Anda di halaman 1dari 41

TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA, KACANG-KACANGAN DAN

UMBI-UMBIAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PADI (Oryza sativa L.) MENJADI BERAS
DAN PENGEMBANGAN PRODUK OLAHANNYA

Kelompok 6:
Nova Nurfauziawati

240210100003

Fitria Imandha

240210100004

Rizki Handayani Paramaputri

240210100005

Lia Choirunnisa

240210100010

Rahma Sofianisa

240210100016

Amila Khairina

240210100018

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2012

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Teknologi Pengolahan Padi (Oryza sativa L.) dan Produk Olahan
sekundernya . Makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam
mata kuliah Teknologi Pengolahan Serealia, Kacang-Kacangan, dan UmbiUmbian.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Marleen Herudiyanto, M.S
selaku dosen Teknologi Pengolahan Serealia, Kacang-Kacangan, dan UmbiUmbian yang telah memberikan saran - saran untuk keberhasilan penulisan
makalah ini serta kepada rekan - rekan yang telah membantu dalam penulisan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan sehingga sangat diperlukan kritik dan saran dari pembaca untuk
menyempurnakan informasi yang ada di dalamnya.
Jatinangor, Desember 2012
Penulis

I.

PENDAHULUAN
Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu jenis dari marga Oryza, yang

termasuk kedalam suku Poaceae (Gramineae). Padi merupakan sumber makanan


pokok hampir 40% dari populasi penduduk dunia dan makanan utama dari
penduduk Asia Tenggara (Grubben dan Partohardjono, 1996).

Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika


tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam Divisio Spermatophyta, dengan
Sub divisio Angiospermae, termasuk ke dalam kelas Monocotyledoneae,Ordo
adalah Poales, Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan Speciesnya
adalah Oryza sativa L.
Padi termasuk tanaman semusim yaitu tanaman yang berumur pendek,
hidup kurang dari satu tahun dan hanya satu kali bereproduksi, kemudian tanaman
akan mati atau dimatikan. Keseluruhan organ tanaman padi terdiri dari dua
kelompok, yaitu organ vegetatif dan organ generatif. Bagian-bagian vegetatif
meliputi akar, batang dan daun sedangkan bagian generatif terdiri dari malai,
gabah, dan bunga. Sejak berkecambah sampai panen tanaman padi memerlukan
waktu 3-6 bulan, yang keseluruhannya terdiri dari dua fase pertumbuhan yaitu
vegetatif dan generatif.
Tanaman padi membentuk rumpun dengan anakannya, biasanya anakan
akan tumbuh pada dasar batang. Pembentukan anakan terjadi secara tersusun yaitu
pada batang pokok atau batang batang utama akan tumbuh anakan pertama,
anakan kedua tumbuh pada batang bawah anakan pertama, anakan ketiga tumbuh
pada buku pertama pada batang anakan kedua dan seterusnya. Semua anakan
memiliki bentuk yang serupa dan membentuk perakaran sendiri (Luh, 1991).
Buah padi yang sehari-hari kita sebut biji padi atau bulir/gabah,
sebenarnya bukan biji melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea.
Buah ini terjadi setelah selesai penyerbukan dan pembuahan. Lemma dan palea
serta bagian lain akan membentuk sekam atau kulit gabah (Departemen Pertanian,
1983).

II.

PROSES PENGOLAHAN PADI MENJADI BERAS


Hasil panen padi dari sawah disebut gabah. Gabah tersusun dari 15-30%

kulit luar (sekam), 4-5% kulit ari, 12-14% katul, 65-67% endosperm dan 2-3%
lembaga. Sekam membentuk jaringan keras sebagai perisai pelindung bagi butir
beras terhadap pengaruh luar. Kulit ari bersifat kedap terhadap oksigen, CO2 dan

uap air, sehingga dapat melindungi butir beras dari kerusakan oksidasi dan
enzimatis. Lapisan katul merupakan lapisan yang paling banyak mengandung
vitamin B1. Selain itu katul juga mengandung protein, lemak, vitamin B2 dan
niasin. Endosperm merupakan bagian utama dari butir beras. Komposisi utamanya
adalah pati. Selain pati, endosperm juga mengandung protein dalam jumlah cukup
banyak, serta selulosa, mineral dan vitamin dalam jumlah kecil. Sekam
merupakan 15-30% bagian gabah. Fungsi sekam antara lain melindungi kariopsis
dari kerusakan, serangan serangga dan serangan kapang.
Sekam terdiri dari palea dan lemma. Struktur palea/lemma yaitu epidermis
luar, sklerenimia (mengandung lignin), parenkimia, dan epidermis dalam. Dalam
standarisasi mutu, dikenal empat tipe ukuran beras, yaitu sangat panjang (lebih
dari 7 mm), panjang (6-7 mm), sedang (5.0-5.9 mm), dan pendek (kurang dari 5
mm). Sedangkan berdasarkan bentuknya (perbandingan antara panjang dan lebar),
beras dapat dibagi menjadi empat tipe, yaitu : lonjong (lebih dari 3), sedang (s.43.0), agak bulat (2.0-2.39) dan bulat (kurang dari 2). Tinggi rendahnya mutu beras
tergantung kepada beberapa factor,
yaitu spesies dan varietas, kondisi lingkungan,
Padi hasil Panen
waktu pertumbuhan, waktu dan cara pemanenan, metode pengeringan, dan cara
penyimpanan.

Penggabahan

Padi harus segera dikeringkan untuk menghindari pertumbuhan kapang


yang dapat menyebabkan warnaPengeringan
kuning. Pengeringan dapat dilakukan dengan
(1 2 jam sekali atau 4 6 kali dalam
memakai sinar matahari (penjemuran dengan menggunakan tikar, tampah,
sehari sampai kadar air 12-14%)
lamporan), pengering buatan dan pengering surya. Lamporan dibuat miring
supaya air dapat mengalir dan
untuk
mencegah
Gabah
Kering
(100%)air tergenang. Pada pengering
buatan, jika kering cepat maka akan banyak menghasilkan beras patah. Sedangkan

Kotoran, benda
asing Pengeringan
(3%)
pengeringan dengan sinar matahari untuk menghasilkan beras kepala.
sortasi

surya tidak cocok untuk gabah biasa. Pengeringan surya ini sangat mahal biasanya
milling
)
sekam (20%)
untuk padi bulu yang nilaiPenggilingan
ekonominya(rice
tinggi.
Berikut
ini merupakan
diagram
proses pengolahan padi menjadi beras :
Beras pecah kulit(77%)
Penyosohan

Bekatul (10%)

Beras sosoh (67%)


grading

Menir
(2%)

Beras kepala
(52%)

Beras
patah(13%

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Padi Menjadi Beras


Kegiatan pascapanen padi perontokan, pengangkutan, pengeringan,
penggilingan, penyimpanan dan pengemasan (Patiwiri, 2006). Padi biasanya
dipanen pada kadar air sekitar 20-27% (Patiwiri, 2006). Alat panen yang
digunakan umumnya adalah sabit. Perontokan gabah sebagian besar dilakukan
langsung di sawah setelah panen dengan cara menggebot (membanting) ke atas
kayu atau bambu, dan menggunakan power thresher, kemudian dilanjutkan
dengan pengeringan.
Proses pengeringan gabah bertujuan untuk menurunkan kadar air gabah
agar dicapai tingkat kadar air yang aman untuk disimpan atau untuk penggilingan.
Kadar air yang baik untuk penyimpanan adalah 14%. Pengeringan gabah biasanya
masih dilakukan dengan cara penjemuran. Setelah dikeringkan gabah dapat
langsung digiling atau disimpan. Penggilingan gabah yang telah dikeringkan

adalah usaha untuk memisahkan kulit gabah (sekam) dan dedak dari butir gabah
untuk diolah menjadi beras sosoh (polish rice). Selama penanganan proses
pascapanen berlangsung terjadi penyusutan hasil padi. Besarnya penyusutan
tergantung penanganan petani dari mulai panen sampai pengangkutan/penjualan.
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1996, menyimpulkan bahwa tingkat kehilangan
hasil panen padi di Indonesia masih cukup tinggi yaitu sebesar 20.42%.
Kehilangan tersebut secara terinci terjadi pada saat panen (9.5%), perontokan
(4.8%), penggilingan (2.2%), pengeringan (2.1%), penyimpanan (1.6%), dan
pengangkutan (0.2%) (Rachmat, 2007).
Kualitas fisik gabah ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah
(Patiwiri, 2006). Yang dimaksud dengan kadar air gabah adalah jumlah
kandungan air dalam butiran gabah yang biasanya dinyatakan dalam satuan persen
(%) dari berat basah (wet basis). Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan
persentase barat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin
banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka
tingkat kemurnian gabah makin rendah. Kualitas gabah yang baik akan
berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Rendemen giling adalah persentase
berat beras sosoh terhadap berat gabah yang digiling seperti ditunjukan pada
persamaan 1.

