbentuk secara maksimal. Adapun yang dimaksud kalis adalah pencapaian
18
pengadukan maksimum sehingga terbentuk permukaan film pada adonan. Tanda-
tanda adonan roti telah kalis adalah jika adonan tidak lagi menempel di wadah atau di
tangan atau saat adonan dilebarkan, akan terbentuk lapisan tipis yang elastis.
Jika gluten telah terbentuk secara maksimal, berarti kapasitas gluten sebagai
penahan gas juga maksimal sehingga roti akan maksimal pula hasilnya. Mixing yang
berlebihan akan merusak susunan gluten, adonan akan semakin panas, dan
peragiannya semakin lambat. Adonan tersebut akan menghasilkan roti dengan
volume yang sangat buruk. Sebaliknya, mixing yang kurang menyebabkan adonan
roti menjadi kurang elastis, volume roti sangat kurang, dan roti yang dihasilkan akan
runtuh ketika mengembang sebelum dibakar (proofing) atau ketika dalam oven.
Penyebabnya gluten tidak mempunyai kemampuan untuk menahan gas dalam
adonan.
Proses mixing akan tergantung pada alat yang digunakan, kecepatan
pencampuran, penyerapan air dari gluten, formula dan masa peragian, dan jenis roti
yang diinginkan. Waktu mixing umumnya selam 8 – 10 menit atau 10 – 12 menit
dengan mixer roti. Jika menggunakan tangan, mixing akan lebih lama, yaitu sekitar
20 – 30 menit. Adapun tahapan mixing adalah sebagai berikut :
a. Pick up : mencampur semua adonan menjadi satu.
b. Clean up : adonan sudah tidak melekat lagi pada mangkuk adonan.
c. Development : permukaan adonan mulai terlihat licin/halus (elastis)
d. Final atau batas akhir adonan untuk pembuatan roti ditandai dengan permukaan
adonan licin, halus, dan kering. Jika pengadukan diteruskan, akan menyebabkan
overmix. Lamanya pengadukan tergantung kualitas terigu dan cara pengadukan.
Tanda-tanda lainnya dengan cara melebarkan atau menyobek adonan. Jika serat
atau garis-garisnya sudah rata, berarti adonan sudah final.
e. Let down : adonan mulai overmix sehingga kelihatan basah, lengket, dan lembek.
f. Break down : adonan sudah overmix dan tidak elastis.
4. Peragian (fermentasi)
Adonan yang telah dicampur hingga kalis dilanjutkan dengan proses peragian,
yaitu adonan dibiarkan beberapa saat pada suhu sekitar 350 C. Tahap peragian sangat
penting untuk pembentukan rasa dan volume. Pada saat fermentasi berlangsung,
selain suhu pembuatan roti sangat dipengaruhi oleh kelembapan udara. Suhu
ruangan 35 C dan kelembapan udara 750 C merupakan kondisi yang ideal dalam
0

proses fermentasi adonan roti. Semakin panas suhu ruangan, semakin cepat proses
19
fermentasi dalam adonan roti. Sebaliknya, semakin dingin suhu ruangan semakin
lama proses fermentasinya. Selama peragian, adonan menjadi lebih besar dan ringan.
Pada adonan langsung (straight dough), adonan perlu sekali dilipat, ditusuk, atau
dipukul 1 – 2 kali selama peragian dan pada akhir peragian. Pemukulan dilakukan
agar suhu adonan rata, gas CO2 hilang, dan udara segar tertarik ke dalam adonan
sehingga rasa asam pada roti dapat hilang. Jika terlalu banyak pukulan, gas yang
keluar dari adonan terlalu banyak sehingga roti tidak mengembang.
5. Pengukuran atau penimbangan adonan (dividing)
Agar roti sesuai dengan besarnya cetakan atau berdasarkan bentuk yang
diinginkan, adonan perlu ditimbang. Sebelum ditimbang, adonan dipotong-potong
dalam beberapa bagian. Proses penimbangan harus dilakukan dengan cepat karena
proses fermentasi tetap berjalan.
6. Pembulatan adonan (rounding
Adonan yang telah dipotong selanjutnya dibentuk bulatan-bulatan sesuai
dengan keperluan. Tujuannya untuk membentuk lapisan film dipermukaan adonan
sehingga dapat menahan gas dari hasil peragian dan memberi bentuk agar mudah
dalam pengerjaan selanjutnya.
7. Pengembangan singkat (intermediate proof)
Intermediate proof adalah tahap pengistirahatan adonan untuk beberapa saat
pada suhu 35 – 360 Cdengan kelembapan 80 – 83% selama 6 – 10 menit. Langkah
tersebut dilakukan untuk mempermudah adonan di-roll dengan roll pin dan digulung.
Selanjutnya, adonan yang telah dicampur hingga kalis dilanjutkan dengan proses
peragian.
8. Pembentukan adonan (moulding)
Tahap pembentukan adonan dilakukan dengan cara adonan yang telah
diistirahatkan digiling pakai roll pin, kemudian digulung atau dibentuk sesuai dengan
jenis roti yang diinginkan. Pada saat penggilingan, gas yang ada didalam adonan
keluar mencapai ketebalan yang diinginkan sehingga mudah untuk digulung atau
dibentuk.
9. Peletakkan adonan dalam cetakan (panning)
Adonan yang sudah digulung dimasukkan ke dalam cetakan dengan cara
bagian lipatan diletakkan di bawah agar lipatan tidak lepas yang mengakibatkan
bentuk roti tidak baik. Selanjutnya, adonan diistirahatkan dalam cetakan (pan proof)

