NIM : A1D019201
1
disebut transgen, sehingga tanaman yang tersisipi transgen disebut tanaman
transgenik (Dwiyanti et. al., 2016).
Transformasi tanaman saat ini menjadi alat utama yang digunakan sebagai
penujang perkembangan di bidang ilmu pengetahuan tanaman dan bidang praktis
budidaya tanaman. Beberapa metode untuk memasukkan gen asing ke dalam
genom tanaman yaitu Agrobacterium-mediated transformation (metode
transformasi dengan bantuan Agrobacterium), microprojectile bombardment
(penembakan dengan peluru mikro), direct protoplast transformation (transformasi
protoplas secara langsung), electroporation, dan lainnya. Metode yang paling sering
digunakan yaitu Agrobacterium-mediated transformation dan microprojectile
bombardment (Dwiyanti, 2016).
2
yang baik mengenai biologi dan mekanisme transfer gen A. tumefaciens
(Rahmawati, 2006).
Ada tiga komponen genetik penting terlibat dalam proses pembentukan
tumor. Pertama, gen virulen kromosom (chromosomal virulence disingkat chv),
yang terdapat pada kromosom Agrobacterium berfungsi dalam pelekatan bakteri
dengan sel tanaman. Kedua, sekelompok gen virulen (vir) yang terdapat dalam
plasmid Ti yang berukuran besar (200 kb) yang berperan dalam menginduksi
transfer dan integrasi T-DNA. Dan komponen ketiga adalah daerah T-DNA yang
juga terletak pada plasmid Ti. Daerah T-DNA, dibatasi oleh LB (left border) dan
RB (right border), mengandung gen penting bagi Agrobacterium. Di dalam T-DNA
terdapat gen iaaH, iaaM, dan ipt yang menyandikan enzim-enzim penting dalam
biosintesis auksin dan sitokinin, yaitu zat penting untuk pembelahan sel, sehingga
terjadi pembelahan sel yang tidak terkontrol dan menyebabkan terbentuknya tumor.
Di samping itu, T-DNA juga mengandung gen yang berperan dalam sintesis dan
sekresi opin yang penting untuk dikonsumsi oleh Agrobacterium.
Bakteri masuk ke dalam jaringan tanaman melalui luka. Jaringan tanaman
dikotil yang terluka menghasilkan senyawa fenolik (asetosiringon) dan
monosakarida (glukosa, galaktosa) yang menginduksi transkripsi sederetan gen vir
dan berakhir dengan penyisipan gen-gen yang ada pada daerah T-DNA. Mekanisme
integrasi T-DNA ke dalam genom tanaman secara mendetail dapat dilihat dalam
tulisan Tinland (1996), Sheng dan Citovsky (1996), atau de la Riva et al. (1998).
Kemampuan Agrobacterium ini kemudian dimanfaatkan untuk menyisipkan
gen bermanfaat ke dalam tanaman. Selanjutnya gen-gen yang berperan dalam
sintesis hormon dan opin dihilangkan dan diganti dengan gen bermanfaat untuk
perbaikan sifat tanaman. Berdasarkan hasil penelitian Hoekema et al. (1984)
diketahui bahwa T-DNA dapat ditransfer meskipun terletak pada plasmid yang
berbeda. Penemuan inilah yang mendasari penggunaan sistem plasmid ganda
(binary vector). Dibandingkan dengan sistem yang lama (cointegrate), sistem
vektor biner adalah yang paling banyak digunakan saat ini karena plasmid yang
mengandung T-DNA menjadi lebih kecil dan lebih mudah dimanipulasi secara in
vitro (Rahmawati, 2006).
3
Mekanisme infeksi Agrobcterium ke dalam sel tanaman meliputi tiga tahap
(Day dan Lichtenstein, 1992), yaitu sebagai berikut:
1. Pengenalan Agrobacterium dengan molekul sinyal yang dihasilkan oleh sel
tanaman terluka, kemudian Agrobacterium bergerak dan menempel pada sel
tanaman secara kemotaksis.
2. Gen-gen vir pada plasmid Ti merespon molekul sinyal yang dihasilkan oleh sel
tanaman, selanjutnya menginduksi ekspresi gen-gen vir untuk memotong rantai
tunggal T-DNA dan memindahkannya ke dalam inti sel tanaman.
3. T-DNA terintegrasi ke dalam genom tanaman dan gen-gen pada T-DNA
diekspresikan dalam sel tanaman.
Menurut Opabade (2006), keberhasilan proses transformasi genetik pada
tanaman juga dipengaruhi oleh faktor dari Agrobacterium sebagai agen pembawa
gen yang akan diintegrasikan. A. tumefaciens strain LBA4404 mempunyai tingkat
virulensi yang rendah, memberikan keberhasilan dan tingkat transgen terekspresi
yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan strain yang lain. Faktor lain yang juga
mempengaruhi keberhasilan transformasi adalah densitas dan waktu inokulasi.
Kedua faktor ini saling berhubungan satu sama lain, dimana densitas yang tinggi
harus diimbangi dengan waktu inokulasi yang singkat sedangkan densitas rendah
harus diikuti dengan waktu inokulasi yang lama. Densitas Agrobacterium yang
terlalu tinggi ataupun waktu inokulasi yang terlalu lama dapat menyebabkan
overgrowth, nekrosis pada jaringan target, dan menurunkan tingkat keberhasilan
transformasi.
Keberhasilan transformasi dengan Agrobacterium sangat bergantung pada
pemilhan genotip tanaman yang digunakan sebagai materi penelitian. Tidak semua
tanaman dapat ditransformasikan dengan mudah menggunakan agen
Agrobacterium. Hal ini merupakan salah satu kekurangan transformasi dengan
Agrobacterium. Genotip yang responsive terhadap transformasi biasanya sangat
responsive terhadap kultur jaringan (Azhakanandam et al., 2000). Selain pemilihan
genotip tanaman, pemilihan jaringan juga menjadi factor penentu keberhasilan
transformasi. Pemilihan genotipe yang sistem regenerasinya sudah diketahui
4
dengan baik merupakan tahap awal yang menentukan keberhasilan transformasi
(Rahmawati, 2006).
Dari penelitian yang sudah dilakukan, jaringan yang paling banyak
diguanakan untuk transformasi yaitu skutelum. Ukuran skutelum juga
mempengaruhi efisiensi transformasi dengan meningkatkan kemampuan
pembentukan kalus embrionik secara nyata (Slamet-Loedin et. al. 1997). Hal lain
yang mempengaruhi efisiensi transformasi yaitu efisiensi antara A. tumefaciens
dengan jaringan tanaman yang dapat ditingkatkan dengan proses sonifikasi yang
dikenal dengan metode SAAT (Sonication-Assisted Agrobacterium-mediated
Transformation) (Pathak and Hamzah, 2008).
Plasmid rekombinan dibuat dengan menyisipkan gen asing ke dalam T-DNA
yang ada pada plasmid Ti → pindahkan plasmid rekombinan ke dalam bakteri A.
tumefaciens. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik konyugasi antara
bakteri E. coli yang membawa plasmid rekombinan dengan bakteri A. tumefaciens
yang membawa plasmid Ti sebagai plasmid pembantu (helper plasmid). Sel A.
tumefaciens yang sudah membawa gen rekombinan selanjutnya ditumbuhkan
bersama jararingan tanaman yang akan ditransformasi (disebut teknik ko-kultivasi).
Jaringan tanaman yang akan dikokultivasi dengan A. tumefaciens dapat diambil
dari irisan daun (leaf disc) → celupkan sebentar ke dalam kultur A. tumefaciens
berumur semalam → letakkan pada kertas filter steril → letakkan pada medium
selektif (mengandung antibiotik yg sesuai, herbisida atau bahan kimia lain yang
bersifat selektif) untuk proses ko-kultivasi dengan bakteri A. tumefaciens 2-3 hari.
→ hanya jaringan tanaman yang telah mengalami transformasi saja yang tetap dapat
tumbuh. Jaringan tanaman yang tumbuh tersebut diteruskan sampai berkembang
membentuk bakal tanaman (plantlet) → pindahkan ke pot berisi tanah utk
pertumbuhan lanjut.
5
DAFTAR PUSTAKA