Berat sosoh yang dimaksud adalah gabungan beras kepala, dan beras patah
besar. Selain dipengaruhi oleh kualitas gabah, rendemen giling juga dipengaruhi
oleh varietas padi dan kinerja mesin-mesin yang dipakai dalam proses
penggilingan. Kadar air gabah yang optimal untuk melakukan penggilingan
adalah 13-15% (Patiwiri, 2006). Gabah pada kadar air optimum ini disebut gabah
kering giling (GKG). Pada kadar air yang lebih tinggi, gabah akan sulit dikupas,
sedangkan pada kadar air yang lebih rendah, butiran gabah menjadi mudah patah.
Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak bernas seperti
butir hampa, muda, berkapur, gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit),
gabah patah, dan benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah, seperti

debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu, potongan logam,


tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung, dan sebagainya.
Beberapa faktor penting yang mempengaruhi ketidakmurnian butiran gabah
adalah sebagai berikut :
a. Kualitas Fisik Gabah
Kualitas fisik gabah sangat mempengaruhi ketidakmurnian gabah. Kondisi
gabah yang umumnya terjadi antara lain butir hampa, butir kuning/rusak, butir
hijau/mengapur, butir merah (Patiwiri, 2006). Butir hampa adalah butir gabah
yang tidak berkembang sempurna atau akibat serangan hama, penyakit atau sebab
lain sehingga tidak berisi butir beras walaupun kedua tangkup sekamnya tertutup
maupun terbuka. Butir gabah setengah hampa tergolong butir hampa. (Patiwiri,
2006). Butir kuning adalah butir gabah yang ditumbuhi jamur pada kulitnya. Butir
hijau adalah butir gabah yang berisi cairan berwarna putih seperti kapur
disebabkan karena proses pemasakan yang belum sempurna. Butir merah adalah
butir gabah yang masih basah. (Kasno, 2009).
b. Kematangan Butiran Beras
Padi yang dipanen terlalu awal sebelum matang akan memberikan jumlah
gabah muda yang tinggi. Gabah muda cenderung mudah patah pada saat digiling
dan menghasilkan banyak butiran berkapur, sebaliknya gabah yang dipanen lewat
matang akan mudah rontok di lahan dan mudah pecah pada saat digiling. Gabah
muda mengandung lebih banyak sekam daripada gabah matang. Porsi sekam pada
gabah muda sekitar 35%, sedangkan porsi sekam pada gabah matang sekitar 20%.
Dengan demikian, rendemen giling yang dihasilkan pada penggilingan gabah
muda akan lebih rendah daripada gabah matang.
Adanya butiran gabah muda tidak dapat dihindari namun dapat diperkecil,
yaitu dengan melakukan pemanenan tepat waktu dan melakukan pembersihan
sebelum penggilingan. Dengan usaha ini rendemen giling dapat ditingkatkan.
c. Keseragaman Varietas Gabah
Di dalam campuran gabah bisa terdapat butiran-butiran varietas lain.
Apabila jumlahnya cukup besar maka proses penggilingan akan terganggu
terutama

apabila varietas-varietas

yang

tercampur

tersebut memerlukan

penyetelan mesin yang berbeda. Disamping mengganggu proses penggilingan,

beras sosoh yang berisikan campuran beberapa varietas dapat mengurangi selera
konsumen serta membuka peluang persentase beras patah lebih banyak.
d. Kerusakan Gabah
Gabah rusak dapat berupa gabah yang terfermentasi, gabah berjamur, atau
gabah yang terserang serangga. Gabah dapat mengalami fermentasi apabila
mengalami kontak dengan air dalam waktu cukup lama. Kontak dengan air juga
dapat mengundang tumbuhnya jamur pada gabah yang ditandai dengan adanya
warna kehitaman pada permukaan gabah.
Tabel 1. Klasifikasi beras menurut FAO

Tabel 2. Sifat fisik gabah dan beras

Dalam standarisasi mutu, dikenal empat tipe ukuran beras, yaitu sangat
panjang (lebih dari 7 mm), panjang (6-7 mm), sedang (5.0-5.9 mm), dan pendek
(kurang dari 5 mm). Sedangkan berdasarkan bentuknya (perbandingan antara
panjang dan lebar), beras dapat dibagi menjadi empat tipe, yaitu : lonjong (lebih
dari 3), sedang (s.4-3.0), agak bulat (2.0-2.39) dan bulat (kurang dari 2).
Tinggi rendahnya mutu beras tergantung kepada beberapa factor, yaitu
spesies dan varietas, kondisi lingkungan, waktu pertumbuhan, waktu dan cara
pemanenan, metode pengeringan, dan cara penyimpanan. Persyaratan mutu beras
yang ditetapkan oleh Bulog (1983) dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3. Persyaratan beras untuk pengadaan dalam negeri

Tabel 4. komposisi beras (g/100g)


Komponen
Air
Protein
Lemak
Karbohidrat
Serat
Mineral
Energi
2.1

Jumlah
12.9
6.8
0,6
77,8
1,4
0,5
1461 kJ atau 344 KKal

Penggabahan
Penggabahan atau perontokan adalah perlakuan pemisahan butir padi

berupa gabah dari tangkai atau malai, secara umumnya sering dinamakan
perontokan. Cara penggabahan antara lain diinjak-injak, dipukulkan, ditumbuk,
menggunakan pedal thresner dan mesin perontok. Keuntungan cara penggabahan
diinjak-injak

adalah

kerusakan

fisik

kecil

dan

kemungkinan

loss/hilang/terpelanting sangat kecil, sedangkan kerugiannya adalah kapasitasnya


rendah. Keuntungan bila dipukulkan adalah kapasitas lebih besar sedangkan
kerugiannya adalah ada beras yang patah, loss lebih besar. Untuk menghindarinya
harus dikerjakan dalam pulungan.
Keuntungan bila ditumbuki adalah kapasitas lebih besar dari pada diinjakinjak, sedangkan kerugiannya adalah rendemen yang dihasilkan rendah karena
banyak beras yang patah. keuntungan dengan menggunakan pedal thresner adalah
kapasitasnya besar sedangkan kerugiannya adalah banyak beras yang patah
2.2

Pengeringan
Proses pengeringan yang dilakukan adalah pengeringan gabah dengan cara

menjemur dengan bantuan sinar matahari. Waktu yang dibutuhkan dalam

pengeringan dengan cara tersebut membutuhkan waktu yang relatif lama yaitu
sekitar 2 hari. Pengeringan gabah adalah suatu perlakuan yang bertujuan
menurunkan kadar air sehingga gabah dapat disimpan lama, daya kecambah dapat
dipertahankan, mutu gabah dapat dijaga agar tetap baik (tidak kuning, tidak
berkecambah dan tidak berjamur), memudahkan proses penggilingan dan untuk
meningkatkan

rendemen

serta menghasilkan

beras

gilingan yang

baik

(Damardjati, 1978).
Kadar air pada gabah yang diinginkan setelah dilakukan pengeringan
adalah menjadi 12-14%. Pengeringan harus sesegera mungkin dimulai sejak saat
dipanen. Apabila pengeringan tidak dapat dilangsungkan, maka usahakan agar
gabah yang masih basah tidak ditumpuk tetapi ditebarkan untuk menghindarkan
dari kemungkinan terjadinya proses fermentasi. Pengeringan akan semakin cepat
apabila ada pemanasan, perluasan permukaan gabah padi dan aliran udara.
Proses pengeringan gabah ini merupakan salah satu titik krisis dalam
proses pengolahan dari gabah kering panen menjadi beras, hal ini disebabkan
karena banyak faktor yang dapat menyebabkan hasil gabah yang dikeringkan
kurang baik. Kerusakan gabah dapat terjadi karena beberapa sebab antara lain
adalah:
1.
2.
3.
4.
5.

Suhu relatif masih agak tinggi


Masih ada pernafasan (respirasi) yang tinggi
Kandungan air gabah masih tinggi, sekitar 25 27%
Kegiatan mikroorganisme juga masih tinggi
Kemungkinan masih didapat bahan asing yang mengganggu
Selain sebab-sebab diatas, terdapat fakor lain, yakni cuaca, dan jumlah

komoditi yang dikeringkan. Cuaca sangat berpengaruh dalam proses pengeringan


karena pengeringan ini membutuhkan sinar matahari sehingga apabila cuaca
sedang tidak baik maka waktu pengeringan akan menjadi lebih lama dan juga
apabila terdapat hujan gabah akan menjadi lembab dan menyebabkan kerusakan
akibat timbulnya mikrooorganisme seperti kapang. Jumlah komoditi juga
berpengaruh terhadap waktu pengeringan. Semakin banyak jumlah gabah yang
akan dikeringkan maka semakin lama waktu pengeringan yang dibutuhkan.
Proses pengeringan gabah sebaiknya dilakukan secara merata, perlahanlahan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang kurang merata,
akan menyebabkan timbulnya retak-retak pada gabah dan sebaliknya gabah yang

terlalu kering akan mudah pecah saat digiling. Sedangkan dalam kondisi yang
masih terlalu basah disamping sulit untuk digiling juga kurang baik ditinjau dari
segi penyimpanannya karena akan gampang terserang hama gudang, cendawan
dan jamur (Strumillo and Kudra, 1986).
2.3

