Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH BIOTEKNOLOGI TANAMAN

TEKNIK REKAYASA GENETIKA

Dosen Pengampu :
Dr. Dasumiati, M.Si.

Oleh :
Aprilia Firdausya 11170950000052
Fuji Anandi 11170950000039
Biologi 6B

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1441 H
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bioteknologi untuk rekayasa genetika merupakan salah satu dari sekian
banyak variable sains dan teknologi yang tetap memiliki banyak ambivalensi
dalam aplikasinya terhadap kehidupan manusia. Di satu sisi dia menawarkan
kemudahan dan di sisi lain, ia menyimpan potensi bagi ketimpangan dan
kekhawatiran sosial. Absurdnya hukum dan norma, juga potensi akan nampaknya
pelecehan etis dan degradasi moral. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi rekayasa genetika (genetic engineering) akhir-akhir ini cukup drastis
dan meminta perhatian serius dari pemerintah serta para ilmuwan (Dresbach et al.,
2001; Curran and Koszarycz, 2004; Small et al., 2005; Dano, 2007; Amin et al.,
2010).
Rekayasa genetika pada dasarnya adalah seperangkat teknik yang
digunakan untuk memanipulasi komponen genetik, yakni DNA genom atau gen
yang dapat dilakukan dalam satu sel atau mahluk hidup (organisme), bahkan dari
satu mahluk hidup ke mahluk hidup lain yang berbeda jenisnya (Uzogara, 2000;
Small, 2004; Montaldo, 2006; Alberts et al., 2008; Sudjadi, 2008; Artanti et al.,
2010; Asaye et al., 2014; Pramashinta et al., 2014). Mahluk hidup yang materi
genetiknya telah di manipulasi secara artifisial di laboratorium melalui rekayasa
genetika disebut dengan mahluk hidup transgenic atau rekayasa genetika mahluk
hidup (genetically modified organism (GMO)) yang memiliki sifat unggul
dibandingkan dengan mahluk hidup asalnya (Lotter, 2008; Marinho et al., 2012).
Prinsip dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi perubahan
komposisi asam nukleat DNA atau menyelipkan gen baru ke dalam struktur DNA
mahluk hidup penerima, hal ini berarti bahwa gen yang disisipkan pada mahluk
hidup penerima dapat berasal dari mahluk hidup lain. Penerapan rekayasa
genetika juga telah memasuki perangkat terpenting bagi makhluk hidup yakni gen
sehingga tumbuhan atau hewan yang dihasilkan dari rekayasa genetika ini

1
diharapkan memiliki sifat-sifat yang unggul, yang berbeda dari tanaman atau
hewan aslinya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sejarah rekayasa genetika?
2. Apa yang dimaksud dengan rekayasa genetika tanaman berserta
tujuannya?
3. Apa sajakah teknik-teknik yang digunakan dalam rekayasa genetika untuk
mendapatkan tumbuhan dengan sifat-sifat tertentu?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui sejarah rekayasa genetika
2. Mengetahui pengertian dan tujuan dari rekayasa genetika tanaman
3. Mengetahui beberapa teknik yang digunakan dalam rekayasa genetika
untuk mendapatkan tumbuhan dengan sifat-sifat tertentu

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Rekayasa Genetika


Sejarah perkembangan genetika sebagai ilmu pengetahuan dimulai
menjelang akhir abad ke-19 ketika seorang biarawan Austria bernama Gregor
Johann Mendel berhasil melakukan analisis yang cermat dengan interpretasi yang
tepat atas hasil-hasil percobaan persilangannya pada tanaman kacang ercis (Pisum
sativum). Sebenarnya, Mendel bukanlah orang pertama yang melakukan
percobaan-percobaan persilangan. Akan tetapi, berbeda dengan para
pendahulunya yang melihat setiap individu dengan keseluruhan sifatnya yang
kompleks, Mendel mengamati pola pewarisan sifat demi sifat sehingga menjadi
lebih mudah untuk diikuti. Deduksinya mengenai pola pewarisan sifat ini
kemudian menjadi landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai suatu
cabang ilmu pengetahuan, dan Mendel pun diakui sebagai Bapak Genetika. Salah
satu penelitian yang memberikan kontribusi terbesar bagi rekayasa genetika
adalah penelitian terhadap transfer (pemindahan) DNA bakteri dari suatu sel ke
sel yang lain melalui lingkaran DNA kecil yang disebut plasmid. Bakteri
eukariota uniseluler ternyata sering melakukan pertukaran materi genetik ini
untuk memelihara memelihara ciri-cirinya. Dalam rekayasa genetika inilah,
plasmid berfungsi sebagai kendaraan pemindah atau vektor.
Sistem pemilihan dan pemanfaatan organisme dengan sifat yang terbaik
ternyata telah dilakukan sejak lama yaitu sekitar 8.000-10.000 SM. Pada saat itu
kuda, unta, dan sapi telah didomestifikasi. Pada tahun 6.000 SM ragi digunakan
dalam pembuatan bir. Pada tahun 5.000 SM tanaman seperti gandum dan beras
mulai di banyak ditanam (Kurnas, 2015). Tahun 1960 Stewart Linn dan Werner
Arber menemukan enzim restriksi di E.coli. Awal 1970, untuk pertama kalinya
transfer DNA dilakukan dari satu organisme (Xenopus laevis) ke organisme lain
(Escherichia coli). Meskipun tidak ada kejadian yang luar biasa, DNA yang telah
dimodifikasi tersebut ternyata sukses direplikasi oleh bakteri E.coli. Tahun 1976

