Anda di halaman 1dari 7

PENGOLAHAN TEPUNG LIMBAH KULIT PISANG RAJA SEBAGAI

BAHAN ALTERNATIF PENGGANTI TEPUNG TERIGU DALAM


PROSES PEMBUATAN MI

Iqbal Candra Maulana


Pendidikan Kimia FKIP UNS
candramiqbal@gmail.com

ABSTRAK
Mi merupakan salah satu makanan alternatif pengganti beras yang digemari karena murah dan
praktis. Kegemaran masyarakat mengonsumsi mi terus meningkat sekitar 25% per tahun. Hal
tersebut dapat mengancam ketahanan dan ketersediaan tepung terigu sebagai bahan baku
pembuatan mi. Oleh karena itu diperlukan inovasi pembuatan tepung yang terbuat dari bahan
selain gandum, salah satunya adalah buah pisang yang produksinya melimpah di Indonesia. Akan
tetapi, kelimpahan tersebut juga menimbukan permasalahan klasik yaitu melimpahkan limbah kulit
pisang. Tidak kalah dengan buahnya, limbah kulit pisang pun mengandung zat-zat yang
bermanfaat bagi kesehatan, terutama karbohidrat sehingga limbah kulit pisang dapat diolah
menjadi bahan pangan berupa tepung. Jenis pisang yang akan diolah menjadi tepung adalah pisang
raja karena memiliki kulit yang lebih tebal serta kandungan vitamin A yang tinggi. Pengolahan
limbah kulit pisang raja menjadi tepung sebagai bahan alternatif pengganti tepung terigu dalam
proses pembuatan mi melibatkan dua macam proses, yaitu pengolahan limbah kulit pisang raja
menjadi tepung dan pengolahan tepung menjadi mi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi pustaka dan eksperimen dengan tipe deskriptif kualitatif. Penelitian ini diharapkan
mampu memberikan meningkatkan pemanfaatan dan nilai guna limbah kulit pisang raja dan
mengembangkan inovasi bahan pangan alternatif pengganti tepung terigu sebagai upaya menjaga
ketahanan pangan.

Kata Kunci: mi, tepung limbah kulit pisang raja

ABSTRACT
Noodles are an alternative food for rice which is popular because it is cheap and practical. The
people's interest in consuming noodles continues to increase by around 25% per year. This can
threaten the durability and availability of wheat flour as raw material for making noodles.
Therefore we need innovation in making flour made from materials other than wheat, one of
which is a banana with abundant production in Indonesia. However, this abundance also poses a
classic problem, which is to transfer banana peel waste. No less with the fruit, banana peel waste
also contains substances that are beneficial to health, especially carbohydrates so that banana
peel waste can be processed into food in the form of flour. The type of banana that will be
processed into flour is plantain because it has thicker skin and high vitamin A content. Processing
of plantain banana skin waste into flour as an alternative ingredient for wheat flour in the process
of making noodles involves two kinds of processes, namely processing plantain banana skin waste
into flour and processing flour into noodles. The method used in this research is a study of
literature and experiments with qualitative descriptive type. This research is expected to be able to
provide increased utilization and use value of Raja Banana peel waste and develop alternative
food ingredients to replace flour as an effort to maintain food security.