Penggilingan
Penggilingan beras berfungsi untuk menghilangkan sekam dari bijinya dan

lapisan aleuron, sebagian maupun seluruhnya agar menghasilkan beras yang putih
serta beras pecah sekecil mungkin. Butiran padi yang memiliki bagian-bagian
yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan.
Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan satu demi satu
sampai akhirnya didapatkan beras yang dapat dikonsumsi yang disebut dengan
beras sosoh atau beras putih. Beras sosoh merupakan hasil utama proses
penggilingan padi. Beras sosoh adalah gabungan beras kepala dan beras patah
besar. Beras patah kecil atau menir sering disebut sebagai hasil samping karena
tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti halnya beras kepala dan beras patah besar.
Mutu beras giling dikatakan baik jika hasil proses penggilingan diperoleh
beras kepala yang banyak dengan beras patah minimal. Mutu giling ini juga
ditentukan dengan banyaknya beras putih atau rendemen yang dihasilkan. Mutu
giling ini sangat erat kaitannya dengan nilai ekonomis dari beras. Salah satu
kendala dalam produksi beras adalah banyaknya beras pecah sewaktu digiling.
Hal ini dapat menyebabkan mutu beras menurun (Allidawati dan Kustianto,1989).
Menurut Nugraha et al.(1998), nilai rendemen beras giling dipengaruhi
oleh banyak faktor yang terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah
faktor yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya terhadap mutu gabah
sebagai bahan baku dalam proses penggilingan yang meliputi varietas, teknik
budidaya, cekamaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok kedua
merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses konversi gabah
menjadi beras, yaitu teknik penggilingan dan alat penggilingan. Kelompok ketiga
menunjukkan kualitas beras terutama derajat sosoh yang diinginkan, karena
semakin tinggi derajat sosoh maka rendemen akan semakin rendah.
Susut mutu dari suatu hasil giling dapat diidentifikasikan dalam nilai
derajat sosoh serta ukuran dan sifat butir padi yang dihasilkan. Umumnya semakin

tinggi derajat sosoh, persentase beras patah menjadi semakin meningkat


pula.Ukuran butir beras hasil giling dibedakan atas beras kepala, beras patah, dan
menir (Anonim, 1983).
Berdasarkan persyaratan yang dikeluarkan oleh Bulog, beras kepala
merupakan beras yang memiliki ukuran lebih besar dari 6/10 bagian beras utuh.
Beras patah memiliki ukuran butiran 2/10 bagian sampai 6/10 bagian beras utuh.
Menir memiliki ukuran lebih kecil dari 2/10 bagian beras utuh
atau melewati lubang ayakan 2.0 mm (Waries, 2006).
Derajat giling beras dinyatakan dengan efesiensi hasil gilingnya. Bila hasil
beras giling 72 % dari beras asal gabahnya, dikatakan bahwa derajat giling beras
tersebut 72 % atau derajat ekstraksinya 72 %. Teoritis derajat giling beras
maksimal adalah 80 % karena kulit gabah merupakan 20 % dari berat seluruh biji.
Jadi beras pecah kulit mempunyai derajat ekstraksi maksimal adalah 80 %.
Semakin tinggi derajat ekstraksi beras akan semakin kaya beras tersebut akan zatzat gizi, terutama berbagai jenis vitamin. Semakin tinggi derajat ekstraksi beras,
semakin tinggi pula nilai gizinya tetapi sebaliknya beras demikian akan semakin
mudah rusak diserang hama mikroba dan serangga karena zat-zat gizi yang
tersedia akan merupakan tempat tumbuh yang subur, memberikan zat-zat yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan hama tersebut (Haryadi, 2006).
Husking adalah tahap melepaskan beras yang menghasilkan beras pecah
kulit (brown rice). Dari struktur butiran gabah, bagian-bagian yang akan
dilepaskan adalah palea, lemma, dan glume. Seluruhnya bagian tersebut
dinamakan kulit gabah atau sekam. Sebagian besar gabah yang dimasukkan ke
dalam mesin pemecah kulit (husker) akan terkupas dan masih ada sebagian kecil
yang belum terkupas. Butiran gabah yang terkupas akan terlepas menjadi dua
bagian, yaitu beras pecah kulit dan sekam. Selanjutnya butiran gabah yang belum
terkupas harus dipisahkan dari beras pecah kulit dan sekam untuk dimasukkan
kembali ke dalam mesin pemecah kulit.
Persentase sekam dan bekatul semata-mata disebabkan oleh perbedaan
varietas padi, sedangkan persentase beras patah dan beras kepala banyak
dipengaruhi oleh kinerja mesin yang dipakai. Semakin baik kinerja mesin

penggilingan padi semakin sedikit persentase beras patah sedangkan persentase


beras kepala semakin besar.
Untuk menjalankan rangkaian penggilingan padi diperlukan rangkaian
mesin/alat yang keselurahannya disebut sistem penggilingan padi. Rangkaian
mesin-mesin tersebut berfungsi mengupas kullit gabah (sekam), memisahkan
gabah yang belum terkupas dengan beras yang telah terkupas (beras pecah kulit),
melepaskan lapisan bekatul dari beras pecah kulit dan terakhir memoles beras
hingga siap dikonsumsi dan memiliki penampakan yang menarik. Terdapat dua
sistem kerja panggilingan padi, yaitu one pass dan two pass. One pass yaitu
sistem penggilingan padi yang menggunakan satu alat yang berfungsi ganda yaitu
memecah kulit sekaligus sebagai alat penyosoh , sedangkan two pass adalah
sistem penggilingan padi dengan menggunakan dua alat yang terdiri dari alat
pemecah kulit dan alat penyosoh (Kobarsih et al, 2006) Mesin-mesin yang dipakai
dalam sistem penggilingan padi dapat berupa rangkaian yang lengkap atau hanya
rangkaian

beberapa

buah

mesin.

Kelengkapan

rangkaian

mesin

akan

mempengaruhi kualitas akhir penggilingan.


a. Pemecahan Kulit (Husking, Hulling, Shelling)
Pemecahan atau pengelupasan kulit bertujuan untuk melepaskan kulit
gabah dengan kerusakan sekecil mengkin pada butiran beras. Bagian-bagian yang
akan dilepaskan adalah palea, lemma dan glume atau keseluruhannya disebut
sekam. Mesin yang dipakai adalah husker, huller atau sheller.
Sebagian besar gabah yang dimasukan ke dalam mesin pemecah kulit akan
terkelupas dan masih ada sebagian kecil yang belum terkelupas. Butiran gabah
yang terkelupas akan terlepas menjadi dua bagian, yaitu beras pecah kulit dan
sekam. Gabah yang belum terkelupas dapat berupa gabah utuh atau gabah yang
telah pecah kulitnya, namun sekam belum terlepas dari butiran berasnya.
Selanjutnya butiran gabah yang belum terkelupas harus dipisahkan dari beras
pecah kulit dan sekam untuk dimasukan kembali ke dalam mesin pemecah kulit.
b. Pemisahan Sekam
Pemisahan sekam dilakukan setelah pemecahan kulit. Tujuan pemisahan
sekam adalah memisahkan sekam dari beras pecah kulit dan gabah utuh yang
belum terkupas selama proses pemecahan kulit. Sekam harus dipisahkan karena

penyosohan tidak akan berfungsi baik apabila beras pecah kulit masih bercampur
sekam. Disamping itu, tanpa pemisahan sekam persentase beras patah pada
penyosohan akan lebih tinggi dan kualitas beras sosoh akan menjadi rendah.
Mesin yang digunakan untuk pemisahan ini disebut husk aspirator atau aspirator.
Prinsip pemisahan sekam sangat sederhana, yaitu memisahkan sekam dari
beras pecah kulit dan gabah utuh berdasarkan perbedaan berat jenisnya. Pada
umumnya mesin pemisah sekam dilengkapi dengan kipas yang berfungsi
mengisap sekam dan debu. Beras pecah kulit dan gabah akan tetap mengalir ke
bawah karena tidak terisap oleh kipas akibat gaya beratnya.
c.

Pemisahan Gabah dan Beras Pecah Kulit


Setelah proses pemecahan kulit dan pemisahan sekam akan dihasilkan

campuran beras pecah kulit dan gabah yang masih utuh. Beras pecah kulit dan
gabah utuh harus dipisahkan karena memerlukan penanganan yang berbeda. Beras
pecah kulit akan diteruskan ke mesin penyosoh, sedangkan gabah utuh akan
dikirim kembali ke mesin pemecah kulit. Mesin yang digunakan adalah paddy
separator atau separator. Semakin tinggi effiensi mesin pemecah kulit maka
semakin tinggi jumlah beras pecah kulit yang dihasilkan dan semakin rendah
jumlah gabah utuh yang tidak terkelupas (Partiwi, 2006).
2.3.1

Sistem Pengilingan Padi


Sistem pengilingan padi merupakan rangkaian mesin-mesin yang

berfungsi melakukan proses giling gabah, yaitu dari bentuk gabah kering giling
sampai menjadi beras siap dikonsumsi (Patiwiri, 2006). Sistem penggilingan padi
yang dikenal di Indonesia biasa disebut pabrik penggilingan padi. Pada umumnya
system penggilingan padi terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu husker, separator,
dan polisher. Bagian lainnya hanya merupakan pendukung agar dapat
memperoleh hasil akhir yang lebih baik. Berdasarkan tingkat teknologi,
penggilingan padi dapat dikelompokan menjadi lima, yaitu:
a.

Penggilingan Padi Sederhana


Penggilingan padi sederhana (PPS) adalah unit peralatan teknik yang

berfungsi sebagai mesin pengolah gabah menjadi beras, baik merupakan satu unit
tersendiri maupun merupakan gabungan dari beberapa mesin dimana proses satu
dengan yang lain dihubungkan oleh proses pemindahan bahan dengan

menggunakan tenaga manusia. Mesin yang digunakan pada penggilingan padi


sederhana adalah huller, separator, dan polisher.
b.

Penggilingan Padi Kecil


Penggilingan padi kecil (PPK) adalah unit peralatan teknik yang

merupakan gabungan dari beberapa mesin menjadi kesatuan utuh yang berfungsi
sebagai pengolah gabah menjadi beras dengan kapasitas lebih kecil dari dua ton
gabah kering giling per jam. System penggilingan padi kecil dapat dikelompokan
menjadi dua, yaitu tipe sederhana dan tipe lengkap. Tipe sederhana umumnya
hanya melalui proses pemecahan kulit secara sederhana dan proses pemutihan
beras, sedangkan tipe lengkap terdapat proses pembersihan gabah, proses
pemecahan kulit gabah, proses pemisahan kulit gabah dengan gabah pecah kulit,
dan proses pemutihan beras pecah kulit, serta pemindahan bahan antar mesin
menggunakan elevator.
c.