3
ditemukan enzim Taq polymerase dari bakteri Thermus aquaticus dan enzim
tersebut masih digunakan hingga saat ini dalam proses PCR.
Walter Gilbert dan Frederick Sanger menemukan metode sekuensing DNA
di tahun 1977. Pada tahun 1979 produksi insulin pertama yang dibuat dengan
rekayasa genetik. Tahun 1980, tikus transgenik (termodifikasi secara genetik)
pertama. Pada tahun 1983, Kary Mullis menemukan teknik untuk mereplikasi
DNA dengan waktu yang lebih cepat, yaitu dengan PCR.

2.2.Pengertian Rekayasa Genetika


Rekayasa genetika merupakan transplantasi atau pencangkokan satu gen ke
gen lainnya dimana dapat bersifat antar gen dan dapat pula lintas gen sehingga
mampu menghasilkan produk. Rekayasa genetika juga diartikan sebagai usaha
manusia dalam ilmu biologi dengan cara memanipulasi (rekayasa) sel, atau gen
yang terdapat pada suatu organisme tertentu dengan tujuan menghasilkan
organisme jenis baru yang identik secara genetika (Zamroni, 2012). Melalui
rekayasa genetika, manusia menciptakan tanaman, hewan dan mikroorganisme
baru. Para ilmuwan telah berhasil mengungkapkan kode genetis yang
menentukan sifat-sifat khusus semua makhluk hidup dan kini telah mampu
mengkombinasikan gen-gen yang kalau secara alami, tidak akan pernah
berkombinasi. Perubahan genetis bukan sesuatu yang baru, karena secara alami
dapat terjadi melalui peristiwa yang disebut mutasi. Teknik yang paling dikenal
untuk mengubah makhluk hidup secara genetis adalah DNA rekombinan (rDNA),
yaitu bentuk DNA buatan yang dibuat dengan menggabungkan dua atau lebih
sekuen DNA yang tidak akan bisa terjadi bersama.
Teknologi rekayasa genetika merupakan inti dari bioteknologi didefinisikan
sebagai teknik in-vitro asam nukleat, termasuk DNA rekombinan dan injeksi
langsung DNA ke dalam sel atau organel; atau fusi sel di luar keluarga
taksonomi yang dapat menembus rintangan reproduksi dan rekombinasi alami,
dan bukan teknik yang digunakan dalam pemuliaan dan seleksi tradisional.
Prinsip dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau melakukan
perubahan susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke

4
dalam struktur DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan organisme
penerima dapat berasal dari organisme apa saja. Misalnya, gen dari sel pankreas
manusia yang kemudian diklon dan dimasukkan ke dalam sel E. Coli yang
bertujuan untuk mendapatkan insulin.
Perlengkapan yang diperlukan untuk rekayasa genetika adalah: (1) enzim
pemotong gen yaitu endonuklease retriksi, (2) enzim penyambung gen yang
dikehendaki yaitu ligase, (3) vektor yang membawa gen yang akan
disisipi/dititipkan dapat berupa plasmid bakteri (gen diluar kromosom bakteri)
atau virus, dan (4) inang. Adapun tahap-tahap rekayasa genetika adalah sebagai
berikut: (1) mendapatkan gen yang diinginkan (gen yang diinginkan dari suatu
indifidu dipotong dengan enzim endonuklease restriksi), (2) gen disambung
dengan enzim ligase, (3) vektor yang sudah membawa gen titipan dimasukkan ke
dalam inang, (4) vektor dalam sel inang ditumbuhkan, (5) isolasi produk dari
inang, (6) penyempurnaan produk.

2.3. Teknik-Teknik Rekayasa Genetika Tumbuhan


Teknik rekayasa genetika telah banyak diaplikasikan dalam berbagai
bidang, misalnya penelitian medis, rekayasa genetika hewan, dan rekayasa
genetika tanaman. Rekayasa genetika tanaman adalah suatu teknik untuk
memindahkan gen spesies asing ke dalam suatu sel tanaman, yang diikuti dengan
regenerasi dari sel-sel tanaman tersebut sehingga menjadi tanaman baru. Teknik
ini telah diterapkan pada berbagai tanaman pangan dan nonpangan.
Rekayasa genetika tanaman bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan
sifat-sifat tertentu seperti tanaman unggul yang lebih baik dari tanaman aslinya.
Dengan cara konvensional maupun bioteknologi modern, pemindahan, dan
penggabungan sifat-sifat menurun pada tanaman dapat dilakukan dengan
memindahkan gen-gen yang menentukan sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat tertentu
tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan beberapa cara berikut :

