UMBI-UMBIAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PADI (Oryza sativa L.) MENJADI BERAS
DAN PENGEMBANGAN PRODUK OLAHANNYA
Kelompok 6:
Nova Nurfauziawati
240210100003
Fitria Imandha
240210100004
240210100005
Lia Choirunnisa
240210100010
Rahma Sofianisa
240210100016
Amila Khairina
240210100018
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Teknologi Pengolahan Padi (Oryza sativa L.) dan Produk Olahan
sekundernya . Makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam
mata kuliah Teknologi Pengolahan Serealia, Kacang-Kacangan, dan UmbiUmbian.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Marleen Herudiyanto, M.S
selaku dosen Teknologi Pengolahan Serealia, Kacang-Kacangan, dan UmbiUmbian yang telah memberikan saran - saran untuk keberhasilan penulisan
makalah ini serta kepada rekan - rekan yang telah membantu dalam penulisan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan sehingga sangat diperlukan kritik dan saran dari pembaca untuk
menyempurnakan informasi yang ada di dalamnya.
Jatinangor, Desember 2012
Penulis
I.
PENDAHULUAN
Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu jenis dari marga Oryza, yang
II.
kulit luar (sekam), 4-5% kulit ari, 12-14% katul, 65-67% endosperm dan 2-3%
lembaga. Sekam membentuk jaringan keras sebagai perisai pelindung bagi butir
beras terhadap pengaruh luar. Kulit ari bersifat kedap terhadap oksigen, CO2 dan
uap air, sehingga dapat melindungi butir beras dari kerusakan oksidasi dan
enzimatis. Lapisan katul merupakan lapisan yang paling banyak mengandung
vitamin B1. Selain itu katul juga mengandung protein, lemak, vitamin B2 dan
niasin. Endosperm merupakan bagian utama dari butir beras. Komposisi utamanya
adalah pati. Selain pati, endosperm juga mengandung protein dalam jumlah cukup
banyak, serta selulosa, mineral dan vitamin dalam jumlah kecil. Sekam
merupakan 15-30% bagian gabah. Fungsi sekam antara lain melindungi kariopsis
dari kerusakan, serangan serangga dan serangan kapang.
Sekam terdiri dari palea dan lemma. Struktur palea/lemma yaitu epidermis
luar, sklerenimia (mengandung lignin), parenkimia, dan epidermis dalam. Dalam
standarisasi mutu, dikenal empat tipe ukuran beras, yaitu sangat panjang (lebih
dari 7 mm), panjang (6-7 mm), sedang (5.0-5.9 mm), dan pendek (kurang dari 5
mm). Sedangkan berdasarkan bentuknya (perbandingan antara panjang dan lebar),
beras dapat dibagi menjadi empat tipe, yaitu : lonjong (lebih dari 3), sedang (s.43.0), agak bulat (2.0-2.39) dan bulat (kurang dari 2). Tinggi rendahnya mutu beras
tergantung kepada beberapa factor,
yaitu spesies dan varietas, kondisi lingkungan,
Padi hasil Panen
waktu pertumbuhan, waktu dan cara pemanenan, metode pengeringan, dan cara
penyimpanan.
Penggabahan
Kotoran, benda
asing Pengeringan
(3%)
pengeringan dengan sinar matahari untuk menghasilkan beras kepala.
sortasi
surya tidak cocok untuk gabah biasa. Pengeringan surya ini sangat mahal biasanya
milling
)
sekam (20%)
untuk padi bulu yang nilaiPenggilingan
ekonominya(rice
tinggi.
Berikut
ini merupakan
diagram
proses pengolahan padi menjadi beras :
Beras pecah kulit(77%)
Penyosohan
Bekatul (10%)
Menir
(2%)
Beras kepala
(52%)
Beras
patah(13%
adalah usaha untuk memisahkan kulit gabah (sekam) dan dedak dari butir gabah
untuk diolah menjadi beras sosoh (polish rice). Selama penanganan proses
pascapanen berlangsung terjadi penyusutan hasil padi. Besarnya penyusutan
tergantung penanganan petani dari mulai panen sampai pengangkutan/penjualan.
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1996, menyimpulkan bahwa tingkat kehilangan
hasil panen padi di Indonesia masih cukup tinggi yaitu sebesar 20.42%.
Kehilangan tersebut secara terinci terjadi pada saat panen (9.5%), perontokan
(4.8%), penggilingan (2.2%), pengeringan (2.1%), penyimpanan (1.6%), dan
pengangkutan (0.2%) (Rachmat, 2007).
Kualitas fisik gabah ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah
(Patiwiri, 2006). Yang dimaksud dengan kadar air gabah adalah jumlah
kandungan air dalam butiran gabah yang biasanya dinyatakan dalam satuan persen
(%) dari berat basah (wet basis). Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan
persentase barat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin
banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka
tingkat kemurnian gabah makin rendah. Kualitas gabah yang baik akan
berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Rendemen giling adalah persentase
berat beras sosoh terhadap berat gabah yang digiling seperti ditunjukan pada
persamaan 1.
