Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya
sehingga saya bisa menyelesaikan Karya Ilmiah ini yang berjudul “KADAR SERAT
DAN ORGANOLEPTIK MIE KULIT SINGKONG (Manihot utillisima) DENGAN
PENAMBAHAN PEWARNA EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus androgynus)”,
adapun karya ini dibuat untuk menyelesaikan Tugas Mapel Bahasa Indonesia
Kelas XI tentang menyusun Karya Ilmiah.

Saya juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Alam Sahri, M.Pd selaku guru
pengajar Mapel Bahasa Indonesia yang telah membimbing saya untuk membuat
karya ini.

Saya sebagai penulis tentu masih banyak kekurangan begitu juga dengan karya ini
yang jauh dari sempurna, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan untuk menyempurnakan karya ini.
BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Singkong merupakan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung bagi
masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah
tropis dan memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi berbagai tanah.
Tanaman ini memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap. Kandungan kimia dan
zat gizi pada singkong adalah karbohidrat, lemak, protein, serat makanan, vitamin
(B1, C), mineral (Fe, F,Ca), dan zat non gizi, air. Selain itu, umbi singkong
mengandung senyawa non gizi tanin. Pada tahun 2011 produksi singkong di
Indonesia mencapai 24.044.025 ton, sedangkan pada tahun 2012 meningkat
menjadi 24.177.327 ton (BPS Indonesia, 2012). Dalam pemanfaatan tanaman
singkong selain umbinya,masyarakat juga memanfaatkan seluruh bagian dari
tanaman ini mulai dari batang, daun, serta kulitnya. Semakin tinggi jumlah
produksi singkong, maka semakin tinggi pula kulit yang dihasilkannya. Kulit
singkong merupakan limbah agroindustri pengolahan ketelapohon seperti industri
tepung tapioka, industri fermentasi, dan industri pokok makanan. Komponen
kimia dan zat gizi pada kulit singkong adalah protein 8,11 g; serat kasar 15,2 g;
pektin 0,22 g; lemak 1,29 g; dan kalsium 0,63 g. Berdasarkan kandungan yang
dimiliki, sangat disayangkanjika kulit singkong dibuang begitu saja. Sejauh ini,
pemanfaatan kulitsingkong oleh masyarakat dapat dikatakan sangat kurang. Pada
penelitian sebelumnya, kulit singkong dengan penambahan labu kuning
dimanfaatkan dalam pembuatan cake. Oleh karena itu perlu adanya inovasi
makanan dalam pemanfaatan kulit singkong. Mie merupakan suatu jenis
makanan hasil olahan tepung yang dikenal oleh masyarakat sebagai alternatif
pengganti makanan pokok. Mie sendiri banyak digemari oleh berbagai lapisan
masyarakat. Hal ini karena memiliki cita rasa yang enak dan sangat mudah dalam
penyajiannya. Nilai gizi mie pada umumnya dapat dianggap cukup baik karena
selain karbohidrat terdapat pula sedikit protein yang disebut gluten. Bahan baku
yang digunakan dalam pembuatan mie adalah tepung terigu yang selama ini
masih impor. Hal ini sangat merugikan petani,sehingga perlu adanya penelitian
untuk mencari bahan baku lokal untuk mengurangi konsumsi tepung terigu
khususnya dalam pembuatan mie. Dalam penelitian terdahulu pembuatan mie
dengan substitusi tepung bonggol pisang 10 % dan 20 % terhadap tepung terigu
diperoleh hasil disukai oleh panelis Selain itu, pembuatan mie dengan substitusi
pati garut 20 % terhadap tepung terigu, ditambah tepung kedelai 10 % diperoleh
hasil terbaik Bahan baku pengganti lainnya yang mengandung pati misalnya kulit
singkong. Kelemahan dari tepung kulit singkong adalah warnanya yang putih
kecoklatan dan rasa serta aromanya masih terkesan singkong, sehingga perlu
ditambah dengan bahan yang mempunyai sifat fungsionalitas tinggi seperti daun
katuk. Tanaman katuk (Sauropus androgynus) merupakan tanaman yang memiliki
daun tunggal, karena hanya berupa helaian dan tangkai daun saja. Tanaman ini
dikenal oleh masyarakat Jawa untuk sayuran, lalap, dan pewarna makanan,
vitamin (A karoten, B1, C), mineral (Fe, F, Ca, Mg, Na), dan air.
Selain itu, daun katuk mengandung senyawa non gizi alkaloid papaverin , Berbagai
kandungan daun katuk adalah energi 59 kkal; protein 4,8 g; lemak 1 g;
karbohidrat 11 g; serat 1,5 g; abu 1,7 g; kalsium 0,4 mg; fosfor 83 mg; besi 2,7 mg;
vitamin (A 10.370 SI, C 239 mg, dan B1 0,1 mg); dan air 81g. Ada beberapa
senyawa aktif dalam daun katuk yang fungsinya dapat merangsang produksi
hormon-hormon steroid, seperti progesteron, estradiol, testosteron, glukokortikoid,
dan senyawa eikosanoid, yang diantaranya ialah protagladin, tromboksan, lipoksin,
prostasiklin, dan leukotrien Menurut penelitian sebelumnya, daun katuk
digunakan sebagai sumber zat pewarna alami. Ekstrak daun katuk yang maksimal
dan warnayang paling hijau adalah tekanan 100 kg/cm dan rasio daun katuk dan
air 1 : 2. Kadar air daun katuk 67,66 %. Kadar khlorofil daun katuk 2,74 %,
ekstrak daun katuk yang diperoleh sebesar 95,48 %, kadar khlorofil ekstrak daun
katuk sebesar 2,22 % db (Hardjanti, 2008).
Daun katuk dipilih sebagai zat pewarna karena penggunaan daun katuk tidak
mempengaruhi sifat sensoris produk. Pada sebagian masyarakat khususnya
pedagang nakal menggunakan pewarna makanan sintesis berbahaya yang
terkandung di dalam mie, sehingga dapat mempengaruhi kesehatan. Dalam
penggunaan daun katuk dapat dikatakan sebagai sumber zat warna yang
mempunyai fungsi ganda. Daun katuk di samping sebagai pewarna hijau pada
bahan pangan, juga dapat sebagai provitamin A, sumber serat, dan memperlancar
produksi ASI (Air Susu Ibu). Penelitian sebelumnya, pemberian ekstrak daun
katuk meningkatkan produksi ASI 0,7 lebih banyak Penggunaan tepung kulit
singkong dengan penambahan ekstrak daun katuk pada olah pangan pembuatan
mie dirasa merupakan inovasi baru pemanfaatan kulit singkong. Mie dari kulit
singkong dianggap memiliki
warna kurang menarik dan bernilai gizi kurang, sehingga dilakukan penambahan
ekstrak daun katuk ditujukan sebagai pewarna alami dan untuk menambah nilai
gizi yang terkandung di dalam mie. Sebagian besar kandungan pada produk mie
adalah karbohidrat, namun setelah adanya inovasi pada produk olahan ini
diharapkan akan menambah nilai gizi terlebih kandungan kadar serat.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya,
maka akan dilakukan penelitian lanjut dengan memanfaatkan kedua bahan
tersebut yaitu kulit singkong dan daun katuk sebagai perlakuan.