5
2.3.1 Transformasi Genetik
Transformasi genetik pada tanaman adalah mengintroduksi atau
mentransfer gen asing yang diperoleh dari tanaman lain, virus, bakteri, hewan,
atau manusia pada suatu spesies tanaman tertentu. Gen asing yang diperoleh dari
mahluk hidup tertentu tersebut direkayasa secara molekuler sehingga bisa
disisipkan ke dalam genom tanaman. Gen asing hasil rekayasa genetika yang
disisipkan pada spesies tanaman tertentu disebut transgen, sehingga tanaman yang
tersisipi transgen disebut tanaman transgenik (Tjokrokusumo, 1998).
Proses transformasi genetic dapat dilakukan secara langsung (particle
bombardment, elektroporasi) maupun tidak langsung menggunakan bantuan
Agrobacterium tumefaciens. Setiap teknik transformasi memiliki keunggunalan
dan kekurangan masing-masing. Transformasi secara langsung memiliki
keunggulan karena cakupannya yang luas pada berbagai spesies tanaman, namun
gen yang tersisip cenderung dalam jumlah salinan yang banyak sehingga peluang
terjadinya penyusunan kembali gen lebih tinggi (Hansen & Chilton, 1996).
Transformasi secara tidak langsung menggunakan bantuan Agrobacterium
tumefaciens memiliki keunggulan karena tidak membutuhkan peralatan khusus,
dapat dilakukan dengan peralatan laboratorium yang sederhana dan sisipan gen
tunggal berpeluang lebih tinggi dibandingkan transformasi secara langsung,
sehingga stabilitas ekspresi gen lebih tinggi (Hansen & Chilton, 1996; Dai et al.
2001; Rahmawati, 2006). Namun, transformasi tidak langsung memiliki
kekurangan yaitu sekuen yang ditransfer ke genom target bersifat acak, ada
kemungkinan yang ditransfer bukan gen target (Wenck et al. 1997; Gelvin, 2003).

Gambar 1. Transformasi

6
2.3.2 Pembungkaman Gen (Gene Silencing)
Gene silencing adalah suatu proses membungkam ekspresi gen yang pada
mulanya diketahui melibatkan mekanisme pertahanan alami pada tanaman untuk
melawan virus. Penemuan mekanisme yang menekan aktivitas gen pada tanaman
telah memperluas cakrawala untuk penelitian tentang kontrol ekspresi gen
(Mansoor et al., 2006). Pembungkaman gen (GS) juga didefinisikan sebagai
proses molekuler yang terlibat dalam regulasi gen spesifik, dan mungkin
berevolusi sebagai sistem pertahanan genetik terhadap virus dan menginvasi asam
nukleat (Brigneti et al., 1998; Voinnet et al., 2000; Waterhouse et al., 2001;
Wassenegger, 2002).
Saat ini, ada beberapa rute Gene silencing yang diidentifikasi pada
tanaman, seperti : pembungkaman gen pasca transkripsi atau gangguan RNA
(PTGS atau RNAi) (Vaucheret et al., 2001), pembungkaman gen transkripsi
(Vaucheret & Fagard, 2001), pembungkaman mikroRNA (Bartel, 2004), dan virus
diinduksi pembungkaman gen (Burch-Smith et al., 2004). Semua jalur ini
memainkan peran penting di tingkat sel, mempengaruhi diferensiasi, regulasi gen
(Bartel, 2004), dan perlindungan terhadap virus dan transposon (Waterhouse et
al., 2001).
Beberapa temuan awal mengenai pembungkaman gen (GS) terjadi ketika
tim peneliti mencoba mendapatkan petunia transgenik dengan jumlah pigmen
antosianin yang lebih besar, dengan memperkuat aktivitas gen chalcone synthase
(Napoli et al., 1990). Alih-alih menghasilkan ungu lebih dalam kelopak, bunga
putih atau chimeric diproduksi. Rupanya, transgen itu tidak diekspresikan, dan
akhirnya membungkam gen endogen homolog. Fenomena, bernama "co-
suppression", ditransmisikan secara tidak stabil dalam beberapa generasi yang
mengarah ke hipotesis bahwa ia dimediasi oleh asam nukleat, mungkin RNA
(Gura, 2000). Fenomena serupa bernama "quelling" pada jamur (Romano &
Macino, 1992; Cogoni & Macino, 1997) dan "gangguan RNA" (RNAi)
dalam cacing Caenorhabditis elegans (Fire et al., 1998). Penelitian menunjukkan
bahwa kehadiran RNA untai ganda (dsRNA), bentuk yang tidak terjadi dalam sel
normal, terkait dengan pembungkaman gen homolog sekuens. Fakta bahwa

7
fenomena tersebut tampaknya dipicu oleh kehadiran RNA untai berlipat ganda
(dsRNA) menunjukkan bahwa ini awalnya merupakan mekanisme pertahanan
terhadap virus dan elemen transposable, karena ini berasal dari dsRNA
(Waterhouse et al., 2001).
Sebagian besar fenomena pembungkaman gen (GS) terkait dengan
aktivitas RNA di dalam sel. Oleh karena itu, istilah RNA pembungkaman sering
digunakan untuk menggambarkan GS dan terdiri dari semua mekanisme dimana
sekuens RNA mengatur ekspresi gen, kecuali sekuens yang dikarakterisasi
sebagai mRNA, tRNA, atau RNA ribosom (Galun, 2005). Studi genetik dan
biokimiawi telah mengkonfirmasi bahwa mekanisme RNAi, ko-supresi, dan
pembungkaman gen yang diinduksi virus adalah serupa. Selain itu, jalur biologis
yang mendasari GS-diinduksi dsRNA ada di banyak, jika tidak sebagian besar,
organisme eukariotik (Hannon, 2002). Studi tentang fenomena serupa pada
organisme yang berbeda (Caenorhabditis elegans, Neurospora crassa,
Drosophila melanogaster, Arabidopsis thaliana dan Petunia x hybrida)
memungkinkan proposal model untuk berbagai bentuk pembungkaman yang
berbeda tetapi saling berinteraksi.