Berat sosoh yang dimaksud adalah gabungan beras kepala, dan beras patah
besar. Selain dipengaruhi oleh kualitas gabah, rendemen giling juga dipengaruhi
oleh varietas padi dan kinerja mesin-mesin yang dipakai dalam proses
penggilingan. Kadar air gabah yang optimal untuk melakukan penggilingan
adalah 13-15% (Patiwiri, 2006). Gabah pada kadar air optimum ini disebut gabah
kering giling (GKG). Pada kadar air yang lebih tinggi, gabah akan sulit dikupas,
sedangkan pada kadar air yang lebih rendah, butiran gabah menjadi mudah patah.
Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak bernas seperti
butir hampa, muda, berkapur, gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit),
gabah patah, dan benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah, seperti
apabila varietas-varietas
yang
tercampur
tersebut memerlukan
beras sosoh yang berisikan campuran beberapa varietas dapat mengurangi selera
konsumen serta membuka peluang persentase beras patah lebih banyak.
d. Kerusakan Gabah
Gabah rusak dapat berupa gabah yang terfermentasi, gabah berjamur, atau
gabah yang terserang serangga. Gabah dapat mengalami fermentasi apabila
mengalami kontak dengan air dalam waktu cukup lama. Kontak dengan air juga
dapat mengundang tumbuhnya jamur pada gabah yang ditandai dengan adanya
warna kehitaman pada permukaan gabah.
Tabel 1. Klasifikasi beras menurut FAO
Dalam standarisasi mutu, dikenal empat tipe ukuran beras, yaitu sangat
panjang (lebih dari 7 mm), panjang (6-7 mm), sedang (5.0-5.9 mm), dan pendek
(kurang dari 5 mm). Sedangkan berdasarkan bentuknya (perbandingan antara
panjang dan lebar), beras dapat dibagi menjadi empat tipe, yaitu : lonjong (lebih
dari 3), sedang (s.4-3.0), agak bulat (2.0-2.39) dan bulat (kurang dari 2).
Tinggi rendahnya mutu beras tergantung kepada beberapa factor, yaitu
spesies dan varietas, kondisi lingkungan, waktu pertumbuhan, waktu dan cara
pemanenan, metode pengeringan, dan cara penyimpanan. Persyaratan mutu beras
yang ditetapkan oleh Bulog (1983) dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3. Persyaratan beras untuk pengadaan dalam negeri
Jumlah
12.9
6.8
0,6
77,8
1,4
0,5
1461 kJ atau 344 KKal
Penggabahan
Penggabahan atau perontokan adalah perlakuan pemisahan butir padi
berupa gabah dari tangkai atau malai, secara umumnya sering dinamakan
perontokan. Cara penggabahan antara lain diinjak-injak, dipukulkan, ditumbuk,
menggunakan pedal thresner dan mesin perontok. Keuntungan cara penggabahan
diinjak-injak
adalah
kerusakan
fisik
kecil
dan
kemungkinan
Pengeringan
Proses pengeringan yang dilakukan adalah pengeringan gabah dengan cara
pengeringan dengan cara tersebut membutuhkan waktu yang relatif lama yaitu
sekitar 2 hari. Pengeringan gabah adalah suatu perlakuan yang bertujuan
menurunkan kadar air sehingga gabah dapat disimpan lama, daya kecambah dapat
dipertahankan, mutu gabah dapat dijaga agar tetap baik (tidak kuning, tidak
berkecambah dan tidak berjamur), memudahkan proses penggilingan dan untuk
meningkatkan
rendemen
serta menghasilkan
beras
gilingan yang
baik
(Damardjati, 1978).
Kadar air pada gabah yang diinginkan setelah dilakukan pengeringan
adalah menjadi 12-14%. Pengeringan harus sesegera mungkin dimulai sejak saat
dipanen. Apabila pengeringan tidak dapat dilangsungkan, maka usahakan agar
gabah yang masih basah tidak ditumpuk tetapi ditebarkan untuk menghindarkan
dari kemungkinan terjadinya proses fermentasi. Pengeringan akan semakin cepat
apabila ada pemanasan, perluasan permukaan gabah padi dan aliran udara.
Proses pengeringan gabah ini merupakan salah satu titik krisis dalam
proses pengolahan dari gabah kering panen menjadi beras, hal ini disebabkan
karena banyak faktor yang dapat menyebabkan hasil gabah yang dikeringkan
kurang baik. Kerusakan gabah dapat terjadi karena beberapa sebab antara lain
adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
terlalu kering akan mudah pecah saat digiling. Sedangkan dalam kondisi yang
masih terlalu basah disamping sulit untuk digiling juga kurang baik ditinjau dari
segi penyimpanannya karena akan gampang terserang hama gudang, cendawan
dan jamur (Strumillo and Kudra, 1986).
2.3
Penggilingan
Penggilingan beras berfungsi untuk menghilangkan sekam dari bijinya dan
lapisan aleuron, sebagian maupun seluruhnya agar menghasilkan beras yang putih
serta beras pecah sekecil mungkin. Butiran padi yang memiliki bagian-bagian
yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan.
Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan satu demi satu
sampai akhirnya didapatkan beras yang dapat dikonsumsi yang disebut dengan
beras sosoh atau beras putih. Beras sosoh merupakan hasil utama proses
penggilingan padi. Beras sosoh adalah gabungan beras kepala dan beras patah
besar. Beras patah kecil atau menir sering disebut sebagai hasil samping karena
tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti halnya beras kepala dan beras patah besar.
Mutu beras giling dikatakan baik jika hasil proses penggilingan diperoleh
beras kepala yang banyak dengan beras patah minimal. Mutu giling ini juga
ditentukan dengan banyaknya beras putih atau rendemen yang dihasilkan. Mutu
giling ini sangat erat kaitannya dengan nilai ekonomis dari beras. Salah satu
kendala dalam produksi beras adalah banyaknya beras pecah sewaktu digiling.
Hal ini dapat menyebabkan mutu beras menurun (Allidawati dan Kustianto,1989).
Menurut Nugraha et al.(1998), nilai rendemen beras giling dipengaruhi
oleh banyak faktor yang terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah
faktor yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya terhadap mutu gabah
sebagai bahan baku dalam proses penggilingan yang meliputi varietas, teknik
budidaya, cekamaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok kedua
merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses konversi gabah
menjadi beras, yaitu teknik penggilingan dan alat penggilingan. Kelompok ketiga
menunjukkan kualitas beras terutama derajat sosoh yang diinginkan, karena
semakin tinggi derajat sosoh maka rendemen akan semakin rendah.
Susut mutu dari suatu hasil giling dapat diidentifikasikan dalam nilai
derajat sosoh serta ukuran dan sifat butir padi yang dihasilkan. Umumnya semakin
beberapa
buah
mesin.
Kelengkapan
rangkaian
mesin
akan
penyosohan tidak akan berfungsi baik apabila beras pecah kulit masih bercampur
sekam. Disamping itu, tanpa pemisahan sekam persentase beras patah pada
penyosohan akan lebih tinggi dan kualitas beras sosoh akan menjadi rendah.
Mesin yang digunakan untuk pemisahan ini disebut husk aspirator atau aspirator.
Prinsip pemisahan sekam sangat sederhana, yaitu memisahkan sekam dari
beras pecah kulit dan gabah utuh berdasarkan perbedaan berat jenisnya. Pada
umumnya mesin pemisah sekam dilengkapi dengan kipas yang berfungsi
mengisap sekam dan debu. Beras pecah kulit dan gabah akan tetap mengalir ke
bawah karena tidak terisap oleh kipas akibat gaya beratnya.
c.
campuran beras pecah kulit dan gabah yang masih utuh. Beras pecah kulit dan
gabah utuh harus dipisahkan karena memerlukan penanganan yang berbeda. Beras
pecah kulit akan diteruskan ke mesin penyosoh, sedangkan gabah utuh akan
dikirim kembali ke mesin pemecah kulit. Mesin yang digunakan adalah paddy
separator atau separator. Semakin tinggi effiensi mesin pemecah kulit maka
semakin tinggi jumlah beras pecah kulit yang dihasilkan dan semakin rendah
jumlah gabah utuh yang tidak terkelupas (Partiwi, 2006).
2.3.1
berfungsi melakukan proses giling gabah, yaitu dari bentuk gabah kering giling
sampai menjadi beras siap dikonsumsi (Patiwiri, 2006). Sistem penggilingan padi
yang dikenal di Indonesia biasa disebut pabrik penggilingan padi. Pada umumnya
system penggilingan padi terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu husker, separator,
dan polisher. Bagian lainnya hanya merupakan pendukung agar dapat
memperoleh hasil akhir yang lebih baik. Berdasarkan tingkat teknologi,
penggilingan padi dapat dikelompokan menjadi lima, yaitu:
a.
berfungsi sebagai mesin pengolah gabah menjadi beras, baik merupakan satu unit
tersendiri maupun merupakan gabungan dari beberapa mesin dimana proses satu
dengan yang lain dihubungkan oleh proses pemindahan bahan dengan
merupakan gabungan dari beberapa mesin menjadi kesatuan utuh yang berfungsi
sebagai pengolah gabah menjadi beras dengan kapasitas lebih kecil dari dua ton
gabah kering giling per jam. System penggilingan padi kecil dapat dikelompokan
menjadi dua, yaitu tipe sederhana dan tipe lengkap. Tipe sederhana umumnya
hanya melalui proses pemecahan kulit secara sederhana dan proses pemutihan
beras, sedangkan tipe lengkap terdapat proses pembersihan gabah, proses
pemecahan kulit gabah, proses pemisahan kulit gabah dengan gabah pecah kulit,
dan proses pemutihan beras pecah kulit, serta pemindahan bahan antar mesin
menggunakan elevator.
c.
merupakan gabungan dari beberapa mesin menjadi suatu kesatuan utuh yang
berfungsi sebagai pengolah gabah menjadi beras dengan kapasitas lebih besar dari
dua ton gabah kering giling per jam. Sistem penggilingan ini minimum harus
melalui empat proses utama, yaitu proses pembersihan gabah, proses pemecahan
kulit gabah, proses pemisahan kulit gabah dengan gabah pecah kulit, dan proses
pemutihan beras pecah kulit secara berulang dua sampai empat kali. Bahkan
umumnya penggilingan padi besar dilengkapi dengan peralatan tambahan berupa
elevator, pemisah batu (destoner), pemisah menir (sifter), pengelompokan kualitas
beras (grader), bek penampungan beras berdasarkan tingkat kepatahan,
pengepakan dan siklon sebagai tempat penampungan bekatul.
d.