20
sebelum dimasukkan ke dalam pembakaran. Proses ini dilakukan agar roti
berkembang sehingga hasil akhir roti diperoleh dengan bentuk dan mutu yang baik.
10. Pembakaran (baking)
Roti dipanggang atau dibakar dalam oven pada suhu kira-kira 2050 C. Suhu
pemanggang roti kecil sekitar 220 – 2300 C selama 14 – 18 menit. Sebelum
pembakaran selesai, pintu oven dibuka sedikit sekitar 2 – 3 menit. Untuk roti lainnya,
pembakaran dengan suhu oven 220 – 2300 C, lalu menurun hingga 2000 C selama 5 –
10 menit dan sebelum selesai, pintu oven dibuka sedikit.
C. PROSEDUR KERJA
I. Pembuatan Roti Krumpul
a. Alat
1. Baskom
2. Mixer
3. Oven
4. Loyang
5. Timbangan analitik
6. Kuas roti
b. Bahan
Bahan Jumlah (gram) Jumlah (gram)
Terigu Cakra Kembar 1000 500
Terigu Segitiga Biru 500
Ragi Instan 15 15
Air 200 200
Gula 120 120
Garam 15 15
Susu segar 300 300
Butter oil substitute (BOS) 160 160
Bread improver 5 5
Susu bubuk skim 60 60
Telur 200 (±4 butir) 200 (±4 butir)
Bahan isi:
Keju parut 300 300
Susu kental manis 125 125
Bahan olesan loyang: shortening putih
Bahan olesan roti: kuning telur diencerkan dengan susu segar
c. Cara Kerja
1) Campur semua bahan kering. Masukkan telur dan air; aduk hingga adonan
menyatu. Masukkan BOS, aduk hingga kalis.
2) Istirahatkan ±10 menit.

21
3) Bagi adonan dengan berat 40 gram, lalu bulatkan.
4) Istirahatkan lagi selama ±10 menit.
5) Gilas lalu isi dengan bahan isi yang sudah dicampur. Bulatkan.
6) Susun di loyang yang sudah dioles shortening putih secara
berdekatan.Oles permukaan roti dengan bahan olesan.
7) Istirahatkan selama ±90 menit hingga adonan cukup mengembang.
8) Bakar di oven pada suhu 180°C (api atas 160-170°C, api bawah 200-
210°C) selama 20 menit.
9) Oles dengan margarin.
10) Pengamatan:
i. Sensori: keempukan dan kelembaban dari crust dan crumb.
ii. Rasio pengembangan secara kualitatif pada tahap (2), (4), (7), (8)
II. Pembuatan Pandan Chiffon Cake
a. Alat
1. Baskom
2. Mixer
3. Oven
4. Loyang
5. Timbangan analitik
b. Bahan
Bahan Jumlah (gram)
Kuning telur 100 (5-7 butir)
Santan 75
Pandan essence 4
Terigu Kunci Biru 150
Baking powder 4
Gula pasir (1) 95
Garam 3
Minyak goreng 83
Putih telur 190 (±6 butir)
Cream of tartar 1
Gula pasir (2) 100
c. Cara Kerja
1) Campurkan kuning telur, santan, pandan essence ke dalam mangkuk.
2) Aduk tepung terigu dan baking powder, masukkan bersama dengan gula
pasir (1) dan garam ke dalam adonan kuning telur di atas.

22
3) Masukkan minyak goreng ke dalam adonan di atas, aduk dengan
pengaduk tangan atau mixer kecepatan rendah hingga tercampur rata.
Sisihkan.
4) Kocok putih telur dan cream of tartar hingga berbuih, lalu masukkan gula
pasir (2) dan kocok hingga mengembang dan kaku. Pastikan mixer yang
digunakan bersih.
5) Masukkan adonan putih telur ke dalam adonan kuning telur secara
bertahap dan aduk hingga tercampur rata (Aduk pakai spatula).
6) Tuangkan ke dalam cetakan chiffon (Jangan dioles).
7) Bakar di oven padasuhu 165-170°C selama 45-60 menit.
8) Setelah matang, balik cetakan chiffon. Biarkan dingin sebelum dilepaskan
dari cetakan chiffon.
9) Pengamatan:
i. Perubahan warna, volume, dan konsistensi adonan pada setiap
tahapan pembuatan.
ii. Sensori: keempukan, kelembaban, dan porositas chiffon. Bandingkan
dengan lapis Surabaya.
III. Pembuatan Lapis Surabaya
a. Alat
1. Baskom
2. Mixer
3. Oven
4. Loyang
5. Timbangan analitik
6. Spatula
b. Bahan
Bahan Jumlah (gram) Jumlah (gram)
AdonanKuning 2 Lapis Adonan Coklat 2 Lapis
Kuning telur 400 (20 butir) 200 (10 butir)
Putih telur 100 (3 butir) 50 (2 butir)
Gula kastor 300 150
Cake emulsifier 20 10
Terigu Kunci Biru 100 42.5
Susu bubuk 35 17.5
Maizena 20 10
Susu kental manis 25 12.5
Baking powder 3 1.5

