PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pisang merupakan tanaman serbaguna karena semua bagian dari pisang
mulai dari bonggol dan jantung pisangnya dapat dimanfaatkan melalui proses
yang sederhana sehingga dimungkinkan dapat menaikan nilai tambah tanaman
pisang. Hal ini disebabkan pisang mudah ditanam, cepat tumbuh, cepat
berkembangbiak dan rata-rata pada umur 10-12 bulan sudah dapat diproduksi.
Di Indonesia pisang digemari bukan saja karena rasanya yang enak, namun
juga kandungan gizinya. Dari sekian banyak jenis pisang, terdapat satu varietas
pisang yang kurang dimanfaatkan secara luas yaitu pisang batu atau pisang klutuk.
Sampai saat ini penggunaan pisang batu masih terbatas, hal itu mengakibatkan
harga jual pisang batu ini jauh dibawah harga pisang yang lain seperti pisang
ambon, pisang mas, pisang kepok dan pisang raja.
Program penganekaragaman pangan dari buah pisang batu dilakukan
sebagai salah satu cara untuk memanfaatkan buah pisang batu yang berlimpah
pada musim panen dan mengembangkan produk pangan. Salah satu upaya
penganekaragaman pangan dari buah pisang batu yaitu pembuatan tepung pisang
batu. Tujuan dari pembuatan tepung pisang batu ini yaitu untuk dapat
disubstitusikan dengan produk lain yang disukai masyarakat.
Tepung pisang batu dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu atau
sebagai substitusi tepung terigu. Hal ini menjadi wujud pemanfaatan bahan
pangan lokal dari buah pisang batu. Tepung pisang batu ini dapat diolah atau
dicampur dengan tepung-tepung dan bahan lainnya menjadi produk yang
memiliki nilai ekonomi tinggi. Salah satu produk pangan olahan makanan yang
memanfaatkan tepung pisang batu sebagai pensubstitusi tepung terigu yaitu pada
pembuatan biskuit.
Biskuit merupakan salah satu produk pangan olahan makanan yang
berbahan baku utama tepung terigu. Biskuit ini juga merupakan makanan ringan
atau snack yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Produk ini merupakan
produk kering yang memiliki kadar air rendah. Pemanfaatan tepung pisang batu
sebagai pensubstitusi tepung terigu untuk bahan baku biskuit diharapkan dapat
mengurangi ketergantungan penggunaan tepung terigu dan juga dapat
meningkatkan nilai ekonomis dari pisang batu. Selain itu diharapkan juga dapat
memberikan informasi tentang kualitas biskuit yang dibuat dari tepung pisang
batu serta dapat menunjang program ketahanan pangan khususnya dalam program
diversifikasi pengolahan dan konsumsi pangan.
B. Tujuan
Untuk mengetahui sifat organoleptik biskuit coklat yang dibuat dari
campuran tepung pisang batu dan tepung terigu.
II.
A.
TINJAUAN PUSTAKA
Biskuit
Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat. Produk ini merupakan produk kering yang memiliki
kadar air rendah. Saksono (2012) menyatakan bahwa berdasarkan data asosiasi
industri, tahun 2012 konsumsi biskuit diperkirakan meningkat 5% - 8% didorong
oleh kenaikan konsumsi domestik. Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah
produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan
penambahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan
pangan yang diizinkan.
Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik bayi hingga dewasa
namun dengan jenis yang berbeda-beda. Namun, biskuit komersial yang beredar
dipasaran memiliki kandungan gizi yang kurang seimbang. Kebanyakan biskuit
memiliki kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi, sedangkan kandungan
protein yang relatif rendah. Biskuit merupakan jenis kue kering yang dibuat dari
adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya
bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Konsumsi rata-rata kue
kering di kota besar dan pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun (Subagjo,
2007).
Secara umum bahan pembuatan biskuit adalah tepung terigu biasanya
biskuit hanya mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak
dan sedikit mengandung zat gizi lainnya seperti zat fosfor, kalsium dan zat besi.
