Anda di halaman 1dari 10

TUGAS TPKI

JUDUL: SUBTITUSI TEPUNG TALAS DAN PENAMBAHAN


BROKOLI DALAM PEMBUATAN MIE ORGANIK

Oleh :

NURHASIAH
1822060054

PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI


JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP
2022
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Mie merupakan salah satu produk makanan yang banyak diminati, khususnya
masyarakat Indonesia. Mie dikenal diseluruh dunia walaupun nama, bentuk, warna,bahan
penyusun, alat pembuatan bahkan proses pembuatan yang berbeda-beda. Indonesia menjadi
negara ketiga dengan konsumsi mie terbanyak di dunia. Jenis mie yang banyak diminati
konsumen adalah mie kering. Karakteristik mie umumnya berupa untaian yang dipotong dari
lembaran adonan menggunakan mesin ataupun secara manual yang dibuat dari campuran
tepung terigu, garam, telur dan air. Tingginya peningkatan konsumsi mie akan meningkatkan
volume impor gandum sebagai bahan baku utama pembuatan tepung terigu yang merupakan
bahan utama pembuatan mie. Selama ini kebutuhan terigu di Indonesia sangat meningkat
yang diperoleh dengan cara mengimpor gandum dalam jumlah yang besar yang nantinya
akan diolah menjadi tepung terigu. Salah satu bahan utama pembuatan mie yaitu tepung
terigu. Alternatif yang bisa dilakukan untuk mengurangi impor gandum dalam jumlah yang
banyak yaitu dengan meminimalisir penggunaan tepung terigu yang bisa digantikan dengan
tepung lokal diantaranya tepung talas yang merupakan salah satu solusi bahan pensubtitusi
tepung terigu. (Bakrie dkk, 2022)

Talas (colacasia esculenta) adalah salah satu jenis tanaman umbi-umbian yang
banyak tumbuh di Indonesia khususnya daerah Enrekang sulawesi selatan. Talas juga
merupakan salah satu sumber pangan pokok karena memiliki kandungan karbohidrat yang
cukup tinggi. Talas tersebut dapat dijadikan tepung talas yang nantinya akan digunakan
sebagai bahan subtitusi tepung terigu(Rahmaniar,2022). Tepung talas diperoleh dari umbi
talas yang telah melewati beberapa proses mulai dari pengupasan,penghalusan sehingga
menjadi tepung talas. Kandungan zat gizi yang cukup tinggi dalam talas adalah patih
(18,02%) sehingga cocok dibuat produk tepung talas. Tepung talas tergolong halus dan
mudah dicerna berguna untuk pembuatan kue kering, kue basah, roti, dan mie. Salah satu
produk yang akan dibuat yaitu mie engan subtitusi tepung talas dan brokoli. Namun, tepung
talas tidak mengandung gluten yang membuat mie elastis, sehingga akan berpengaruh
terhadap tekstur dan karakteristik lainnya pada mie. , kadar abu pada tepung talas sebesar
4,85 atau sama dengan 0,02%. Besarnya kadar abu pada tepung talas akan berpengaruh pada
warna produk yang dihasilkan.(Andrianto dkk,2018)

Untuk menyeimbangkan nilai karbohidrat dan serat yang ada pada mie, maka
diperlukan inovasi baru agar mie menjadi bahan makanan yang bergizi. Salah satu strategi
yang dapat diterapkan pada inovasi mie untuk menambah nilai gizinya yaitu dengan
penambahan sayuran. Contoh sayuran yang kaya akan serat dan antioksidan yaitu brokoli
yang berfungsi mendetoksifikasi radikal bebas dan memperbaiki sistem kekebalan tubuh,awet
mudah, mencegah penyakit jantung dan mencegah tumbuh kembangnya sel kangker.

Sesuai dengan uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan
tepung talas dan brokoli sebagai bahan subtitusi tepung terigu dalam pembuatan mie organik
yang dalam proses pembuatannya diuji tingkat pengembangan dan tingkat kesukaan
masyarakat terhadap mie organik tepung talas tersebut.(Achmadi, syahid 2019)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pembuatan mie organik dengan subtitusi tepung terigu dan
tepung talas dengan penambahan brokoli ?

2. Bagaimana konsentrasi tepung talas dalam pembuatan mie organik?

1.3 Tujuan

1. mempelajari proses pembuatan mie organik tepung talas dengan penambahan


brokoli

2. menentukan konsentrasi penambahan tepung talas dengan penambahan brokoli


sehingga menambah nilai mutu produk tersebut
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Talas(Clocasia escuenta L.)