23
Margarin kocok 300 150
Coklat bubuk 7.5
Coklat pasta 15
Filling (selai strawberry)
c. Cara Kerja
*untuk masing-masing adonan*
1) Kocok kuning telur, putih telur, dan gula kastor sampai gula larut,
tambahkan cake emulsifier dan susu kental manis sambil terus dikocok
sampai mengembang.
2) Ayak terigu, susu bubuk, dan baking powder, campur hingga rata.
3) Masukkan ke dalam adonan diatas secara bertahap hingga tercampur rata
(mixer kecepatan rendah).
4) Masukkan margarin kocok secarabertahap sambil diaduk perlahan dengan
spatula.
5) Tuang adonan ke dalam cetakan yang telah dialasi kertas roti.
6) Bakar di oven pada suhu 180oC selama 25 menit.
7) Pengamatan:
i. Perubahan warna, volume, dan konsistensi adonan pada setiap
tahapan pembuatan.
ii. Sensori: keempukan, kelembaban, dan porositas lapis Surabaya,
bandingkan dengan chiffon.

24
ACARA VI
PEMBUATAN HARD CANDY

A. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui fungsi bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan kembang gula/candy.
2. Mahasiswa mampu mengetahui proses pengolahan candy.
3. Mahasiswa mampu membuat hard candy.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Gula dan bahan pemanis lain seperti corn syrup, corn sugar, maple syrup,
molasses dan sorghum digunakan dalam penyiapan bahan-bahan kembang gula/candy.
Kembang gula pada dasarnya tergolong menjadi dua kelompok yaitu kristalin dan non
kristalin. Di samping itu, jenis-jenis kembang gula yang dibuat ditentukan oleh
komposisi bahan yang digunakan, tingkat pemasakan dan perlakuan-perlakuan setelah
pemasakan. Bahan dasar semua jenis kembang gula adalah gula, sedangkan komposisi
lain seperti chocolate, kacang dan flavouring material adalah bahan pembentuk flavor
maupun tekstur dan pada prakteknya semua bahan padatan dicampurkan atau dilarutkan
ke dalam sirup gula.
Pada tingkat pemasakan gula, pada suhu yang terendah gula akan berbentuk
sirup. Ketika gula putih dipanaskan perlahan-lahan akan mencair pada suhu sekitar
160C (320F) pada suhu 170C gula akan mulai mencoklat dan ini dikatakan akan
menjadi caramel. Temperatur ini dianggap lebih tinggi daripada ketika digunakan untuk
memasak caramel (Gladys, 1978). Ketika gula mencoklat pada suhu yang lebih rendah
disebabkan karena interaksi antara gula-gula sederhana dan susu yang terkandung di
dalamnya. Tetapi pada suhu yang sangat tinggi sirup terbakar untuk membentuk karbon
dioksida dan air.
Table : Stage of Sugar Cookery Temperature At Sea Level Sugar and Water Mixture
Stage Degree (C) Degree (F) Product
Thread 110-113 230-235 Syrup
Soft ball 113-116 235-240 Fondant, fudge, penuche
Trin ball 121-129 250-265 Divinity, marsh, mallows, pop
corn balls
Soft crack 132-143 270-290 Butterscotch, taffies
Hard crack 148-154 300-310 Brittles, glace
Sugar liquefies 160 320 Barley sugar
Liquid becomes brown 170 338 Caramelized sugar