Penggilingan Padi Besar


Penggilingan padi besar (PPB) adalah unit peralatan teknik yang

merupakan gabungan dari beberapa mesin menjadi suatu kesatuan utuh yang
berfungsi sebagai pengolah gabah menjadi beras dengan kapasitas lebih besar dari
dua ton gabah kering giling per jam. Sistem penggilingan ini minimum harus
melalui empat proses utama, yaitu proses pembersihan gabah, proses pemecahan
kulit gabah, proses pemisahan kulit gabah dengan gabah pecah kulit, dan proses
pemutihan beras pecah kulit secara berulang dua sampai empat kali. Bahkan
umumnya penggilingan padi besar dilengkapi dengan peralatan tambahan berupa
elevator, pemisah batu (destoner), pemisah menir (sifter), pengelompokan kualitas
beras (grader), bek penampungan beras berdasarkan tingkat kepatahan,
pengepakan dan siklon sebagai tempat penampungan bekatul.
d.

Penggilingan Padi Terpadu


Penggilingan padi terpadu (PPT) adalah unit peralatan teknik yang

merupakan gabungan dari unit proses pembersihan awal, pengeringan,


penyimpanan, penggilingan, pengepakan yang satu sama lain dihubungkan
dengan elevator serta memiliki kapasitas besar
e.

Country Elevator

Country elevator (CE) adalah penggilingan padi terpadu yang berlokasi di


tengah sentra produksi padi serta terintegrasi dengan areal persawahan skala besar
sehingga hasil panen padi langsung dibawa ke tempat pengolahan tersebut. Ciri
khas country elevator adalah skalanya yang besar dan memiliki system
transportasi berupa elevator yang juga skala besar.
2.4

Penyosohan
Beras pecah kulit yang dihasilkan pada proses pemecahan kulit (husking)

masih mengandung lapisan bekatul yang membuat beras berwarna gelap


kecoklatan dan tidak bercahaya. Disamping penampakannya yang kurang
menarik, adanya bekatul pada beras juga membuat rasa nasi kurang enak
meskipun bekatul memiliki nilai gizi tinggi. Untuk membuang lapisan bekatul
dari butiran beras dilakukan suatu tahap kegiatan yang disebut penyosohan. Tahap
ini disebut juga tahap whitening atau polishing. Disebut whitening karena tahap
ini berfungsi merubah beras menjadi beras putih, sedangkan disebut polishing
karena permukaan beras digosok untuk membuang lapisan bekatul sehingga
didapat beras putih.
Hasil dari tahap ini adalah beras sosoh yang berwarna putih dan hasil
sampingan berupa dedak dan bekatul. Untuk mendapatkan hasil yang baik, tahap
ini biasanya dilakukan beberapa kali, baik pada mesin yang sama atau mesin yang
berbeda. Mesin-mesin yang dipakai dalam kegiatan penyosohan disebut whitener
atau polisher dan dapat ditambah dengan mesin pengkilap serta pencuci (refiner)
yang berfungsi mengkilapkan dan mencuci permukaan beras. Proses penyosohan
dapat dilakukan sekali atau beberapa kali bergantung pada kualitas beras sosoh
yang diinginkan. Makin sering proses penyosohan dilakukan, maka beras sosoh
yang dihasilkan makin putih dan beras patah yang dihasilkan makin banyak
(Partiwi, 2006).
Proses penyosohan beras yang menghasilkan beras sosoh/beras putih.
Mesin yang digunakan pada proses ini disebut polisher. Penyosohan dilakukan
untuk membuang lapisan bekatul dari butiran beras. Di samping membuang
lapisan bekatul, pada proses ini juga dibuang bagian lembaga, dedak dan menir
dari butiran beras. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir yang terbungkus

oleh sekam. Bekatul padi dapat dilihat pada beras yang diperoleh dari
penumbukan. Untuk mendapatkan hasil yang baik, proses ini biasanya dilakukan
beberapa kali, tergantung pada kualitas beras sosoh yang diinginkan. Makin sering
proses penyosohan dilakukan, atau makin banyak mesin penyosoh yang dilalui,
maka beras sosoh yang dihasilkan makin putih dan beras patah yang dihasilkan
makin banyak. Setelah beras disosoh menjadi berwarna putih, selanjutnya beras
dapat digosok lagi dengan sedikit tambahan uap air agar memiliki permukaan
halus dan warna mengkilap.
Beras pecah kulit yang seluruh atau sebagian dari kulit arinya telah
dipisahkan dalam proses penyosohan, disebut beras giling (milled rice). Pada
umumnya alat penyosoh yang banyak dijumpai pada penggilingan beras adalah
tipe batu penyosoh (aberasiv) dan tipe gesekan (friction). Beras pecah kulit
disosoh 2 kali. Proses penyosohan berjalan baik bila rendemen beras yang
dihasilkan sama atau lebih dari 65% dan derajat sosoh sama atau lebih dari 95%.
Ada 3 jenis preferensi konsumen terhadap beras sosoh, yaitu beras bening, beras
putih dan beras mengkilap. Pembuatan beras dengan penampakan bening
menggunakan alat penyosoh tipe friksi, untuk beras putih menggunakan alat
penyosoh tipe abrasive dan untuk beras megkilap menggunakan alat penyosoh
sistem pengkabutan.
2.5

Grading ( Pemisahan Beras Berdasarkan Ukuran )


Beras hasil penyosohan berupa campuran butiran beras yang memiliki

berbagai ukuran. Adanya berbagai ukuran tersebut disebabkan oleh adanya


butiran-butiran beras yang patah selama pemecahan kulit dan penyosohan. Untuk
memisahkan beras kepala dan beras patah diperlukan proses tersendiri yang
disebut grading. FAO membedakan ukuran beras berdasarkan panjang butirannya
menjadi tiga, yaitu menir, beras patah, dan beras kepala. Menir adalah beras yang
ukuran butirannya dapat melewati lubang ayakan 1.4 mm. Beras patah adalah
beras yang ukuran butirannya antara 3/8 sampai 6/8 bagian beras utuh. Sedangkan
beras kepala adalah beras yang ukuran butirannya lebih besar dari 6/8 bagian
butiran panjang butir beras utuh.

Keseragaman ukuran beras yang keluar dari mesin polisher sangat


bervariasi meliputi campuran beras kepala, beras patah, dan menir. Porsi beras
kepala, beras patah dan menir pun dapat bervariasi. Untuk mendapatkan
keseragaman ukuran beras yang sesuai dengan keinginan, beras sosoh perlu
dipisahkan terdahulu menurut ukuran-ukuran partikelnya dan kemudian dicampur
kembali sesuai dengan keseragaman yang diinginkan.
2.6

Beras
Beras adalah bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam. Pada

salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah ditumbuk dengan lesung atau
digiling sehingga bagian luarnya (kulit gabah) terlepas dari isinya. Bagian isi
inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau bahkan hitam, yang disebut
beras. Beras umumnya tumbuh sebagai tanaman tahunan. Beras yang dapat
dimakan berukuran panjang 5 - 12 mm dan tebal 2 - 3 mm.
Secara umum mutu beras dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu
mutu giling, mutu rasa dan mutu tunak, mutu gizi, dan standar spesifik untuk
penampakan dan kemurnian biji (misalnya besar, bentuk dan kebeningan beras).

III.

PRODUK OLAHAN BERAS

3.1

Proses Pengolahan Tepung Beras

Tepung beras merupakan produk pengolahan beras yang paling mudah


pembuatannya. Beras digiling dengan penggiling hammer mill sehingga menjadi
tepung.

Gambar 1. Diagram Proses Pengolahan Tepung Beras

1. Sortasi dengan penampian


Beras yang terdapat dipasaran biasanya masih mengandung material yang tidak
diinginkan seperti kerikil, sekam, tanda-tanda keberadaan hama atau penyakit
hidup seperti telur, kepompong, atau jamur baik dalam bentuk spora maupun
miselia. Pengayakan dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran tersebut

sehingga didapatkan beras yang bersih untuk dilakukan pengolahan lebih


lanjut.
2. Pencucian
Selain dilakukan pengayakan untuk menghilangkan kotoran pada beras juga
perlu dilakukan pencucian untuk menghilangkan sisa-sisa obat antiserangga
atau obat antijamur serta bahan kimia lainnya.
3. Perendaman dalam air yang mengandung natrium bisulfit 1 ppm ; 6 jam,
Penirisan dan Pengeringan 1.
Perendaman beras didalam air, penirisan lalu pengeringan 1 menghasilkan
beras lembab yang bersifat lebih mudah dihaluskan sehingga penggilingannya
lebih cepat dan hemat energi.
4. Penggilingan
Penggilingan dilakukan untuk mendapatkan beras yang halus dengan
menggunakan penggiling hammer mill yang berpenyaring 80 mesh.
5. Pengeringan 2
Setelah digiling, tepung beras perlu dijemur atau dikeringkan sampai kadar air
dibawah 14%.
3.2