2.3.2.1 RNA interference (RNAi)


Proses RNAi disebut sebagai "co-suppression" dan "quelling" ketika
diamati sebelum pengetahuan tentang mekanisme terkait RNA. Penemuan RNAi
didahului dengan pengamatan penghambatan transkripsi oleh antisense RNA yang
diekspresikan dalam tanaman transgenik, dan lebih langsung dengan laporan hasil
tak terduga dalam percobaan yang dilakukan oleh ilmuwan tanaman di Amerika
Serikat dan Belanda pada awal 1990-an. Dalam upaya untuk mengubah
warna bunga di Petunia, para peneliti memperkenalkan salinan tambahan dari gen
pengkode chalcone synthase, enzim kunci untuk pigmentasi bunga menjadi
tanaman petunia yang biasanya berwarna pink atau ungu.
Gen yang diekspresikan berlebih diharapkan menghasilkan bunga yang
lebih gelap, tetapi malah menyebabkan beberapa bunga memiliki pigmen ungu
yang kurang terlihat, kadang-kadang dalam pola yang beraneka ragam,

8
menunjukkan bahwa aktivitas chalcone synthase telah berkurang secara
substansial atau menjadi tertekan dalam konteks yang spesifik. Ini kemudian akan
dijelaskan sebagai hasil dari transgen yang dimasukkan berdekatan dengan
promotor dalam arah yang berlawanan di berbagai posisi di seluruh genom dari
beberapa transforman, sehingga mengarah pada ekspresi transkrip antisense dan
pembungkaman gen ketika promotor ini aktif. Pengamatan awal lain dari RNAi
berasal dari studi tentang jamur Neurospora crassa, meskipun tidak langsung
diakui sebagai terkait. Investigasi lebih lanjut dari fenomena pada tanaman
menunjukkan bahwa downregulation adalah karena penghambatan ekspresi gen
post-transkripsional melalui peningkatan laju degradasi mRNA. Fenomena ini
disebut co-supresi ekspresi gen, tetapi mekanisme molekuler tetap tidak diketahui.
RNA interference (RNAi) adalah RNA yang mengganggu RNA yang ada
di dalam sel. Adanya RNAi menyebabkan RNA yang ada di dalam sel dapat
diikat oleh RNAi untuk membentuk RNA utas ganda (dsRNA). RNA utas ganda
dipotong oleh enzim Dicer di sitoplasma menjadi fragmen dsRNA pendek
berukuran 21-26 nukleotida dengan ujung 3’ overhangs dua nukleotida
(Waterhouse et al., 2001; Pickford dan Cogoni, 2003; Takeshita dan Ochiya,
2006). Salah satu dari kedua utas dari masing-masing fragmen, yang diketahui
sebagai utas pemandu (guide strand), bergabung dengan RISC (RNA-induced
silencing complex) dan berasosiasi dengan mRNA target, dan kemudian
mengaktivasi fungsi RISC untuk mendegradasi mRNA target dan menekan
ekspresi gen pada berbagai level (Waterhouse et al., 2001; Meister dan Tuschl,
2004; Takeshita dan Ochiya, 2006). Proses RNAi menghasilkan dua tipe molekul
RNA kecil, yaitu microRNA (miRNA) dan small interfering RNA (siRNA). RNA
merupakan produk langsung dari gen yang bagian spesifiknya dapat diikat oleh
RNA kecil tersebut sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan atau menurunkan
aktivitas gen tersebut.

9
Gambar 2. RNAi

Aktivitas gen yang meningkat ditandai dengan meningkatnya transkripsi


gen, suatu fenomena yang disebut aktivasi RNA, yang dapat terjadi apabila
sekuen RNA kecil (siRNA dan miRNA) komplemen dengan bagian promoter gen
(Li et al., 2006; Check, 2007). Aktivitas gen menurun apabila RNA kecil
komplemen dengan bagian gen yang spesifik atau terkonservasi (Miki et al.,
2005). mRNA yang ditranskripsikan oleh gen tersebut membentuk utas ganda
dengan RNA kecil yang telah bergabung dengan RISC dan selanjutnya
Argonaute, komponen aktif dari RISC, dapat memotong mRNA sehingga gen
menjadi tidak fungsional (Ahlquist, 2002). Teknik RNAi adalah sebuah cara yang
efektif untuk menguji fungsi biologi mRNA target pada tanaman.
RNAi adalah alat penelitian yang berharga, baik dalam kultur sel dan
pada organisme hidup , karena dsRNA sintetis yang dimasukkan ke dalam sel
dapat secara selektif dan kuat menginduksi penekanan gen tertentu yang
menarik. RNAi dapat digunakan untuk layar skala besar yang secara sistematis
mematikan setiap gen dalam sel, yang dapat membantu mengidentifikasi
komponen yang diperlukan untuk proses seluler tertentu atau peristiwa
seperti pembelahan sel. Jalur ini juga digunakan sebagai alat praktis
dalam bioteknologi, kedokteran, dan insektisida.