25
Kisaran temperatur yang digunakan di dalam tabel digunakan untuk pemasakan
dengan hasil terbaik dengan variasi bahan yang digunakan. Akan tetapi titik didih
sukrosa lebih rendah bila dibandingkan sukrosa yang terhidrolisis, disebabkan karena
jumlah molekulnya lebih rendah dengan alasan tersebut maka disarankan menggunakan
temperatur yang ada pada resep daripada yang digunakan di dalam tabel. Selain itu
temperatur akan naik sejalan dengan kenaikan konsentrasi gula dan jumlah molekulnya.
Crystalline Candies
Kembang gula yang termasuk golongan ini adalah fondant, fudge, penuche dan
divinity. Proses pembuatannya seperti di dalam resep, gula dan air dipanaskan hingga
terjadi larutan gula, serta dilakukan pemanasan lebih lanjut sampai titik akhir dan
kemudian dilakukan proses kristalisasi dengan kondisi yang menghasilkan sedikit kristal.
Kondisi kristal yang baik adalah berasa cream di mulut bila dirasakan dan
dihindari. Kristal yang besar dan terasa tajam serta berbutir. Bahan-bahan yang
digunakan untuk membantu pembentukan ukuran kristal dinamakan “crystal inhibitor”
yang dapat berjenis asam misalnya cream of tartar, fruit, fruit juice, vinegar. Dapat
berbentuk lemak misalnya cream, whole milk, coklat dan dapat pula berjenis protein
lainnya misalnya susu, putih telur dan gelatin. Dalam praktek pengolahannya kadang
satu bahan digunakan dan terkadang dua atau tiga bahan digunakan sekaligus bersama-
sama di dalam pembuatan kembang gula.
Cara lain untuk melakukan control kristal dengan pelarutan semua gula sehingga
tidak ada kristal yang tertinggal pada sisi panci yang digunakan untuk mengolah. Dan
juga penghilangan debu atau partikel lainnya di atas permukaan kembang gula selama
proses pendinginan. Selain itu dapat juga dilakukan pendinginan bahan sirup termasuk
sebelum dilakukan agitasi oleh proses pemukulan, pemotongan atau pemusingan di
dalam mixer electric serta agitasi terus menerus sampai terjadi bentuk kristal secara
spontan (Gladys, 1978).
Pembentukan kristal selama pendinginan dapat dicegah dengan mengumpulkan
campuran bahan termasuk bahan termasuk dari panci dan membiarkan ketika dingin
tanpa pengadukan. Sirup yang dijenuhkan ketika pemasakan dihentikan menjadi sangat
jenuh selama pendinginan. Itu artinya mengandung lebih banyak gula dan larutan yang
sangat jenuh mempunyai kecenderungan kuat untuk mengkristal dan tentu saja tidak
diharapkan pada saat ini karena kristal-kristal ini sangat besar.
Ketika sirup telah cukup menjadi dingin, dilakukan proses beating/pemukulan
pada larutan menyebabkan pembentukan beberapa kristal yang kecil sehingga simultan,
26
jika sirup tanpa pendinginan yang cukup, sedikit kristal yang terbentuk pertama kali akan
tumbuh menjadi lebih besar ukurannya dan mengakibatkan permen yang berbutir
(grainy).
Fondant
Jenis permen ini merupakan crystalline candies yang paling sederhana yang dapat
terbuat dari gula dan air. Fondant dapat dibuat lebih mudah dengan menambahkan sirup
jagung dan asam. Asam yang sering ditambahkan adalah cream of tar tar yang dapat
membagi dua beberapa molekul sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dan
mengakibatkan pencegahan dan penundaan gabungan molekul sukrosa untuk membentuk
kristal.
Non Crystalline Candy
Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah caramels butterscotch, hard candy,
lollipops, marsmallons dan gum drops. Pada dasarnya, setelah dilakukan proses
pemasakan permen ini menjadi keras tanpa pembentukan kristal. Hard candies umumnya
dimasak pada temperatur yang lebih tinggi daripada butterscotch. Permen-permen ini
umumnya diberi warna (coloured) yang dapat berupa pewarna pigmen alam maupun
pewarna sintetis (artificial colour). Pewarna alam seringkali tidak sesuai dengan harapan
yang diinginkan, keterbatasan pewarna ini, misalnya seringkali memberikan rasa dan
flavor khas yang tidak diinginkan, konsentrasi dan stabilitas pigmen rendah,
keseragaman warna kurang baik dan juga spektrum warna kurang luas. Sedangkan
pewarna sintetis yang digunakan seperti misalnya applegreen, egg yellow, tatrazin,
rosberry red, dan banyak beredar di pasaran harusnya telah disetujui penggunaannya
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pemberian flavor pada hard candies seringkali dilakukan untuk menambah cita
rasa. Bahan untuk membentuk flavor dinamakan “Flavouring Agent” yang diperoleh dari
alam maupun yang dibuat secara sintetis. Yang berasal dari alam misalnya bumbu-
bumbuan, jahe, asam jawa (Tamarind). Sedangkan “Flavoring Agent” buatan adalah
misalnya benzaldehida yang mempunyai rasa lobi-lobi atau ceri, etil butirat dengan cita
rasa seperti buah nanas, metal anthranilat mempunyai rasa seperti buah anggur dan amil
asetat yang mempunyai rasa seperti buah pisang ambon ataupun frambozen.
Penambahan asam yang sering digunakan dalam pembuatan kembang gula, selain
untuk mencegah pembentukan kristal juga dipergunakan untuk mengkombinasikan rasa
pada candies menjadi masam seperti rasa pada buah yang diinginkan. Asam yang

