Anda di halaman 1dari 7

Artikel 2

Tanaman Transgenik
Genetically Modified Organism (GMO)

Gambar: Iki terong kog gedi tenan Gambar: hasil transgenik buah anggur
Sumber: zunia.org

Berdasarkan definisi umum, penggunaan ilmu biologi untuk mengembangkan produk


tanaman konvensional dan teknik budidaya ternak dilakukan sejak awal peradaban sebelum
bioteknologi ada. Dalam teks-teks populer, bioteknologi umumnya mengacu pada metode ilmiah
yang baru dikembangkan untuk digunakan membuat produk dengan mengubah susunan genetik
dari organisme dan menghasilkan individu yang unik atau sifat-sifat yang tidak mudah diperoleh
melalui teknik pemuliaan konvensional. Produk ini sering disebut sebagai transgenik, rekayasa
genetika, atau modifikasi secara genetik karena mereka mengandung bahan genetik asing.
Pertanian adalah salah satu industri pertama yang secara radikal dipengaruhi oleh teknologi baru
ini, baik pada tingkat produksi dasar dan hukum ( NCALRI, 2000).
Gen adalah segmen DNA yang berisi informasi dimana terdapat bagian yang menentukan
fungsi penting sebuah organisme hidup. Perekayasa genetik memanipulasi DNA, biasanya dengan
mengambil gen dari suatu spesies, seperti hewan, tanaman, bakteri, atau virus dan memasukkan
mereka ke spesies lain, seperti tanaman pertanian. Sebuah organisme antara atau virus dapat
digunakan untuk “menginfeksi” DNA inang dengan bahan genetik yang diinginkan. Teknologi
pengeboman mikropartikel juga banyak digunakan secara luas untuk menyalurkan asam nukleat
eksogen (DNA dari spesies lain) ke dalam sel tanaman. Bahan genetik yang diinginkan diendapkan
ke dalam partikel logam berukuran mikron dan ditempatkan dalam suatu perangkat yang dirancang
untuk mempercepat (microcarrier) untuk mendapatkan kecepatan yang diperlukan untuk
menembus dinding sel tumbuhan. Dengan cara ini, transgen dapat disalurkan ke genom sel. Sebuah
DNA baru dapat juga disisipkan ke dalam sel inang menggunakan elektroporasi, di mana suatu

1
sentakan listrik dite-rapkan pada sel-sel untuk menciptakan bukaan di membran plasma yang
mengelilingi sel. Sebuah penanda gen (biasanya resisten terhadap antibiotik) termasuk dalam paket
untuk memferifikasi tingkat efektifitas dalam memperkenalkan DNA asing. Susunan gen kemudian
menjadi normal pada umumnya dengan tercampur pada sifat organisme inang. Seluruh proses
dapat digambarkan pada aplikasi dalam rekayasa beras transgenik yang menggunakan elektro
porasi ( Stierle, 2006).
Dengan munculnya rekayasa genetika tanaman sekitar tahun 1983, tampak bahwa
manipulasi transgenik mungkin bermanfaat dan bahkan merupakan revolusi dibidang pertanian.
Pentransferan sifat genetik yang diinginkan ke suatu spesies mengalami hambatan telah ditasi
dengan potensi yang menjanjikan untuk dapat memecahkan masalah dalam pengelolaan tanaman
pertanian, memberikan kemungkinan baru untuk meningkatkan kesehatan manusia dan hewan, dan
memberikan sumber pendapatan baru bagi petani melalui kontrak produksi tanaman farmasi dan
industri ( ESCOP/ECOP, 2000).
Potensi keuntungan lingkungan termasuk mengurangi penggunaan pestisida beracun,
meningkatkan pengendalian gulma sehingga mengurangi pengolahan tanah dan erosi tanah serta
konservasi air. Selain itu, teknologi baru ini djanjikan akan meningkatkan hasil produk pertanian.
Tanaman transgenik juga dapat dipatenkan. Persetujuan teknologi atau rekayasa akan menjamin
benih yang tidak dapat disimpan selama waktu tanam tahun depan. Hak kekayaan intelektual bagi
para pengembang telah dilindungi dimana telah menawarkan potensi untuk meningkatkan
keuntungan dan secara teoritis mendapatkan monopoli atas pasokan benih transgenik
(Schahczenski & Adam, 2006).

Langkah-langkah elektroporasi dan metode transfer gen lainnya:


1) Melakukan skuensing pada DNA untuk gen yang akan diubah diidentifikasi dan diperoleh
dari organisme donor (bakteri). Skuensing ini dapat dilakukan dengan mengacu pada
informasi yang diketahui berkaitan dengan urutan dari gen yang akan dipilih.Selanjutnya
diikuti dengan pemindahan gen dari organisme donor.
2) Gen yang diinginkan dikeluarkan dari organisme donor melalui penggunaan enzim
spesifik yang dikenal sebagai enzim restriksi.
3) Gen yang diinginkan kemudian dipolimer melalaui polimerase chain reaction (PCR), yaitu
metode untuk memperkuat DNA dan menghasilkan sejumlah gen yang bisa diterapkan.
4) Setelah diperoleh, ada beberapa cara untuk mentransfer gen donor ke dalam sel organisme
target. Pada beras, digunakan proses yang lebih canggih. Pada proses elektroporasi ini,
dimana enzim khusus pendenaturasi dinding sel melepaskan dinding sel dari selnya.
Kemudian sel-sel akan menjadi protoplas, yaitu sel-sel tumbuhan yang dilucut dinding
selnya tetapi masih dilapisi membran selular. Tahap elektroporasi berikutnya, yaitu
dikejutkan dengan listrik tegangan tinggi melalui larutan yang mengandung protoplas.
Kejutan listrik ini menyebabkan membran untuk sementara tidak stabil dengan membentuk
pori-pori kecil. Melalui pori-pori sementara ini, DNA gen donor dapat disuntikkan. DNA
diinjeksikan dalam bentuk transfer plasmid yang dipindahkan ke kromosom dan menjadi
satu dalam DNA tanaman. Tidak lama setelah pemberian kejutan listrik dan injeksi, sel
membran terbentuk kembali. Dinding sel juga terbentuk kembali melalui proses
pembalikan.
5) Sel-sel yang baru saja diubah tersebut kemudian dikultur untuk menghasilkan jenis sel
yang unik yang membentuk organisme.
6) Sel-sel yang dihasilkan kemudian dipindahkan ke dalam lingkungan pertumbuhan biasa di
mana gen baru akan diekspresikan ( Bromley, no date ).

Mengapa kita menggunakan Tanaman transgenik?


Tanaman ini dimodifikasi untuk alasan tertentu selama bertahun-tahun, namun tujuan yang
paling umum adalah untuk menghasilkan produk terbaik. Setelah adanya teknologi DNA
rekombinan, memungkinkan untuk menghasilkan beberapa produk yang lebih baik, meskipun
sangat sulit untuk melakukan itu dan banyak hal-hal yang tidak dapat diperbaiki atau diubah.
Sebuah produk yang lebih baik mungkin terjadi perubahan warna atau ukuran tanaman, sehingga
menjadi lebih menarik bagi pembeli. Atau mungkin lebih praktis yang memung-kinkan toleransi

2
terhadap penurunan suhu, embun beku, atau kekeringan; semua ini membuat tanaman lebih mudah
tumbuh dalam lingkungan yang selalu berubah (Gasser dan Fraley, 1989). Tujuan seperti ini tidak
mungkin tercapai dengan program seleksi tradisional sehingga transgenik sekarang lebih disukai
ketika mencoba mendapatkan produk baru untuk meningkatkan penjualan. Salah satu aspek yang
utma adalah modifikasi tanaman untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangga dan
penyakit (Chawla HS, 2000).
Laporan dari Benbrook: Tanaman rekayasa genetik dan Penggunaan Pestisida di Amerika
Serikat: (1996-2004) Rekayasa genetika utama (GE) pada varietas tanaman komersial sejak tahun
1996 di Amerika Serikat telah dirancang untuk membantu mengendalikan kelas serangga yang
merusak dan menyederhanakan sistem pengelolaan gulma herbisida berbasis. Selama sembilan
tahun pertama pemakaian komersial, 670,000,000 hektar tanaman yang mengekspresikan sifat GE
yang telah ditanam, atau sekitar 23 persen dari 2.970 juta hektar total tanaman yang dipanen di
seluruh negeri selama periode ini.
Tanaman rekayasa ini digunakan untuk mentolerir aplikasi herbisida, atau apa yang disebut
tanaman “herbicide-tolerant” (HT) menjelaskan jumlah hektar terbesar GE. Sekitar 487,000,000
hektar telah ditanam sejak tahun 1996, atau 73 persen dari total hektar tanaman GE. Kedelai
toleran herbisida adalah tanaman teknologi GE yang paling banyak ditanam dan jumlah selama
lebih dari setengah total hektar ditanami varietas GE sejak tahun 1996. Sebagian besar tanaman HT
yang direkayasa untuk mentolerir glifosat (nama dagang “Roundup,” atau disebut sebagai
“Roundup Ready”), herbisida yang diintroduksi ke pasar pada tahun1972 oleh Monsanto.
Jagung dan kapas telah rekayasa secara genetika untuk mengekspresikan toksin bakteri Bacillus
thuringiensis, atau Bt. Sifat ini memungkinkan tanaman transgenik untuk memproduksi dalam sel
mereka suatu protein kristal yang beracun bagi serangga Lepidopteran (ngengat dan kupu-kupu).
Beberapa 183,000,000 hektar jagung transgenik dan kapas Bt telah ditanam sejak tahun 1996,
mewakili 27 persen dari total areal tanaman GE. ( Benbrook, 2004).
Manfaat tanaman transgenik selain hasil panen meningkat dan nilai gizi dapat diperbaiki,
tanaman ini didesain untuk:
1). Dapat bertahan hidup pada paparan herbisida tertentu (disebut toleran herbisida, atau HT).
2). Dapat membunuh hama serangga tertentu ( disebut pesticidal or insecticidal). Misalnya, tomat
transgenik didesain untuk memiliki umur panjang.

Tidak jelas apakah peningkatan beta-karoten pada (Golden Rice) transgenik (berasal dari bakung)
merupakan bentuk yang dapat digunakan untuk nutrisi pada manusia, terutama untuk lemak dan
protein ( Grains of Delusion, 2001).

Tanaman transgenik toleran herbisida yang telah diubah untuk bertahan terhadap semprotan
herbisida dengan spektrum yang luas dengan gagasan bahwa dengan aplikasi ini akan membasmi
sebagian besar jenis gulma tanpa membunuh tanaman itu sendiri. Tanaman insektisidal
mengandung gen dari bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt). Gen Bt ini menyebabkan tanaman
untuk menghasilkan zat kimia beracun yang membunuh penggerek jagung Eropa, ulat kapas, dan
ulat lain. (Ulat merupakan larva serangga dalam ordo Lepidoptera termasuk ngengat dan kupu-
kupu) (Schahczenski & Adam, 2006).

Selain dapat meningkatkan ketahanan terhadap penyakit dan serangga juga mengurangi kebutuhan
herbisida dan pestisida. Hal ini membuat tanaman lebih aman bagi konsumen dan memungkinkan
petani untuk menghema uang untuk pembelian obat-obatan kimia. Sebagai kesimpulan, tanaman
transgenik adalah suatu metoda yang secara ekonomis lebih aman menghasilkan produk tanaman
dan membuat mereka menarik dan berpotensi menguntungkan (Pighin, 2003).

Bagaimana Pembuatan Tanaman transgenik?


Usaha pemuliaan tanaman selama bertahun-tahun untuk pemilihan tanaman yang terbaik. Pada saat
ini, variasi terjadi melalui mutasi induksi atau hibridisasi di mana dua atau lebih tanaman
disilangkan. Seleksi terjadi secara alami, menggunakan konsep pilihan “siapa yang kuat, dia yang
menang”, di mana hanya biji yang beradaptasi lebih baik dengan lingkungan yang akan berhasil
hidup. Sebagai contoh, petani hanya memilih biji benih yang terbesar dengan asumsi ini menjadi

3
yang terbaik. Sekarang para ilmuwan tidak hanya dapat memilih, tetapi juga menciptakan tanaman
dengan menyisipkan gen untuk membuat benih gundul dengan sifat yang diinginkan.
Untuk membuat tanaman transgenik, ada lima langkah utama: ekstraksi DNA, kloning gen yang
penting, merancang gen untuk infiltrasi tanaman, transformasi, dan akhirnya pemuliaan tanaman
(Gambar 1).

Gambar: langkah-langkah menanam transgenik


Sumber: http://www.msu.edu

Untuk memahami proses ini, pertama harus mengetahui sedikit tentang DNA (asam
deoksiribonukleat). DNA adalah bahasa pemrograman universal semua sel dan menyimpan
informasi genetik mereka. DNA berisi ribuan gen dimana segmen-segmen DNA yang
menyandikan informasi yang diperlukan untuk memproduksi dan merakit protein spesifik. Semua
gen membutuhkan daerah tertentu untuk digunakan (atau diekspresikan) oleh sel. Wilayah ini
meliputi (Gambar 2):
1) Wilayah promotor, yaitu tempat di mana gen dimulai dan digunakan untuk ekspresi gen;
2) Urutan terminasi yang menandai akhiran gen;
3) Dan daerah pengkode yang berisi gen sebenarnya untuk diekspresikan.

Semua daerah ini bersama-sama memungkinkan gen untuk membuat protein. Setelah gen
ditranskripsi menjadi protein, kemudian dapat berfungsi sebagai enzim untuk mengkatalisis reaksi
biokimia atau sebagai unit struktural dari sel, keduanya yang akan memberikan kontribusi
munculnya suatu sifat tertentu dalam organisme itu.

Gambar: tempat gen


Sumber: static.howstuffworks.com

Semua spesies mampu mengubah DNA menjadi protein melalui proses yang dikenal
sebagai translasi. Kemampuan ini memungkinkan untuk menempatkan gen secara artifisial dari
satu organisme ke organisme. Jika hanya mengisolasi DNA secara acak dan memasukkan ke dalam
organisme lain tidaklah praktis. Pertama-tama kita harus tahu segmen tertentu pada DNA dan

4
khususnya gen yang dicari yang digunakan untuk disisipkan. Sayangnya, referensi untuk
memproduksi tanaman baru tidak banyak yang diketahui tentang gen yang bertanggung jawab
untuk hasil tanaman meningkat, toleransi terhadap tekanan yang berbeda dan serangga, warna, atau
karakteristik berbagai tanaman lainnya. Banyak penelitian transgenik sekarang terfokus pada cara
mengidentifikasi dan menentukan urutan gen yang berkontribusi terhadap karakteristik ini.
Gen yang ditentukan untuk memberikan kontribusi sifat tertentu maka perlu didapatkan dalam
jumlah yang signifikan sebelum mereka dapat disisipkan ke dalam organisme lain. Untuk
mendapatkan DNA yang terdiri dari gen, DNA pertama-tama diekstrak dari sel dan dimasukkan ke
dalam plasmid bakteri. Plasmid merupakan alat biologi molekuler yang memungkinkan setiap
segmen DNA dapat dimasukkan ke dalam sel pembawa (biasanya sel bakteri) dan direplikasi untuk
menghasilkan lebih banyak. Sebuah sel bakteri (misal, E. coli) yang berisi plasmid dapat disisipi
dan digunakan berulang kali untuk menghasilkan salinan gen yang pentin bagi peneliti, sebuah
proses yang umumnya disebut sebagai “kloning” gen. Kata “kloning” mengacu pada berapa
banyak salinan identik gen asli yang sekarang dapat diproduksi secapatnya. Plasmid yang
mengandung gen ini dapat digunakan untuk memodifikasi gen dengan cara apapun sesuai
keinginan peneliti yang memungkinkan terjadinya pengaruh pada sifat gen yang dihasilkan
(Gambar 1).
Setelah gen yang diinginkan telah diamplifikasi, sekarang saatnya untuk mengintroduksi ke dalam
spesies tumbuhan kita inginkan. Inti sel tanaman adalah target untuk DNA transgenik baru. Ada
banyak metode untuk melakukan ini, tetapi dua metode yang paling umum termasuk “Gene Gun”
dan metode Agrobacterium. Metode “Gene Gun” juga dikenal sebagai metode penembakan
proyektil mikro merupakan yang paling umum digunakan pada spesies seperti jagung dan padi.
Seperti namanya, prosedur ini melibatkan kecepatan tinggi mikroproyektil untuk mentransfer DNA
ke dalam sel-sel hidup dengan menggunakan penembak (Chawla, 2000). DNA ditempatkan pada
mikro proyektil kecil dan kemudian proyektil ditembakan ke dalam sel. Teknik ini bersih dan
aman. Ini memungkinkan para ilmuwan untuk mengubah jaringan terorganisir pada spesies
tumbuhan dan memiliki sistem pengiriman universal umum untuk berbagai jenis jaringan pada
berbagai species. Hal ini dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, seperti gen yang
penting mrnjadi tidak teratur pada saat masuk atau mengalami kerusakan sel target pada saat
penembakan. Namun demikian, sudah cukup berguna untuk mendapatkan transgen sebagai
organisme ketika tidak ada pilihan lain yang tersedia.
Metode Agrobacterium melibatkan penggunaan bakteri tanah dikenal sebagai Agrobacterium
tumefaciens yang memiliki kemampuan untuk menginfeksi sel-sel tumbuhan dengan sepotong
DNA-nya. Potongan DNA yang menginfeksi tanaman terintegrasi ke dalam kromosom tanaman
melalui tumor-inducing plasmid (Ti plasmid) yang dapat mengontrol system selular tanaman dan
menggunakannya untuk membuat banyak salinan DNA bakterinya sendiri. Ti plasmid adalah
partikel DNA besar berbentu lingkaran yang mereplikasi secara independen dari kromosom bakteri
(Gambar 3) (Chawla, 2000).

Gambar: langkah-langkah penerapan transgenik pada Agrobacterium Sp.


Sumber: http://www.nature.com

5
Pentingnya plasmid ini adalah mengandung daerah transfer DNA (tDNA) di mana seorang peneliti
dapat menyisipkan sebuah gen yang dapat ditransfer ke dalam sel tumbuhan melalui proses yang
dikenal sebagai floral dip. Sebuah floral dip melibatkan perendaman tanaman berbunga ke dalam
campuran Agrobacterium yang membawa gen diinginkan, diikuti oleh benih transgenik yang
dikumpulkan langsung dari tanaman. Proses ini berguna karena itu adalah metode transfer alami
dan karena itu dianggap sebagai teknik yang lebih diterima. Selain itu, Agrobacterium mampu
mentransfer DNA berfragmen besar sehingga sangat efisien tanpa penataan ulang substansial,
diikuti dengan kemampuan mempertahankan stabilitas yang tinggi dari gen yang ditransfer. Salah
satu keterbatasan Agrobacterium adalah bahwa tidak semua tanaman pangan penting dapat
terinfeksi oleh bakteri ini.

Apa Keuntungan dan Kerugian Tanaman transgenik?


Dalam penggunaan tanaman transgenik telah menjadi masalah selama bertahun-tahun. Banyak
kekhawatiran yang telah diajukan dan umumnya berasal dari dua kategori:
1) Perhatian padaa bahan genetik yang diubah dapat mempengaruhi pada kesehatan
manusia.Sebagai contoh, tanaman transgenik telah diberitakan menyebabkan alergi pada
beberapa orang, meskipun tidak pasti apakah tanaman transgenik merupakan sumber
reaksi ini. Selain itu, gen resistensi antibiotik ditempatkan dalam tanaman ini telah
dinyatakan menyebabkan resistensi terhadap antibiotik menyebabkan super bug yang tidak
dapat diobati dengan perawatan antibiotik (Ferber, 1999). Gagasan dari suatu populasi
terguncang dengan menelan DNA yang berasal dari sumber lain, seperti virus atau bakteri,
juga harus dipertimbangkan ketika berpikir tentang memproduksi tanaman transgenik.
Namun, sampai saat ini, tidak ada bukti bahwa DNA dari tanaman transgenik yang
berbeda tertelan oleh tanaman konvensional.
2) Kekhawatiran tentang apakah tanaman transgenik menyebabkan kerusakan lingkungan
alam. Salah satu contoh serbuk sari dari jagung transgenik yang telah dinyatakan
membunuh larva kupu-kupu Monarch. Telah ditunjukkan bahwa jagung hibrida
menghasilkan racun bakteri dalam serbuk sarinya yang kemudian tersebar lebih dari 60
meter oleh angin. Dalam jangkauan ini, serbuk sari jagung menumpuk pada tanaman lain
di dekat ladang jagung di tempat yang dapat dimakan oleh organisme non-target termasuk
kupu-kupu raja ini. Kupu-kupu ini telah ditemuka yang menkonsumsi itu, memiliki laju
pertumbuhan lebih lambat dan tingkat kematian yang lebih tinggi (Losey et al, 1999).
Contoh kedua adalah hibridisasi tanaman dengan gulma di dekatnya. Hal ini dapat
menyebabkan gulma mendapat ketahanan terhadap herbisida atau hal-hal lain yang telah
kita usahakan untuk dihindari selama bertahun-tahun. Gen yang memberikan perlawanan
terhadap penyakit virus atau karakter lain yang memungkinkan mereka untuk bertahan di
lingkungan mereka bisa musnah akibat populasi rumput sekitar tanaman. Sifat ini dapat
membuat populas lebih sulit dikendalikan. Untuk saat ini, ada sedikit bukti untuk
mendukung teori ini (Crawley et al, 2001).

Di sisi lain adalah pengertian yang mendukung penggunaan tanaman transgenik. Potensi manfaat
yang cukup jelas, termasuk hal-hal seperti hasil meningkat (untuk memberi makanan pada populasi
yang tumbuh), mengurangi penggunaan pestisida (untuk menyelamatkan lingkungan dan biaya
pestisida), dan produksi tanaman (seperti menyediakan tanaman dengan nilai gizi meningkat)
(Ferber, 1999). Mampu mendapatkan retrofit dari tanaman apapun untuk keinginan kita adalah
sebuah konsep yang kuat, terutama dengan perubahan iklim saat ini.

Haruskah Kita Gunakan Tanaman transgenik?


Pada akhirnya, keuntungan yang dirasakan dan kerugian dari tanaman transgenik harus
digabungkan satu sama lain untuk menyediakan tanaman yang ramah lingkungan dan tidak
berbahaya. Produsen tanaman transgenik dan badan-badan yang mempelajari pengaruh mereka
sadar akan hal ini. Namun, sampai saat ini, ada sedikit bukti untuk mendukung kedua kasus
tersebut. Diperlukan penelitian lebih lanjut dalam bidang ini untuk menentukan keamanan tanaman
ini dan untuk memutuskan apakah mereka aman bagi lingkungan dan bagi mereka yang
mengkonsumsi produk ini selama berabad-abad. Setidaknya, sebagian besar akan setuju bahwa

6
potensi keunggulan menghasilkan tanaman yang menyediakan bagi populasi manusia dan sumber
makan lebih murah membuat penemuan teknologi transgenik menjadi berguna.
Sumber : http://wahjuneutron.blog.uns.ac.id/2010/10/20/molecular-biology-tanaman-transgenik/
 

Anda mungkin juga menyukai