Talas tanaman merupakan penghasil karbohidrat dengan peranan cukup strategis tidak hanya
menjadi sumber pangan dan bahan baku untuk industri, namun juga untuk pakan ternak. Karena
sebagian besar komponen tanaman talas dapat dikonsumsi oleh manusia, maka tanaman talas
memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Tanaman talas penghasil karbohidrat berpotensi
menggantikan padi. Karena banyak keunggulan dan kemudahan budidayanya, talas memiliki peluang
yang sangat besar untuk dikembangkan dan potensinya sangat tinggi. (Anonim, 2010 dalam Sanjaya
2018).

Pati dalam umbi talas mempunyai keunggulan yaitu mudah dicerna. Hal ini dikarenakan
ukuran granula pati yang kecil dan kandungan amilosa yang tinggi (20- 25%). Talas juga bebas
gluten, sehingga cocok bagi yang memiliki alergi terhadap gluten. (Koswara, 2003 dalam Meilita,
2019).

Indonesia memiliki tiga varietas tanaman talas yang berbeda yaitu talas Bogor (Colocasia
esculenta), talas belitung/kimpul (Xanthosoma sagitifolium), dan talas Padang (Colocasia gigantean).
Namun, talas Bogor dan Belitung sangat baik untuk digunakan dalam industri makanan (Deptan, 2009
dalam Khotmasari 2013). Talas memiliki berbagai variasi genetik yang luar biasa. Hal ini tercermin
pada variasi bentuk, ukuran, warna daun, umbi maupun bunganya. Korteks, daging, dan kulit 5 luar
adalah tiga komponen yang membentuk umbi talas. Daging umbi talas bisa berwarna putih, ungu,
kuning muda, kuning tua, jingga, atau kombinasi dari warnawarna tersebut.

Talas yang digunakan secara langsung dapat memberi efek samping seperti gatal-gatal, iritasi
pada kulit, mulut, tenggorokan dan saluran pencernaan akan muncul. Hal ini terjadi karena adanya
kalsium oksalat pada talas (Sastika dkk., 2017). Ion oksalat dan kalsium bergabung membentuk
kalsium oksalat dalam garam. Metabolisme dan pertahanan internal bagian talas sangat diuntungkan
dengan adanya ion-ion ini. Akan tetapi, senyawa ion bisa menyebabkan gatal dan iritasi kulit pada
manusia. Kandungan kimia yang terkandung pada umbi talas merupakan hasil dari metabolisme
sekunder seperti gula, asam organik, resin, minyak esensial, glikosida, dan alkaloid. Umbi talas
memiliki komposisi pati 18,2%, karbohidrat 23,7%, sukrosa dan gula pereduksi 1,42%, serta oksalat.
(Suryana, 2019 dalam Khairani, 2022). Talas lebih unggul dari ubi jalar dan singkong karena
memiliki kandungan protein, vitamin B1, lebih banyak P dan Fe, serta lebih sedikit lemak
dibandingkan kedua umbi tersebut. Produk olahan talas yang paling populer saat ini adalah keripik
talas, yang dibuat dari umbi-umbian segar.

Tanaman talas memiliki banyak kegunaan. Tumbuhan ini bisa dikatakan sebagai tumbuhan
yang ampuh untuk mengatasi berbagai maca m penyakit kronis yang banyak diderita oleh masyarakat
sekitar kita. Umbi talas ini merupakan makanan pokok di berbagai daerah tropis. Biasanya, umbi yang
rasanya enak ini dibuat dengan cara digoreng, direbus, atau dikukus. Selain itu, bagian umbi dan
daunnya kaya akan vitamin dan mineral. Tanaman ini dapat digunakan untuk mengobati
pembengkakan akibat peradangan pada kelenjar limfa stadium awal. Salep yang terbuat dari tanaman
ini dapat digunakan untuk menyembuhkan luka bakar, gigitan serangga dan bisul.

2.2 Pengolahan Talas


Pengolahan talas hingga saat ini sudah cukup banyak, berbagai inovasi telah dilakukan untuk
dapat menarik minat masyarakat dalam mengonsumsi umbi talas. Jenis hasil olahan dari talas yaitu :

2.2.1 Keripik Talas

Keripik talas merupakan talas segar yang diiris tipis, yang kemudian digoreng pada suhu
tinggi dalam minyak goreng. Sebagian orang lebih menggemari keripik talas yang biasa disebut juga
keripik keladi atau keripik bote. Keripik talas biasanya memiliki rasa asin dengan aroma bawang yang
lebih gurih, serta tekstur yang lebih halus dibandingkan keripik singkong ( Winarso, 2018).