Penulis mengajukan judul penelitian “KADAR SERAT DAN ORGANOLEPTIK MIE


KULIT SINGKONG (Manihot utillisima) DENGAN PENAMBAHAN PEWARNA
EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus androgynus)”, sehingga menghasilkan
produk mie yang berkualitas dan menyehatkan.

B. PEMBATASAN MASALAH

Dalam menghindari meluasnya permasalahan, maka penelitian ini dibatasi sebagai


berikut:
1. Subyek penelitian Tepung kulit singkong dan ekstrak daun katuk.
2. Obyek penelitian Produk mie basah dengan beberapa perlakuan.
3. Parameter penelitian Kadar serat dan organoleptik (warna, aroma, rasa,
dan tekstur) pada mie.

C. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,


maka masalah yang dihadapi adalah
1. Bagaimana pengaruh tepung kulit singkong dengan penambahan
pewarna ekstrak daun
katuk terhadap kadar serat mie?
2. Bagaimana pengaruh tepung kulit singkong dengan penambahan
pewarna ekstrak daun
katuk terhadap kualitas organoleptik pada mie?

D. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, tujuan yang ingin dicapai dalam


penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kadar serat pada mie dari tepung kulit singkong dengan
penambahan pewarna ekstrak daun katuk.
2. Mengetahui sifat organoleptik mie dari tepung kulit singkong dengan
penambahan
pewarna ekstrak daun katuk.

E. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Secara umum penelitian ini mengembangkan pemanfaatan limbah
kulit singkong sebagai bahan makanan layak konsumsi.
b. Secara khusus penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk menguji
kadar serat dan mutu organoleptik pada produk mie dari kulit
singkong dengan penambahan ekstrak daun katuk.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
1. Memberikan informasi pada masyarakat bahwa kulit
singkong dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan
mie dengan penambahan ekstrak daun katuk.
2. Memberi variasi pengolahan produk mie agar mempunyai
nilai tambah dan digemari masyarakat.
3.Hasil penelitian ini dapat dikembangkan sebagai sentra
usaha
kecil yang dapat menambah pendapatan masyarakat dan
meningkatkan nilai ekonomis kulit singkong.
4.Dapat meningkatkan kesehatan masyarakat melalui
kandungan gizi yang ada pada produk mie.

b. Bagi Peneliti
1. Dapat memperoleh pengalaman langsung terutama tentang
Pembuatan produk mie dari bahan baku kulit singkong
dengan variasi penambahan pewarna ekstrak daun katuk.
2. Dapat menambah wawasan, pengetahuan maupun
keterampilan peneliti khususnya yang terkait dengan
penelitian produk mie kulit singkong.
3. Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi bagi
Peneliti selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN

Mie Singkong, Aman untuk Penderita Diabetes


Menurut dokter mereka membuat mie dari singkong yang disingkat dari miesi. Mie
singkong sik1 : 10% tepung kulit singkong: 90% tepung terigu (1:9) dan 20g daun
katuk / 100 cc air sik2 : 20% tepung kulit singkong: 90% tepung terigu (1:9) dan
20g daun katuk / 100 cc air sik3 : 40% tepung kulit singkong: 90% tepung terigu
(1:9) dan 20g daun katuk / 100 cc air sik4 : 450% tepung kulit singkong: 90%
tepung terigu (1:9) dan 20g daun katuk / 100 cc air Memberikan informasi pada
masyarakat bahwa kulit singkong dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan mie dengan penambahan ekstrak daun katuk

Bahan-bahan
 tepung singkong 125 g
 terigu 50 g
 telur 1 butir
 garam secukupnya
 air 60 cc
 minyak kelapa 1 sdm

Cara Pembuatan
1. Bahan yang sekiranya perlu di bersihkan, cuci dengan air (misal
telur)
2. Campurkan tepung singkong dengan telur ayam, garam dan
minyak.
3. Uleni atau aduk hingga terasa licin dan elastis di tangan serta
mudah lepas dari wadah tempat pencampur.
4. Bagi menjadi dua bagian
5. Letakkan setiap bagian adonan di antara dua lembar plastik dan
tipiskan hingga setbal 3 mm.
6. Kukuslah selama 5 menit, dinginkan sejenak.
7. Potong-potong tipis memanjang dengan alat pemotong mie.
8. Selanjutnya bisa di masak sesuai kreaasi Anda.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

singkong(umbi akar)makanan yang berkandung karbohidrat dan biasanya


masyarakat indonesia mengonsumsi singkong dengan cara dibuat keripik ataupun
pengganti beras ,biasanya tumbuh di wilayah tropis.

Saran
Sebaiknya singkong yang diolah menjadi berbagai jenis makanan menggunakan
teknologi pangan dalam pengemasannya agar makanan menjadi awet hingga 3
bulan atau lebih.
DAFTAR PUSTAKA

BPS Indonesia. 2012. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia Tanaman Pangan.
http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.phpp. Diakses 26 September 2013 Pukul 15.00
WIB.
Departemen Gisi dan Kesehatan Masyarakat. 2012. Gisi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: PT Grafindo Persada.
Hardjanti, Sri. 2008. “Potensi Daun Katuk sebagai Sumber Zat Pewarna Alami dan
Stabilitasnya Selama Pengeringan Bubuk dengan Menggunakan Binder
Maltodekstrin”. Jurnal Penelitian Saintek. 1 (13): 1-18.
Kusharto, CM. 2006. “Serat Makanan dan Peranannya Bagi Kesehatan”. Jurnal
Gizi dan Pangan. 1(2): 45-54.
Rukmana, Rahmat. 1997. Ubi kayu Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta:
Kanisius.
Soenarso, Soehardi. 2004. Memelihara Kesehatan Jasmani Melalui Makanan.
Bandung: ITB.
Solekha, Rofiatun. 2013. Uji Protein dan Organoleptik Limbah Kulit Singkong dan
Labu Kuning Dalam Pembuatan Cake. Surakarta: UMS.
Tanujaya, Edward. 2009. Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 16,0. Jakarta:
Salemba Infotek.
Widaningrum., Sri W., Soewarno TS. “Pengayaan Tepung Kedelai pada pembuatan
Mie Basah dengan Bahan Baku Tepung Terigu yang Disubstitusi Tepung Garut”.
2005. Jurnal Pasca Panen. 2(1):41-48.

Anda mungkin juga menyukai