Makanan BayiTepung beras (35%), Tepung


ikan (20%), susu skim (30%),

Makanan bayi adalah


makanan
pendamping ASI (MP-ASI) yang diberikan
gula halus
(10%), minyak
nabati(5%)

kepada bayi (> 6 bulan) sebagai medium pemenuhan gizi yang semakin
meningkat selama masa tumbuh kembang selain pemberian ASI. Beras
air
merupakan

sumber karbohidrat
penting dalam pembuatan makanan bayi. Pada
Pencampuran

pembuatan makanan bayi ini juga ditambahkan susu skim dan tepung ikan sebagai
Pemasakannabati
bubur (t=
20-30 menit)
sumber protein serta minyak
sebagai
sumber lemak.
( makanan bayi adalah mudah direkontruksi
Sifat yang diinginkan dari

dalam air susu atau air, tidak


menggumpal, tidak lengket, daya absorpsi air baik
Bubur
basah

dan diterima oleh bayi. Konsistensi makanan bayi tidak boleh terlalu encer atau
Pengeringan
(drum
dryer) sampai
3%
kental sehingga
cukup silinder
lembek
untuk
ditelank.a bayi
dengan mudah tetapi tidak
: 120-140C,
t = 2-3 menit)
terlalu encer. Tahapan (T
proses
pembuatan
makanan bayi adalah sbb :

Bubur bayi kering

Penumbukan dengan disc mill 60 mesh

Serpihan bubur bayi kering

Pengemasan

Bubur bayi kemasan

Gambar 2. Diagram Proses Pembuatan Bubur bayi


Dalam pembuatan bubur bayi instan terdapat serangkaian tahapan proses
hingga dihasilkan makanan bayi, yakni bubur bayi. Berikut ini ialah penjelasan
fungsi tahapan-tahapan proses dalam proses pembuatan bubur bayi :
1. Pencampuran
Pada proses pencampuran dilakukan pencampuran tepung beras (35%),
tepung ikan (20%), susu skim (30%), gula halus (10%) dan minyak nabati.
Setelah bahan tersebut tercampur merata kemudian ditambahkan air hingga
terbentuk bubur.
2. Pemasakan bubur
Pemasakan bubur dilakukan selama 20-30 menit hingga bubur matang. Perlakuan
pemanasan menyebabkan pati tergelatinisasi. Suhu dimana granula patimulai

mengembang di dalam air panas disebut suhu gelatinisasi. Umumnya


suhugelatinisasi beras antara 61-77,5C.
3. Pengeringan silinder (drum dryer)
Pengeringan dengan drum secara luas dipergunakan dalam pengeringan
komersial di industri pangan untuk berbagai jenis produk makanan berpati,
makanan bayi, maltodekstrin, suspense dengan viskositas tinggi (heavy pastes).
Karena terpapar suhu tinggi hanya dalam beberapa menit, drum drying cocok
untuk kebanyakan produk yang sensitif panas. Tujuan utama dari pengeringan ini
ialah memecah struktur granula pati sehingga meningkatkan daya larut (solubility)
produk dan penyerapan air (absoption) pada pasta dari pati (Panuwat S dan
Athapol N, 2003).
Selama operasi pengeringan, bubur diletakkan sebagai lapisan tipis pada
permukaan luar drum berputar yang dipanaskan uap. Sekitar tiga per empat dari
titik putaran, produk sudah kering yakni telah mencapai kadar air 3% dan
dipisahkan dengan pisau/scraper statis.
4. Penumbukan dengan disc mill
Bubur bayi kering yang telah dipisahkan dengan pisau/scraper statis
bentuknya berupa lapisan yang kemudian ditumbuk dengan menggunakan disk
mill dengan ayakan 60 mesh hingga menjadi serpihan atau bubuk.
5. Pengemasan
Serpihan bubur bayi kering kemudian dikemas dalam kemasan yang kedap udara.

3.3

Proses Pengolahan Bihun


Bihun dibuat dari beras pera (kadar amilosa tinggi). Jika amilosa rendah

maka menjadi gelap. Bihun yang baik adalah yang penampakannya panjang dan
tidak mudah putus, berwarna putih lebih disukai, tidak mudah menempel/lengket,
stabil (teta lembut). Ciri-ciri lain bihun yang baik adalah jika dimasak berwarna,
tidak lengket, mampu mempertahankan bentuknya dan tidak banyak pati yang
keluar pada air pemasaknya.

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan bihun


Pada prinsipnya, tidak ada perbedaan antara produk bihun biasa dengan
bihun instan. Perbedaan yang menyolok hanya menyangkut waktu pemasakan.
Bihun instan akan matang dalam air panas sekitar 4 menit, sedangkan bihun bisa
memerlukan waktu yang lebih lama. Keunggulan bihun instan tersebut dapat
diperoleh melalui sedikit modifikasi pada proses pembuatannya. Modifikasi
tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Pada pembuatan bihun instan, digunakan air kan-sui (air obat) yang
ditambahkan ke dalam adonan tepung, sebelum adonan tersebut mengalami
proses pemasakan tahap pertama.
2. Pemasakan tahap pertama dilakukan lebih lama dibandingkan pada
pembuatan bihun biasa agar sekitar 80% pati yang ada menjadi matang.
Kalau pada pembuatan bihun biasa waktu pemasakannya sekitar 1 jam maka
pada bihun instan waktunya menjadi lebih lama, sekitar 1,5 jam (tergantung
juga pada jumlah adonan yang dimasak).
3. Pencetakan bihun dengan ekstruder dilakukan dengan ukuran cetakan yang
lebih kecil dibandingkan bihun biasa sehingga dihasilkan bihun yang lebih
halus dan lembut. Ukuran yang lebih halus ini menyebabkan luas permukaan
bihun menjadi bertambah sehingga lebih mudah menyerap air pada saat
dimasak. Inilah yang menyebabkan bihun instan lebih cepat matang
dibandingkan bihun biasa.
4. Pemasakan tahap kedua juga dilakukan dengan waktu yang lebih lama agar
100% pati menjadi matang (pati tergelatinisasi sempurna). Pemasakan tahap
kedua bisa dilakukan sampai 2 jam, tergantung jumlah bahannya. Oleh karena
pati bihun telah matang sempurna maka proses pemasakan bihun instan tentu
saja menjadi lebih cepat dibandingkan bihun biasa.
3.3

Parboiled Rice
Beras pratanak atau yang biasa disebut parboiling rice adalah proses

perendaman padi dalam air dingin dan kemudian ke dalam air panas (atau dalam
uap pada tekanan rendah) yang mungkin berasal dari India sekitar 2000 tahun
yang lalu (Grist 1975) atau proses pemberian air dan uap panas terhadap gabah
sebelum gabah tersebut dikeringkan (Haryadi 2006). Tujuan dari pratanak adalah
untuk menghindari kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi
maupun rendemen yang dihasilkan. Kelebihan lain dari proses pratanak menurut
Hasbullah (2011) berarti juga melakukan proses sterilisasi gabah setelah dipanen,
yang mungkin mengandung kotoran dan telur serangga yang terinvestasi di
dalamnya.

Pada zaman dahulu proses ini dilakukan guna mendapatkan kondisi gabah
yang lebih mudah dikupas sekamnya. Sedangkan perubahan sifat lainnya pada
hasil akhir dianggap merupakan suatu penyimpangan yang tidak berarti. Setelah
penggilingan secara mekanis dikembangkan, maka proses parboiling ini
bukannya tetap statis, tetapi berkembang di dalam aspek ekonomi, nutrisi dan
praktisnya dalam rangka memodifikasi hasil berasnya (Tjiptadi dan Nasution
1985). Kandungan gizi beras pratanak mencapai 80% mirip dengan beras tanpa
sosoh (brown rice).
Menurut Nurhaeni (1980), peningkatan nilai gizi pada beras pratanak
disebabkan oleh proses difusi dan panas yang melekatkan vitamin-vitamin dan
nutrien lainnya dalam endosperm, serta derajat sosoh beras yang rendah akibat
mengerasnya lapisan aleuron yang mengakibatkan sedikitnya bekatul dan nutrien
yang hilang. Nutrisi yang terkandung dalam beras pratanak, utamanya seperti
tiamin meningkat sehingga menyebabkan beras pratanak ini memiliki kandungan
vitamin B yang lebih tinggi dibandingkan beras biasa.
Bahan yang diperlukan dalam pengolahan beras pratanak adalah gabah dan
air bersih sedangkan peralatan yang akan digunakan adalah unit pengolahan beras
pratanak (drum perendaman, burner, tangki pengukusan dan steam boiler).
Setelah semua bahan dan peralatan yang dibutuhkan telah disiapkan langkah kerja
pertama yang dilakukan adalah pembersihan gabah. Gabah hasil panen petani
biasanya masih bercampur dengan jerami, gabah hampa dan kotoran lainnya
sehingga perlu dilakukan pembersihan.
Pembersihan gabah dapat menggunakan mesin precleaner. Setelah gabah
tersebut bersih, gabah ditimbang dan disiapkan sebanyak 45 kg. Sementara itu
drum untuk perendaman disiapkan dengan diisi air sesuai perbandingan antara
gabah dan air yaitu 1:3. Air di dalam drum kemudian dipanaskan selama kurang
lebih 4 jam menggunakan burner hingga suhu air mencapai 70 oC. Setelah air
tersebut panas, burner dimatikan dan gabah dimasukkan ke dalam drum
perendaman. Gabah kemudian direndam selama 4 jam dengan suhu 605 oC.
Setelah

proses

perendaman

selesai,

gabah

selanjutnya

dikukus

menggunakan tangki pengukusan yang telah disiapkan sebelumnya. Proses


penyiapan tangki pengukusan adalah dengan memanaskan steam boiler selama

perendaman berlangsung. Pemanasan ini memakan waktu sekitar 3 jam hingga


diperoleh steam dengan suhu 80-90 oC. Sebelum pengisian gabah ke dalam tangki
pengukusan, aliran steam dari boiler dihentikan untuk sementara waktu.
Gabah yang telah direndam air panas dikeluarkan dari drum perendaman
untuk kemudian dimasukkan ke dalam tangki pengukusan. Setelah tangki terisi
penuh oleh gabah, aliran steam kembali dibuka dengan terlebih dahulu menutup
bagian atas tangki. Proses pengukusan ini berlangsung selama 20 menit. Gabah
yang telah mengalami pengukusan kemudian dikeringkan.
Pengeringan gabah dapat menggunakan alat pengering atau dengan
metode penjemuran. Pengeringan gabah dengan metode penjemuran dilakukan di
Gabah
atas lantai jemur. Sebelum
dilakukan penjemuran, lantai jemur dibersihkan

terlebih dahulu. Pengeringan gabah dilakukan hingga kadar


air gabah mencapai
Kotoran,
Pembersihan (Pre-

benda
kadar air giling yaitu 13-14%.
celaner) Gabah yang telah mencapai GKG tersebut
asing

kemudian digiling untukGabah


bisa menghasilkan beras pratanak. Proses pengolahan
bersih
beras pratanak diatas dapat
disederhanakan ke dalam diagram alir prosedur kerja
Air

seperti padaPerendaman
Gambar 4 berikut
(suhu :605 oC , t = 4 jam,
perbandingan Gabah : air = 1 : 3)
penirisan

Air kotor

Pengukusan (suhu 80 oC , t = 20
menit)
Pengeringan (hingga k.a. 13-14%)

Gabah kering (k.a.