Country Elevator
Penyosohan
Beras pecah kulit yang dihasilkan pada proses pemecahan kulit (husking)
oleh sekam. Bekatul padi dapat dilihat pada beras yang diperoleh dari
penumbukan. Untuk mendapatkan hasil yang baik, proses ini biasanya dilakukan
beberapa kali, tergantung pada kualitas beras sosoh yang diinginkan. Makin sering
proses penyosohan dilakukan, atau makin banyak mesin penyosoh yang dilalui,
maka beras sosoh yang dihasilkan makin putih dan beras patah yang dihasilkan
makin banyak. Setelah beras disosoh menjadi berwarna putih, selanjutnya beras
dapat digosok lagi dengan sedikit tambahan uap air agar memiliki permukaan
halus dan warna mengkilap.
Beras pecah kulit yang seluruh atau sebagian dari kulit arinya telah
dipisahkan dalam proses penyosohan, disebut beras giling (milled rice). Pada
umumnya alat penyosoh yang banyak dijumpai pada penggilingan beras adalah
tipe batu penyosoh (aberasiv) dan tipe gesekan (friction). Beras pecah kulit
disosoh 2 kali. Proses penyosohan berjalan baik bila rendemen beras yang
dihasilkan sama atau lebih dari 65% dan derajat sosoh sama atau lebih dari 95%.
Ada 3 jenis preferensi konsumen terhadap beras sosoh, yaitu beras bening, beras
putih dan beras mengkilap. Pembuatan beras dengan penampakan bening
menggunakan alat penyosoh tipe friksi, untuk beras putih menggunakan alat
penyosoh tipe abrasive dan untuk beras megkilap menggunakan alat penyosoh
sistem pengkabutan.
2.5
Beras
Beras adalah bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam. Pada
salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah ditumbuk dengan lesung atau
digiling sehingga bagian luarnya (kulit gabah) terlepas dari isinya. Bagian isi
inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau bahkan hitam, yang disebut
beras. Beras umumnya tumbuh sebagai tanaman tahunan. Beras yang dapat
dimakan berukuran panjang 5 - 12 mm dan tebal 2 - 3 mm.
Secara umum mutu beras dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu
mutu giling, mutu rasa dan mutu tunak, mutu gizi, dan standar spesifik untuk
penampakan dan kemurnian biji (misalnya besar, bentuk dan kebeningan beras).
III.
3.1
kepada bayi (> 6 bulan) sebagai medium pemenuhan gizi yang semakin
meningkat selama masa tumbuh kembang selain pemberian ASI. Beras
air
merupakan
sumber karbohidrat
penting dalam pembuatan makanan bayi. Pada
Pencampuran
pembuatan makanan bayi ini juga ditambahkan susu skim dan tepung ikan sebagai
Pemasakannabati
bubur (t=
20-30 menit)
sumber protein serta minyak
sebagai
sumber lemak.
( makanan bayi adalah mudah direkontruksi
Sifat yang diinginkan dari
dan diterima oleh bayi. Konsistensi makanan bayi tidak boleh terlalu encer atau
Pengeringan
(drum
dryer) sampai
3%
kental sehingga
cukup silinder
lembek
untuk
ditelank.a bayi
dengan mudah tetapi tidak
: 120-140C,
t = 2-3 menit)
terlalu encer. Tahapan (T
proses
pembuatan
makanan bayi adalah sbb :
Pengemasan
3.3
maka menjadi gelap. Bihun yang baik adalah yang penampakannya panjang dan
tidak mudah putus, berwarna putih lebih disukai, tidak mudah menempel/lengket,
stabil (teta lembut). Ciri-ciri lain bihun yang baik adalah jika dimasak berwarna,
tidak lengket, mampu mempertahankan bentuknya dan tidak banyak pati yang
keluar pada air pemasaknya.
1. Pada pembuatan bihun instan, digunakan air kan-sui (air obat) yang
ditambahkan ke dalam adonan tepung, sebelum adonan tersebut mengalami
proses pemasakan tahap pertama.
2. Pemasakan tahap pertama dilakukan lebih lama dibandingkan pada
pembuatan bihun biasa agar sekitar 80% pati yang ada menjadi matang.
Kalau pada pembuatan bihun biasa waktu pemasakannya sekitar 1 jam maka
pada bihun instan waktunya menjadi lebih lama, sekitar 1,5 jam (tergantung
juga pada jumlah adonan yang dimasak).