27
dipergunakan dapat berupa asam sitrat, juga merupakan asidulan yaitu dapat bertindak
sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi rasa aftertaste yang tidak disukai.\
C. PROSEDUR KERJA
1. Alat
a. Kompor listrik
b. Neraca
c. Panci pemasakan
d. Beker glass
e. Gelas ukur
f. Pengaduk
g. Loyang
2. Bahan
a. Gula pasir
b. Glukosa
c. Asam sitrat
d. Pewarna makanan
e. Essence jeruk/nanas/strawbery
f. Stick dari PVC plastik
g. Pembungkus dari kertas fosil/kertas kaca
3. Cara Kerja
a. Takar 300 ml air.
b. Timbang 660 g gula pasir.
c. Timbang 340 g glukosa.
d. Tempatkan bahan-bahan tersebut ke dalam panci dan kemudian diletakkan di
atas kompor.
e. Panaskan bahan tersebut hingga mencair.
f. Setelah terbentuk sirup yang agak mengental tambahkan asam sitrat 1%.
g. Dinginkan campuran bahan tersebut.
h. Setelah agak dingin tambahkan flavor buah-buahan.
i. Cetak ke dalam cetakan.
j. Masukkan stick ke dalam cetakan yang telah dituangkan bahan dan biarkan
hingga mengeras.
k. Angkat dan bungkus dengan kertas pembungkus.
l. Pengamatan:karakteristik sensoris (warna, kilap, kelengketan, rasa, aroma)
28
ACARA VII
PEMBUATAN SELAI BUAH DAN FRUIT LEATHER

A. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui proses pembuatan selai buah dan fruit leather.
2. Mahasiswa mampu mengetahui pengaruh tingkat kematangan buah dan gula
terhadap kualitas selai buah dan fruit leather.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Selai
Selai atau jam buah adalah makanan setengah padat yang dibuat dari buah-
buahan dan gula pasir dengan kandungan total padatan minimal 65 persen. Komposisi
bahan mentahnya ialah 45 bagian buah dan 55 bagian gula. Jam dibuat dari hancuran
buah-buahan. Pada prinsipnya, hampir semua jenis buah dapat dibuat selai dan jelly,
terutama buah yang mengandung pektin.
Pektin ialah senyawa karbohidrat yang berguna untuk membentuk gel (bentuk
seperti bubur sangat kental) jika bereaksi dengan gula dan asam. Untuk mendapatkan
sumber pektin digunakan buah yang tua tapi belum masak, sedangkan untuk
mendapatkan cita rasa (aroma dan rasa buah) dipakai buah yang sudah masak. karena
dikehendaki dua-duanya (pektin dan cita rasa), maka untuk membuat selai dan jelly yang
baik digunakan campuran buah yang sudah tua (tapi belum masak) dan buah yang sudah
masak dengan perbandingan yang sama.
Selain pektin, komponen yang juga mempengaruhi kualitas selai buah antara lain
gula, asam dan ekstrak buah.. Untuk menghasilkan pembentukan gel yang baik
diperlukan keempat komponen tersebut secara tepat. Nanas mengandung sejumlah gula,
pectin dan asam. Tetapi jumlah dan komposisinya belum sesuai untuk pembentukan gel
yang baik.
Fruit Leather
Fruit leather merupakan bubur daging buah yang dikeringkan sampai kadar air
sekitar 20%, sehingga berbentuk lembaran tipis yang dapat digulung. Produk ini berasal
dari buah-buahan, umumnya buah-buahan tropis, yang dibuburkan, lalu diolah hingga
membentuk lembaran tipis dengan tekstur yang plastis, rasanya manis tetapi masih
memiliki cita rasa khas buah yang digunakan, yang dihamparkan di atas loyang dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 50-60oC. Fruit leather mempunyai keuntungan
tertentu yaitu daya tahan simpan yang cukup tinggi, mudah diproduksi dan nutrisi yang
29
terkandung didalamnya tidak banyak berubah. Selain itu, biaya penanganan,
pengangkutan, dan penyimpanan relatif rendah karena lebih ringan.
Kriteria yang diharapkan dari fruit leather adalah warnanya yang
menarik,teksturnya yang sedikit liat dan kompak, serta memiliki plastisitas yang baik
sehingga dapat digulung (tidak mudah patah). Kualitas fruit leather yang baik
ditentukan oleh beberapa komponen terutama kandungan serat, pektin dan asam.
C. PROSEDUR KERJA
I. Selai
1. Alat
a. Baskom
b. Blender
c. Jar
d. Parutan
e. Pengaduk kayu
f. Pisau
g. Sendok
h. Timbangan analitik
i. Wajan
2. Bahan
a. Buah nanas matang dan mengkal
b. Gula pasir
c. Air
3. Cara kerja
a. Cuci buah yang akan diolah dan kupas hingga bersih.
b. Potong buah menjadi beberapa bagian kemudiaan blender dan timbang
bubur buah.
c. Tambahkan gula sesuai komposisi.
d. Masak campuran tersebut dan aduk terus menerus sampai mengental.
e. Pengamatan: Lakukan analisa organoleptik terhadap sampel selai yang
dihasilkan masing-masing kelompok. Parameter yang diuji adalah warna,
rasa, kemudahan dioles dan keseluruhan. Skor yang digunakan adalah (1)
Sangat tidak suka, (2) Tidak suka, (3) Agak Suka, (4) Suka, (5) Sangat
suka.