13-14%)
sortasi

Penggilingan (rice mill)

Kotoran, benda
asing
sekam (20%)

Beras pratanak pecah kulit(77%)

Penyosohan

Bekatul (10%)

Beras pratanak (parboiled rice) sosoh


(67%)
Grading

Menir (2%)

Beras kepala

Beras

Gambar 4. Proses Pengolahan Parboiled Rice


Sumber : modifikasi Spetriani (2011)
Dalam suatu sistem klasik terdapat tiga tahap proses beras pratanak yaitu:
perendaman (steeping in water), pengukusan (steaming), dan pengeringan
(drying). Pemakaian air dan panas mengakibatkan terjadinya modifikasi sifat
fisik, kimia, fisiko-kimia, biokimia, estetika dam organoleptik (Tjiptadi dan
Nasution 1985). Sedangkan menurut Ali dan Ojha (1976) prinsip dasar dari proses
pratanak padi adalah pembersihan (cleaning), perendaman (soaking), pengukusan

(steaming) dan pengeringan (drying). Selain keempat tahap tersebut, penggilingan


(milling) juga tahap yang sangat penting dalam menghasilkan beras pratanak.
1. Pembersihan (cleaning)
Gabah yang akan diproses pratanak terlebih dahulu dibersihkan dari
kotoran-kotoran dan benda asing seperti batu dan gabah hampa. Cara lama
pembersihan gabah dilakukan dengan pengapungan. Hal ini dimaksudkan untuk
memisahkan gabah hampa, daun, dan benda lain yang ringan dari tumpukan
gabah. Jika teknologi grading gabah memadai dapat digunakan alat pemisah
kotoran kecil, ringan dan berat berupa aspirator ataupun sieving.
2. Perendaman (soaking)
Proses perendaman atau soaking bertujuan untuk memasukkan air ke
dalam ruang inter cellular dari sel-sel pati endosperm dan sebagian air diserap
oleh sel-sel pati sendiri sampai pada tingkat tertentu, sehingga cukup untuk proses
gelatinisasi. Selama perendaman, gabah harus benar-benar terendam air.
Perendaman umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu perendaman dengan air
bersuhu ruang dan perendaman dengan air panas. Periode perendaman tergantung
kepada suhu air yang digunakan. Semakin tinggi suhu air tersebut maka waktu
perendaman semakin singkat. Padi atau gabah yang direndam pada suhu
lingkungan (20-30 oC) membutuhkan waktu selama 36 hingga 48 jam agar gabah
dapat mencapai kadar air 30%. Pada perendaman yang dilakukan dengan air panas
bersuhu sekitar 60-65 oC hanya membutuhkan waktu selama 2 hingga 4 jam
perendaman (Wimberly 1983).
3. Pengukusan (steaming)
Setelah mengalami perendaman dalam jangka waktu tertentu, gabah
tersebut diberi uap panas atau steaming. Steaming ini ditujukan untuk melunakkan
struktur sel pati endosperm sehingga tekstur granula pati dari endosperm menjadi
seperti pasta akibat proses gelatinisasi. Gelatinisasi total merupakan tujuan utama
dari proses pratanak sehingga memberikan hasil yang jernih. Alat pengukusan
yang digunakan dapat berupa ketel, tangki metal tanpa ataupun yang dilengkapi
dengan boiler. Sumber panas untuk steam yang digunakan pada pemanasan beras
pratanak adalah tungku.

Bahan bakar untuk tungku steam ini menggunakan biomassa berupa


serbuk gergaji atau sekam hasil samping penggilingan padi. Menurut Wimberly
(1983), pemberian uap panas ini juga mempunyai beberapa kelebihan diantaranya
panas yang tinggi dapat diaplikasikan pada suhu yang konstan, relatif mudah
ditangani, pengendalian suhu gabah yang mudah, dapat dihentikan secara cepat,
dan mempunyai tingkat pindah panas yang tinggi dibanding media lain (seperti
halnya air panas). Pada umumnya steam jenuh yang digunakan untuk pengukusan
mempunyai tekanan antara 1-5 kg/cm2 atau pada suhu sekitar 100-150 oC.
Pengukusan pada tangki yang kecil membutuhkan waktu 2- 3 menit dan pada
tangki yang besar dapat memakan waktu selama 20-30 menit.
4. Pengeringan (drying)
Pengeringan dalam proses pratanak sedikit berbeda dengan pengeringan
untuk padi biasa atau tanpa proses pratanak. Hal ini disebabkan karena padi
pratanak mempunyai suhu yang lebih tinggi (bisa mencapai 100 oC), mengandung
kadar air yang tinggi (dapat mencapai 45 %), tekstur butir yang berbeda akibat
pemanasan yang intensif dan steril akibat pemanasan yang dilakukan terutama
pada saat steaming (Ruiten 1979 diacu dalam Burhanudin 1981).
Pengeringan gabah hasil pratanak dilakukan hingga mencapai kadar air
GKG (Gabah Kering Giling) yaitu 14%. Pengeringan dapat dilakukan dengan
menggunakan

energi

matahari

secara

langsung

(sun

drying)

ataupun

menggunakan alat pengering yang telah ada. Pengeringan terhadap padi yang
telah direndam dan dikukus harus dilakukan dengan segera untuk menghindari
pertumbuhan jamur dan terjadinya fermentasi. Pengeringan ini merupakan tahap
akhir dalam pengolahan padi secara pratanak (parboiling rice).
Penundaan pengeringan yang dilakukan terhadap padi pratanak akan
mengakibatkan proses gelatinisasi terus berlangsung serta akan mengakibatkan
butir padi menjadi berwarna gelap akibat terlalu lama dibiarkan di udara terbuka.
Penundaan pengeringan juga akan mengakibatkan pertumbuhan jamur dan
kapang. Walaupun gabah tersebut telah steril akan tetapi kadar air gabah yang
tinggi tersebut sangat sesuai bagi perkembangan mikroorganisme tersebut.
5. Penggilingan (milling)

Tahap akhir untuk menghasilkan beras pratanak adalah penggilingan


(milling). Patiwiri (2006) menerangkan bahwa proses penggilingan padi diawali
dengan pembersihan awal untuk membersihkan gabah dari kotoran-kotoran
hingga gabah menjadi bersih. Selanjutnya gabah bersih mengalami proses
pemecahan kulit sehingga sekam yang berbobot sekitar 20% dari bobot awal
gabah akan terlepas dari butiran gabah dan menghasilkan beras pecah kulit. Jika
butir gabah tidak ditemukan pada beras pecah kulit, maka proses pemecahan kulit
dikatakan sempurna. Beras pecah kulit hasil penggilingan masih berwarna coklat
kusam sehingga perlu proses penyosohan guna memisahkan bekatul dan untuk
mendapatkan warna beras yang mengkilap. Setelah penyosohan selesai maka hasil
akhir penggilingan yang berupa beras telah siap untuk menjadi bahan pangan dan
dikonsumsi.
3.4