2.2.2 Tepung Talas

Talas merupakan tanaman penghasil karbohidrat dan merupakan sejenis umbi-umbian. Di


Indonesia pengolahan umbi talas menjadi makanan masih tergolong sederhana. Karena kandungan
patinya yang tinggi, talas berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku tepung.
(Richana & Sunarti, 2004).

Talas dapat diolah menjadi tepung untuk memperpanjang umur simpannya. Saat panen
berlebihan, diharapkan tepung talas mampu mencegah kerugian akibat gagalnya pasar menyerap umbi
talas segar. (Siregar, 2011 dalam Yuliatmoko & Satyatama 2012). Tepung talas sudah mulai
dipasarkan di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu merek tepung yang ada dipasaran yaitu
“Tepung Talas” dari toko Saung Taleuus. Tepung talas ini terbuat dari talas beneng yang mudah
tumbuh seperti di kota Bogor. Talas beneng merupakan jenis ubi-ubian yang memiliki ciri yang khas
dan berbeda dengan talas pada umumnya, yaitu ukurannya yang diatas rata-rata talas. Berikut adalah
nilai gizi tepung talas: Tabel 2.2 Nilai Gizi Tepung Talas Komponen Satuan Kandungan Lemak %
0,35 Protein % 4,90 Karbohidrat % 76,90 Vitamin A mg/kg

2.2.3 Pembuatan mie


Mie merupakan salah satu produk makanan yang banyak diminati, khususnya masyarakat
Indonesia. Mie dikenal diseluruh dunia walaupun nama, bentuk, warna,bahan penyusun, alat
pembuatan bahkan proses pembuatan yang berbeda-beda. Indonesia menjadi negara ketiga dengan
konsumsi mie terbanyak di dunia. Jenis mie yang banyak diminati konsumen adalah mie kering.
Karakteristik mie umumnya berupa untaian yang dipotong dari lembaran adonan menggunakan mesin
ataupun secara manual yang dibuat dari campuran tepung terigu, garam, telur dan air.

III.METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan mei sampai juni tahun 2018
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu tepung
talas dan puree brokoli. Sedangkan variabel terikat yaitu sifat organoleptik yang meliputi warna,
aroma, bentuk, rasa, kekenyalan, dan kesukaan. Serta variabel kontrol yang meliputi bahan, alat, dan
metode. Kriteria produk dinyatakan baik bila memenuhi semua indikator sifat organoleptik yang
meliputi warna, aroma, bentuk, rasa, kekenyalan, dan kesukaan. Pengumpulan data dilakukan dengan
metode observasi dengan instrument uji organoleptik. sifat organoleptik yang meliputi warna, aroma,
bentuk, rasa, kekenyalan, dan kesukaan. Data diperoleh berasal dari hasil observasi 30 orang semi
terlatih. Analisis data adalah anava tunggal dengan menggunakan SPSS 25.0, apabila terdapat hasil
yang signifikan (dibawah 0,05) maka diperlukan uji lanjut yaitu uji Duncan. Desain eksperimen
tepung talas dan puree bayam merah tersaji
T1B1: tepung talas 30g dan puree brokoli 35g

T2B1: tepung talas 50g dan puree brokoli 35g

T3B1: tepung talas 70g dan puree brokoli 35g

3.2 ALAT DAN BAHAN

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan mie basah tersaji terdiri dari timbangan, mesin giling
mie, gelas ukur, baskom, cake tounge, panci, thermometer, kompor dan saringan

Bahan
V1 V2 V3 spesifikasi
Tepung 30 g 50 g 70 g Tepung talas
Talas
Tepung 70 g 50 g 30 g Protein
terigu tinggi
Garam 0,2 g 0,2 g 0,2 g Kapal
kemasan 250
g
Kuning 10 g 10 g 10 g
telur
Air khi 0,2 ml 0,2 ml 0,2 ml Air abu
untuk mie
Pure brokli 35 g 35 g 35 g Brokoli
segar
Air 10 ml 10 ml 10 ml Air bersih