30
Gula 50% Gula 100%
Nanas matang 100% Kelompok 1 Kelompok 2

Nanas matang 50% +


Kelompok 3 Kelompok 4
Nanas mengkal 50%

Nanas mengkal 100% Kelompok 5 Kelompok 6


II. Fruit Leather
1. Alat
a. Baskom
b. Blender
c. Cabinet Dryer
d. Gelas Ukur 100 ml
e. Gunting
f. Loyang
g. Pisau
h. Plastik Wrap
i. Saringan
j. Sendok
k. Spatula
l. Talenan
m. Timbangan Analitik
2. Bahan
a. Sirsat
b. Rumput laut
c. Gula pasir
d. Air
3. Cara kerja
a. Daging buah sirsat dibersihkan dan dipisahkan dari biji dan kulitnya.
b. Buat bubur buah dengan blender.
c. Rumput laut basah dicuci bersih selanjutnya ditiriskan.
d. Rumput laut yang telah ditiriskan berikutnya diblender (± 3-5 menit)
hingga membentuk bubur rumput laut.

31
e. Bubur buah yang disiapkan kemudian dicampur dengan bahan lain (gula
dan bubur rumput laut) sesuai formulasi.
f. Kemudian campuran tersebut dihamparkan di atas loyang (ketebalan 0,3
cm) yang telah dilapisi lembaran plastik.
g. Loyang yang telah terisi dimasukkan ke dalam Cabinet Dyer yang bersuhu
65oC. Pengeringan dilakukan selama ± 24 jam.
h. Fruit leathers yang dihasilkan dipotong-potong dengan ukuran 10 x 4 cm
dan dikemas dalam plastik transparan (polietilen).
i. Pengamatan: Lakukan analisa organoleptik terhadap sampel leather buah
yang dihasilkan masing-masing kelompok. Parameter yang diuji adalah
warna, rasa, aroma, tekstur dan keseluruhan. Skor yang digunakan adalah
(1) Sangat tidak suka, (2) Tidak suka, (3) Agak Suka, (4) Suka, (5) Sangat
suka.
Gula 10% Gula 20%
100% Bubur Sirsat Kelompok 1 Kelompok 2

90%Bubur Sirsat +
10% Bubur Rumput Kelompok 3 Kelompok 4
Laut
85%Bubur Sirsat +
15% Bubur Rumput Kelompok 5 Kelompok 6
Laut