Keywords: noodles, plantain banana skin waste flour

PENDAHULUAN
Mi merupakan salah satu makanan alternatif pengganti beras yang
digemari karena murah dan praktis[ CITATION Ast08 \l 1033 ]. Kegemaran
masyarakat mengonsumsi mi terus meningkat sekitar 25% per tahun[ CITATION
Mun12 \l 1033 ]. Bahan baku pembuatan mi adalah tepung terigu. Penggunaan
dan impor tepung terigu di Indonesia sendiri kian naik hingga pada tahun 2011
mencapai angka 638.863,48 ton[ CITATION Mah12 \l 1033 ]. Hal tersebut tentu
berdampak pada ketahanan dan ketersediaan tepung terigu. Oleh karena itu perlu
adanya inovasi pembuatan tepung dengan memanfaatkan bahan selain gandum
yang memiliki kandungan gizi dan mudah ditemukan, salah satunya pisang.
Pisang merupakan buah asli Asia Tenggara yang tersebar luas pula di benua
Amerika dan Afrika. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur pisang disebut dengan
gedang[CITATION Dep05 \l 1033 ]. Produksi pisang dalam negeri mencapai
5.775.073 ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia menyumbang 6,20%
dari keseluruhan produksi pisang di dunia[ CITATION Suy08 \l 1033 ].
Di sisi lain, produksi pisang yang tinggi seringkali
menimbulkan permasalahan klasik, yaitu limbah kulit pisang.
Ibarat pepatah habis manis sepah dibuang, setelah mengonsumsi buah pisang
masyarakat pada umumnya langsung membuang kulit pisang tanpa berpikir untuk
memanfaatkannya kembali. Selama ini kulit pisang hanya dijadikan bahan pakan
ternak semata. Padahal dalam kulit pisang terkandung karbohidrat yang cukup
tinggi sehingga mampu dikembangkan menjadi bahan pangan. Rendahnya
pemanfaatan kulit pisang ini disebabkan oleh stigma masyarakat yang
memandang kulit pisang sebagai sampah yang hanya dapat mencemari lingkungan
sekitar. Secara umum gizi yang terkandung dalam kulit pisang sangatlah banyak
seperti air, karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan sebagainya.
Kandungan tersebut apabila diperinci berdasarkan hasil analisis kimia yaitu air
69,8%, karbohidrat 18,5%, lemak 2,11%, protein 0,32%, vitamin C 17,5 mg/100g,
kalsium 715 mg/100g, dan fosfor 117 mg/100g. Kandungan karbohidrat sebesar
18,5% dalam kulit pisang menjadi potensi agar kulit pisang diolah menjadi tepung
sebagai bahan pangan. Pembuatan tepung dari pisang ini menggunakan pisang
yang kematangannya adalah ¾ matang, kulit belum menguning, dan buahnya
belum lembek.[ CITATION Pra09 \l 1033 ]. Pengolahan kulit pisang menjadi
tepung bahan pembuatan mi akan meningkatkan keanekaragaman pangan yang
sehat.
Jenis pisang yang digunakan adalah pisang raja. Pisang raja memiliki
kulit yang tebal jika dibandingkaan dengan jenis pisang lain sehingga memiliki
potensi kandungan karbohidrat lebih banyak. Selain mudah didapatkan, dalam
100 gram pisang raja terkandung vitamin A sebesar 950 SI, lebih tinggi dari
pisang ambon (146 SI), pisang mas(79 SI), dan pisang susu (112 SI)[ CITATION
Ast08 \l 1033 ]. Vitamin A memiliki manfaat dalam system penglihatan, fungsi
reproduksi, dan kekebalan tubuh[ CITATION Aro12 \l 1033 ]
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara pengolahan
limbah kulit pisang raja menjadi tepung sebagai bahan alternatif pengganti tepung
terigu dalam proses pembuatan mi dan untuk mengetahui manfaat pengolahan
tepung limbah kulit pisang raja.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dan eksperimen serta
menggunakan tipe deskriptif kualitatif agar mengambarkan pengolahan limbah kulit
pisang raja menjadi tepung pembuatan mi. Pengumpulan data mengenai warna,
aroma, rasa, dan tekstur didapatkan dari hasil percobaan. Adapun penyajian data
dijelaskan dalam bentuk narasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pisang raja merupakan salah satu jenis pisang paling populer di Indonesia
dan mengandung zat yang kaya manfaat bagi kesehatan. Tepung kulit pisang raja
merupakan hasil pengolahan kulit pisang raja yang dikeringkan dan digiling.
Pembuatan tepung ini akan meningkatkan daya awet dan kebermanfaatan kulit
pisang. Pembuatan mi berbahan dasar tepung kulit pisang raja akan meningkatkan
keanekaragaman sekaligus ketahanan pangan.