Beras Instan
Nasi yang dimasak dari beras biasa memerlukan waktu pemasakan 20-30

menit sampai tingkat kematangan yang dapat diterima. Bila ditambah proses
sebelumnya yang meliputi perendaman, pencucian dan pengukusan memerlukan
waktu total sekitar 1 jam. Persiapan nasi yang begitu lama untuk golongan
masyarakat tertentu, terutama yang sibuk, menjadi penghambat utama sehingga
mereka malas memasak nasi. Karenanya banyak usaha-usaha telah dilakukan
untuk memproduksi nasi instan atau quick cooking rice atau disebut juga nasi
instan, nasi cepat saji atau beras pasca tanak, dengan tujuan untuk mempercepat
waktu pemasakan.
Beras yang digunakan untuk menghasilkan nasi instan ialah beras instan.
Jenis beras ini mempunyai ciri khas yaitu butir-butir berasnya dibuat porous
(berpori-pori) sehingga air panas atau uap lebih cepat masuk ke dalamnya yang
mengakibatnya waktu menjadi masak menjadi jauh lebih cepat. Teknologi
bagaimana membuat beras menjadi porous dan cara pengeringannya menentukan
jenis dan mutu nasi instan yang dihasilkan.
Nasi instan harus dapat disiapkan dalam waktu 3 sampai 5 menit dan cara
persiapannya harus sederhana. Setelah dimasak, produk tersebut harus sesuai
dengan nasi biasa dalam hal rasa, aroma dan tekstur atau keempukannya. Sifat

lainnya adalah harus tinggi nilai gizinya (sama dengan nasi biasa), komposisinya
seimbang dan mudah diproduksi dalam jumlah banyak.
Sejak tahun 1970-an, Nissin Food Company di Osaka, Jepang telah
mengembangkan nasi instan yang disebut Cup Rice, yang dapat memenuhi
sebagian besar dari persyaratan di atas. Beras instan tersebut dibuat dengan cara
pemasakan pada suhu dan tekanan yang tinggi kemudian dikeringkan. Dengan
cara demikian produk yang diperoleh dapat direkonstitusi atau dibuat menjadi nasi
instan yang matang hanya dengan penambahan air mendidih dalam waktu 5
menit, dengan menggunakan wadah polystyrene. Pada saat ini telah banyak
beredar beras cepat masak, terutama di negara-negara maju. Walaupun sekarang
baru terdapat beberapa jenis beras cepat masak yang beredar di pasar dalam
negeri, diperkirakan dalam tahun-tahun mendatang jumlahnya akan makin
banyak.
Produk akhir beras instan harus kering, tidak melekat satu dengan yang
lain, tetapi harus berupa butir-butir beras yang terpisah. Biasanya butir-butir beras
instan mempunyai volume yang lebih besar yaitu antara 1,53,0 kali beras biasa.
Air matang yang digunakan untuk membuat beras instan menjadi nasi harus
masuk ke dalam butir-butir beras dalam waktu yang relatif cepat.
3.4.1

Jenis dan Proses Pembuatan Beras Instan


Beras Instan yang dihasilkan dapat berbeda dalam jenis dan mutunya

disebabkan adanya perbedaan dalam hal kadar air, waktu dan suhu pemasakan
awal ketika membuat beras instan, kondisi pengeringan, dan cara pembuatannya.
Variasi mutu yang penting adalah dalam hal kecepatan pengolahan menjadi nasi,
yang berkisar antara 10-15 menit, 5 menit, dan 1 2 menit.
Salah satu cara pembuatan beras instan ialah dengan perlakuan kimia,
yakni dilakukan dengan penambahan senyawa fosfat. Senyawa fosfat yang biasa
ditambahkan dalam perlakua ialah larutan NaH2PO4. Tujuan penambahan senyawa
fosfat adalah untuk menjadikan butir-butir beras menjadi lebih porous, sehingga
proses penyerapan air menjadi lebih cepat pada waktu penambahan air panas atau
pemasakan.

Beras

yang digunakan dalam pembuatan beras instan ini ialah beras varietas IR 64. Biji

beras berbentuk pendek dan panjang 2-3 kali lebarnya, dan berwarna putih kapur.
Kandungan protein beras ialah 11, 625% dan amilosa 24,025%. Proses pembuatan
beras instan disajikan pada diagram alir berikut ini :
Diagram Proses Pengolahan Beras Instan
Beras
Perendaman dalam larutan Na2HPO4 0,2% dengan perbandingan 1:3

(t

= 18 jam)

Penetralan dengan NaOH 2 N


Air bersih
Pencucian

Air kotor

Pemasakan dengan perbandingan beras : air = 1:2


(T = 80C, t = 10 menit)
Nasi setengah
matang
Pengukusan (t = 10 menit)
Pengeringan dengan Fluid Bed Dryer hingga kadar air 7-10%
(T = 140C, t = 15 menit)

Beras Instan

Gambar 5. Diagram Proses Pembuatan Beras Instan


Dalam pembuatan beras instan terdapat serangkaian tahapan proses yang dapat
dilihat pada diagram alir proses pembuatan beras instan (Gambar 5). Berikut ini
ialah penjelasan fungsi tahapan-tahapan proses dalam proses pembuatan beras
instan :
1. Perendaman dalam Larutan Na2HPO4
Perendaman dengan larutan Na2HPO4 menyebabkan terjadinya modifikasi
pati dan merupkan titik kritis dalam pembuatan beras instan. Modifikasi pati akan
memperkuat ikatan hidrogen dengan ikatan kimia yang bertanggung jawab
terhadap integritas granula, sehingga penyerapan air akan meningkat. Pada

konsentrasi yang lebih tinggi, dinding sel lebih membuka dan struktur ikatan
antara patiprotein menjadi renggang sehingga air lebih mudah terperangkap ke
dalam granula pati.
Penggunaan konsentrasi Na2HPO4 yang digunakan harus tepat dan tidak
boleh terlalu tinggi. Semakin tinggi konsentrasi Na2HPO4, maka semakin rendah
kandungan proteinnya karena semakin banyak protein beras yang terlarut dalam
air rendaman. Protein beras yang larut dalam air rendaman beras disebabkan
protein beras membentuk ikatan silang dengan amilosa sehingga mudah menyerap
air dan molekul protein-amilosa berdifusi meninggalkan granula dan larut dalam
air perendaman dan terbuang saat proses pencucian.
2. Penetralan dengan NaOH 2 N
Perendaman ini menyebabkan pH menjadi agak asam yaitu 5,2. Penetralan
dilakukan dengan penambahan NaOH 2 N sampai mencapai pH 7,0-7,3.
3. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan air yang bersih. Air kotor yakni air hasil
rendaman ikut terbuang selama proses pencucian. Pencucian dilakukan hingga
beras bersih dari air perendaman Na2HPO4.
4. Pemasakan
Pemasakan dilakukan dengan perbandingan air : beras ialah 2 : 1, pada
suhu 80C, selama 10 menit. Pada proses pemasakan terjadi proses gelatinisasi
pati. Selama proses gelatinisasi pati terjadi pemutusan ikatan hydrogen yang
berfungsi mempertahankan struktur dan integritas pati menyebabkan granula pati
menyerap air. Peningkatan volume granula pati terjadi karena granula pati
menyerap air dan menyebabkan pembengkakan granula. Pengembangan granula
pati bersifat tidak dapat balik dan akan terjadi perubahan struktur granula bila
pemanasan mencapai suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi pati beras 68-78C.
5. Pengukusan
Pengukusan dilakukan selama 10 menit bertujuan untuk menyempurnakan
proses gelatinisasi pati beras. Pati yang telah mengalami gelatinisasi tidak dapat
kembali ke sifat-sifatnya sebelum gelatinisasi.

6. Pengeringan dengan Fluid Bed Dryer


Pati beras yang telah mengalami gelatinisasi dapat dikeringkan. Bahan
yang telah kering tersebut mampu menyerap air dalam jumlah besar dengan
mudah. Pengeringan dilakukan dengan fluid bed dryer.
Pengeringan hamparan terfluidisasi (Fluidized Bed Drying) adalah proses
pengeringan dengan memanfaatkan aliran udara panas dengan kecepatan tertentu
yang dilewatkan menembus hamparan bahan sehingga hamparan bahan tersebut
memiliki sifat seperti fluida (Kunii dan Levenspiel, 1977).
Pengeringan ini banyak digunakan untuk pengeringan bahan berbentuk
partikel atau butiran. Proses pengeringan dipercepat dengan cara meningkatkan
kecepatan aliran udara panas sampai bahan terfluidisasi. Dalam kondisi ini terjadi
penghembusan

bahan

sehingga

memperbesar

luas

kontak

pengeringan,

peningkatan koefisien perpindahan kalor konveksi, dan peningkatan laju difusi


uap air.
3.5

Rengginang
Rengginang adalah kerupuk yang terbuat dari bahan dasar beras ketan

hitam atau putih. Berbeda dengan kerupuk umumnya, pada proses pembuatannya,
tidak dilakukan proses penggilingan bahan menjadi adonan halus. Beras hanya
dimasak menjadi nasi, kemudian dicetak berupa cakram pipih dan dikeringkan.
Proses pengolahan rengginang meliputi tahapan berikut :
1. Pencucian dan Perendaman
Beras dicuci hingga air bilasnya agak jernih. Setelah itu beras direndam
dalam air selama semalam. Beras yang telah direndam akan lunak dan utuh.
Setelah itu beras ditiriskan.

2. Penyiapan Bumbu
a. Bumbu yang digunakan adalah udang saih kering, bawang putih, garam dan
gula. Setiap 1 kg beras memerlukan 50 gram bawang putih, 50 gram udang saih
kering, 20 gram gula pasir halus dan 20 gram garam. Udang saih kering disangrai

sampai kering tapi tidak sampai gosong. Kemudian udang digiling atau diblender
sampai halus.
c.

Gula pasir digiling atau diblender samapai halus.

d. Bawang putih, dan garam digiling sampai halus kemudian dicampur dengan
udang dan gula pasir yang sebelumnya telah dihaluskan. Campuran ini disebut
bumbu rengginang.
3. Pemberian Bumbu dan Pengukusan
Beras yang telah direndam dan ditiriskan di atas dicampur sampai rata dengan
bumbu rengginang. Setelah itu beras dikukus sampai matang. Hasil pengukusan
disebut nasi.
4. Pencetakan
a. Persiapan Pencetakan
Meja dialasi dengan plastik. Permukaan plastik diolesi dengan minyak.
Cetakan dletakkan diatas plastik tersebut.
b. Pencetakan
Nasi yang masih panas segera dicetak. Nasi sebanyak 1 sendok
dimasukkan ke dalam cetakan. Kemudian ditekan-tekan samapi padat dan rata
permukaannya. Setelah itu cetakan diangkat. Nasi yang berbentuk cakram pipih
akan tertinggal di permukaan plastik. Nasi ini disebut dengan rengginang basah.
5. Pengeringan
Rengginang basah diangkat dan diletakkan di atas tampah, kemudian dijemur
dengan sinar matahari atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar
airnya di bawah 9 %. Rengginang yang telah kering mudah dipatahkan dan
berbunyi pada saat dipatahkan. Hasil pengeringan ini disebut rengginang kering.
6. Penyimpanan
Rengginang kering harus disimpan di dalam wadah tertutup, misalnya kantong
plastik atau kotak kaleng.
7. Penggorengan
Rengginang kering yang akan dikonsumsi harus digoreng sebelum
dikonsumsi. Penggorengan dilakukan di dalam minyak panas pada suhu 170C.