32
ACARA VIII
PEMBUATAN TEH HERBAL

A. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui fungsi bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan teh herbal.
2. Mahasiswa mampu mengetahui proses pengolahan teh herbal.
3. Mahasiswa mampu membuat teh herbal.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan cara pengolahannya dikenal tiga macam teh, yaitu teh hijau, teh
hitam dan teh oolong. Teh hijau merupakan pucuk dan daun muda tanaman teh (Camelia
sinensis) yang diolah tanpa melalui proses fermentasi, sedangkan teh hitam merupakan
pucuk dan daun muda tanaman teh (Camelia sinensis) yang diolah melaui proses
fermentasi. Teh Oolong merupakan produk antara teh hijau dan teh hitam, artinya
merupakan teh kering hasil pengolahan pucuk dan daun muda tanaman teh (Camelia
sinensis) melalui proses fermentasi sebagian.
Secara Umum baik teh hitam maupun teh hijau memiliki parameter mutu fisik,
sensoris dan kimiawi yang hampir sama, antara lain bentuk dan ukuran partikel,
kenampakan teh kering, warna, rasa dan bau air seduhan, kenampakan ampas seduhan,
kadar air, kadar ekstrak dalam air, kadar abu total, kadar abu larut dalam air, kadar abu
larut dalam asam, kadar serat kasar.
Minum teh telah menjadi kebiasaan sehari-hari bagi warga Asia. Teh hijau
(Camellia sinensis L. Kuntz), merupakan sumber polifenol seperti
epigallocatechingallate (EGCG), epigallocatechin (EGC), epicatechingallate (ECG), dan
epicatechin (EC) yang memiliki kapasitas antioksidan tinggi dan merupakan komponen
bioaktif yang memiliki manfaat dalam bidang kesehatan seperti antidiabetik,
neuroprotective, antiviral, antimalarial, hepatoprotective, dan cardioprotective,
mengurangi resiko penyakit jantung koroner, stroke dan kanker. Teh hijau juga
memberikan efek saturasi yang membuat peminumnya seolah-olah kenyang, sehingga
mengurangi asupan bahan pangan lainnya. Khasiat lainnya adalah membunuh bakteri
dan mendukung pertumbuhan flora saluran pencernaan yang menguntungkan.
Teh celup merupakan teh serbuk dalam kantong polistiren yang siap seduh
(Dewan Standarisasi Nasional, 1997). Proses pembuatannya meliputi pembuatan teh
yaitu pelayuan, perajangan dan fermentasi (untuk teh hitam dan teh oolong, tanpa
33
fermentasi untuk teh hijau), selanjutnya penghalusan atau pengecilan ukuran dan
pengemasan dalam kantung teh celup.
Stevia termasuk dalam kelas Dicotyledonae, Bangsa Angiospermae , Suku
Asterale, Marga Compositae Jenis Stevia rebaudiana Bertonii M. Daun dan akar Stevia
rebaudiana mengandung saponin, flavonoida dan polifenol. Stevia merupakan tanaman
perdu yang mengandung senyawa stesviosida yang memiliki tingkat kemanisan 300 x
sukrosa. Stevia sebagai pemanis dinyatakan aman dan tanpa kalori. Penggunaan stevia
sebagai pemanis meliputi daun kering, kristal steviosida dan bubuk daun. Ekstrak stevia
dilaporkan memperlihatkan beberapa manfaat bagi kesehatan manusia, seperti
antihipertensi, antihiperglikemik, dan aktivitas anti-human rotavirus.
Herba ditambahkan untuk memperkaya kandungan senyawa antioksidan dan
memperbaiki citarasa teh celup. Herba yang digunakan meliputi jahe, kayu manis dan
cengkeh yang secara kultural telah digunakan dalam minuman. Winson (1997)
melaporkan bahwa jahe mengandung komponen fenolik yang dikenal sebagai gingerol
dan diarilhaptanoid yang mempunyai kapasitas antioksidan lebih besar dibanding
vitamin E (alfa tokoferol). Total fenol dalam ekstrak etanol jahe mencapai 870.1 mg/g
ekstrak kering (Stoilova, et al., 2007). Kayu manis merupakan flavouring ingredient
yang digunakan secara luas pada produk pangan. Beberapa penelitaian memperlihatkan
bahwa kayu manis mempunyai beberapa manfaat bagi kesehatan, seperti aktivitas
antimikrobia, pengendalian glucose intolerance dan diabetes, penghambatan proliferasi
sel kanker. Tamaino, et al. (2005) menyatakan bahwa minyak atsiri kayu manis memiliki
beberapa komponen fenolik seperti eugenol, cinamic aldehid dan beta caryophyllene
yang berpotensi sebagai antioksidan. Ekstrak senyawa aroma cengkeh terutama tersusun
oleh senyawa fenolik seperti eugenol, eugenyl asetat dan benzyl alcohol yang mampu
menghambat pembentukan malonaldehid minyak hati ikan cod karena kapasitas
antioksidannya yang sebanding dengan alfa tokoferol (Lee and Shibamoto, 2001). Ilham
et al. (2004) melaporkan bahwa ekstrak clove (cengkeh) memiliki kapasitas antioksidan
melalui beberapa mekanisme, yaitu mendonorkan hidrogen, mengchelat logam, dan
efektif sebagai penangkap hidrogen peroksida, superoksida dan radikal bebas.
Komponen yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan ini adalah senyawa
fenolik.
C. PROSEDUR KERJA
1. Alat
a. Timbangan analitik
34
b. Kantung teh celup
c. Jarum dan benang
d. Blender
e. Sendok
f. Ayakan
2. Bahan
a. Jahe
b. Kayu manis
c. Cengkeh
d. Teh hijau
e. Air matang
f. Daun stevia kering
3. Cara Kerja
a. Timbang 40 gram teh hijau.
b. Haluskan daun stevia kering dengan menggunakan blender sampai diperoleh
hancuran kasar.
c. Haluskan jahe, kayu manis dan cengkeh yang telah dicuci dan dikeringkan
dengan menggunakan blender. Campur ketiganya dengan perbandingan (1:1:1)
b/b (kelompok 1,2); (1:0:1) (kelompok 3 dan 4) dan (1:1:0) (kelompok 5 dan 6)
dan (0:1:1) (kelompok 7 dan 8)
d. Buat formula teh dan stevia dengan proporsi stevia sebagai berikut:
Teh (gr) Serbuk stevia kering (gr) Kelompok
6,5 3.5 1-4
6 4 5-8
e. Campur sampai homogen, tambahkan herba sebanyak 5%, 10% dan 15%
terhadap campuran teh hijau-stevia dan masukkan dalam kantong teh celup @ 2
gram/ kantong. Formulanya sebagai berikut:
Campuran teh dan stevia (gr) Herba (gr) Kelompok
9,5 0.5 1, 2, 3
9 1 4, 5, 6
8,5 1.5 7, 8
f. Pasang benang untuk mencelupkan dan tutup kantong dengan dijahit
menggunakan benang jahit dan jarum.
g. Seduh dengan 200 ml air panas.
h. Pengamatan : karakteristik sensoris air seduhan teh herbal, meliputi parameter
kesukaan panelis terhadap, warna, rasa dan kenampakan.