Adanya teknologi fortifikasi diharapkan biskuit tidak lagi sekedar makanan ringan
yang mengandung zat gizi makro saja. Melalui penambahan substitusi dari
tepung-tepung lain selain tegung terigu diharapkan biskuit lebih memiliki
kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan dengan pembuatan biskuit dengan
tepung terigu saja. Pembuatan biskuit akan dilakuan penambahan dengan tepung
pisang batu.
B.
Pisang
Pisang merupakan buah klimaterik, setelah dipetik buah pisang akan
mengalami kemasakan lebih lanjut dan buah pisang akan rusak jika tertunda
penggunaanya. Oleh karena itu untuk memperoleh produk yang lebih panjang
masa simpannya dan juga meningkatkan nilai ekonomisnya buah pisang dapat
diolah menjadi tepung pisang. Tepung pisang ini kemudian digunakan sebagai
bahan substitusi untuk membuat biskuit yang biasanya dibuat dengan
menggunakan tepung terigu. Biskuit dengan bahan yang disubstitusi tepung
pisang diharapkan akan menghasilkan biskuit dengan rasa yang manis dan aroma
pisang yang khas (Anonim, 2009).
Sulistyaningnis (2009) melaporkan bahwa tanaman pisang dikelompokkan
menjadi pisang liar dan pisang budidaya. Pisang liar umumnya mempunyai
banyak biji dan belum banyak dimanfaatkan. Salah satu jenis pisang liar adalah
Musa balbisiana colla atau pisang batu. Penelitian terdahulu diketahui kadar pati
resisten pisang batu lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pisang lainnya yaitu
sebesar 39,35% (Fiani, 1994).
Pisang batu merupakan tanaman jenis pisang yang memiliki banyak biji
dalam buahnya. Pisang merupakan buah manis yang banyak diminta sebagai buah
pencuci mulut. Buah yang memiliki berbagai macam jenis ini memang
mengandung banyak sekali nutrisi yang sangat berguna bagi tubuh kita, seperti
protein, lemak, karbohidrat, vitamin, hingga beragam meneral.
Pisang batu termasuk pisang kelas rendah. Umumnya pisang ini tidak
disukai karena bijinya yang banyak, kulitnya keras, dan tebal serta buahnya tidak
dapat dimakan dalam bentuk segar. Buah pisang batu muda yang kandungan
bijinya belum berkembang sering dimanfaatkan sebagai campuran rujak. Namun
buahnya yang masak, walau tidak dapat dimakan dalam bentuk segar mempunyai
rasa yang manis dan bau yang harum (Margono, 2000). Pisang batu yang
terlampau masak di pohonnya jarang digunakan dan terkadang dibiarkan busuk
begitu saja, dan ini sangat disayangkan sekali jika tidak dimanfaatkan.
Pisang ini mempunyai nama lain pisang klutuk, pisang biji, dan pisang
bereng. Pisang batu merupakan tanaman yang dijumpai sebagai tanaman liar atau
dibudidayakan, dan diduga bahwa pisang yang umum dibudidayakan sekarang
merupakan turunan dari Musa balbisana Colla dan Musa acuminate Colla yang
banyak memiliki keanekaragaman di Muangthai, Malaysia, Indonesia, dan Papua
Nugini (Anonim, 1977). Jika merupakan tanaman budidaya biasanya tidak
diambil daging buahnya tetapi diambil bagian daunnya sebagai kemasan
pembungkus karena daunnya lebih tebal (banyak mengandung lapisan lilin)
dibandingkan daun pisang jenis lain sehingga tidak mudah sobek atau rusak ketika
digunakan (Irbiati, 2002).
Pisang batu mentah sering digunakan sebagai obat untuk mengurangi
perasaan tidak enak di perut atau dispepsia. Best et al. (1984) dalam Pramono &
Sudarsono (1995) menyatakan bahwa pisang batu mempunyai efek mencegah
timbulnya ulkus pada tikus yang kemungkinan bekerjanya melalui stimulasi
pertumbuhan mukosa gastrointestinal.
Komposisi kimia daging buah pisang batu (Musa balbisiana Colla) hingga
saat ini belum diketahui dengan pasti. Namun demikian Tjandrasari (1991) telah
mendeteksi adanya kandungan steroid dalam ekstrak etanol aktif. Hal ini juga
diperkuat oleh Santoso et al. (1991) yang juga telah mendeteksi empat senyawa
sterol dalam serbuk pisang batu yang mempunyai kemungkinan manfaat klinik
pada uji klinis pendahuluan sebagai obat gastritis. Penelitian lebih lanjut
menunjukkan bahwa suatu senyawa kimia sitoindosida IV yang diisolasi dari
Musa paradisiaca L. Dapat memberikan efek antiulkus berupa penyembuhan luka
dan resistensi mukosa lambung (Bhattacharya & Ghosal, 1987).
III.
Garam halus
Vanili cap Tjapung
Bahan-bahan kimia lain yang digunakan untuk analisis
Alat
- Pisau
- Toples berukuran 10 L
- Baskom plastic
- Oven
- Mixer
- Gilingan pemipih
- Cetakan
- Timbangan
- Loyang alumunium
- Cawan porcelain
- Tanur
- Desikator
- Labu Kjeldal
- Alat destilasi lengkap dan alat-alat lain untuk analisis
B.
Metode Penelitian
Percobaan ini dilakukan dalam RAKL dengan faktor tunggal yang terdiri
dari enam taraf formulasi tepung pisang batu dan tepung terigu dengan
perbandingan, yaitu 90 : 10 (F1), 85 : 15 (F2), 80 : 20 (F3), 75 : 25 (F4), 70 : 30
(F5) dan 65 : 35 (F6) dengan tiga kali ulangan. Data yang diperoleh diuji
kesamaan ragamnya dengan uji Bartlet dan kemenambahan data diuji dengan uji
Tuckey. Data dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam
galat. Analisis data dilanjutkan menggunakan uji BNJ pada taraf 5%.
IV.
PEMBAHASAN
Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa
berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya (Musa
acuminate, M.balbisiana, dan M. paradisiaca) menghasilkan buah konsumsi yang
dinamakan sama. Buah ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok
tersusun menjari, yang disebut sisir. Hampir semua buah pisang memiliki kulit
berwarna kuning ketika matang, meskipun beberapa yang berwarna jingga, merah,
hijau, ungu, atau bahkan hampir hitam. Buah pisang sebagai bahan pangan
merupakan sumber energi dan mineral, terutama kalium.
Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin,
mineral dan juga karbohidrat. Hampir semua jenis pisang diminati oleh
masyarakat baik itu dikonsusmsi langsung ataukah diolah terlebih dahulu. Akan
tetapi ada satu jenis pisang yang lebih banyak dihindari yakni pisang batu.
Pisang batu merupakan jenis pisang yang khas bukan karena rasanya yang
cenderung manis, tetapi karena daging buahnya dipenuhi dengan bebijian
berwarna hitam. Biji tersebut memiliki tekstur kulit yang kasar dan cangkang
yang keras. Nama pisang batu juga bersumber dari biji tersebut. Kehadiran biji
pada daging buah pisang batu ini membuat banyak orang menjauhinya sebab tentu
susah untuk menguyah pisang dengan benar. Di luar dari biji, sebenarnya daging
pisang batu memiliki rasa manis yang khas.
Oleh karena biji yang berlebih pada daging buahnya, pisang batu banyak
diajuhi orang-orang dan jarang dijadikan santapan. Di masyarakat, pisang batu
lebih populer digunakan sebagai obat sariawan, bahan pakan burung, bahan pakan
ternak, dan peruntukan lainnya. Sebagai bahan makanan, di Jawa Timur pisang
batu yang masih muda sering kali dipakai sebagai salah satu bumbu penyedap
masakan rujak uleg karena rasa sepetnya yang khas.
penggunaan
tepung
diharapkan
dapat
Warna
Reaksi Maillard adalah reaksi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi
dengan gugus amina primer. Hasilnya berupa produk berwarna cokelat yang
sering dikehendaki. Namun kadang-kadang malah menjadi pertanda penurunan
mutu. Reaksi maillard yang dikehendaki misalnya pada pemanggangan daging,
roti, menggoreng ubi jalar, singkong, dll. Reaksi Maillard yang tidak dikehendaki
misalnya pada pengeringan susu, telur. Gugus amino primer biasanya terdapat
pada bahan awal berupa asam amino. Reaksi Maillard berlangsung melalui tahap
berikut:
1. Aldosa (gula pereduksi) bereaksi dengan asam amino atau dengan
gugus amino dari protein sehingga dihasilkan basa Schiff.
2. Perubahan terjadi menurut reaksi amadori sehingga menjadi amino
ketosa.
3. Hasil reaksi amadori mengalami dehidrasi membentuk furfural dehida
dari pentosa atau hidroksil metil furfural dari heksosa.
4. Proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan produk antara berupa
metil-dikarbonil yang diikuti penguraian menghasilkan reduktor dan
dikarboksil seperti metilglioksal, asetot, dan diasetil.
5. Aldehida-aldehida aktif dari 3 dan 4 terpolimerisasi
tanpa
Kerenyahan
Shortening mempengaruhi pengkerutan dan keempukan terhadap produk
dan
keempukan,
memperbaiki
aerasi
sehingga
produk
bisa
Telur yang digunakan dalam pembuatan adonan biskuit adalah telur segar
yang sebelumnya dilakukan pemisahan antara putih dan kuning telur. Telur yang
digunakan dalam pembuatan adonan biskuit hanya bagian kuningnya saja karena
mengandung lesitin yang mempunyai daya pengemulsi dan dapat memberikan cita
rasa, sedangkan bagian putih telur digunakan sebagai bahan dalam pembuatan
krim untuk biskuit jenis bunga gem (Winarno, 1991).
Selain digunakan kuning telur untuk keperluan sebagai pengemulsi juga
digunakan lesitin yang berasal dari kedelai. Hal tersebut dilakukan karena daya
simpan dari telur sendiri tidak terlalu lama serta ketersediaan telur juga terbatas
sehingga digunakan pula lesitin yang berasal dari kedelai (Winarno, 1991).
sebagian besar berasal dari margarin. Hal ini menyebabkan menurunnya efek
shortening pada adonan karena kurangnya lemak yang dibutuhkan oleh
adonan untuk memberikan efek shortening sehingga adonan yang dihasilkan
untuk masing-masing formulasi memiliki tingkat kekerasan atau kekalisan
yang
berbeda-beda.
Oleh
karena
itu
tingkat kerenyahan
biskuit
yang
dihasilkan akan semakin keras seiring dengan penurunan efek shortening dan
peningkatan penggunaan tepung pisang batu.
Selain itu, penggunaan telur yang hanya sebesar 11% dari total bahan
yang digunakan juga tidak mampu meningkatkan tekstur biskuit, karena
menurut Matz dan Matz (1978), telur dapat melembutkan tekstur biskuit
dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat
dalam
kuning
telur
dan
pembentukan adonan yang kompak karena adanya daya ikat dari putih telur.
Selain itu lesitin dalam adonan biskuit dapat menambah efek shortening dari
lemak sehingga peningkatan penggunaan telur dapat memperbaiki tekstur
biskuit yang dihasilkan.
c.
d.
Penerimaan Keseluruhan
Penerimaan keseluruhan merupakan parameter yang dinilai panelis
dan
kerenyahan
merupakan
parameter yang
skor
e.
Potensi Komersialisasi
Penilaian potensi komersialisasi dilakukan setelah panelis menilai
panelis
terhadap
juga
uji organoleptik
yang
meliputi
warna,
yaitu
berwarna coklat, bertekstur agak renyah, dan memiliki rasa agak manis.
Penerimaan keseluruhan untuk formulasi F2 (85:15) adalah agak suka dan
menurut
panelis
biskuit
F2
komersialisasi.
g.
agak
Uji duo trio dilakukan oleh 20 orang panelis semi terlatih. Biskuit berkode
sampel 375 adalah biskuit yang sama dengan R atau biskuit
kontrolnya,
sedangkan biskuit berkode 029 adalah biskuit tepung pisang batu (F2).
Menurut Meilgaard et al. (2007), uji pembedaan duo trio dengan 20 orang
panelis harus memiliki penilaian benar minimal 15 orang panelis pada =
0,05.
Tabel 15 menunjukkan bahwa sebanyak 17 panelis menjawab benar
bahwa warna biskuit F2 berbeda dengan biskuit R dan 3 panelis menjawab
salah. Sebanyak 15 panelis menjawab benar bahwa rasa dan tekstur biskuit
F2 berbeda dengan biskuit R dan 5 panelis menjawab salah Hal ini
menunjukkan bahwa biskuit dengan penggunaan tepung pisang batu sebanyak
85% dari total tepung yang digunakan (F2) berbeda dengan biskuit kontrolnya
(R) yang terbuat dari 100% tepung terigu baik dari segi warna, rasa atau
tekstur.
h.
Analisis Proksimat
Analisis
proksimat
adalah
suatu
metoda
analisis
kimia
untuk
memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama
pada standar zat makanan yang seharusnya terkandung di dalamnya.
Hasil analisis proksimat biskuit formulasi tepung pisang batu dan
tepung terigu dengan perbandingan 85:15 (F2)dapat dilihat pada Tabel 9.
1.
Kadar Air
Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan
fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan
komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi
penampakannya, tekstur, serta cita rasa makanan kita, bahkan dalam bahan
makanan kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian
terkandung air dalam jumlah tertentu (Winarno, 1989).
Di dalam bahan pangan terdapat air dalam bentuk (1) Air Bebas, yaitu air
yang berada di permukaan benda padat dan sifatnya mudah diuapkan, (2) Air
terikat, yaitu air yang terikat secara fisik menurut sistem kapiler atau air absorpsi
karena adanya tenaga penyerapan, (3) Air terikat secara kimia, yaitu air yang
berada dalam bahan dalam bentuk air kristal dan air yang terikat dalam system
dispersi koloid. Peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti misalnya aktivitas enzim,
aktivitas mikroba, dan aktivitas kimiawi, yaitu terjadinya ketengikan, dan reaksireaksi nonenzimatis, sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik,
penampakan, tekstur dan citarasa serta nilai gizinya. Cara mencegah pertumbuhan
mikroba dapat dilakukan dengan cara mengganggu lingkungan hidupnya, dengan
cara mengubah suhu, kadar air substrat (aw), pH, kadar oksigen, komposisi
substrat, serta penggunaan bahan pengawet anti mikroba (Muchtadi, 2003).
Di dalam analisis bahan pangan, biasanya kadar air bahan dinyatakan
dalam persen berat kering. Hal ini disebabkan perhitungan berdasarkan berat
basah mempunyai kelemahan yaitu berat basah bahan selalu berubah-ubah setiap
saat, sedangkan berat bahan kering selalu tetap.
Biskuit yang dibuat dari tepung pisang batu dan tepung terigu dengan
perbandingan 85:15 (F2) mempunyai kadar air sebesar 1,42%.
Hal ini
berarti kadar air biskuit F2 telah memenuhi syarat mutu SNI biskuit, yaitu
maksimal 5%.
Kadar
air
pada
biskuit merupakan
karakteristik
yang
akan
2.
Kadar Abu
Abu adalah zat organic sisa hasil pembakaran suatu bahan organic.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macan bahan dan cara
pengabuanya.
Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang
terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua
macam garam yaitu garam organic dan garam anorganik. Yang termasuk dalam
garam organic misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat.
Sedngkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat,
klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral
berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan
ditentukan jumlah mineralnya dalambentuk aslinya sangatlah sulit, oleh karena itu
biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral
tersebut, yang dikenal dengan pengabuan.
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan sebagai
berikut:
a. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses penggolahan.
b. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan.
c. Untuk memperkirakann kandungan buah yang digunakan untuk membuat
jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau
membedakan fruit uinegar (asli) atau sintesis.
d. Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kandungan abu
yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir
atau kotoran lain.
Penentuan kadar abu adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu
yang tinggi, yaitu sekitar 500-600C dan melakukan penimbangan zat yang
tinggal setelah proses pembakaran tersebut. Lama pengabuan tiap bahan berbeda
beda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dilakukan pada alat pengabuan yaitu
tanur yang dapat diatur suhunya. Pengabuan diangap selesai apa bila diperoleh
sisa pembakaran yang umumnya bewarna putih abu-abu dan beratnya konstan
dengan selang waktu 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam
keadan dingin,untuk itu krus yang berisi abu diambil dari dalam tanur harus lebih
dahulu dimasukan ke dalam oven bersuhu 105C agar suhunya turun
menyesuaikan degan suhu didalam oven,barulah dimasukkan kedalam desikator
Kadar Lemak
Biskuit yang dibuat dari formulasi tepung pisang batu dan tepung terigu
4.
Kadar Protein
Biskuit yang dibuat dari formulasi tepung pisang batu dan tepung terigu
gugus
amino
dengan
gula
5.
batu dan tepung terigu dengan perbandingan 85:15 (F2) dilakukan dengan
menggunakan metode by difference. kadar karbohidrat biskuit F2 adalah
69,64%. Nilai ini sedikit berada di bawah batas minimum SNI biskuit yang
adalah
70%.
Kadar
sumber
kalori
utama
bagi manusia.
gula darah dari karbohidrat yang tersedia pada suatu pangan atau secara sederhana
dapat dikatakan sebagai tingkatan atau rangking pangan menurut efeknya terhadap
kadar glukosa darah.
Hasil analisis gikemik indeks (GI) biskuit yang dibuat dari tepung
pisang batu dan tepung terigu dengan perbandingan 85:15 (F2) menghasilkan
kadar gikemik indeks sebesar 21,06%. Glikemik indeks (GI) merupakan
indeks atau tingkatan pangan menurut efeknya dalam meningkatkan kadar gula
darah dalam tubuh.
Nilai glikemik indeks dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tinggi jika
nilai GI (70-100), menengah (55-69), dan rendah ( <55) (Miller et al., 1996). Hal
ini mengindikasikan bahwa biskuit F2 termasuk pangan yang memiliki nilai
glikemik indeks rendah (<55). Menurut Widowati
(2007),
pangan yang
(GI) rendah
memiliki
nilai
glikemik
indeks
mengkonsumsi
membuat
peningkatan kadar gula dalam darah berlangsung lambat dan kenaikan gula
darahnya rendah. Hal ini akan cocok bagi penderita diabetes melitus yang
membutuhkan makanan dengan daya cerna yang lambat, yaitu yang memiliki
nilai glikemik indeks (GI) rendah.
Oleh karena itu, biskuit formulasi tepung pisang batu dan tepung terigu
ini
mempunyai
potensi
untuk dikembangkan
sebagai
makanan
yang
tepung terigu dengan perbandingan 85:15 (F2) dapat dilihat pada Tabel 10.
oleh
enzim
dalam
lambung
dan usus
kecil
Total Fenol
Hasil analisis total fenol biskuit F2, tepung pisang batu dan biskuit
berbahan baku 100% tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 11.
suhu 600C dapat menurunkan kandungan beberapa jenis senyawa fenol secara
nyata (Subeki, 1998).
V.
KESIMPULAN
Hasil uji organoleptik biskuit dengan formulasi tepung pisang batu dan
tepung terigu perbandingan 90:10 (F1), 85:15 (F2), 80:20 (F3), 75:25 (F4), 70:30
(F5), dan 65:35 (F6) berbeda nyata pada tekstur, warna, penerimaan keseluruhan,
potensi komersialisasi, dan tidak berbeda nyata pada rasa. Biskuit formulasi 85:15
(F2) ditetapkan sebagai perlakuan terbaik berdasarkan nilai organoleptik yang
dihasilkan dan optimalisasi pemanfaatan tepung pisang batu dengan karakteristik
berwarna coklat, bertekstur agak renyah, memiliki rasa agak manis, agak disukai
panelis dan agak potensial untuk dikembangkan. Hasil analisis proksimat biskuit
formulasi 85:15 (F2) adalah kadar air 1,4%, kadar abu 2,6%, kadar lemak 20,7%,
kadar protein 5,7%, kadar karbohidrat 69,6%, glikemik indeks (GI) 21,1%, serat
pangan total 32,3% dan total fenol 2,8 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymousa. 2002. http://food product design.com /archive/20000506 cs htm.
Diakses tanggal 20 September 2014.
TUGAS TERSTRUKTUR
TEKNOLOGI PRODUK BAKERY
Disusun oleh :
Fika Puspita
A1M102001
Dwi Apriyanti K
A1M012002
Fitri Wulandari
A1M012003
Rizki Mawarny
A1M012004
Tiffany Gumilang W
A1M012005