Rengginang yang beredar di pasaran dapat dibuat dengan cara sebagai


berikut :

Gambar 6. Diagram Proses Pembuatan Rengginang

IV.

KESIMPULAN
Kesimpulan berdasarkan makalah ini adalah:

Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu jenis dari marga Oryza, yang
termasuk kedalam suku Poaceae (Gramineae).
Pengolahan padi menjadi beras terdiri dari proses penggabahan,
pengeringan sampai kadar air 12-14% yang menghasilkan gabah kering
100%, kemudian sortasi, penggilingan yang menghasikan beras pecah kulit
77%, penyosohan yang menghasilkan beras sosoh 67%, dan grading yang
menghasilkan menir 2%, beras kepala 52%, dan beras patah 23%.
Terdapat beberapa produk olahan beras, diantaranya adalah tepung beras,
bihun, parboiled rice, bubur bayi, bubur instan dan rengginang.
Proses pembuatan tepung beras terdiri dari beras yang diayak
menghasilkan
pengeringan

beras
I

bersih,

yang

pencucian,

menghasilkan

beras

perendaman,
lembab,

penirisan,

penggilingan,

pengeringan II.
Proses pembuatan bihun terdiri dari pencampuran tepung beras dan air
kan-sui menjadi adonan, pengepresan, pemasakan I, pembentukan
lembaran, pencetakan, pemasakan II, pengeringan yang menghasilkan
bihun kering dan pengemasan.
Proses pembuatan parboiled rice terdiri dari gabah yang dibersihkan,
perendaman, pemberian uap panas, pengeringan yang menghasilkan gabah
kering, sortasi, penggilingan yang menghasilkan beras pratanak, grading
yang menghasilkan menir 2%, beras kepala 52% dan beras patah 13%.
Proses pembuatan bubur bayi terdiri dari tepung beras yang dicampur
tepung bahan lain, pemasakan bubur yang menghasilkan bubur basah,
pengeringan yang menghasilkan bubur bayi kering, penumbukan dengan
disk mill dan pengemasan.
Proses pembuatan bubur instan terdiri dari perendaman beras dalam
larutan Na2HPO4, penetralan dengan NaOH 2N, pencucian, pemasakan,
pengukusan

dan

pengeringan

dengan

fluid

bed

dryer.

Proses pembuatan rengginang terdiri dari beras ketan putih yang direndam,
penirisan, pengukusan, pencampuran, pencetakan, pengeringan yang

menghasilkan rengginang kering, penggorengan, pendinginan


pengemasan.

DAFTAR PUSTAKA

dan

[BSN] Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2011. Persyaratan Mutu Beras


Giling. SNI 01-6128-2008. www.sisni.bsn.go.id [diakses tangal 5
Desember 2012].
Akhyar. 2009. Pengaruh Proses Pratanak Terhadap Mutu Gizi dan Indeks
Glikemik Berbagai Varietas Beras Indonesia [tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Ali, N dan Ojha, T.P. 1976. Parboiling technology of paddy. In: Araullo, E.V, de
Padua, D.B dan Graham, M (ed). Rice Post Harvest Technology. IDRC.
Ottawa. Hal 163-204.
Anonim.
2005.
Proses
Pengolahan
Padi.
Available
online
at
http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=6&doc=6b31.[diakses
tanggal 27 November 2012]
Anonim. 2011. Padi. http://id.wikipedia.org/wiki/Padi [diakses tangal 5 Desember
2012].
Argasasmita T.U. 2008. Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Indeks Glikemik
Varietas Beras Beramilosa Rendah dan Tinggi [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
AOAC. 1995. Official Method of Analysis. AOAC. Inc. Washington DC.
Anonim.
2011.
Structure
of
a
http://www.teksengricemill.com/knowled/structure.htm
2011].

rice
[16

grain.
Februari

Anonim.2005. Pengolahan Tepung beras.


Available online
http://www.warintek.ristek.go.id/pangan/Seralia%20dan
%20Umbi/tepung_beras.pdf. [diakses tanggal 27 November 2012]

at

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Balitbang Deptan. 2009. Deskripsi Varietas
Padi. Jakarta. Departemen Pertanian RI.
Burhanudin, A. 1981. Mempelajari Pengaruh Proses Pratanak (parboiling) Padi
Terhadap Rendemen dan Sifat-Sifat Fisik Beras yang Dihasilkan dari Dua
Varietas Padi [skripsi]. Bogor : Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Damardjati, D.S dan Purwani, E.Y. 1991. Mutu Beras. Dalam Padi-Buku 3. Balai
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
De Man, JM. 1997. Kimia Makanan. Edisi kedua. Diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB.

Damardjati, DS. 1988. Struktur Kandungan Gizi Beras. Dalam Padi-Buku 1. Balai
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Dewi, AR. 2009. Kajian Konfigurasi Mesin Penggilingan untuk Meningkatkan
Rendemen dan Menekan Susut Penggilingan pada Beberapa Varietas Padi
[skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. 2011. Data produksi biji-bijian di
Indonesia. http://www.deptan.go.id/ditjentan/dpi/produksi.pdf [diakses
tangal 5 Desember 2012].
Gariboldi. 1974. Parboiled rice. In: Houston D.F (ed). Rice Chemistry and
Technology. American Assosiation of Chemists. Inc. St.
Paul. Minnesota. Grist, D.H. 1975. Rice . 5th ed. London: Longmans. Haryadi.
2006. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
F.G. Winarno. 1987. Haruskah Kita Peduli rasa Nasi?. FTDC-IPB.
Hasbullah, R. 2011. Beras Pratanak adalah VHT pada
http://rokhani.staff.ipb.ac.id/ [diakses tangal 5 Desember 2012].

Gabah.

Hasbullah, R dan Bantacut, T. 2006. Teknologi pengolahan beras ke beras (rice to


rice processing technology). Dalam: Prosiding Lokakarya Nasional:
Peningkatan Daya Saing Beras Nasional Melalui Perbaikan Kualitas.
Perum bulog. Jakarta. Hal. 79-97.
Hasbullah. 2005. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil .
Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat.

Dewan Ilmu

Juliano, B.O. 1972. The rice caryopsis and its composition. In: Houston D.F (ed).
Rice Chemistry and Technology. American Assosiation of Chemists, Inc.
St. Paul. Minnesota.
Juliano, B.O. 1976. Rice biology. In: Araullo, E.V, de Padua, D.B dan Graham, M
(ed). Rice Post Harvest Technology. IDRC. Ottawa. Hal. 13-18. 32
Kunze, O.R dan Calderwood, D.L. 2004. Rough Rice Drying-Moisture
Adsorption and Desorption. Dalam: Campagne, E.T. (ed). Rice :
Chemistry and Technology. Third Edition. American Association of Cereal
Chemists, Inc, USA. Hal : 223-264.
Made Astawan, 2000. Baras dan Tepung Beras. Bahan untuk Majalah Femina,
Jakarta.
Muchtadi dan Sugiyono 1992. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nurhaeni, S. 1980. Mempelajari Kebutuhan Panas dan Kecepatan Pengeringan


Pengolahan Parboiled Rice [skripsi]. Bogor: Fakultas Mekanisasi dan
Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Patiwiri, A.W. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Prabowo, S. 2006. Pengolahan dan pengaruhnya terhadap sifat fisik dan kimia
serta kualitas beras. J Teknologi Pertanian 1(2) : 43-49.
Rimbawan. 2006. Pengembangan teknologi pengolahan beras rendah indeks
glisemik. Dalam: Prosiding Lokakarya Nasional: Peningkatan Daya Saing
Beras Nasional Melalui Perbaikan Kualitas. Perum bulog. Jakarta.
Hal.131-140.
Soekarto, ST. 1985. Metode Penelitian Organoleptik. Jakarta : Bhatara Karya
Aksara.
Soetrisno U.S.S dan R.R.S. Apriyantono. Formula Karbohidrat dan Protein
Terolah untuk Makanan Jajanan Glikemik Tinggi. Proseding Temu Ilmiah
Kongres XIII PERSAGI 2005 Denpasar Bali, pp. 349 : 352.
Sumardi. 1977. Pengaruh Proses Parboiling Terhadap Rendemen, Vitamin, dan
Mineral Beras. Di dalam Prosiding Seminar Teknologi Pangan III. Balai
Penelitian Kimia, Departemen Perindustrian Bogor. Bogor.
Tjiptadi, W dan Nasution M.Z. 1985. Padi dan Pengolahannya. Bogor: Agro
Industri Press Departemen teknologi industri pertanian, fateta, IPB.
Widowati S, Santosa BAS, Astawan M, Akhyar. 2009. Penurunan indeks glikemik
berbagai varietas beras melalui proses pratanak. J Pascapenen 6(1) : 1-9.
Wimberly J.E. 1983. Paddy Rice Postharvest Industry in Developing Countries.
Manila: IRRI (International Rice Research Institute).
Winarno, F.G. 1984. Padi dan Beras. Riset Pengembangan Teknologi Pangan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai