Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PASCA PANEN

ACARA I
PEMATANGAN BUAH

Oleh :
Ardia Feni Setianingtiyas
NIM. A1D019201

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2021
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Buah-buahan dan sayuran merupakan komoditi yang mempunyai sifat mudah


rusak atau perishable karena mempunyai karakteristik sebagai makhluk hidup dan
tidak mempunyai kemampuan untuk mempertahankan hidupnya. Komoditi ini
masih melangsungkan reaksi metabolismenya sesudah dipanen. Dua proses
terpenting di dalam produk seperti ini sesudah diambil dari tanamannya adalah
respirasi dan produksi etilen.
Pemasakan buah adalah proses yang sangat kompleks serta terprogram secara
genetik yang diawali dengan perubahan warna, tekstur, aroma, serta rasa. Selama
proses pemasakan buah, kandungan asam berkurang dan kandungan gula
meningkat menyebabkan terjadinya kenaikan respirasi mendadak yang disebut
klimakterik. Kegiatan respirasi yang sangat tinggi menjadi pemacu biosintesis
etilen yang berperan dalam pemasakan buah. Etilen dibutuhkan untuk koordinasi
dan penyempurnaan pemasakan buah. Perubahan biokimiawi serta fisiologi
tersebut terjadi di tahap akhir berasal perkembangan buah (Roiyana, 2012).
Etilen merupakan senyawa hidrokarbon tidak jenuh (C2H4) yang pada
tumbuhan ditemukan dalam fase gas, sehingga disebut juga gas etilen. Gas etilen
tidak berwarna dan mudah menguap pada suhu kamar (Sinha, 2014). Menurut
Nazar et al. (2014), etilen yang dihasilkan oleh tanaman memiliki peran ganda
dalam mengontrol pertumbuhan sekaligus penuaan pada tanaman. Proses
pematangan buah dapat ditekan melalui pengendalian produksi etilen maupun
sensitivitas tanaman terhadap etilen (Mubarok, 2020).
Etilen merupakan hormon yang berbentuk gas dan berperan penting di dalam
proses pematangan buah. Kandungan gas etilen yang terdapat pada buah-buahan
klimakterik mengalami perubahan proses pematangan, misalnya pada pisang yang
akan memasuki proses pematangan, kandungan etilen yang ada di dalamnya kira-
kira 0 – 0.5 ppm dan akan meningkat pada saat puncak klikmaterik dengan
kandungan etilen kurang lebih 130 ppm (Hayati, 2012).

B. Tujuan

Praktikum pematangan buah ini bertujuan untuk:


1. Mengetahui dapat tidaknya pematangan buah dipacu dengan gas pematangan
buah.
2. Membandingkan kecepatan pematangan buah secara alami dengan secara
dipacu dengan gas pematangan buah.
3. Membandingkan mutu dari buah yang dimatangkan secara alami dan secara
dipacu.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Pematangan merupakan perubahan yang terjadi pada tahap akhir


perkembangan buah atau merupakan tahap awal penuaan (senescence) pada buah.
Selama perkembangan buah terjadi berbagai perubahan biokimiawi dan fisiologi.
Pada umumnya buah yang masih muda berwarna hijau karena memiliki kloroplas
sehingga dapat mengadakan fotosintesis, tetapi sebagian besar kebutuhan
karbohidrat dan protein diperoleh dari bagian tubuh tumbuhan lainnya. Buah muda
yang sedang tumbuh mengadakan respirasi sangat cepat sehingga dihasilkan
banyak asam karboksilat dari daur krebs, misalnya asam isositrat, asam fumarat,
asam malat. Kadar asam-asam ini berkurang sejalan dengan berkembangnya buah
karena asam-asam ini digunakan untuk mensintesis asam amino dan protein yang
terus berlangsung dalam buah sampai buah masak (Roiyana, M. dkk, 2012).
Buah pisang merupakan jenis buah klimakterik yaitu buah yang mengalami
peningkatan laju respirasi yang tinggi selama proses pematangan. Jenis buah
klimaterik adalah buah yang tetap melanjutkan proses pematangannya meskipun
sudah dipetik. Sebagai buah klimakterik, buah pisang menghasilkan lebih banyak
etilen endogen daripada buah nonklimakterik. Gas etilen yang dihasilkan akan
mempengaruhi pematangan buah pisang lain yang ada disekitarnya, bahkan buah
pisang yang cacat/luka akan menghasilkan gas etilen yang lebih banyak dari pada
buah pisang yang normal (Dafri dkk, 2018).
Kematangan buah yang siap dikonsumsi dalam keadaan segar, baru akan
terjadi beberapa hari setelah buah mencapai puncak aktivitas biologisnya. Selain
laju respirasi, parameter yang digunakan untuk mengamati perubahan fisiologis
adalah produksi gas etilen. Etilen adalah senyawa kimia yang secara alami
diproduksi oleh buah dan merupakan hormon yang mempercepat kematangan buah.
Biasanya buah-buahan memiliki pola produksi gas etilen yang sejalan dengan laju
respirasinya (Rebin et.al,. 2010).
Etilen merupakan senyawa hidrokarbon tidak jenuh (C2H4) yang pada
tumbuhan ditemukan dalam fase gas, sehingga disebut juga gas etilen. Gas etilen
tidak berwarna dan mudah menguap pada suhu kamar (Sinha, 2014). Menurut
Nazar et al. (2014), etilen yang dihasilkan oleh tanaman memiliki peran ganda
dalam mengontrol pertumbuhan sekaligus penuaan pada tanaman. Proses
pematangan buah dapat ditekan melalui pengendalian produksi etilen maupun
sensitivitas tanaman terhadap etilen (Mubarok, 2020).
Etilen merupakan hormon yang berbentuk gas dan berperan penting di dalam
proses pematangan buah. Kandungan gas etilen yang terdapat pada buah-buahan
klimakterik mengalami perubahan proses pematangan, misalnya pada pisang yang
akan memasuki proses pematangan, kandungan etilen yang ada di dalamnya kira-
kira 0 – 0.5 ppm dan akan meningkat pada saat puncak klikmaterik dengan
kandungan etilen kurang lebih 130 ppm (Hayati, 2012).
Pola produksi etilen pada buah-buahan akan bervariasi tergantung pada tipe
atau jenisnya. Pada buah-buahan klimaterik, produksi etilen cenderung untuk naik
secara bertahap sesudah panen, sementara pada buah non-klimaterik produksi
etilennya tetap dan tidak memperlihatkan perubahan yang nyata. Laju respirasi dan
produksi etilen berhubungan erat dengan daya simpan produk, maka untuk
memaksimalkan umur simpan kedua faktor ini harus diketahui sebelum produk
tersebut disimpan.
Pada proses pematangan pisang, salah satu senyawa yang berperan penting
adalah gas etilen. Etilen adalah senyawa organik sederhana yang berfungsi sebagai
hormon pertumbuhan, perkembangan dan kelayuan. Oleh sebab itu keberadaan
etilen perlu ditekan pada saat buah telah mengalami kematangan agar daya simpan
buah menjadi lebih lama. Dalam keadaan normal, etilen dengan rumus molekul
C2H4 akan berada dalam bentuk gas. Etilen ini dihasilkan oleh tumbuhan dan
berfungsi mengatur proses pematangan pada buah-buahan. Sintesis etilen dalam
tanaman diawali oleh S-adenoilmetionin sebagai prekursornya.
Pengaruh etilen dalam proses pematangan buah dipengaruhi oleh perubahan
ekspresi gen. Etilen yang dihasilkan oleh tanaman (~10-9 mol/liter) akan berikatan
dengan reseptor etilen dengan afinitas yang tinggi. Reseptor ini memiliki dimer
histidine receptor kinases yang mengandung residu histidin. Pengikatan etilen pada
reseptor dimer ini akan menginaktivasi autofosforilasi. Secara teoritis,
mekanisme/kerja etilen dalam proses pematangan buah dapat digambarkan sebagai
berikut:
1. Pada tingkat molekular, etilen dapat terikat pada ion logam yang ada pada
enzim atau ikut serta dalam sistem pengangkutan elektron yang khusus.
2. Pada tingkat sel, etilen meningkatkan permeabilitas membran sel dan
membran-membran bagian sub seluler sehingga membuat substrat lebih mudah
dapat dicapai oleh enzim-enzim yang bersangkutan karena etilen mudah larut
dalam air dan lemak.
3. Kemudahan enzim dalam mencapai substrat menyebabkan terjadinya
percepatan proses respirasi di dalam buah dan mempercepat proses perubahan
karbohidrat menjadi gula pada proses pematangan tersebut.
Pemeraman adalah cara yang dilakukan untuk menyimpan buah saat setelah
dipetik dalam keadaan belum matang. Buah-buahan yang tergolong buah
klimakterik setelah dipanen akan menjadi matang selama proses penyimpanan.
Tujuan pemeraman adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan kematangan
buah (Suyanti dan Supriyadi, 2008). Pada buah pisang pemeraman dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa cara, diantaranya pemeraman tradisional,
pemeraman dengan pengemposan, pemeraman dengan karbid, pemeraman dengan
gas etilen, pemeraman dengan ethrel atau ethepon dan pemeraman dengan daun
gamal.
Ada beberapa teknik untuk pematangan buah, yang pertama dengan cara
dimasukkan kedalam tempayan. Pemeraman dengan cara ini memakan waktu 2-3
hari. Cara pemeraman lain yaitu dengan menggunakan dedaunan. Beberapa jenis
daun yang dapat merangsang pematangan buah adalah daun lamtoro, daun gamal,
daun mindi dan daun pisang. Pemeraman dengan teknik ini memerlukan waktu 3-
4 hari untuk mendapatkan kematangan buah yang serempak.
Cara pemeraman tradisional lainnya dengan cara pengasapan, pematangan
dengan cara ini dilakukan dengan menempatkan buah pisang di dalam tanah yang
sudah digali dan dialasi dengan daun pisang kemudian pisang- pisang tersebut
ditutup dengan gedebok pisang dan tanah. Untuk menyalurkan asap digunakan
bambu, dan proses pengasapan dilakukan selama 36- 72 jam kemudian lubang
ditutup rapat dengan tanah selama 4-5 hari agar buah pisang matang secara seragam
(Utami, 2012).
Selain teknik pemeraman secara tradisional para petani juga sering
menggunakan gas etilen untuk memeram buah pisangnya yang ternyata hasilnya
lebih baik dibandingkan dengan menggunakan karbid. Pemeraman dengan gas ini
paling efektif bila buah yang diperam mengandung enzim oksidase karena gas
berfungsi sebagai koenzim (Suyanti, 2008).
Calcium carbida dipasarkan dalam bentuk bubuk berwarna hitam keabu-
abuan dan secara komersial digunakan sebagai bahan untuk proses pengelasan,
tetapi di negara-negara berkembang digunakan sebagai bahan pemacu pematangan
buah. Calcium carbida (CaC2) jika dilarutkan di dalam air akan mengeluarkan gas
asetilen (Singal dkk., 2012). Buah yang dimatangkan dengan calcium carbida akan
mempunyai tekstur dan warna yang baik, tetapi aromanya kurang disukai.
Penggunaan calcium carbida saat ini sudah berkurang terutama di negara-negara
maju karena dapat membahayakan bagi kesehatan disebabkan racun arsenik dan
phosporus yang terkandung di dalamnya (Murtadha, 2012).
Pada umumnya masyarakat menggunakan cara pemeraman dengan
menggunakan karbid. Karbid atau kalsium karbida adalah senyawa kimia yang
mempunyai rumus kimia CaC2 bila diberi air akan bereaksi menghasilkan C2H2
(gas asetilen) dan Ca(OH)2. Gas asetilen inilah yang mempunyai peranan dalam
pemeraman buah. Cara atau teknik pemeraman yang tidak tepat dapat menurunkan
mutu buah pisang. Sebaliknya, jika proses pemeraman berjalan baik maka akan
menghasilkan buah yang seragam kematangannya, dengan rasa yang manis dan
mengeluarkan aroma yang harum (Utami, 2012).
Karbid menghasilkan gas etilen yang dapat memacu pematangan buah
(Kaleka, 2013). Etilen dapat ditemukan di seluruh bagian tumbuhan termasuk daun,
batang, akar, buah dan biji. Jika proses pemeraman berjalan baik akan
menghasilkan buah yang seragam kematangannya, rasanya manis dan
mengeluarkan aroma yang harum. Cara pemeraman yang tidak tepat akan
menurunkan mutu buah pisang.
Menurut Prabawati, dkk. (2008), buah akan cepat matang, mudah rontok, dan
cepat rusak, ditandai dengan bintik-bintik cokelat pada permukaan kulit karena
pemeraman buah dilakukan dengan penambahan karbid yang terlalu banyak,
sehingga mempercepat laju gas etilen. Namun, jika penambahan karbid terlalu
sedikit akan mengakibatkan buah menjadi matang tidak serempak, karena laju gas
etilen lambat. Untuk itu harus diperhatikan dosis yang tepat dalam pemeraman
buah. Agar buah yang dihasilkan memiliki warna kulit yang kuning merata, rasa
buah manis, aroma kuat dan tidak mudah rontok. Proses pematangan tersebut terjadi
karena pemecahan klorofil, pati, pektin, dan tanin yang diikuti dengan pembentukan
senyawa etilen, pigmen, flavor, energi dan polipeptida. Senyawa etilen inilah yang
merupakan hormon yang aktif dalam proses pematangan buah (Pantastico, 1997,
dalam Lidiawati, E., 2016).
III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum pematangan buah ini, yaitu buah
pisang mentah, buah pisang matang, dan Kalsium Karbida. Alat yang digunakan
dalam praktikum pematangan buah ini yaitu ember plastik beserta tutup atau kresek
baru (tidak berlubang), kain, kertas koran, karet gelang, dan kertas label.

B. Prosedur Kerja

Praktikum pematangan buah ini dilakukan dengan prosedur kerja sebagai


berikut :
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Untuk setiap kelompok menggunakan 3 ember plastik bertutup, 3 sisir pisang,
2 buah pisang matang, dan sekitar 0,5 ons karbit.
c. Ketiga ember diberi label. Ember pertama diberi label PA (Pematangan
Alami), ember kedua PPM (Pematangan dengan Pisang Matang), ember ketiga
PK (Pematangan dengan Karbit).
d. Kertas koran dimasukkan pada alas ketiga ember.
e. Karbit dbungkus dengan kain secukupnya dan diikat dengan karet gelang
f. Karbit diletakkan pada kertas koran yang ada di ember berlabel PK.
g. Letakkan 2 buah pisang matang pada kertas koran yang ada pada ember
berlabel PPM.
h. Satu sisir pisang mentah dimasukkan pada setiap ember.
i. Kertas koran diletakkan di atas pisang mentah.
j. Ember ditutup dengan penutupnya dengan rapat.
k. Setiap ember kembali diberi label dengan tanggal dan nama kelompok
praktikan
l. Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap perubahan warna kulit pisang
mentahnya.
m. Setelah kulit pisang berwarna kuning merata rasa dan kekerasan buahnya
diamati.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel hasil praktikum pematangan buah pisang dengan 3 perlakuan (pisang alami,
pisang matang, dan karbit)
No Perlakuan Waktu Keterangan Dokumentasi

1 Pematangan 10 /10/2021 Sebagian besar pisang


alami masih mentah kulitnya
berwarna hijau dan
bertekstur keras

11 /10/2021 Sebagian besar buah


pisang sudah
menguning dan
berteksur masih sedikit
keras

12 /10/2021 Buah pisang sudah


matang sempurna, kulit
buah berwarna kuning
merata dan bertekstur
lunak

13 /10/2021 Beberapa kulit pisang


muncul bercak hitam
dan teksturnya masih
lunak atau lembut
sempurna
14 /10/2021 Bercak hitam pada kulit
pisang meluas dan
mulai muncul jamur
pada bekas potongan
tandan

15 /10/2021 Bercak hitam dan jamur


(berwarna putih) pada
kulit buah meluas,
tekstur buah sedikit
lebih lunak jika
dibandingkan pada saat
buah matang sempurna

16 /10/2021 Bercak hitam hampir


menutup semua
permukaan kulit pisang
dan tekstur buah pisang
menjadi sangat lunak
teruma pada buah yang
kulitnya berwarna hitam

2 Pematangan 10 /10/2021 Pisang masih mentah


pisang berwarna hijau dan
dengan bertekstur keras
pisang
matang

11 /10/2021 Buah pisang yang dekat


dengan buah matang
lebih dahulu menguning
(matang), tekstur buah
pisang yang berwarna
kuning sedikit lunak
sedangkan buah yang
masih hijau teksturnya
masih keras
12 /10/2021 Buah pisang mulai
matang sempurna,
kulitnya berwarna
kuning merata tetapi
pada tangkai buahnya
masih berwarna hijau
dengan tekstur buah
sedikit lunak

13 /10/2021 Buah pisang sudah


matang sempurna
dengan tekstur yang
lembut dan rasa yang
manis. Pada bekas
potongan tandan dan
buah pemancing
muncul jamur

14 /10/2021 Muncul bercak


berwarna coklat
kehitaman pada kulit
pisang namun rasa dan
teksturnya tidak
berubah

15 /10/2021 Bercak coklat


kehitaman pada buah
pisang meluas, pada
buah yang kulitnya
teradapat bercak
teksturnya lebih lunak
dan kulit buah yang
berwarna kuning
teksturnya tidak
berubah (lembut)
16/10/2021 Bercak coklat
kehitaman hamper
menutup semua
permukaan kulit pisang
dan tumbuh jambur
berwarna jingga pada
kulit buah pisang.
Tekstur buah pisang
sangat lunak.
3. Pematangan 17/10/2021 Pisang berwarna hijau
Pisang dan tekstur sangat
dengan keras.
Karbid

18/10/2021 Pisang tidak berubah


warna (hijau), tekstur
belum terlalu lunak

.
19/10/2021 Pisang tidak berubah
warna (hijau), tekstur
sudah lunak, serta rasa
manis.

20/10/2021 Pisang tidak berubah


warna (hijau), tekstur
sangat lunak.

21/10/2021 Pisang tidak berubah


warna (hijau), tekstur
sangat lunak dan rasa
manis.

22/10/2021 Pisang tidak berubah


warna (hijau), namun
sudah banyak timbul
bercak hitam dan
timbul warna putih
pada ujung pisang dan
tekstur sangat lunak.

23/10/2021 Pisang tidak berubah


warna (hijau), namun
sudah banyak timbul
bercak hitam dan sudah
banyak warna putih
pada kulit pisang dan
tekstur sangat lunak.

B. Pembahasan

Buah pisang termasuk golongan buah klimakterik yang mengalami


peningkatan laju respirasi setelah buah dipanen sehingga buah mudah rusak
(Kuntarsih, 2012). Pisang merupakan salah satu buah klimakterik, yaitu buah yang
akan tetap mengalami proses kematangan walaupun telah dipanen dan diikuti
dengan proses kerusakan karena buah tetap melangsungkan proses respirasi dan
metabolisme. Selama proses pascapanen, buah pisang akan mengalami perubahan
komposisi kimia karena adanya kegiatan metabolisme berupa respirasi dan reaksi
enzimatis. Meningkatnya aktivitas respirasi pada buah klimakterik merupakan
aktivitas fisiologis yang terjadi pada saat proses pemasakan buah pisang (Sumadi,
dkk., 2004 dalam Ikhsan dkk, 2014).
Selama proses pemasakan buah akan terjadi perubahan fisiko-kimia buah,
yang yakni perubahan warna, komposisi dinding sel, zat pati, vitamin C dan asam-
asam organik. Perubahan setelah proses anabolisme selesai merupakan perubahan
kearah pematangan, sehingga buah menjadi siap dikonsumsi. Saat masak buah
menjadi lebih lunak, warnanya kuning atau merah cerah, dan daging buahnya
berasa manis.
Warna pada buah-buahan disebabkan oleh adanya pigmen yang pada
umumnya dibedakan atas beberapa kelompok, yaitu klorofil, anthosianin, flavonoid
dan karotenoid. Warna hijau yang dominan pada buah mentah disebabkan oleh
pigmen klorofil. Pada saat masak klorofil akan menghilang sehingga pigmen yang
dominan adalah karotenoid dan anthosianin. Karotenoid terdiri atas karoten,
xanthofil dan likopen. Dominasi karoten akan memberikan warna jingga pada buah,
sedang dominasi likopen akan memberikan warna merah. Pigmen athosianin akan
memberikan warna-warna merah, biru dan ungu dalam buah-buahan. Selain
memberikan warna yang cerah dan segar, anthosianin juga membantu memberikan
daya tarik bagi serangga dan burung untuk membantu proses penyerbukan dan
pembentukan biji.
Tekstur buah dan sayuran tergantung kepada tekanan turgor, ukuran dan
bentuk sel, keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang dan susunan jaringan.
Selama pemasakan buah, terjadi perubahan komposisi dinding sel yang
menyebabkan menurunnya tekanan turgor sel sehingga kekerasan buah menurun.
Selama proses pemasakan, lebih dari 40% pektin tidak larut yang ada pada dinding
sel diubah menjadi pektin yang larut dalam air oleh enzim poli esterase dan poli
galakturonase. Hal tersebut mengakibatkan pelunakan buah selama proses
pematangan.
Selama proses pematangan terjadi proses perombakan pati yang banyak
terkandung pada buah mentah (terutama buah klimakterik) menjadi gula (sukrosa,
fruktosa, dan glukosa). Hemiselulosa menurun dari 9% pada buah mentah menjadi
1-2% saja setelah matang. Gula-gula yang terbentuk tersebut merupakan sumber
energi bagi proses respirasi. Perubahan tersebut menyebabkan buah yang telah
matang berasa manis dan segar.
Pematangan buah pisang (perubahan warna dan kadar gula) dengan
pemberian karbit atau etilen, terjadi mulai dari bagian yang diberi etilen dan
menjalar kebagian-bagian lain yang tidak diberi etilen. Buah pisang yang diberi
etilen pada bagian pangkalnya ternyata memproduksi etilen dalam jumlah banyak
dari bagian ujungnya 3 jam setelah pemberian etilen tersebut. Dan 8 sampai 14 jam
kemudian gas karbondioksida meningkat pada kedua ujung tersebut (Mentari,
2012).
Perlakuan yang diberikan pada praktikum ini berupa pisang matang alami,
pematangan dengan pisang matang, pematangan dengan karbit. Variabel yang
diamati berupa tekstur dan rasa buah pisang saat pisang matang sempurna.
Pemeraman dilakukan pada masing-masing pisang dengan memasukkan buah
pisang ke dalam ember lalu ditutup dengan koran. Penutupan dengan koran ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada buah pisang akibat suhu yang
terlalu rendah. Selain itu, kertas juga dapat mempercepat proses pematangan buah
dengan aman, karena kertas memiliki pori–pori yang kecil, sehingga proses
respirasi dan etilen terperangkap di dalam kertas (Suryanti, S.D. dkk, 2017).
Hasil praktikum yang didapat yaitu pada pisang alami mengalami perubahan
variael pengamatan baik pada warna, tekstur, maupun rasa. Pisang yang diberi
perlakuan pematangan dengan pisang matang juga mengalami perubahan warna,
tekstur, dan rasa hanya saja prosesnya lebih cepat dibandingkan dengan pisang yang
matang alami. Sedangkan pematangan dengan karbit hanya mengalami perubahan
tekstur dan rasa. Buah pisang pematangan dengan karbit warnanya tetap berwarna
hijau hingga busuk, hanya tumbuh bercak coklat kehitaman dan jamur pada
permukaan kulit buah. Kekurangan pematangan buah dengan menggunakan pisang
matang adalah proses pematangan pisang lebih lama dibandingkan dengan
menggunakan karbid, tidak semua bagian pisang dapat lunak secara merata, rasa
manis yang ditimbulkan tidak secara cepat terjadi. Kelebihan pematangan buah
menggunakan pisang matang adalah nutrisi pada pisang akan lengkap dan
sempurna ketika pisang matang.
Buah pisang yang matang secara alami memiliki rasa yang lebih manis
dibandingkan dengan pisangkarbitan. Alasannya adalah zat gula pada buah pisang
terbentuk secara sempurna. Warna buah pisang yang matang dengan cara alami
lebih cerah dibandingkan dengan pisang yang di karbit. Aroma pisang yang sudah
matang secara alami memiliki aroma pisang yang kuat. Pisang yang matang alami
teksturnya tidak lembek dan jugatidak keras sehingga teksturnya pas. Pisang yang
matang dengan alami bisa bertahan lebih lama dibandingkan dengan pisang
karbitan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penjelasan tentang pematangan buah di atas dapat disimpulkan bahwa :


1. Pematangan buah dapat dipicu dengan menggunakan gas pematang buah
seperti karbit.
2. Pematangan yang dipicu dengan gas pematang memiliki daya simpang yang
lebih rendah dan rasa manis yang lebih rendah dibanding yang matang secara
alami. Buah yang dimatangkan dengan menggunakan gas pematang memiliki
kematangan yang lebih cepat dibanding pematangan secara alami.
3. Buah yang metang secara alami memili gizi yang lebih baik dibanding yang
dipacu dikarenakan kandungan yang terbentuk di dalam buah terbentuk dengan
sempurna.

B. Saran

Pembungkusan karbit sebaiknya dilakukan secara benar supaya tidak tumpah


keluar pisang. Diusahakan juga agar karbit tidak mengenai tangan karena dapat
menimbulkan efek panas pada kulit.
DAFTAR PUSTAKA

Dafri, M., Ratianingsih, R., & Hajar. 2018. PENANGANAN PRODUKSI BUAH
PISANG PASCA PANEN MELALUI MODEL PENGENDALIAN GAS
ETILEN. Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan, 15 (2): 173 – 187.
Kaleka, N. 2013. Pisang-pisang Komersial. Penerbit Arcita. Surakarta.
Kuntarsih, S. 2012. Pedoman Penanganan Pascapanen Pisang. Direktorat
Budidaya dan Pascapanen Buah Kementerian Pertanian. Jakarta.
Mentari, Ilu Dini. 2012. Pengaruh Bahan Pematangan dan Lama Pematangan
terhadap Tingkat Kematangan dan Organoleptik Buah Pisang (Musa
Paradisiacal Linn.) Kultivar Kepok Serta Pemanfaatannya sebagai
Sumber Belajar Biologi. Jember: Universitas Jember.
Mubarok. S. ∙ A.R. Al Adawiyah ∙ A. Rosmala ∙ F. Rufaidah ∙ A. Nuraini ∙ E. 2020.
Suminar Hormon etilen dan auksin serta kaitannya dalam pembentukan
tomat tahan simpan dan tanpa biji. Jurnal Kultivasi, Vol. 19 (3).
Murtadha, A., Julianti, E., & Suhaidi, I. 20122. Pengaruh Jenis Pemacu Pematangan
Terhadap Mutu Buah Pisang Barangan (Musa Paradisiaca l.). Jurnal
FPMIPA Rekayasa Pangan dan Pert., 1 (2).
Nazar, R., M.I.R. Khan, N. Iqbal, A. Masood, and N.A. Khan. 2014. Involvement
of ethylene in reversal of salt-inhibited photosynthesis by sulfur in
mustard. Physiol. Plant. 152: 331–344.
Pantastico. 1997. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan
Buahbuahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta dalam
Prabawati, S., Suyanti dan Setyabudi, D. 2008. Teknologi Pasca Panen dan
Teknik Pengolahan Buah Pisang. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Badan penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Roiyana, M., Izzati, M., dan Prihastanti, E. .2012. POTENSI DAN EFISIENSI
SENYAWA HIDROKOLOID NABATI SEBAGAI BAHAN PENUNDA
PEMATANGAN BUAH. Buletin Anatomi dan Fisiologi, 20 (2).
Sinha, S., P.H.R. Gowda, S. Kumar, and N.M. Mallikarjuna. 2014. Shelf Life
evaluation in selected tomato (Solanum Lycopersicum L) F7 Recombinant
Inbred Lines (RILs). Austin Journal of Biotechnology & Bioenginering,
1(3) : 13-16.
Sumandi., B. Suhiharto, dan Suyanto. 2004. Metabolisme Sukrosa Pada Proses
Pemasakan Buah Pisang Yang Diperlakukan Pada Suhu Berbeda. Jurnal
Ilmu Dasar. Fakultas Pertanian. Universitas Jember. Vol. 5(1): 21-26.
Dalam Ikhsan, Artamy M., Tamrin, Kadir, M. Z. 2014 Pegaruh Media
Simpan Pasir dan Biji Plastik dengan Pemberian Air Pendinginan terhadap
Perubahan Mutu pada Buah Pisang Kepok (Musa normalis L). Jurnal
Teknik Pertanian Lampung, 3(2): 173-182.
Suyanti dan Supriyadi, A. 2008. Pisang (edisis revisi) Budidaya, Pengolahan dan
Prospek Pasar. Penebar Swadaya. Jakarta. Cetakan III, 132 hlm
Utami, S., Widiyanto, J., & Kristianita. 2012. PENGARUH CARA DAN LAMA
PEMERAMAN TERHADAP KANDUNGAN VITAMIN C PADA
BUAH PISANG RAJA (Musa paradisiaca L). Jurnal Edukasi
Matematika dan Sains, 1(2).
LAMPIRAN

Persiapan alat dan bahan Persiapan alat dan bahan Persiapan alat dan bahan
PA PPM PK

Peletakkan kertas koran Peletakkan pisang mentah Peletakkan pisang matang


pada alas ember plastik untuk pematangan alami untuk PPM

Peletakkan karbit untuk Peletakkan pisang mentah Peletakkan pisang mentah


PK PPM PK
Penutupan pisang dengan Penutupan PA Penutupan PPM
kertas koran

Penutupan PK

Anda mungkin juga menyukai