A. Pengolahan Limbah Kulit Pisang Raja menjadi Tepung sebagai Bahan


Alternatif Pengganti Tepung Terigu dalam Proses Pembuatan Mi
Tahap pertama adalah mengolah limbah kulit pisang raja menjadi
tepung. Bahan yang diperlukan ialah limbah kulit pisang raja dan natrium
tiosulfat (Na2S2O3). Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain pisau, baskom, plastik, alat penggiling, dan ayakan. Langkah-langkah
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Mencuci limbah kulit pisang raja dalam baskom dengan air bersih
sebanyak dua kali agar terbebas dari kotoran.
2. Memotong limbah kulit pisang raja menggunakan pisau dengan ukuran
lebih kurang 2 cm x 2 cm agar mempermudah proses selanjutnya.
3. Merendam limbah kulit pisang raja dengan larutan natrium tiosulfat
secukupnya selama lebih kurang 10 menit, lalu meniriskannya.
Penambahan natrium tiosulfat berfungsi untuk menghambat proses
oksidasi yang dapat menyebabkan pencoklatan pada limbah kulit pisang
raja.
4. Mengeringkan limbah kulit pisang raja di bawah sinar matahari hingga
kering menggunakan plastik yang lebar dan bersih sebagai alas (lebih
kurang 48 jam jika intensitas cahaya matahari normal). Proses ini
bertujuan untuk mengurangi kadar air sehingga limbah kulit pisang raja
tidak mudah mengalami pembusukan.
5. Menggiling limbah kulit pisang raja yang sudah dikeringkan sebelumnya
dengan menggunakan alat penggiling hingga diperoleh hasil gilingan
berupa tepung.
6. Menyaring hasil penggilingan tersebut menggunakan ayakan agar
dihasilkan tepung limbah kulit pisang raja yang halus.
7. Menyimpan hasil tepung limbah kulit pisang raja dalam wadah yang
bersih tertutup agar terhindar dari kotoran dan bakteri.

Setelah limbah kulit pisang raja diolah menjadi tepung, langkah


selanjutnya adalah mengolah tepung tersebut menjadi mi. Bahan-bahan
tambahan yang diperlukan antara lain tepung tapioka, garam, putih telur, air,
dan minyak goreng. Tepung tapioka berfungsi sebagai bahan campuran yang
tidak mudah menggumpal ataupun pecah dan berdaya rekat tinggi. Garam
berfungsi memberikan rasa, mengikat air, dan memperkuat tekstur mi. Putih
telur berperan dalam menghasilkan lapisan pada permukaan mi yang kuat dan
tipis. Air berguna untuk melarutkan garam. Minyak goreng berfungsi agar mi
tidak lengket. Adapun peralatan yang digunakan ialah markatto (alat pencetak
dan pemotong mi), baskom, panci, dan kompor. Dalam penelitian ini, terdapat
tiga jenis perbandingan antara tepung limbah kulit pisang raja dan tepung
tapioka untuk mengetahui pengaruh komposisi kedua bahan tersebut terhadap
mi yang dihasilkan. Ketiga perbandingan tersebut adalah 8:4. 5:5, dan 4:8.
Selain itu, terdapat tiga jenis variabel sebagai berikut:
1. Variabel bebas berupa tepung limbah kulit pisang raja dan tepung tapioka.
2. Variabel terikat berupa warna, aroma, rasa, dan tekstur.
3. Variabel kontrol berupa pengulenan adonan, ukuran pencetakan mi,
garam, dan waktu perebusan.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengolahan tepung


limbah kulit pisang raja menjadi mi adalah sebagai berikut:
1. Mencampurkan tepung limbah kulit pisang raja, tepung tapioka, garam,
dan putih telur dalam baskom.
2. Menambahkan air ke dalam baskom, lalu mengaduk rata, dan
menguleninya hingga terbentuk adonan.
3. Menggiling adonan menggunakan markatto dengan beberapa kali
pengulangan hingga menjadi agak licin.
4. Memotong hasil gilingan dengan menggunakan markatto dengan ukuran
yang diinginkan.
5. Merebus mi dalam air mendidih hingga matang, mengangkatnya, lalu
melumuri dengan minyak goreng.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, hasil dan pembahasannya