3. Pencetakan bihun dengan ekstruder dilakukan dengan ukuran cetakan yang
lebih kecil dibandingkan bihun biasa sehingga dihasilkan bihun yang lebih
halus dan lembut. Ukuran yang lebih halus ini menyebabkan luas permukaan
bihun menjadi bertambah sehingga lebih mudah menyerap air pada saat
dimasak. Inilah yang menyebabkan bihun instan lebih cepat matang
dibandingkan bihun biasa.
4. Pemasakan tahap kedua juga dilakukan dengan waktu yang lebih lama agar
100% pati menjadi matang (pati tergelatinisasi sempurna). Pemasakan tahap
kedua bisa dilakukan sampai 2 jam, tergantung jumlah bahannya. Oleh karena
pati bihun telah matang sempurna maka proses pemasakan bihun instan tentu
saja menjadi lebih cepat dibandingkan bihun biasa.
3.3
Parboiled Rice
Beras pratanak atau yang biasa disebut parboiling rice adalah proses
perendaman padi dalam air dingin dan kemudian ke dalam air panas (atau dalam
uap pada tekanan rendah) yang mungkin berasal dari India sekitar 2000 tahun
yang lalu (Grist 1975) atau proses pemberian air dan uap panas terhadap gabah
sebelum gabah tersebut dikeringkan (Haryadi 2006). Tujuan dari pratanak adalah
untuk menghindari kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi
maupun rendemen yang dihasilkan. Kelebihan lain dari proses pratanak menurut
Hasbullah (2011) berarti juga melakukan proses sterilisasi gabah setelah dipanen,
yang mungkin mengandung kotoran dan telur serangga yang terinvestasi di
dalamnya.
Pada zaman dahulu proses ini dilakukan guna mendapatkan kondisi gabah
yang lebih mudah dikupas sekamnya. Sedangkan perubahan sifat lainnya pada
hasil akhir dianggap merupakan suatu penyimpangan yang tidak berarti. Setelah
penggilingan secara mekanis dikembangkan, maka proses parboiling ini
bukannya tetap statis, tetapi berkembang di dalam aspek ekonomi, nutrisi dan
praktisnya dalam rangka memodifikasi hasil berasnya (Tjiptadi dan Nasution
1985). Kandungan gizi beras pratanak mencapai 80% mirip dengan beras tanpa
sosoh (brown rice).
Menurut Nurhaeni (1980), peningkatan nilai gizi pada beras pratanak
disebabkan oleh proses difusi dan panas yang melekatkan vitamin-vitamin dan
nutrien lainnya dalam endosperm, serta derajat sosoh beras yang rendah akibat
mengerasnya lapisan aleuron yang mengakibatkan sedikitnya bekatul dan nutrien
yang hilang. Nutrisi yang terkandung dalam beras pratanak, utamanya seperti
tiamin meningkat sehingga menyebabkan beras pratanak ini memiliki kandungan
vitamin B yang lebih tinggi dibandingkan beras biasa.
Bahan yang diperlukan dalam pengolahan beras pratanak adalah gabah dan
air bersih sedangkan peralatan yang akan digunakan adalah unit pengolahan beras
pratanak (drum perendaman, burner, tangki pengukusan dan steam boiler).
Setelah semua bahan dan peralatan yang dibutuhkan telah disiapkan langkah kerja
pertama yang dilakukan adalah pembersihan gabah. Gabah hasil panen petani
biasanya masih bercampur dengan jerami, gabah hampa dan kotoran lainnya
sehingga perlu dilakukan pembersihan.
Pembersihan gabah dapat menggunakan mesin precleaner. Setelah gabah
tersebut bersih, gabah ditimbang dan disiapkan sebanyak 45 kg. Sementara itu
drum untuk perendaman disiapkan dengan diisi air sesuai perbandingan antara
gabah dan air yaitu 1:3. Air di dalam drum kemudian dipanaskan selama kurang
lebih 4 jam menggunakan burner hingga suhu air mencapai 70 oC. Setelah air
tersebut panas, burner dimatikan dan gabah dimasukkan ke dalam drum
perendaman. Gabah kemudian direndam selama 4 jam dengan suhu 605 oC.
Setelah
proses
perendaman
selesai,
gabah
selanjutnya
dikukus
benda
kadar air giling yaitu 13-14%.
celaner) Gabah yang telah mencapai GKG tersebut
asing
seperti padaPerendaman
Gambar 4 berikut
(suhu :605 oC , t = 4 jam,
perbandingan Gabah : air = 1 : 3)
penirisan
Air kotor
Pengukusan (suhu 80 oC , t = 20
menit)
Pengeringan (hingga k.a. 13-14%)
Kotoran, benda
asing
sekam (20%)
Penyosohan
Bekatul (10%)
Menir (2%)
Beras kepala
Beras
energi
matahari
secara
langsung
(sun
drying)
ataupun
menggunakan alat pengering yang telah ada. Pengeringan terhadap padi yang
telah direndam dan dikukus harus dilakukan dengan segera untuk menghindari
pertumbuhan jamur dan terjadinya fermentasi. Pengeringan ini merupakan tahap
akhir dalam pengolahan padi secara pratanak (parboiling rice).