10
RNAi telah digunakan untuk merekayasa secara genetis tanaman untuk
menghasilkan tingkat racun tanaman alami yang lebih rendah. Teknik tersebut
memanfaatkan fenotip RNAi yang stabil dan diwariskan dalam stok
tanaman. Biji kapas kaya akan protein makanan tetapi secara alami mengandung
produk terpenoid gossypol yang beracun, membuatnya tidak cocok untuk
dikonsumsi manusia. RNAi telah digunakan untuk menghasilkan stok kapas yang
bijinya mengandung pengurangan tingkat delta-cadinene synthase, enzim kunci
dalam produksi gossypol, tanpa mempengaruhi produksi enzim di bagian lain
tanaman, di mana gossypol itu sendiri penting dalam mencegah kerusakan dari
hama tanaman. Upaya serupa telah diarahkan pada pengurangan linamarin produk
alami sianogenik pada tanaman singkong.
Belum ada produk tanaman yang menggunakan rekayasa genetika berbasis
RNAi yang keluar dari tahap percobaan. Upaya pengembangan telah berhasil
mengurangi tingkat alergen pada tanaman tomat dan fortifikasi tanaman seperti
tomat dengan antioksidan diet. Produk komersial sebelumnya, termasuk tomat
Flavr Savr dan dua kultivar pepaya tahan ringpot, pada awalnya dikembangkan
menggunakan teknologi antisense tetapi kemungkinan mengeksploitasi jalur
RNAi. Pembungkaman alfa-amilase RNAi juga telah digunakan untuk
mengurangi pertumbuhan jamur Aspergillus flavus pada jagung yang seharusnya
dapat mencemari biji-biji dengan aflatoksin berbahaya. Membungkam faktor
lachrymatory synthase pada bawang telah menghasilkan bawang tanpa air mata
dan RNAi telah digunakan pada gen BP1 pada rapeseed untuk meningkatkan
fotosintesis. Gen SBEIIa dan SBEIIb dalam gandum telah ditargetkan dalam
gandum untuk menghasilkan kadar amilosa yang lebih tinggi untuk meningkatkan
fungsi usus.

2.3.2.2 Antisense RNA


Antisense RNA juga disebut sebagai transkrip antisense, transkrip
antisense alami atau antisense oligonukleotida adalah RNA untai tunggal yang
merupakan pelengkap pengkodean protein messenger RNA (mRNA) yang
dengannya hibridisasi, dan dengan demikian

11
memblokir terjemahannya menjadi protein. Antisense RNA (yang terjadi secara
alami) telah ditemukan di prokariota dan eukariota, transkrip antisense dapat
diklasifikasikan menjadi pendek (<200 nukleotida) dan panjang (> 200
nukleotida) RNA non-coding (ncRNAs). Fungsi utama asRNA adalah
mengatur ekspresi gen. asRNAs juga dapat diproduksi secara sintetis dan telah
menemukan penyebaran luas digunakan sebagai alat penelitian untuk knockdown
gen . Mereka mungkin juga memiliki aplikasi terapeutik.
Prinsip dari antisense RNA merupakan pemikiran yang brilian yang
sebenarnya mengadopsi kondisi alamiah seperti di dalam mekanisme pertahanan
tanaman terhadap virus, dan suatu mekanisme yang sama pada nematoda
Caenorhabditis elegans (Pfeffer, 2004; Lee, 1993). Ketika itu ditemukan suatu
RNA untai ganda (double strand RNA = dsRNA) yang menunjukkan kemampuan
menghambat ekspresi gen (Lieberman, 2003). Prinsip ini lebih cocok untuk
diimplementasikan dalam terapi gen untuk mengatasi penyakit tertentu dimana
terjadi ekspresi gen-gen abnormal yang menimbulkan penyakit, seperti misalnya
pada penyakit kanker.
Mekanisme kerja antisense RNA yaitu pertama untai RNA yang
ditranslasi disebut sebagai untai sense. Sementara itu, untai yang mempunyai
sekuens basa nukleotida komplemen dengan untai sense disebut antisense. Jika
untai sense berikatan dengan untai antisense membentuk dupleks, maka terjadi
pemblokiran proses translasi yang mengakibatkan terjadinya penghambatan
ekspresi gen (Penman, 2002). Hal ini dapat terjadi disebabkan ribosom tidak
memperoleh akses ke pada nukleotida pada untai mRNA, atau yang dapat pula
terjadi adalah disebabkan bentuk duplex RNA sangat mudah terdegradasi oleh
enzim pendegradasi ribonukleat, ribonuclease, di dalam sel. Penggunaan metode
DNA rekombinan daripada RNA rekombinan, lebih memungkinkan untuk
menghantarkan gen sintetis yang menyandikan molekul RNA antisense ke dalam
suatu organisme dengan relatif lebih stabil.

12
Gambar 3. Antisense mRNA

Suatu antisense mRNA (aRNA) jika dimasukkan ke dalam sel suatu


organisme, maka aRNA akan berikatan dengan mRNA yang ada di dalam sel
tersebut sehingga membentuk suatu dupleks. Terbentuknya dupleks RNA ini akan
menyebabkan terjadinya penghambatan ekspresi gen pada tahap translasi. Untuk
berlangsungnya proses translasi, selain ribosom sebagai mesin pensintesis protein,
maka diperlukan pula mRNA untai tunggal, juga diperlukan tRNA yang
membawa asam amino–asam amino, serta protein-protein kecil khusus yang
terkandung di dalam ribosom (Thenawijaya, 1994).
Dalam praktiknya, prinsip antisense tidaklah semudah teorinya. Dimulai
dari proses pemasukan molekul RNA antisense ke dalam sistem biologis sel
organisme. Molekul ini harus berhadapan dengan kondisi adanya enzim nuklease
dimana-mana, baik di dalam sel maupun di dalam sirkulasi darah (Agrawal, et al.,
2003). Untuk menghindari degradasi ini, asam nukleat (dalam hal ini RNA)
dimodifikasi secara kimia dengan memodifikasi gugus di dalam struktur asam
nukleat. Setelah berhasil mengatasi enzim nuklease, molekul asam nukleat harus
mampu menembus sel membran yang merupakan lapisan lemak ganda. Padahal,
asam nukleat terbangun atas gugus fosfat sebagai tulang punggungnya yang
menghasilkan muatan negatif bersifat hidrofilik. Di dalam sel, asam nukleat harus
dialokasikan dengan benar dan tepat ke tempat kerjanya yaitu di nukleus. Namun,
sebelum dapat masuk ke dalam nukleus, di dalam sitoplasma sel, asam nuklet
terapetik ini harus berhadapan dengan berbagai penghalang. Setelah melalui

13
rintangan-rintangan dan masuk ke dalam nukleus dengan menembus pori-pori
membran nukleus, belum dapat begitu saja melaksanakan tugasnya. Seringkali
DNA dan RNA nukleus merupakan bentuk yang berlipat secara kompak dan
diselubungi oleh protein nukleus. Bahkan, dalam hal RNA, struktur terlipatnya
belum begitu banyak dipahami, dan masih sedikit informasi mengenai hal ini,
sehingga pada kenyataannya terapi antisense masih merupakan pekerjaan trial and
error pada berbagai lokasi dari suatu gen yang dipilih berdasarkan apakah itu pada
lokasi awal, pada bagian tengah atau pada bagian lain yang esensial bagi proses
ekspresi gen tersebut.
Salah satu contohnya adalah tomat antisense. Tomat transgenik rendah PG
ini menandai era baru dalam bioteknologi sebagai produk rekayasa genetika
pertama yang dipasarkan. Tomat Flavr Savr dipasarkan oleh Calgene di USA
tahun 1994 dengan nama dagang “MacGregor’s” (Webber, 1994). Pada buah
tomat transgenik ini terjadi penurunan tingkat mRNA poligalakturonase 90- 94%,
sedangkan aktivitas enzim poligalakturonase menurun 69 – 93% (Sheehy et al.,
1988; Smith et al., 1988). Menurut Good, dkk (1994), ada tiga strategi yang telah
digunakan dalam proses perakitan tomat PRG sehingga pemasakan buahnya dapat
ditunda. Strategi tersebut terkait dengan pengurangan produksi ethylene :
1. Pengurangan ACC synthase,ACC synthase adalah enzim di dalam buah
tomat yang bertanggung jawab dalam tahapan sintesis ethylene dalam
buah. Pengurangan tingkat ACC synthase secara dramatis megurangi
produksi ethylene. Para peneliti menemukan bahwa dengan
mentransformasikan gen antisense ACC synthase ke genom tanaman
tomat, produksi ethylene dalam tanaman menjadi terhambat dan
pemasakan buahnya dapat ditunda. Tomat PRG tersebut dikembangkan
oleh perusahaan DNA Plant Technologies dan dipasarkan dengan
nama Endless Summer.
2. Penambahan ACC deaminase, Transformasi gen yang berasal dari bakteri
tanah Pseudomonas chlororaphis. Gen tersebut mengkode enzim
ACC deaminase, yang dapat memecahkan salah satu precusorsintesis
ethylene(ACC). Pengurangan tingkat precusordapat menyebabkan