adalah sebagai berikut:
1. Warna
Warna pada mi dipengaruhi oleh tepung limbah kulit pisang raja. Warna
mi yang dihasilkan adalah putih kehijauan agak pucat. Semakin banyak
prosentase tepung limbah kulit pisang raja, warna kehijauan semakin
terlihat, seperti yang terjadi pada perbandingan pertama. Oleh karena itu,
perbandingan antara komposisi tepung limbah pisang raja dan tepung
tapioka berpengaruh terhadap warna mi yang dihasilkan.
2. Aroma
Perbandingan antara komposisi tepung limbah pisang raja dan tepung
tapioka memberikan pengaruh pada aroma mi yang dihasilkan. Kulit
limbah kulit pisang raja kurang memberi efek terhadap aroma mi, di sisi
lain tepung tapioka justru memberikan pengaruh terhadap aroma mi. Dari
ketiga perbandingan, mi yang paling memiliki aroma kuat adalah
perbandingan ketiga dimana komposisi tepung tapioka lebih banyak
dibandingkan komposisi tepung limbah kulit pisang raja.
3. Rasa
Perbandingan jenis pertama memiliki rasa yang lebih kuat dibanding
perbandingan jenis kedua dan ketiga. Hal tersebut menunjukkan bahwa
tepung limbah kulit pisang raja memiliki pengaruh terhadap mi yang
dihasilkan.
4. Tekstur
Berdasarkan mi yang dihasilkan, perbandingan antara komposisi tepung
limbah pisang raja dan tepung tapioka memberikan pengaruh terhadap
tekstur mi. Semakin banyak tepung limbah kulit pisang maka tekstur mi
akan semakin keras dan kurang kenyal. Hal tersebut menunjukkan bahwa
perbandingan ketiga merupakan mi yang memiliki tekstur terbaik.

B. Manfaat Pengolahan Tepung Limbah Kulit Pisang Raja


Manfaat yang dapat diperoleh dari pengolahan tepung limbah kulit pisang
raja antara lain:
1. Mengurangi jumlah limbah kulit pisang raja di lingkungan sekitar
2. Meningkatkan pemanfaatan dan nilai guna limbah kulit pisang raja
3. Mengembangkan inovasi bahan pangan alternatif pengganti tepung terigu
sebagai upaya mempertahankan ketahanan pangan
4. Menambah keberagaman pangan yang sehat
5. Menciptakan peluang usaha yang ramah lingkungan

KESIMPULAN
Pengolahan limbah kulit pisang raja menjadi tepung sebagai bahan alternatif
pengganti tepung terigu dalam proses pembuatan mi melibatkan dua macam
proses, yaitu pengolahan limbah kulit pisang raja menjadi tepung dan pengolahan
tepung menjadi mi. Proses pertama meliputi proses pencucian, pemotongan,
penjemuran, pengeringan, penggilingan, dan pengayakaan. Adapun proses kedua
meliputi proses pencampuran bahan, pengadonan, penggilingan, perebusan, dan
pelumuran dengan minyak goreng. Pengolahan tepung llimbah kulit pisang raja
memiliki beberapa manfaat, antara lain mengurangi jumlah limbah kulit pisang
raja di lingkungan sekitar, meningkatkan pemanfaatan dan nilai guna limbah kulit
pisang raja, mengembangkan inovasi bahan pangan alternatif pengganti tepung
terigu sebagai upaya mempertahankan ketahanan pangan, menambah
keberagaman pangan yang sehat, dan menciptakan peluang usaha yang ramah
lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
CITATION Ast08 \l 1033 : , (Astawan, 2008),
CITATION Mun12 \l 1033 : , (Munarso & Haryanto, 2012),
CITATION Mah12 \l 1033 : , (Mahatama & Afrianto, 2012),
CITATION Dep05 \l 1033 : , (Deptan, Pasca Panen, Pengolahan, dan Pemasaran
Hasil Pisang, 2005),
CITATION Suy08 \l 1033 : , (Suyanti & Supriyadi, 2008),
CITATION Pra09 \l 1033 : , (Prahasta, 2009),
CITATION Aro12 \l 1033 : , (Aroni, 2012),

Anda mungkin juga menyukai