35
DAFTAR PUSTAKA

Afoakwa, E.O.2010.Chocolate Science and Technology.Wiley-Blackwell, John Wiley and


Sons Ltd., UK.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2014. SNI 7934: 2014 Cokelat dan Produk-produk
Cokelat. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Barus. 2009. Antioksidan Alami. http://www.chem-is-try.org. Diakses pada tanggal
20September 2011.
Beckett, S.T. 2008. The Science of Chocolate 2nd Edition. Royal Society of Chemistry (RSC)
Publishing. UK.
Campbell, J .R . dan R.T. Marshall . 1975. The Science of Providing Milk for Man. McGraw
- Hill Book Company, New York.
CODEX STAN 87. 2003. Standard for Chocolate and Chocolate Products. Codex
Alimentarius Comission. Roma.
Dewipadma, J .K . 1978 . Pekerjaan Laboratorium. Mikrobiologi Pangan . Departemen
Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
European Commission. 2015. Case M.7408 Cargill/ ADM Chocolate Business - Merger
Procedure Regulation of EC 139/2004 Article 8(2). European Commission
Regulation. Brussels.
Foster . 1957 . Dairy Microbiology . Prentice - Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
Giese, J. 1996. Antioxidants : Tools for preventing lipid oxidation. J. Food Technol. 50:73-
80
Goncalves, E.V. danSuzana C.S.L. 2010. Chocolate Rheology.Ciencia Tecnologia de
Alimentos, Campinas 30(4):845-851.
Guenther, E. 1952. The Essential Oils Volume I. D. van Nostrand Company Inc.
Haryadi dan Supriyanto. 2012. Teknologi Cokelat. GadjahMada University Press.
Yogyakarta.
Meng, C.C., Abbe M.M.J., dan Amin I. 2009. Phenolic and Theobromine Contents of
Commercial Dark, Milk, and White Chocolates on The Malaysian Market. Molecules
14: 200-209.
Muchtar, H. dan Yulia F.D. 2011. Pengarah Penambahan Crude Stearin Minyak Kelapa
Terhadap Kestabilan Dark Chocolate. Jurnal Litbang Industri 1(1): 1-7.
Mulato S., dan SuharyantoE. 2014.Kakao Cokelat dan Kesehatan.Pusat Penelitian Kopi dan
36
Kakao Indonesia. Jember.
Murdijati Gardjtio dan Dimas Rahadian AM. 2011. Kopi. Penerbit Kanisius: Yogyakarta
Oba, S., Omer S.T., Ibrahim P., Nevzat K., Hamza G., Yusuf C., Nevzat A., dan Osman S.
2017. Rheological and Melting Properties of Sucrose-free Dark Chocolate.
International Journal of Food Properties 20(2): 2096-2106.
Paimin, B. Farry, Murhananto. 2004. Budi Daya, Pengolahan, Perdagangan. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Park JW, Lin TMJ. 2005. Surimi : Manufacturing and Evaluation. Dalam Park JW (ed.).
Surimi and Surimi Seafood. 2nd edition. New York : CRC Press. 2: 35-98.
Park JW. 2000. Manufacturing of surimi from light muscle fish. Dalam Park JW (ed.). Surimi
and Surimi Seafood. New York : Marcel Dekker, Inc.
Praseptiangga, D., Nabila Y., dan Muhammad D.R.A. 2018. Kajian Tingkat Penerimaan
Panelis pada Dark Chocolate Bar dengan Penambahan Bubuk Kayu Manis
(Cinnamomum burmannii).Caraka Tani: Journal of Sustainable Agriculture 33(1): 78-
88.
Prayitno, D. 2002. Tanaman Obat dan Manfaatnya. IP2TP. Yogyakarta.
Santoso, H.B. 1994. Jahe Gajah. Kanisius. Yogyakarta.
Sudibyo, A. 2012. Peran Cokelat sebagai Produk Pangan Derivat Kakao yang Menyehatkan.
Jurnal Riset Industri 6(1): 23-40.
Svanberg, L., Ahme L., Loren N., dan Windhab E. 2011. Effects of Sugar, Cocoa Preacticles
and Lechitin on Cocoa Butter Crystallisation in Seeded and Non-Seeded Chocolate
Model System. Journal of Food Engineering Vol. 104: 70-80.
Tanikawa E. 1985. Marine Product in Japan. Tokyo: Koseisha Koseikaku Co.Ltd.
Tannenbaum, G. 2004. Chocolate: A Marvelous Natural Product of Chemistry. Journal of
Chemical Education 81(8): 1131-1135.
Uhl, S.R. 2000. Handbook of Spices, Seasonings and Flavoring. Technomic Publishing Co.
Inc. Lancaster-United States.
Zakaria F. R., Susanto H., Hartoyo A. 2000. Pengaruh Konsumsi Jahe (Zingiber officinale
Roscoe) Terhadap Kadar Malonaldehida dan Vitamin E Plasma Pada Mahasiswa
Pesantren Ulil Albaab Kedung Badak, Bogor. Buletin Teknologi dan Industri Pangan,
Vol. XI, No. 1, Th. 2000. IPB. Bogor.

37

Anda mungkin juga menyukai