14
pengurangan produksi ethylene dan menunda proses kemasakan. Salah
satu perusahaan bioteknologi swasta, yaitu Monsanto mengembangkan
tomat PRG dengan sifat penundaan kemasakan, tetapi tidak
dikomersialkan.
3. Penambahan SAM hydrolase, gen lain yang digunakan dalam perakitan
tanaman tomat PRG yang pemasakan buahnya dapat ditunda adalah
SAM hydrolase. Gen tersebut berasal dari bacteriophage bakteri E.coliT3.
Gen tersebut juga dapat memecahkan salah satu precursor synthesis
ethylene (SAM). Teknologi ini telah dikembangkan oleh suatu perusahaan
bioteknologi Agritope, Inc dan diaplikasikan pada tomat varietas Cherry.
Pada tahun 1980, para ilmuwan di Calgene melakukan penelitian terhadap
tomat Flavr Savr, dimana tomat tidak menjadi lunak saat masak, karena itu
dibiarkan menggantung hingga masak alami. Tomat Flavr Savr merupakan tomat
hasil rekayasa genetika yang memiliki shelf-life lama dapat diciptakan dengan
menyisipkan gen antibeku dari ikan air dingin ke dalam gen tomat. Gen antibeku
ini diperoleh dari ikan Flounder, yaitu jenis ikan di Antartika yang dapat bertahan
hidup dalam kondisi yang sangat dingin. Ikan Flounder mempunyai gen antibeku
yang disebut dengan gen antisenescens yang dapat menghambat enzim
polygalacturonase (enzim yang mempercepat kerusakan dinding sel tomat).
Gen ini dipindahkan dari kromosom di dalam sel ikan Flounder. DNA
antibeku ini kemudian disisipkan pada DNA bakteri Escherichia coli yang disebut
plasmid. DNA hibrid ini, yang merupakan kombinasi dari dua DNA berbeda
disebut sebagai DNA rekombinan. DNA rekombinan yang mengandung gen
antibeku ini kemudian ditanam kembali pada bakteri Escherichia coli. Bakteri
tersebut memproduksi kopian dari DNA rekombinan dalam jumlah yang sangat
banyak. Tahap selanjutnya diawali dengan isolasi DNA sel tomat terlebih dahulu
yang dilakukan dengan cara menghaluskan batang tomat dalam nitrogen cair
untuk melepaskan isi sel. Isi sel tersebut kemudian ditempatkan dalam tabung
reaksi, lalu disentrifugasi. Selama sentrifugasi, isi sel terpisah ke dalam dua
lapisan dimana salah satunya adalah lapisan DNA. Lapisan ini kemudian
dipisahkan dari tabung, kemudian ditambahkan enzim restriksi, yaitu ECO R1

15
yang berfungsi memotong di lokasi DNA yang spesifik. Sel tanaman tomat
diinfeksi dengan bakteri tersebut. Setelah itu ditambahkan enzim ligase ke dalam
DNA tomat dan plasmid untuk menyambungkan DNA, sehingga dapat lengket.
Hasilnya, gen antibeku pada plasmid yang terdapat pada bakteri bergabung
dengan DNA sel tanaman tomat. Sel tanaman tomat kemudian ditempatkan pada
media tumbuh yang berupa cawan petri yang mengandung media
nutrien selektif.Bibit tomat mulai ditanam. Tanaman tomat hasil rekayasa
genetika mengandung satu kopian gen antibeku dari ikan Flounder pada setiap
selnya.
Tomat transgenik rendah PG ini menandai era baru dalam bioteknologi
sebagai produk rekayasa genetika pertama yang di pasarkan. Tomat Flavr Savr
dipasarkan oleh Calgene di USA tahun 1994 dengan nama dagang “MacGregor’s”
(Webber, 1994). Tomat transgenik yang membawa gen antisense PG ini tidak
menunjukkan perubahan kecepatan pelunakan (Smith et al., 1988). Walaupun
demikian tomat ini lebih tahan pecah dan lebih sedikit terjadi kerusakan selama
proses pascapanen dibandign tomat bukan transgenik (Schuch et al., 1991).
Setelah dilakukan penelitian oleh Calgene dan pembicaraan dengan FDA (Badan
Pengawas Obat dan Makanan AS), FDA menemukan tomat ini aman dan
menyetujui tomat Flavr Savr dipasarkan pada 17 Mei 1994. Berikut ini merupakan
keuntungan dari Tomat Flavr Savr (tomat trasgenik) :
1. Memperpanjang masa simpan tomat selama proses distribusi tanpa
mengubah rasa alami tomat, sehingga memungkinkan tomat dapat
dikemas dan dikirim dalam jangka waktu lebih lama.
2. Meminimalisir biaya pengemasan saat dipasarkan ke daerah yang lebih
jauh.
3. Secara tidak langsung dapat meningkatkan perekonomian petani kecil.
4. Merupakan salah satu inovasi baru dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi.
5. Menghasilkan tanaman tomat yang tahan terhadap cuaca dingin,
sehingga memiliki musim tumbuh yang lebih lama.

