Anda di halaman 1dari 27

FISIOLOGI PASCA PANEN

“Revie Jurnal Fisiologi Pasca Panen Sayur-Sayuran”

OLEH :

KELOMPOK 11

1. SENDRI PUTRIYANA (Q1A116049)


2. WA ODE AL WAHYUNI MADU (Q1A115235)
3. MUHAMMAD AL FICHRY FALIHI (Q1A116031)
4. WA ODE SYAMNAWARR RIZKA MAKMUR (Q1A116064)
5. RIO BRAVO MALAU (Q1A116044)
6. LELY MONIKA BR TARIGAN (Q1A116029)
7. TRI YUDIANTO (Q1A116101)
8. RENI ANGGRENI (Q1A116041)
9. OKTAVIANA BR SEMBIRING (Q1A116067)

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
Judul Pengaruh Penggunaan Berbagai Jenis Kemasan
Kertas Terhadap Daya Simpan Kubis ( Brassica
oleracea)
Penulis Suhartono dan Rakhmat Iskandar

A. Pendahuluan
Sifat dan kandungan gizi sayuran seperti kubis digolongkan sebagai bahan
pangan yang mudah rusak atau busuk (perishable). Usaha penanganan pascapanen
sayuran harus dilakukan secara hati-ha ti untuk menekan kehilangan (loss) mutu.
Dengan sifatnya yang tidak tahan lama dan mudah rusak, maka dilakukan upaya
untuk memperpanjang daya simpannya, dengan meminimalkan kerusakan kualitas
yang mungkin terjadi selama proses pascapanen.
B. Metode
Pengemasan dengan menggunakan kertas adalah salah satu cara pengemasan
untuk mempertahankan daya simpan dari kubis. Perlakuan dan jenis pengemasan
yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis kemasan : kontrol, kemasan kertas
perkamen, kemasan kertas kraft, kemasan kertas koran, dan kemasan kertas
laminasi. Peubah yang diamati adalah Kadar Air (KA) akhir, Daya Susut Bobot
dan Organoleptik tentang tekstur, aroma, kelayuan, kesukaan dan warna.
C. Pembahasan
Uji kadar air : berbagai jenis kemasan kertas, berpengaruh nyata terhadap
kadar air (KA) yang dikandung kubis pada akhir percobaan. Jenis kemasan
menunjukkan perbedaan yang nyata bermakna, apabila dibanding kan dengan
kontrol (tanpa kemasan). Begitu juga berbagai macam kemasan juga memberikan
perbedaan yang nyata bermakna, dimana jenis kemasan kertas laminasi sedikit
banyak bisa menahan kadar air cukup tinggi dibandingkan dengan kemasan kertas
per kamen, kertas koran dan kertas kraft.
Daya susut bobot : berbagai macam kemasan kertas pembungkus produk kubis
berpengaruh terhadap susut bobot sayur ku bis. Tanpa kemasan nilai susut
bobotnya tertinggi dan mencapai rerata susut bobot tertinggi dan mencapai rerata
susut bobot sebesar 156 g, dibandingkan dengan berbagai macam kemasan kertas
kraft, perkamen, koran dan kertas laminasi dengan rerata susut bobotnya berkisar
antara 35 g sampai 98 g. Begitu juga kemasan terbaik yang mempunyai nilai susut
bobot kubis terkecil, adalah kemasan kertas laminasi dengan nilai susut bobot
sebesar 35 g. Hal ini didu ga karena jenis kemasan kertas l minasi tidak berpori
dan kedap air dan kedap udara. Kemudian, pengamatan organoleptik dilakukan
dengan cara pengujian organoleptik dengan responden 20 orang panelis.
D. Kesimpulan
Pada hasil rekapitulasi rerata nilai organoleptik 20 (dua puluh) orang
responden, untuk peubah tekstur kubis jenis kertas kemasan yang dipilih jenis
kemasan kertas laminasi (nilai 2,75). Kertas laminasi adalah kertas yang
permukaannya dilaminasi dengan menggunakan bahan lain. Bahan untuk
melaminasi yang biasanya digunakan adalah plastik, alumunium foil, lilin, dan
sebagainya. Kertas ini mempunyai warna kecoklatan. Sedangkan untuk peubah
kelayuan, peubah aroma, peubah warna dan peubah kesukaan, hampir semua
responden memilih kemasan kertas perkamen dengan rentang nilai (2,67 - 3,57).
Adapun sifat kertas perkamen adalah merupakan kertas yang tembus pandang
(transparan) tetapi kertas jenis perkamen ini mempunyai tekstur yang lebih kasar
jika dibandingkan dengan kertas glasin dan minyak, permukaan yang licin, dan
jika terdekorasi mempunyai efek pewarnaan yang baik.
E. Kelebihan
Penjelasan kemasan yang digunakan lengkap serta refensi yang di gunakan
sangat banyak sehingga hasil penelitiannya sangat baik.
F. Kelemahan
Metodenya sudah biasa dilakukan yaitu teknologi pengemasan.
Judul Kajian Perubahan Mutu Kubis (Brassica oleracea
var gran 11) dalam Kemasan Plastik Selama
Penyimpanan
Penulis Valentine Takaendengan, Ireine Longdong, Frans
Wenur

A. Pendahuluan
Kubis sebagai salah satu produk hortikultura adalah produk yang mudah
rusak. Kubis seperti juga komoditi hortikultura lainnya walaupun sudah dipanen,
masih melakukan proses metabolisme yaitu respirasi dan terus melakukan
transpirasi serta pematangan, penuaan dan akhirnya layu. Kerusakan produk
pascapanen umumnya proporsional mengikuti laju respirasi. Daun kubis segar
rasanya renyah dan garing sehingga dapat dimakan sebagai lalapan saat masih
mentah dan matang dalam campuran salad dan sayur. Untuk itu mempertahankan
kesegaran dari produk hortikultura merupakan hal yang sangat penting.
B. Metode
Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu kubis tanpa
kemasan, kubis yang dikemas dengan stretch film, dan kubis yang dikemas
menggunakan LDPE berlubang yang disimpan pada suhu ruang, suhu 0 ˚C - 5 ˚C,
dan pada suhu 5 ˚C - 10 ˚C dilakukan sebanyak 3 kali. Data hasil pengamatan dan
perhitungan kemudian di plot kedalam tabel, gambar dan grafik kemudian dikaji
secara deskriptif, yaitu menjelaskan kehilangan bobot, laju produksi CO2, tekstur,
dan warna yang terjadi pada kubis selama penyimpanan.
C. Pembahasan
Susut bobot : pada penyimpanan suhu 0˚C - 5˚C selama 20 hari, tanpa
kemasan, kemasan SF dan kemasan LDPE tidak memberikan susut bobot. Yang
terjadi adalah penambahan berat. Hal ini terjadi karena kubis direndam didalam
air bercampur es. Penambahan berat terjadi karena proses absorbsi yaitu terjadi
penyerapan air oleh kubis. Hal ini sebenarnya baik mengingat bahwa semakin
berat kubis semakin mahal harganya, namun pada hari ke 20 kubis yang di simpan
pada suhu 0˚C - 5˚C mengalami freezing injury. Kemasan stretch film pada suhu
berkisar 5˚C - 10 ˚C memiliki prosentase susut bobot yang paling kecil.
Laju produksi CO2 selama respirasi : Kemasan stretch film memberikan laju
produksi CO2 yang rendah dibandingkan LDPE. Hal ini disebabkan kemasan
stretch film memiliki ketebalan plastik yang lebih kecil dibandingkan LDPE.
Ketebalan ini mempengaruhi laju perembesan gas. Semakin tipis plastik berarti
jarak yang ditempuh oleh molekul-molekul gas untuk menembus plastik lebih
kecil sehingga permeabilitas terhadap gas lebih besar. Pada pengemasan stretch
film dengan suhu penyimpanan ruang dan penyimpanan dingin memiliki sifat
lebih permeabel dibandingkan LDPE. Stretch film memiliki permeabilitas CO2
lebih besar daripada O2. Pada kondisi O2 yang rendah dalam ruang kemasan akan
menurunkan laju respirasi sehingga masa simpan lebih lama
Pengukuran warna : Dengan melihat dari angka pada tabel dan memplotnya
kedalam grafik didapatkan bahwa warna yang dimiliki oleh kubis tidak
dipengaruhi oleh suhu dan jenis kemasan. Warna yang didapatkan pada setiap
pengukuran relatif sama yaitu berwarna putih.
D. Kesimpulan
1. Kubis yang dikemas dengan strecth film pada suhu 5⁰C- 10⁰C
memberikan hasil yang paling baik selama masa simpan 20 hari
dibandingkan dengan kubis yang disimpan didalam suhu ruang dan yang
disimpan pada suhu 0⁰C- 5⁰C.
2. Kubis yang disimpan pada suhu berkisar 5˚C - 10 ˚C menggunakan
kemasan stretch film memberikan hasil susut yang paling rendah sebesar
1,59% setelah disimpan selama 20 hari.
E. Kelebihan
Jurnal ini menyatakan data dan grafik sehingga mudah dipahami serta
referensi yang digunakan banyak sehingga penjelasan yang ada didalamnya cukup
lengkap.
F. Kelemahan
Bahan pembuatan stretch film tidak dijelaskan.
Judul Pengaruh Pencucian Kubis (Brassica Oleracea Var
Capitata) Menggunakan Larutan Klorin Dan
Pengemasan Individu Menggunakan Wrapping -
Plastic Film Terhadap Kehilangan Berat dan Kualitas
Selama Penyimpanan
Penulis P.K Diah Kencana, Made Supartha Utama, I Gusti
Putu Umbara Yasa (2015)

A. Pendahuluan
Kubis (Brassica oleracea Var Capitata) adalah salah satu produk hortikultura
yang sangat digemari masyarakat dan banyak di tanam di daerah dataran tinggi
seperti daerah Bedugul dan Kintamani, sehingga untuk memasarkannya ke
daerah-daerah perkotaan diperlukan perlakuan khusus untuk dapat menjaga
kesegaran kubis hingga sampai ditangan konsumen. Dalam pengembangan
teknologi pascapanen, beberapa pertimbangan karakteristik pascapanen kubis dan
faktor-faktor yang berpengaruh perlu diketahui untuk pengendalian kerusakan dan
kemunduran mutu.
B. Metode
Metode yang digunakan pada jurnal ini yaituPencucian menggunakan klorin
dengan konsentrasi masingi-masing (0;50;100;150 ppm) serta perlakuan kubis
tanpa dikemas dan kubis yang dikemas dengan plastic wrap (LDPE). Parameter
yang diamatiyaitu susut bobot pada kubis selama penyimpanan diukur dengan
cara menimbang berat awal kubis dan berat akhir kubis.
C. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pengamatan deskriptif selama
periode penyimpanan dari semua kubis yang dicuci menggunakan klorin dan
disimpan dalam kemasan plastik terlihat mengalami pembususkan yang lebih
cepat, hal ini dimungkinkan karena adanya air yang terperangkap selama
pencucian, kemudian selama penyimpanan suhu yang meningkat mengakibatkan
bakteri berkembang dengan cepat dan menimbulkan kebusukan pada kubis.
Sedangkankubis yang disimpan tanpa kemasan terjadi pembusukan yang lebih
lama, namun dari pengamatan deskriptif terjadi perubahan warna mulai kuning
kecoklatan dan tekstur yang mulai lembek.
Pengamatan terhadap susut berat kubis yang disimpan tanpa kemasan
mengalami laju susut berat yang lebih tinggi dibandingkan dengan susut berat
yang terjadi pada pengemasan kubis dengan wrapping plastik film, sehingga kubis
mengalami kelayuan yang lebih cepat juga tekstur kubis yang berubah.Dan hasil
pengamatan kualitas selama penyimpanan kubis,perlakuan kubis dengan kemasan
plastik wraping lebih renyah dibandingkan dengan tanpa kemasan, ini
menunjukan bahwa dengan kemasan dapat mempertahankan kesegran kubis serta
kubis dengan kemasan mengalami perubahan warna yang lebih rendah
dibandingkan kontrol kubis tanpa kemasan.
D. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada pengamatan
deskriptif kubis sebaiknya disimpan tanpa kemasan agar tidak terjadi percepatan
pembusukan. Sedangkan pada pengamatan susut berat, kualitas dan warna
sebaiknya kubis dikemas menggunakan wrapping plastik film agar tidak
mengalami kelayuan yang cepat, kubis bisa lebih renyah dan perubahan warna
yang lebih rendah.
E. Kelebihan
Kebihan dari jurnal ini yaitu dalam hasil yang di paparkan cukup jelas
sehingga pembaca dapat mengerti apa isi jurnal ini.
F. Kekurangan

Kekurangan dari jurnal ini yaitu refensi yang di gunakan kurang banyak
untuk mendukung penjelasan-penjelasan agar lebih akurat.
Judul Pengaruh Media Penyimpanan (Biji Plastik) Terhadap Umur
Simpan Wortel Segar (Daucus Carrota L.)
Penulis Fendriansah, Tamrin, Oktafri

A. Pendahuluan
Wortel (Daucus carota L.) adalah tumbuhan jenis sayuran umbi yang
biasanya berwarna kuning kemerahan atau jingga kekuningan dengan tekstur
serupa kayu. Tanaman ini menyimpan cadangan makanan di dalam umbi,
batangnya pendek, memiliki akar tunggang yang bentuk dan fungsinya berubah
menjadi umbi bulat dan memanjang.
B. Metode
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan air pendingin 3 tingkat : di
bawah, setara, dan di atas tinggi permukaan media penyimpanan yang digunakan
yaitu biji plastik. Masing-masing unit percobaan diulang sebanyak tiga kali
ulangan.
C. Pembahasan
Umur simpan merupakan suatu parameter yang menunjukan kemampuan
buah untuk bertahan dan layak konsumsi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
terhadap penyimpanan wortel dalam media biji plastik, wortel memiliki umur
simpan yang berbeda-beda.Wortel yang disimpan di dalam biji plastik dengan
ditempatkan diluar wadah penyimpanan dengan ketinggian air pendingin biji
plastik memiliki umur simpan 20 hari.
Penyimpanan wortel pada media biji plastik dengan wortel ditempatkan di
luar wadah penyimpanan dengan ketinggian air pendingin setara tinggi
permukaan biji plastik memiliki umur simpan 20 hari, sementara pemberian air di
luar wadah penyimpanan dengan ketinggian air pendingin di bawah tinggi
permukaan biji plastik memiliki umur simpan 22 hari. Penyimpanan pada media
biji plastik dengan rata-rata umur simpannya 20 hari. Pada penyimpanan media
biji plastik umur simpannya lebih lama dari penyimpanan wortel pada suhu ruang
karena ketersediaan oksigen pada media biji plastik lebih sedikit selain itu juga
suhu pada media biji plastik lebih rendah sehingga respirasi dan transpirasi
berjalan lambat. Penyimpanan dengan ketinggian air pendingin di bawah, setara,
dan di atas permukaan pasir yaitu 20, 26, 22 hari, sedangkan penyimpanan dengan
ketinggian air pendingin di bawah,setara, di atas permukaan serbuk gergaji umur
simpannya adalah 16, 18, 20 hari, wortel memiliki rata-rata umur simpan yaitu 20
hari (Hartiwiningsih, 2012).
D. Kesimpulan
1. Umur simpan wortel pada media biji plastik lebih lama dari pada
perlakuan kontrol.
2. Perbedaan jumlah air pendingin relatif tidak pengaruh terhadap suhu di
dalam media penyimpanan, walaupun ada kecendungan permukaan air
lebih tinggi menghasilkan suhu udara pada media penyimpanan lebih
rendah.
E. Kelebihan
Kelebihan dari jurnal ini adalah mampu memperpanjang masa simpan
wortel lebih dari 20 hari.
F. Kekurangan
Kekurangan dari jurnal ini adalah adanya satu perlakuan yang tidak
berpengah nyata terhadap masa simpan wortel.
Judul Pengaruh Lubang Perforasi Dan Jenis Plastik Kemasan
Terhadap Kualitas Sawi Hijau (Brassica juncea L.)
Penulis Renny Anggraini dan Nelsy Dian Permatasari (2017)

A. Pendahuluan
Produk pascapanen hasil hortikultura termasuk sayuran daun seperti sawi
hijau mengalami kemunduran kualitas yang dicirikan oleh terjadinya proses
pelayuan yang cepat. Salah satu penyebab terjadinya pelayuan adalah terjadinya
proses transpirasi atau penguapan air yang tinggi melalui bukaan-bukaan alami
seperti stomata, hidatoda dan lentisel yang tersedia pada permukaan dari produk
sayuran daun
B. Metode
Metode yang digunakan pada penaganan pasca panen sawi hijau dengan
menggunakan jenis plastik dan jumlah lubang perforasi terbaik. Sawi kemudian
dianalisis mutu awalnya. Selanjutnya sawi dengan ukuran yang sama dipisahkan
(sizing) untuk digunakan dalam penelitian. Sawi hijau kemudian dikemas dalam
plastik LDPE, PP, dan Stretch film. Masing-masing jenis plastik 20 x 25 cm
dengan kapasitas 250 g kemudian dilubangi sebanyak 2, 4, dan 6 (ukuran lubang 5
mm), serta tanpa lubang. Seluruh perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan
selanjutnya disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 5 C. Setelah dilakukan
penyimpanan, sawi hijau dianalisis mutunya secara fisikokimia yakni kadar air
(basis basah), vit C (mg/100 g), total padatan terlarut (refraktometer % o - Brix),
susut bobot %
C. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa plastik LDPE merupakan kemasan
terbaik yang mampu mempertahankan kadar air, susut bobot, dan vitamin C pada
sawi hijau selama penyimpanan, sedangkan plastik PP merupakan kemasan
terbaik yang mampu mempertahankan TPT sawi hijau. Jumlah lubang perforasi
hanya berpengaruh nyata terhadap TPT sawi hijau pada hari ke-6 penyimpanan.
Berdasarkan uji indeks efektifitas, perlakuan terbaik dalam penelitian ini adalah
kemasan plastik LDPE dengan 4 lubang perforasi.
D. Kesimpulan
1. Jenis plastik kemasan berpengaruh nyata terhadap sifat fisikokimia sawi
hijau selama penyimpanan, sedangkan jumlah lubang perforasi hanya
berpengaruh nyata pada variabel TPT pada hari ke-6 penyimpanan. Sawi
hijau dengan susut bobot terendah, kadar air tertinggi, dan vitamin C
tertinggi adalah sawi hijau yang dikemas menggunakan plastik LDPE.
TPT terendah ditunjukkan pada sawi hijau yang dikemas dengan plastik
PP.
2. Perlakuan terbaik berdasarkan uji indeks efektivitas pada sifat
fisikokimia sawi hijau selama penyimpanan adalah kemasan plastik
LDPE dengan 4 lubang perforasi. Jenis plastik kemasan LDPE dan PP
mampu mempertahankan umur simpan sawi hijau hingga hari ke-6
penyimpanan suhu kamar.
E. Kelebihan
Kebihan dari jurnal ini yaitu refensi yang di gunakan sangat banyak sehingga
hasil penelitiannya sangat baik.
F. Kekurangan
Bahan pembuatan strech film tidak disebutkan.
Judul KAJIAN TEKNOLOGI PASCAPANEN SAWI
(Brassica juncea, L.) DALAM UPAYA
MENGURANGI KERUSAKAN DAN
MENGOPTIMALKAN HASIL PEMANFAATAN
PEKARANGAN
Penulis Desy Nofriati dan Renie Oelviani (2014)

A. Pendahuluan
Sayuran daun seperti sayur sawi mudah sekali rusak terutama mengalami
pelayuan apabila cara panen dan penanganan pascapanen tidak baik. Sayuran daun
apabila dipanen terlalu awal dapat lebih lama hijau namun mutunya jelek
sebaliknya, penundaan waktu panen akan meningkatkan kepekaan sayur terhadap
pembusukan. Sawi yang dipetik pada saat matahari terik akan mempercepat
pelayuan sebagai akibat menguapnya air dari dalam sel daun sehingga sel
menjadi lemas atau hilang ketegarannya. Pada bagian dalam jaringan sayuran
terdapat susunan jaringan yang menyerupai gelembung halus yang penuh dengan
sari makanan yang banyak mengandung air. Jika jaringan tersebut terkena tekanan
pada dinding selnya maka cairannya akan keluar dan sayuran akan mengering,
keras, dan kaku. Sayuran lalu menjadi layu dan bersamaan dengan itu
B. Metode
Metode yang digunakan dengan menggunakan wawancara dengan para petani
dan membandingkan kerusakan sayur yang diberi perlakuan dingin dengan
kemasan, dan tanpa kemasan kemudian sayur sawi pada suhu ruang diberi
kemasan dan tanpa kemasan. Secara umum perlakuan dibagi menjadi 2 bagian:
penyimpanan suhu dingin dengan kemasan dan perlakuan suhu ruang dengan
kemasan.
C. Pembahasan
Dari hasil perlakuan, terlihat bahwa sawi dengan perlakuan kemasan plastik
dan disimpan pada suhu dingin (50C) dapat memperpanjang masa segar sayur
sawi. Hingga hari ke-4 penampakan fisik sayur tampak segar dengan warna daun
yang masih hijau dan tekstur batang tegar. Sementara, sawi yang disimpan pada
suhu ruang (270C) dengan perlakuan yang sama hanya dapat mempertahankan
masa segar hingga hari ke 2 dengan tampakan fisik daun masih berwarna hijau
dan tekstur tegar. Masa segar ini lebih pendek dari pada perlakuan penyimpanan
suhu dingan dengan kemasan plastik. Mutu sawi dengan perlakuan penyimpanan
dalam kemasan plastik lebih baik jika dibandingkan dengan sawi yang disimpan
tanpa kemasan. Hal ini disebabkan karena sawi tanpa kemasan memiliki kontak
yang lebih intens (langsung) dengan oksigen sehingga mempercepat laju respirasi.
D. Kesimpulan
Penanganan sawi yang tidak baik pada saat panen dapat menyebabkan
kerusakan pada daun dan batang sawi. Sawi yang terkena sinar matahari langsung
dapat mempercepat pelayuan dan memperpendek umur simpan. Penyimpanan
sawi dengan kemasan pada suhu dingin dapat memperpanjang masa segar.
E. Kelebihan
Dalam jurnal ini hasil yang di paparkan sangaat jelas sehingga sangat mudah
pagi pembaca untuk mengetahui isi dari jurnal tersebut.
F. Kekurangan
Kekurangan dari jurnal ini yaitu kurangannya pemberian perlakuan variasi
yang di lakukan peneliti.
Judul Kajian Pengaruh Pra Pendinginan dan Suhu
Penyimpanan Terhadap Umur Simpan Brokoli
Penulis (Tahun) Nur Anggraeni Blongkod, Frans Wenur, Ireine A
Longdong (2017)

A. Pendahuluan
Kerusakan brokoli disebabkan oleh beberapa factor yaitu mekanis dan
biologis. Nilai kesegaran pada brokoli bisa diketahui dari laju respirasi, yang akan
mempengaruhi susut berat, tekstur, kadar air, perubahan warna, kandungan
vitamin C atau aktifitas fisiologis maupun mikrobiologis semakin meningkat
(Rukmana, 1994). Untuk menjaga agar produk selepas panen tetap tahan lama,
maka proses metabolisme harus ditekan serendah mungkin dengan cara
penyimpanan dan pengemasan (Ashari, 2006). Perlakuan pasca panen bertujuan
untuk mengurangi proses terjadinya respirasi dan transpirasi. Dengan
terhambatnya kedua proses tersebut, maka proses biologis (reaksi
enzimatis/biokimia) yang terjadi didalam brokoli juga ikut terhambat (Cahyono,
2001).
B. Metode
Metode yang digunakan pada jurnal ini yaitu metode metode deskriptif, yang
terdiri dari 2 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan A adalah pra pendinginan
yaitu : A0 : Tanpa pra pendinginan (kontrol), A1: Pra pendinginan dengan air
(23ºC), A2: Pra pendinginan dengan air es (0ºC). Perlakuan B adalah suhu
penyimpanan terdiri dari : B0 : Suhu Ruangan, B1 : Suhu 10Cº ± 2ºC, B2 : Suhu
5ºC ± 2ºC, B3 : Suhu 0ºC ± 2ºC. Data hasil pengamatan dan perhitungan
kemudian di plot kedalam tabel, gambar dan grafik kemudian dikaji secara
deskriptif, yaitu menjelaskan kehilangan bobot, warna, kadar vitamin C dan
tekstur yang terjadi pada brokoli selama penyimpanan.
C. Pembahasan
Hasil dari penelitina menunjukkan bawah brokoli yang diberi perlakuan
pra pendiginan tidak mengalami penurunan berat yang senifikan ketimbang
perlakuan dengan mengunakan suhu ruang.perubahan warna pada brokoli yang
diberi perlakuan pra pendingina tidak jauh berbeda dari warna sebelum diberikan
perlakuan sedangkan berubahan warna brokoli yang diberikan perlakuan suhu
ruang mengalami perubahan warna yang cukup berbeda dari sebelum
perlakuan.kandugan vit.c pada brokoli yang diberikan perlakuan pendiginan dan
suhu ruang tidak mengalami perubahan hanya saja lama penyimpanan pada
brokoli menjadikan kandugan vit.c pada brokoli menjadi berkurang.tekstur pada
brokoli yang diberi yang diberi perlakuan pra pendigian dan suhu ruang sama
sama mengalaki pelunakan tetapi pada brokolo disuhu ruang mengalami
pelunakan lebih cepat dari pada brokoli pada suhu pra pendiginan hal in
disebabkan ada nya proses pelayuan pada brokoli dengan perlakuan suhu ruang.
D. Kesimpulan
1. Brokoli yang disimpan pada semua perlakuan mengalami penurunan berat,
di mana paling besar pada perlakuan tanpa pra pendinginan dan paling
kecil pada pra pendinginan menggunakan air es. Dilihat pada pengaruh
suhu penyimpanan maka kehilangan berat terkecil ditemukan pada suhu
penyimpanan rendah bahkan pada suhu penyimpanan 0˚C ± 2˚C tidak
mengalami kehilangan berat.
2. Perubahan warna yang digambarkan oleh tingkat kecerahan diawal
penyimpanan hampir tidak berbeda pada semua perlakuan pra pendinginan
namun diakhir penyimpanan khususnya penyipanan suhu ruang, brokoli
yang diperlakuan dengan pra pendinginan menunjukan keadaan yang lebih
cerah di banding tanpa pra pendinginan. Pada penyimpanan suhu rendah
0˚C ± 2˚C tingkat kecerahan pada semua perlakuan pra pendinginan dapat
dikatakan tidak berbeda.
3. Pengaruh perlakuan pra pendinginan tidak menunjukan perbedaan
terhadap kandungan vitamin C, namun waktu penyimpanan menunjukan
makin lama brokoli disimpan kadar vitamin C makin menurun. Demikian
pula pengaruh pra pendinginan terhadap tekstur tidak menunjukan
perbedaan yang jelas.
4. Brokoli yang disimpan pada perlakuan pra pendinginan air es pada suhu
0ºC ± 2ºC memiliki masa simpan yang paling lama dari perlakuan lainnya
yaitu 42 hari.
Judul (Pengaruh Suhu Terhadap Karakteristik Fisikokimia
dan Optik Brokoli Selama Proses Pengeringan Vakum
dengan Tekanan 15 CmHg).
Penulis Asri Widyasanti1, Sudaryanto, Rizky Arini, dan Ali Asgar
(2008)

A. Pendahuluan
Brokoli merupakan sayuran yang mengandung berbagai vitamin dan mineral,
seperti 2,82 g protein dan 89,2 mg vitamin C. Akan tetapi, menurut Agustina
(2010), daya simpan brokoli tanpa perlakuan pascapanen seperti pendinginan dan
pengeringan, hanya mampu bertahan maksimal 2 hari. Hal ini disebabkan oleh
proses metabolisme brokoli. Produk pertanian setelah dipanen masih melakukan
proses metabolisme hingga produk tersebut mengalami kerusakan. Selain itu,
proses metabolisme ini didukung oleh keberadaan kadar air bahan yang tinggi,
yaitu sebesar 90% basis basah.
Salah satu cara untuk mengawetkan dan mencegah kerusakan pada sayuran
khususnya brokoli adalah dengan cara mengeringkannya. Akan tetapi, proses
pengeringan yang kurang tepat dapat menyebabkan perubahan warna dan rasa
serta aroma pada produk kering serta denaturasi protein. Hal ini diperkuat oleh
pernyataan Ophardt (2003), bahwa kebanyakan protein pangan terdenaturasi jika
dipanaskan pada suhu lebih dari 65⁰C. Hal ini didukung oleh pernyataan karnagi
(2010), protein mengalami banyak kerusakan pada suhu 70 °C. Selain itu,
kandungan vitamin C pada bahan juga dapat berkurang akibat perlakuan panas
yang kurang tepat, yaitu di atas 70 °C. Kurang lebih setengah dari kandungan
vitamin C akan rusak akibat pemanasan (Azeliya, 2013). Menurut Astuti (2007),
bahwa suhu 50 °C dengan tekanan 15 cmHg tidak menyebabkan terjadinya
perubahan kadar protein secara signifikan.
B. Metode
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif. Analisis
deskriptif merupakan metode pengambilan kesimpulan dengan cara
mendeskriptifkan data dari hasil analisis data penelitian yang dilakukan.
Penelitian ini menggambarkan dan menginterpretasikan perubahan yang terjadi
pada bahan selama proses penelitian. Perlakuan yang diterapkan pada penelitian
ini adalah pengeringan vakum brokoli dengan suhu pengeringan 50⁰C dan 60⁰C
dengan tekanan vakum sebesar 15 cmHg dan diulang sebanyak 3 kali. Parameter
yang dianalisis meliputi: Karakteristik fisik (rasio pengerutan, rasio rehidrasi,
kadar air akhir, dan bulk density brokoli kering), karakteristik kimia (protein dan
vitamin C brokoli kering), karakteristik optik (warna brokoli kering), dan
parameter pendukung (rendemen parsial dan total serta laju pengeringan brokoli
dan sifat termodinamika udara ruang pengering vakum).
C. Pembahasan
Dari hasil perlakuan menunjukkan bahwa kadar air bahan brokoli menjadi
rendah sehingga dapat menghambat proses metabolisme bahan dan dapat
memperpanjang umur simpan dari bahan pangan yang dikeringkan. Pada proses
pengeringan juga kandungan protein brokoli kering rendah di karenakan semakin
tinggi suhu yang di gunakan dalam proses pengeringan maka protein akan
terdenatuasi. Pada rendemen total brokoli kering yang dihasilkan pada suhu 60 °C
dengan tekanan vakum 15 cmHg, yaitu 4,168 lebih rendah dibandingkan dengan
suhu 50°C dengan tekanan vakum 15 cmHg, yaitu 4,184 %. Hal ini disebabkan
karena perbedaan laju pengeringan. Wijana, dkk., (2013) menyatakan bahwa
penurunan rendemen disebabkan karena semakin tinggi suhu dan laju pengeringan
maka kandungan air yang teruapkan akan lebih banyak sehingga mengakibatkan
rendemen yang dihasikan menurun.
D. Kesimpulan
Dari hasil penelitian suhu yang bagus untuk digunakan dalam pengeringan
adalah pada suhu 60oC, karena semakin tinggi suhunya maka air yang teruapkan
semakin cepat sehingga laju pengeringannya akan semakin cepat.
E. Kelebihan
Kelebihan jurnal ini sudah sangat jelas karena banyaknya mengambil
referensi dari luar.
F. Kekurangan
Kekurangan dalam jurnal ini tidak mencantumkan waktunya berapa lama
untuk proses pengeringan dengan vakum.
Judul Pengaruh Pemberian Uap Etanol Dan Suhu
Penyimpanan Terhadap Mutu Dan Masa Simpan
Brokoli (Brassica Oleracea L.)
Penulis Iriandi Perdana Putra, I Made Supartha Utama, I A
Rina Pratiwi Pudja (2014)

A. Pendahuluan
Kisaran suhu optimum yang baik untuk pertumbuhan brokoli antara 15,5-
18⁰C dan maksimum 24⁰C(Rukmana, 1994). Sayuran brokoli merupakan
komoditas yang mudah mengalami kerusakan (perishable) dan penuaannya
ditandai dengan menurunnya klorofil dan penguningan pada bunga (Hensen et al.,
2001). Ciri khas lainnya pada sayuran brokoli yaitu memiliki laju respirasi yang
sangat tinggi karena tersusun atas jaringan muda yang masih aktif dalam proses
biologis, sehingga rentan terhadap kerusakan (Utama, 2002). Sayuran brokoli,
secara alami memproduksi etilen, yaitu hormon tanaman yang berfungsi sebagai
regulator dalam proses pertumbuhan, perkembangan dan secara langsung
berpengaruh terhadap masa simpan (Saltveit, 1999). Pembentukan etilen dapat
dihambat dengan penggunaan etanol pada konsentrasi rendah, sebagai contoh
etanol dengan konsentrasi 8% dan 10% menunjukkan kemampuan yang efektif
untuk memperpanjang hidup dan menghambat produksi etilen pada bunga
bugenvil (Hossain et al, 2007).
Secara umum, bahan tambahan pangan seperti etanol cendrung lebih aman
digunakan sebagai
produk minuman beralkohol dibandingkan dengan ester dan aseton akan tetapi
harus sesuai dengan
standar sekitar 80 mg/kg (BPOM RI, 2004). Keuntungan aplikasi etanol juga
dilaporkan mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme in-vitro pembusuk
buah-buahan dan sayur-sayuran seperti
Rhizopus stolonifer, Penicilium digitatum, Coletotrichum musae, Erwinia
carotovora dan Pseudomonas aeroginosa sehingga secara langsung akan
memperpanjang masa simpannya (Utama et
al, 2002).
B. Metode
Metode yang dilakukan yaitu pemberian uap etanol dan suhu penyimpanan.
Pembuatan larutan etanol dilakukan dengan cara mengencerkan etanol 95% dalam
50 ml aquades menjadi konsentarsi 0, 10, 20, dan 30%. Dan disimpan pada suhu
kamar 26⁰C dan suhu rendah 2⁰C
C. Pembahasan
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa warna brokoli yang disimpan pada
suhu rendah dengan konsentrasi etanol 10% (Sr E10) dapat mempertahankan
warna hijau sampai hari ketujuh dengan nilai -9,18 sedangkan pada suhu kamar
nilai tertinggi dihasilkan oleh perlakuan kontrol (Kk) dengan nilai pada hari
kelima yaitu -1,72 yang menyebabkan warna bunga brokoli berubah menuju
warna merah. Perlakuan uap etanol dan penyimpanan pada suhu rendah
memberikan pengaruh dalam memperlambat laju respirasi dibandingkan dengan
control, brokoli yang disimpan pada suhu rendah dengan ragam konsentrasi etanol
tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol suhu rendah. Laju respirasi brokoli
pada suhu rendah menunjukkan perubahanyang lebih lambat dibandingkan
dengan suhu kamar.
D. Kesimpulan
Perlakuan pemberian uap etanol dan suhu penyimpanan memberikan
pengaruh yang sangat nyatadalam memperlambat laju respirasi, sedangkan
penyimpanan pada suhu rendah 2℃ memberikan pengaruh terbaik pada semua
respon yang diamati.
E. Kelebihan
Kelebihan dalam jurnal ini banyaknya perlakuan yang digunakan, sehingga
dalam perbandingan untuk mendapatkan hasil yang baik itu sangat mudah.
F. Kekurangan
Kekurangan dalam jurnal ini tidak mencantumkan berapa lama waktu masa
simpan brokoli setelah penambahan etanol.
Judul Pengaruh Suhu Penyimpanan dan
Jumlah Perforasi Kemasan Terhadap
Karakteristik Fisik dan Kimia Brokoli
(Brassica oleracea var. Royal G)
Fresh-Cut
Penulis Ali Asgar (2017)

A. Pendahuluan
Fresh-cut adalah perlakuan dengan membuang bagian yang tidak dikonsumsi
pada sayuran dan buahbuahan dengan dikupas atau dipotong sehingga 100%
produk dapat digunakan untuk kemudian dikemas dan didistribusikan pada
konsumen dalam kondisi nutrisi, flavor, dan kesegaran yang masih terpelihara
(James & Ngarmsak 2010), Musaddad (2013). Namun, menurut Dong et al.
(2000) dan Del Aguila et al. (2006), pemotongan yang dilakukan pada proses
tersebut menyebabkan luka pada jaringan brokoli dan menimbulkan peningkatan
laju respirasi, mempercepat kehilangan air, mempermudah kerusakan oleh
mikroba sehingga produk mengalami penurunan kualitas bahan dibandingkan
dengan produk utuh. Luka pada jaringan menyebabkan berkurangnya keutuhan sel
sehingga menyebabkan peningkatan laju respirasi, degradasi membran sel, reaksi
pencokelatan, dan laju transpirasi yang akhirnya terjadi penurunan kualitas
(Sapers et al. 1991)`
B. Metode
Metode yang digunakan pada penanganan pasca panen brokoli Fresh-Cut
adalah dengan mengambil bahan brokoli bermassa bunga (curd) mencapai ukuran
maksimal dan padat (kompak), serta kuncup bunga belum mekar. Dimana batang
brokoli dipotong berukuran panjang 15 cm yang disertai dengan 3–4 helai daun,
kemudian dipotong kembali menjadi 4–5 cm untuk ukuran fresh-cut. Penelitian
ini menggunakan rancangan acak kelopok pola factorial. Faktor pertama adalah
suhu penyimpanan yang terdiri dari 5ºC dan 10ºC. Faktor kedua adalah jumlah
perforasi yang terdiri dari 0,5% dan 1%. Tiap kombinasi perlakuan diulang enam
kali sehingga percobaan terdiri dari 2 x 2 x 6 = 24 satuan percobaan, kemudian
brokoli ditimbang sebanyak 150 g untuk tiap kombinasi perlakuan, kemudian
bahan dimasukkan ke dalam baki styrofoam sesuai dengan perlakuan, yaitu: (1)
kemasan baki berperforasi 0,5% dan (2) kemasan baki berperforasi 1%. Brokoli
fresh-cut yang telah dikemas disimpan pada cold storage sesuai dengan perlakuan
selama 15 hari dan pengamatan dilakukan pada hari ke-0, 5, 10, dan 15.
Pengamatan yang dilakukan adalah respons kimia yang meliputi analisis kadar air
(Gravimetri) dan vitamin C (Iodimetri), respons fisik yang meliputi susut bobot,
kekerasan (penetrometer), dan kecerahan warna yang dinyatakan dengan nilai L,
a, b (Chromameter). Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Duncan
pada taraf 5%.
C. Pembahasan
Hasil analisis statistik kadar air menunjukkan bahwa suhu penyimpanan dan
jumlah perforasi tidak berpengaruh terhadap kadar air brokoli fresh-cut dan tidak
ada interaksi di antara keduanya.
Hasil analisis statistik vitamin C brokoli freshcut hari ke-5, 10, dan 15
penyimpanan tidak terjadi interaksi. Namun memberikan pengaruh kandungan
vitamin C karena perbedaan suhu. Suhu penyimpanan berpengaruh terhadap
kandungan vitamin C dari brokoli, seperti yang dinyatakan oleh Safaryani (2007),
yaitu stabilitas vitamin C biasanya meningkat dengan penurunan suhu
penyimpanan. Mengingat sifat vitamin C yang mudah berubah akibat oksidasi
yang dapat dipercepat oleh suhu tinggi, cahaya, dan juga panas namun stabil jika
merupakan kristal (murni) maka kehilangan ini dapat dicegah dengan
penyimpanan pada suhu dingin (5oC).
Kecepatan susut bobot pada brokoli sangat dipengaruhi oleh suhu dan
kelembapan udara pada tempat penyimpanan. Semakin tinggi suhu dan semakin
rendah kelembapan udara maka laju respirasi brokoli akan semakin tinggi
sehingga menurunkan bobot bahan tersebut menurun.
Semakin lama penyimpanan, nilai angka kekerasan brokoli semakin
meningkat artinya brokoli semakin lunak. Hal ini menandakan bahwa brokoli
mulai kehilangan ketegarannya seiring dengan lamanya penyimpanan.
D. Kesimpulan
Suhu penyimpanan dan jumlah lubang kemasan tidak berpengaruh terhadap
kadar air. Pada penyimpanan dengan suhu 5°C penurunan kadar vitamin C lebih
rendah, susut bobot lebih kecil dan warna hijau brokoli masih bertahan (nilai b =
20,63), sedangkan untuk brokoli segar = 21,90. Kemasan dengan perforasi 0,5%
dapat mempertahankan kekerasan brokoli sampai 15 hari.
E. Kelebihan
Referensi yang digunakan sangat lengkap, pembahsannya lengkap.
F. Kekurangan
Bagian pendahuluan menyinggung tentang aplikasi film, namun pada
penelitian ini tidak meneliti aplikasi film.
Judul Pengaruh Penanganan Pasca Panen Terhadap Mutu
Komoditas Hortikultura
Penulis M. Yusuf Samad

A. Pendahuluan
Hortikultura, terutama sayuran merupakan sumber provitamin A, vitamin C,
dan mineral dan terutama dari kalsium dan besi. Di Indonesia, hortikultura yang
tidak dapat dimanfaatkan diistilahkan sebagai “kehilangan” (losses) mencapai 25-
40%(Muhtadi,1995). Kehilangan ini terjadi secara alamiah setelah dipanen akibat
aktivitas berbagai jenis enzim yang menyebabkan penurunan nilai ekonomi dan
gizi. Kerusakan hortikultura dapat dipercepat bila penanganan selama panen atau
sesudah panen kurang baik. Sebagai contoh, komoditi tersebut mengalami luka
memar, tergores, atau tercabik atau juga oleh penyebab lain seperti adanya
pertumbuhan mikroba.
B. Metode
Secara spesifik penanganan pasca panen terhadap sayuran meliputi
pencucian, perbaikan bentuk kulit permukaan (curing), sortasi, penghilangan
warna hijau (degreening), pengemasan, dan pendinginan.
C. Pembahasan
Ada 3 macam metode yang biasa digunakan untuk proses pendinginan, yaitu
pendinginan dengan udara (air-cooling), pendinginan dengan air (hydro-cooling)
dan pendinginan dengan hampa udara (vacuum- cooling). Penyimpanan dingin
mengandung tujuan yang lebih luas yakni mengurangi respirasi, memperlambat
proses penuaan, memperlambat pelayuan, mengurangi tingkat kerusakan akibat
aktivitas mikroba dan mengurangi kemugkinan pertumbuhan tunas atau akar.
Untuk memperoleh hasil penyimpanan yang baik, suhu suhu ruang pendingin
harus dijaga agar tetap konstan, tidak berfluktuasi.
D. Kesimpulan
Penanganan pasca panen produk hortikultura adalah hal yang sangat penting
dilakukan mengingat bahan ini cepat rusak dalam waktu relatif singkat. Satu hal
yang layak diusulkan adalah penggunaan sistem penyimpanan terintegrasi dimana
dipadukan pendinginan terkontrol dengan transportasi sehingga saat sayuran
sampai ke konsumen masih dalam keadaan segar.
E. Kelebihan
Kelebihan dalam jurnal ini sangat jelas mencantumkan bahwa sayuran dapat
cepat rusak jadi memberikan kami solusi agar sayuran dapat di simpan dengan
waktu yang cukup lama.
F. Kekurangan
Kekurangan dalam jurnal ini adalah referensi yang di gunakan kurang
banyak.
Judul Pengemasan Produk Sayuran dengan Bahan Kemas
Plastik pada Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu
Dingin
Penulis Dea Tio dan Shofia Nur A (2011)

A. Pendahuluan
Setiap produk pertanian (baik berupa bahan mentah, setengah jadi, bahan
jadi/pangan) mempunyai daya tahan yang terbatas sebelum mengalami proses
pembusukan. Untuk itu ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk
mempertahankan usia produk pertanian sehingga dapat sampai ke tangan
konsumen dalam keadaan masih segar/layak digunakan. Salah satu cara yang
dapat dilakukan adalah melalui proses pengemasan. Maka beberapa rumusan
permasalahan yang dapat diutarakan sebagai berikut: a). Teknik pengemasan apa
saja yang dapat dilakukan/digunakan bagi hasil produk pertanian untuk
memperpanjang usianya?, b). Bagaimana hasil teknik pengemasan untuk produk
pertanian berupa sayuran?
B. Metode
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental. Dimana
pada penelitian ini dilakukan dengan mengunakan sampel sayur kangkung dengan
cara dikemas dalam plastik jenis PP (Poly Propylene) dan PE(Poly Ethylene)
kemudian semua sampel kangkung yang sudah dikemas menggunkan 2 jenis
plastik diuji pemeabilitas dan kostanta permabilitas uap air dan pengamtan
perubahan warna,bau dan tekstur kangkung yang dikemas pada suhu ruang dan
suhu dingin selama 3 hari.
C. Pembahasan
Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa penyimpanan kangkung pada suhu
dingin relatif lebih baik daripada penyimpanan suhu ruang. Hal ini terlihat dari
ketampakan, bau, dan tekstur kangkung yang disimpan pada suhu dingin lebih
baik dan terjaga daripada disimpan pada suhu ruang. Meskipun demikian,
penyimpanan dengan perlakuan suhu yang terlalu rendah pada buah ataupun
sayuran dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya chilling injury.
Chilling injury terjadi secara kumulatif dari faktor suhu dan waktu. Semakin
rendah suhu semakin mudah mengalami chilling injury. Jaringan yang mengalami
chilling injury akan tampak cokelat. Chilling akan menurunkan kualitas dan
mengurangi umur simpan. Chilling akan mempengaruhi pemecahan vakuola dan
akan mengubah pati menjadi glukosa (Anonime, 2009).
Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa permeabilitas plastik polipropilen
lebih kecil dibanding plastik polietilen sehingga uap air akan lebih sulit
menembus plastik polipropilen daripada plastik polietilen. Semakin sedikit uap air
yang dapat menembus suatu bahan kemasan, keawetan bahan pangan yang
dikemas dengan bahan kemasan tersebut akan semakin lama. Hasil pengamatan
menunjukkan, bila kedua jenis plastik ini digunakan untuk pengemasan bahan
pangan berupa sayuran kangkung maka plastik polipropilen akan memberikan
hasil yang lebih baik daripada plastik
D. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambul dari penelitian yang telah dilakukan yaitu :
1. Terdapat berbagai bahan/material yang dapat digunakan sebagai kemasan
produk bahan pangan (baik bahan mentah, setengah jadi maupun bahan
jadi/pangan. Penggunaan material yang tepat dapat
2. Mempertahankan usia pakai dari produk, namun penggunaan material
yang salah juga dapat mempercepat usia pakai dari produk tersebut,
bahkan dapat menimbulkan bahaya kesehatan bagi konsumen.
3. Ada berbagai teknik pengemasan diantaranya; teknik pengemasan biasa,
pengemasan vakum dan pengemasan bertekanan.
4. Permeabilitas merupakan kemampuan uap air untuk melewati suatu bidang
tertentu pada suhu dan kelembaban tertentu pula. Permeabilitas uap air
plastic PP lebih rendah dari plastic PE, sehingga jumlah uap air yang dapat
melewati kemasan plastic PE lebih besar dari kemasan plastic PP.
5. Permeabilitas plastik polypropilene adalah 0,3963 gram H2O mm/jam m2
dan konstanta permeabilitasnya sebesar 0,0191 gram H2O mm / jam m2
mmHg. Sementara permeabilitas plastic polyethylene adalah 0,2642 gram
H2O mm/jam m2 dan konstanta permeabilitasnya sebesar 0,0128 gram
H2O mm / jam m2 mmHg. Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui
bahwa permeabilitas pada plastik polypropylen > plastik polyethylen. Hal
ini merupakan penyimpangan, yang seharusnya permeabilitas
polypropylene < polyethylene.
6. Untuk pengujian aplikasi penggunaan plastik polypropylen dan
polyethylen untuk penyimpanan kangkung, permeabilitas plastik
polypropylen < polyethylen. Permeabilitas pada bahan kemasan plastik
polypropylen dan polyethylen yang berbeda, menyebabkan pengaruh
berat, warna, bau, dan tekstur pada masing-masing daun yang berbeda
juga. Sedangkan, penyimpanan pada suhu dingin lebih menghambat
terserapnya uap air sehingga memberikan pengaruh yang lebih baik.
Sehingga, untuk bahan kemasan, plastik polypropylene lebih baik
dibanding polyethylene bila digunakan sebagai bahan kemasan.

Anda mungkin juga menyukai