Penundaan pengeringan yang dilakukan terhadap padi pratanak akan
mengakibatkan proses gelatinisasi terus berlangsung serta akan mengakibatkan
butir padi menjadi berwarna gelap akibat terlalu lama dibiarkan di udara terbuka.
Penundaan pengeringan juga akan mengakibatkan pertumbuhan jamur dan
kapang. Walaupun gabah tersebut telah steril akan tetapi kadar air gabah yang
tinggi tersebut sangat sesuai bagi perkembangan mikroorganisme tersebut.
5. Penggilingan (milling)
Beras Instan
Nasi yang dimasak dari beras biasa memerlukan waktu pemasakan 20-30
menit sampai tingkat kematangan yang dapat diterima. Bila ditambah proses
sebelumnya yang meliputi perendaman, pencucian dan pengukusan memerlukan
waktu total sekitar 1 jam. Persiapan nasi yang begitu lama untuk golongan
masyarakat tertentu, terutama yang sibuk, menjadi penghambat utama sehingga
mereka malas memasak nasi. Karenanya banyak usaha-usaha telah dilakukan
untuk memproduksi nasi instan atau quick cooking rice atau disebut juga nasi
instan, nasi cepat saji atau beras pasca tanak, dengan tujuan untuk mempercepat
waktu pemasakan.
Beras yang digunakan untuk menghasilkan nasi instan ialah beras instan.
Jenis beras ini mempunyai ciri khas yaitu butir-butir berasnya dibuat porous
(berpori-pori) sehingga air panas atau uap lebih cepat masuk ke dalamnya yang
mengakibatnya waktu menjadi masak menjadi jauh lebih cepat. Teknologi
bagaimana membuat beras menjadi porous dan cara pengeringannya menentukan
jenis dan mutu nasi instan yang dihasilkan.
Nasi instan harus dapat disiapkan dalam waktu 3 sampai 5 menit dan cara
persiapannya harus sederhana. Setelah dimasak, produk tersebut harus sesuai
dengan nasi biasa dalam hal rasa, aroma dan tekstur atau keempukannya. Sifat
lainnya adalah harus tinggi nilai gizinya (sama dengan nasi biasa), komposisinya
seimbang dan mudah diproduksi dalam jumlah banyak.
Sejak tahun 1970-an, Nissin Food Company di Osaka, Jepang telah
mengembangkan nasi instan yang disebut Cup Rice, yang dapat memenuhi
sebagian besar dari persyaratan di atas. Beras instan tersebut dibuat dengan cara
pemasakan pada suhu dan tekanan yang tinggi kemudian dikeringkan. Dengan
cara demikian produk yang diperoleh dapat direkonstitusi atau dibuat menjadi nasi
instan yang matang hanya dengan penambahan air mendidih dalam waktu 5
menit, dengan menggunakan wadah polystyrene. Pada saat ini telah banyak
beredar beras cepat masak, terutama di negara-negara maju. Walaupun sekarang
baru terdapat beberapa jenis beras cepat masak yang beredar di pasar dalam
negeri, diperkirakan dalam tahun-tahun mendatang jumlahnya akan makin
banyak.
Produk akhir beras instan harus kering, tidak melekat satu dengan yang
lain, tetapi harus berupa butir-butir beras yang terpisah. Biasanya butir-butir beras
instan mempunyai volume yang lebih besar yaitu antara 1,53,0 kali beras biasa.
Air matang yang digunakan untuk membuat beras instan menjadi nasi harus
masuk ke dalam butir-butir beras dalam waktu yang relatif cepat.
3.4.1
disebabkan adanya perbedaan dalam hal kadar air, waktu dan suhu pemasakan
awal ketika membuat beras instan, kondisi pengeringan, dan cara pembuatannya.
Variasi mutu yang penting adalah dalam hal kecepatan pengolahan menjadi nasi,
yang berkisar antara 10-15 menit, 5 menit, dan 1 2 menit.
Salah satu cara pembuatan beras instan ialah dengan perlakuan kimia,
yakni dilakukan dengan penambahan senyawa fosfat. Senyawa fosfat yang biasa
ditambahkan dalam perlakua ialah larutan NaH2PO4. Tujuan penambahan senyawa
fosfat adalah untuk menjadikan butir-butir beras menjadi lebih porous, sehingga
proses penyerapan air menjadi lebih cepat pada waktu penambahan air panas atau
pemasakan.
Beras
yang digunakan dalam pembuatan beras instan ini ialah beras varietas IR 64. Biji
beras berbentuk pendek dan panjang 2-3 kali lebarnya, dan berwarna putih kapur.
Kandungan protein beras ialah 11, 625% dan amilosa 24,025%. Proses pembuatan
beras instan disajikan pada diagram alir berikut ini :
Diagram Proses Pengolahan Beras Instan
Beras
Perendaman dalam larutan Na2HPO4 0,2% dengan perbandingan 1:3
(t
= 18 jam)
Air kotor
Beras Instan
konsentrasi yang lebih tinggi, dinding sel lebih membuka dan struktur ikatan
antara patiprotein menjadi renggang sehingga air lebih mudah terperangkap ke
dalam granula pati.
Penggunaan konsentrasi Na2HPO4 yang digunakan harus tepat dan tidak
boleh terlalu tinggi. Semakin tinggi konsentrasi Na2HPO4, maka semakin rendah
kandungan proteinnya karena semakin banyak protein beras yang terlarut dalam
air rendaman. Protein beras yang larut dalam air rendaman beras disebabkan
protein beras membentuk ikatan silang dengan amilosa sehingga mudah menyerap
air dan molekul protein-amilosa berdifusi meninggalkan granula dan larut dalam
air perendaman dan terbuang saat proses pencucian.
2. Penetralan dengan NaOH 2 N
Perendaman ini menyebabkan pH menjadi agak asam yaitu 5,2. Penetralan
dilakukan dengan penambahan NaOH 2 N sampai mencapai pH 7,0-7,3.
3. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan air yang bersih. Air kotor yakni air hasil
rendaman ikut terbuang selama proses pencucian. Pencucian dilakukan hingga
beras bersih dari air perendaman Na2HPO4.
4. Pemasakan
Pemasakan dilakukan dengan perbandingan air : beras ialah 2 : 1, pada
suhu 80C, selama 10 menit. Pada proses pemasakan terjadi proses gelatinisasi
pati. Selama proses gelatinisasi pati terjadi pemutusan ikatan hydrogen yang
berfungsi mempertahankan struktur dan integritas pati menyebabkan granula pati
menyerap air. Peningkatan volume granula pati terjadi karena granula pati
menyerap air dan menyebabkan pembengkakan granula. Pengembangan granula
pati bersifat tidak dapat balik dan akan terjadi perubahan struktur granula bila
pemanasan mencapai suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi pati beras 68-78C.
5. Pengukusan
Pengukusan dilakukan selama 10 menit bertujuan untuk menyempurnakan
proses gelatinisasi pati beras. Pati yang telah mengalami gelatinisasi tidak dapat
kembali ke sifat-sifatnya sebelum gelatinisasi.
bahan
sehingga
memperbesar
luas
kontak
pengeringan,
Rengginang
Rengginang adalah kerupuk yang terbuat dari bahan dasar beras ketan
hitam atau putih. Berbeda dengan kerupuk umumnya, pada proses pembuatannya,
tidak dilakukan proses penggilingan bahan menjadi adonan halus. Beras hanya
dimasak menjadi nasi, kemudian dicetak berupa cakram pipih dan dikeringkan.
Proses pengolahan rengginang meliputi tahapan berikut :
1. Pencucian dan Perendaman
Beras dicuci hingga air bilasnya agak jernih. Setelah itu beras direndam
dalam air selama semalam. Beras yang telah direndam akan lunak dan utuh.
Setelah itu beras ditiriskan.
2. Penyiapan Bumbu
a. Bumbu yang digunakan adalah udang saih kering, bawang putih, garam dan
gula. Setiap 1 kg beras memerlukan 50 gram bawang putih, 50 gram udang saih
kering, 20 gram gula pasir halus dan 20 gram garam. Udang saih kering disangrai
sampai kering tapi tidak sampai gosong. Kemudian udang digiling atau diblender
sampai halus.
c.
d. Bawang putih, dan garam digiling sampai halus kemudian dicampur dengan
udang dan gula pasir yang sebelumnya telah dihaluskan. Campuran ini disebut
bumbu rengginang.
3. Pemberian Bumbu dan Pengukusan
Beras yang telah direndam dan ditiriskan di atas dicampur sampai rata dengan
bumbu rengginang. Setelah itu beras dikukus sampai matang. Hasil pengukusan
disebut nasi.
4. Pencetakan
a. Persiapan Pencetakan
Meja dialasi dengan plastik. Permukaan plastik diolesi dengan minyak.
Cetakan dletakkan diatas plastik tersebut.
b. Pencetakan
Nasi yang masih panas segera dicetak. Nasi sebanyak 1 sendok
dimasukkan ke dalam cetakan. Kemudian ditekan-tekan samapi padat dan rata
permukaannya. Setelah itu cetakan diangkat. Nasi yang berbentuk cakram pipih
akan tertinggal di permukaan plastik. Nasi ini disebut dengan rengginang basah.
5. Pengeringan
Rengginang basah diangkat dan diletakkan di atas tampah, kemudian dijemur
dengan sinar matahari atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar
airnya di bawah 9 %. Rengginang yang telah kering mudah dipatahkan dan
berbunyi pada saat dipatahkan. Hasil pengeringan ini disebut rengginang kering.
6. Penyimpanan
Rengginang kering harus disimpan di dalam wadah tertutup, misalnya kantong
plastik atau kotak kaleng.
7. Penggorengan
Rengginang kering yang akan dikonsumsi harus digoreng sebelum
dikonsumsi. Penggorengan dilakukan di dalam minyak panas pada suhu 170C.
IV.
KESIMPULAN
Kesimpulan berdasarkan makalah ini adalah:
Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu jenis dari marga Oryza, yang
termasuk kedalam suku Poaceae (Gramineae).
Pengolahan padi menjadi beras terdiri dari proses penggabahan,
pengeringan sampai kadar air 12-14% yang menghasilkan gabah kering
100%, kemudian sortasi, penggilingan yang menghasikan beras pecah kulit
77%, penyosohan yang menghasilkan beras sosoh 67%, dan grading yang
menghasilkan menir 2%, beras kepala 52%, dan beras patah 23%.
Terdapat beberapa produk olahan beras, diantaranya adalah tepung beras,
bihun, parboiled rice, bubur bayi, bubur instan dan rengginang.
Proses pembuatan tepung beras terdiri dari beras yang diayak
menghasilkan
pengeringan
beras
I
bersih,
yang
pencucian,
menghasilkan
beras
perendaman,
lembab,
penirisan,
penggilingan,
pengeringan II.
Proses pembuatan bihun terdiri dari pencampuran tepung beras dan air
kan-sui menjadi adonan, pengepresan, pemasakan I, pembentukan
lembaran, pencetakan, pemasakan II, pengeringan yang menghasilkan
bihun kering dan pengemasan.
Proses pembuatan parboiled rice terdiri dari gabah yang dibersihkan,
perendaman, pemberian uap panas, pengeringan yang menghasilkan gabah
kering, sortasi, penggilingan yang menghasilkan beras pratanak, grading
yang menghasilkan menir 2%, beras kepala 52% dan beras patah 13%.
Proses pembuatan bubur bayi terdiri dari tepung beras yang dicampur
tepung bahan lain, pemasakan bubur yang menghasilkan bubur basah,
pengeringan yang menghasilkan bubur bayi kering, penumbukan dengan
disk mill dan pengemasan.
Proses pembuatan bubur instan terdiri dari perendaman beras dalam
larutan Na2HPO4, penetralan dengan NaOH 2N, pencucian, pemasakan,
pengukusan
dan
pengeringan
dengan
fluid
bed
dryer.
Proses pembuatan rengginang terdiri dari beras ketan putih yang direndam,
penirisan, pengukusan, pencampuran, pencetakan, pengeringan yang
DAFTAR PUSTAKA
dan
rice
[16
grain.
Februari
at
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Balitbang Deptan. 2009. Deskripsi Varietas
Padi. Jakarta. Departemen Pertanian RI.
Burhanudin, A. 1981. Mempelajari Pengaruh Proses Pratanak (parboiling) Padi
Terhadap Rendemen dan Sifat-Sifat Fisik Beras yang Dihasilkan dari Dua
Varietas Padi [skripsi]. Bogor : Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Damardjati, D.S dan Purwani, E.Y. 1991. Mutu Beras. Dalam Padi-Buku 3. Balai
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
De Man, JM. 1997. Kimia Makanan. Edisi kedua. Diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB.
Damardjati, DS. 1988. Struktur Kandungan Gizi Beras. Dalam Padi-Buku 1. Balai
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Dewi, AR. 2009. Kajian Konfigurasi Mesin Penggilingan untuk Meningkatkan
Rendemen dan Menekan Susut Penggilingan pada Beberapa Varietas Padi
[skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. 2011. Data produksi biji-bijian di
Indonesia. http://www.deptan.go.id/ditjentan/dpi/produksi.pdf [diakses
tangal 5 Desember 2012].
Gariboldi. 1974. Parboiled rice. In: Houston D.F (ed). Rice Chemistry and
Technology. American Assosiation of Chemists. Inc. St.
Paul. Minnesota. Grist, D.H. 1975. Rice . 5th ed. London: Longmans. Haryadi.
2006. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
F.G. Winarno. 1987. Haruskah Kita Peduli rasa Nasi?. FTDC-IPB.
Hasbullah, R. 2011. Beras Pratanak adalah VHT pada
http://rokhani.staff.ipb.ac.id/ [diakses tangal 5 Desember 2012].
Gabah.
Dewan Ilmu
Juliano, B.O. 1972. The rice caryopsis and its composition. In: Houston D.F (ed).
Rice Chemistry and Technology. American Assosiation of Chemists, Inc.
St. Paul. Minnesota.
Juliano, B.O. 1976. Rice biology. In: Araullo, E.V, de Padua, D.B dan Graham, M
(ed). Rice Post Harvest Technology. IDRC. Ottawa. Hal. 13-18. 32
Kunze, O.R dan Calderwood, D.L. 2004. Rough Rice Drying-Moisture
Adsorption and Desorption. Dalam: Campagne, E.T. (ed). Rice :
Chemistry and Technology. Third Edition. American Association of Cereal
Chemists, Inc, USA. Hal : 223-264.
Made Astawan, 2000. Baras dan Tepung Beras. Bahan untuk Majalah Femina,
Jakarta.
Muchtadi dan Sugiyono 1992. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.