16
2.3.3 Overexpression
Dalam bidang Genetik dan Bioteknologi, seringkali kita menemukan
istilah “Overexpression (Overekspresi)” atau biasa disingkat menjadi “OX”. Dari
pemilihan kata tersebut tentunya bisa dipahami bahwa overekspresi merupakan
pengungkapan untuk menunjukkan ekspresi yang berlebih dari suatu gen. Teknik
overekspresi juga merupakan salah satu cara untuk mempelajari atau
mengeksplorasi fungsi sebuah gen.
Dalam kondisi normal, suatu organisme (manusia, hewan, tanaman,
mikroba, etc.) memiliki jumlah gen atau gene product (protein) dengan tingkatan
ekspresi yang tepat atau sesuai. Teknik overekspresi dipakai para ilmuwan untuk
menjawab pertanyaan “Apakah akibat yang ditimbulkan ketika suatu gen berada
dalam kondisi berlebih?” dan “Apakah kondisi tersebut memiliki efek terhadap
gen lainnya dan berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan?”.
Pada umumnya teknik overekspresi dilakukan dengan cara mengisolasi
(kloning) sebuah gen yang sudah diketahui fungsinya, dan kemudian
ditransformasikan ke organisme tujuan. Organisme tujuan yang dimaksud di sini
bisa dari organisme yang sama, misalnya gen dari padi dioverekspresikan di padi,
atau bisa juga organisme yang berbeda, misalnya gen dari bakteri
dioverekspresikan di tanaman. Jika organisme tujuan tersebut berbeda dengan
organisme dimana gen tersebut diisolasi, maka istilah tersebut dikenal
dengan overexpression in heterologous organism.
Contoh teknik overekspresi yang telah berhasil adalah rekayasa padi emas
(Golden Rice). Golden Rice adalah kultivar (varietas) padi transgenik hasil
rekayasa genetika yang berasnya mengandung beta-karotena (pro-vitamin A) pada
bagian endospermanya. Kandungan beta-karoten ini menyebabkan warna
berasnya tersebut tampak kuning-jingga sehingga kultivarnya dinamakan ‘Golden
Rice’ (“Beras Emas”). Pada tipe liar (normal), endosperm padi tidak
menghasilkan beta-karoten dan akan berwarna putih hingga putih kusam. Di
dalam tubuh manusia, beta-karotena akan diubah menjadi vitamin A.

17
Gambar 4. Golden Rice

Golden rice diciptakan oleh transformasi padi dengan dua karoten biosintesis gen-
beta:

1. PSY (sintase phytoene) dari Daffodil (Narcissus pseudonarcissus)


2. Crtl dari tanah bakteri Erwina uredovora
3. Penyisipan dari suatu Lcy (Lycopene) gen adenilat dianggap diperlukan,
tetapi penelitian lebih lanjut menunjukkan hal itu sudah diproduksi dalam
jenis padi endosperma-liar)

Para psy dan crt 1 Gen yang berubah menjadi nuklir genom beras dan
ditempatkan dibawah kontrol yang endosperm-spesifik promoter, sehingga
mereka hanya dinyatakan dalam endosperm. Eksogen Lyc gen memiliki urutan
peptide transit terpasang sehingga ditargetkan ke plastid, dimana difosfat
geranylgeranyl pembentukan terjadi. Para bakteri crt 1 gen merupakan inklusi
penting untuk menyelesaikan jalur ini, karena dapat mengkatalisis beberapa
langkah dalam sintesis karotenoid, sedangkan langkah-langkah ini membutuhkan
lebih dari satu enzim dalam tanaman. Hasil akhir dari jalur rekayasa likopen,
tetapi jika tanaman akumulasi lycopene, beras akan merah. Analisis terakhir
menunjukkan endogen enzim tanaman proses lycopene beta-karoten dalam

18
endosperm, memberikan nasi warna kuning khusus untuk yang bernama. Beras
emas asli disebut SGR1.

Gambar 5. Mekanisme Golden Rice

Kandungan dari Golden Rice adalah Provitamin A berupa beta karoten.


Beta karoten merupakan zat warna oranye kekuningan, seperti pada tanaman
wortel. Golden rice mengandung betakarotena dan di dalam tubuh manusia
betakarotena tersebut akan diubah menjadi vitamin A. Vitamin A yang ada di
dalam beras ini sanggup mengatasi defisiensi atau kekurangan Vitamin A pada
manusia. Golden rice juga mempunyai kandungan karbohidrat layaknya beras
pada umumnya, juga mengandung zat besi (Fe).

19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rekayasa genetika merupakan transplantasi atau pencangkokan satu gen
ke gen lainnya dimana dapat bersifat antar gen dan dapat pula lintas gen sehingga
mampu menghasilkan produk. Rekayasa genetika tanaman adalah suatu teknik
untuk memindahkan gen spesies asing ke dalam suatu sel tanaman, yang diikuti
dengan regenerasi dari sel-sel tanaman tersebut sehingga menjadi tanaman baru.
Rekayasa genetika tanaman bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan sifat-
sifat tertentu seperti tanaman unggul yang lebih baik dari tanaman aslinya. Teknik
yang digunakan dalam rekayasa genetika untuk mendapatkan tumbuhan dengan
sifat-sifat tertentu adalah transformasi genetik, pembungkaman gen (Gene
Silencing), dan Overexpression.

20
DAFTAR PUSTAKA

Kumar, Anil., et al. 2012. Biotechnology in Medicine and Agriculture Principles


and Practices. I.K International Publishing House pvt.ltd pp.297-312.
Malik, Amarila. 2005. RNA Therapeutic, Pendekatan Baru Dalam Terapi Gen.
Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.2, Agustus 2005, 51 – 61.
Departemen Farmasi FMIPA-UI, Universitas Indonesia: Depok.
Muzuni et al,. 2013. RNAi dari Fragmen 3’UTR Gen Penyandi H+ -ATPase
Membran Plasma Melastoma malabathricum L. dapat Menghambat
Pertumbuhan Tanaman Tersebut. J. Agron. Indonesia 41 (2) : 167 – 174.
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Haluoleo: Kendari.
Prelich G. 2012. Gene Overexpression: Uses, Mechanisms, and Interpretation.
Genetics 190 (3): 841-854.

21

Anda mungkin juga menyukai