3.3 Proses Pembuatan


Pada penelitian ini digunakan hasil olahan talas dalam bentuk tepung. Proses pembuatan
tepung talas dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1) Talas dikupas dengan bantuan pisau.
2) Talas dicuci bersih dibawah air mengalir
3) Talas dipotong menggunakan pisau dengan ukuran 2-3 cm
4) Talas direndam selama 30 menit menggunakan air bersih yang dicampur garam kemudian dibilas
untuk menghilangkan getah pada talas.
5) Talas dijemur dibawah sinar matahari hingga kering.
6) Talas ditimbang.
7) Talas kering digiling menggunakan mesin giling tepung
8) Tepung talas ditapis menggunakan tapisan ukuran 26 mesh. “Proses pembuatan puree bayam
merah dipilih dari bayam merah yang belum terlalu tua dan masih segar.
Pembuatan puree brokoli dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1) Brkoli dicuci bersih dibawah air mengalir.
2) Brokli dipotong dan dipisahkan dari batangnya dengan bantuan pisau.
3) Brokoli di tambahkan air 10 ml kemudian dihaluskan menggunakan blender hingga
menjadi puree.”

“Proses pembuatan mie basah dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:


1) Garam, kuning telur, air khi dan air aqua dicampur sampai homogen.
2) Tepung talas, tepung terigu dan puree bokoli diaduk rata kemudian diremas hingga membentuk
serpihan dan menjadi adonan mie basah.
3) Adonan mie basah diistirahatkan 10-15 menit.
4) Adonan mie basah digiling dengan menggunakan mesin penggiling mie.
5) Adonan lembaran mie basah dipotong dengan ukuran lebar 0,5cm dan panjang 20cm.
6) Adonan mie basah direbus dengan air mendidih selama 3 menit.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembahasan
1.Warna
“Berdasarkan uji organoleptik dari 30 panelis, rentang nilai rata-rata warna mie menunjukkan
bahwa subtitusi tepung talas menghasilkan perbedaan warna pada mie basah. Mie basah yang
dibuat dari subtitusi tepung talas 30g dan puree brokoli 35g memberikan warna yang paling
berbeda dibandingkan dengan mie basah dari substitusi tepung talas 50g dan 70g. Hal ini
ditunjukkan dari warnanya hijau pekat dengan nilai 3,33. Warna hijau pekat ini disebabkan karena
brokoli memiliki pigmen antosianin (pigmen berwarna hijau) yang membuat mie basah menjadi
berwarna hijau, karena sifat pigmen larut oleh air.
2. Aroma
“Berdasarkan uji organoleptik dari 30 panelis, rentang nilai rata-rata aroma mie basah yaitu
2,77–3,70. Nilai rata-rata aroma mie basah tertinggi terdapat pada T3B1 (tepung talas 70g dan puree
brokoli 35g) sebesar 3,70. Hasil nilai rata-rata pada masing-masing perlakuan berbeda-beda. Sehingga
perlu dilakukan uji anava tunggal yang bertujuan untuk melihat perbedaan nilai rata-rata antar
perlakuan pada warna mie basah.
3. bentuk
“Berdasarkan uji organoleptik dari 30 panelis, rentang nilai rata-rata bentuk mie basah yaitu
1,57 – 3,50. Nilai rata-rata bentuk mie basah tertinggi terdapat pada T3B1 (tepung talas 70g dan puree
brokoli 35g) sebesar 3,70. Hasil nilai rata-rata pada masing-masing perlakuan berbeda-beda. Sehingga
perlu dilakukan uji anava tunggal yang bertujuan untuk melihat perbedaan nilai rata-rata antar
perlakuan pada warna mie basah.
4. Rasa
Berdasarkan uji organoleptik dari 30 panelis, rentang nilai rata-rata rasa mie basah yaitu 2,43–
3,07. Nilai rata-rata rasa mie basah tertinggi terdapat pada T3B1 (tepung talas 70g dan puree brokli
35g) sebesar 3,07. Hasil nilai rata-rata pada masing-masing perlakuan berbeda-beda.
5. Kekenyalan
Berdasarkan uji organoleptik dari 30 panelis, rentang nilai rata-rata kekenyalan mie basah yaitu 2,20 –
3,23. Nilai rata-rata kekenyalan mie basah tertinggi terdapat pada T1B1 (tepung talas 30g dan puree
brokoli 35g) sebesar 3,23. Hasil nilai rata-rata pada masing-masing perlakuan berbeda-beda. Sehingga
perlu dilakukan uji anava tunggal yang bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan nilai rata-
rata antar perlakuan pada kekenyalan mie basah.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas maka dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Substitusi tepung talas dan puree brokoli berpengaruh nyata terhadap warna, aroma, bentuk, rasa,
kekenyalan, dan kesukaan produk mie basah.
2. Hasil uji anava tunggal dan dilanjutkan uji duncan menunjukkan bahwa produk mie basah
substitusi tepung talas dan puree bokoli terbaik didapat pada produk T1B1 dengan substitusi tepung
talas 30g dan penambahan puree brokoli 35g.
3. Hasil uji laboratorium kandungan gizi per 100 gram produk mie basah terbaik mengandung protein
2,30%, karbohidrat 19,56%, fosfor 81,50mg, vitamin A 58,81iu, kalsium 112,8g dan zat besi 58,81g
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai masa simpan untuk produk mie basah substitusi
tepung talas dan puree bayam merah.
2. Perlu dilakukan penelitian daya terima masyarakat terhadap mie basah substitusi tepung talas dan
puree bayam merah.

DAFTAR PUSTAKA
A. Akbar, “Analisis Fisik, Kimia dan Organoleptik Mie Basah berbasis Umbi Talas (Colocasia
esculenta L),” vol. IV, no. 2, pp. 159–170, 2018.

Achmadi, S. 2019. Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu Dengan Tepung Talas (Colocasia
esculenta L.) Dan Konsentrasi Puree Wortel (Daucus carota L.) Terhadap Karakteristik Makaroni
(Dissertation, Fakultas Teknik Unpas).

Ahmadi, K. G. S., & Rahmawati, A. 2021. Substitusi Parsial Tepung Terigu Dengan Tepung Talas
(Colocasia Esculenta (L) Schott) Dan Fortifikasi Tepung Kacang Merah (Phaseolus Vulgaris L.)
Dalam Pembuatan Cookies (Dissertation, Fakultas Pertanian Universitas Tribhuwana Tunggadewi).

Amiruddin. 2013. Perubahan Sifat Fisik Talas (Colocasia Esculenta L. Schoot) Selama Pengeringan
Lapis Tipis. Skripsi. Fakultas pertanian Universitas Hasanuddin Makassar.

Aulia, T., Suhaidi, I., & Rusmarilin, H. 2017. Pengaruh Perbandingan Tepung Talas, Tepung Jagung,
Dengan Tepung Pisang dan persentase Kuning Telur Terhadap Mutu Flakes Talas. Jurnal Rekayasa
Pangan dan Pertanian, 5(2).
Aurum, F. S., & Elisabeth, D. A. A. 2015. Formulasi Tepung Komposit Keladi dan Ubi Jalar Sebagai
Bahan Baku Mi Kering Pengganti Sebagian Terigu. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian, 18(3), 237-249

Khotmasari, R. P. 2013. Pengaruh Subtitusi Tepung Talas Belitung Terhadap Tingkat Pengembangan
Dan Daya Terima Donat Talas (Disertasi). , Bandung Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).
R. Gumilang, B. Susilo, and R. Yulianingsih, “Uji Karakteristik Mi Instan Berbahan-Baku Tepung
Terigu dengan Substitusi Tepung Talas ( Colocasia esculenta ( L .) Schott ),” vol. 3, no. 2, pp. 53–63,
2015, [Online]. Available: https://jbkt.ub.ac.id/index.php/jbkt/arti cle/view/188.

T. Rostianti, D. N. Hakiki, A. Ariska, and Sumantri, “Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Talas
Beneng sebagai Biodiversitas Pangan Lokal Kabupaten Pandeglang,” Gorontalo Agric. Technol. J.,
vol. 1, no. 2, pp. 1– 7, 2018, [Online]. Available: https://jurnal.unigo.ac.id/index.php/ga
tj/article/view/417/223.

W. Rahmawati, Y. A. Kusumastuti, and N. Aryanti, “Karakterisasi Pati Talas (Colocasia Esculenta


(L.) Schott) Sebagai Alternatif Sumber Pati Industri di Indonesia,” J. Teknol. Kim. dan Ind., vol. 1,
no. 1, pp. 347–351, 2012, [Online]. Available: https://ejournal3.undip.ac.id/index.php
/jtki/article/view/947.
T. R. Muchtadi and Sugiyono, Petunjuk Laboratorium - Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor:
Institut Pertanian Bogor, 1992.

Anda mungkin juga menyukai