Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH AGROBACTERIUM TUMAFACIENS

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bioteknologi


Dosen Pengampu :
-

Ir. Tuti Widianti ,M.Biomed


Dr.Dra. Siti Harnina B,MS

Oleh :
IRMA APRILIA
4401412084
Rombel 3 Pendidikan Biologi

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015

1. Pengertian
A. tumefaciens merupakan bakteri aerob obligat gram negatif yang hidup alami di tanah. Bakteri ini
banyak menyebabkan penyakit crown gall (tumor) pada tanaman dikotil. Kemampuannya dalam
menyebabkan penyakit ini berhubungan dengan gen penginduksi tumor yang ada pada plasmid (Ti) yang
dijumpai dalam bakteri tersebut. Dalam sel tumor yang terbentuk terkandung enzim-enzim yang tidak
tampak pada tanaman normal, karena enzim tersebut hanya dihasilkan oleh sel Agrobacterium. Enzimenzim tersebut menghasilkan suatu senyawa gula spesifik yang dinamakan opin. Senyawa opin ini
merupakan makanan bagi Agrobacterium itu sendiri. ( Mulyaningsih, 2009 )
2. Tujuan
Manipulasi Agrobacterium untuk Tujuan Rekayasa Genetika
Masalah utama penyisipan DNA ke dalam plasmid Ti adalah ukuran plasmid Ti yang besar (200 kb)
dan daerah T-DNA pada umumnya tidak memiliki sisi unik untuk pemotongan DNA. Besarnya ukuran ini
menyulitkan dalam manipulasi dan menentukan tempat pemotongan yang spesifik pada plasmid Ti.
Selanjutnya para peneliti mengembangkan strategi untuk menyisipkan DNA target ke dalam T-DNA.
Strategi untuk memasukkan gen target ke dalam T-DNA dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama
dengan cara tidak langsung memasukkan gen dengan posisi cis (bersebelahan) dengan gen virulen dalam
plasmid yang sama dan dikenal dengan vektor ko-integrasi. Pendekatan kedua dengan melakukan kloning
gen ke dalam daerah T-DNA di dalam plasmid yang berbeda yang dikenal dengan sistem vektor ganda
(Cramer dan Radin, 1990; Gelvin, 2003).
Syarat vektor ko-integrasi ialah mempunyai tempat yang tepat untuk menyisipkan fragmen DNA, memiliki
gen penyeleksi antibiotik yang aktif pada Escheria coli (E. coli) maupun Agrobacterium, memiliki gen
penanda untuk tanaman dan mempuyai ORI (origin of replication) yang berfungsi di sel E. coli tetapi tidak
aktif di Agrobacterium (Walkerpeach dan Velten, 1994). Sedangkan pada vektor ganda membutuhkan dua
plasmid di dalam Agrobacterium. Plasmid pertama sebagai vektor yang mengandung fragmen DNA, dan
plasmid kedua sebagai penolong Ti yang menyediakan gen vir untuk fasilitator transfer gen ke dalam sel
tanaman. Kedua plasmid ini dapat bereplikasi dalam sel Agrobacterium. Perkembangan terakhir
menunjukkan bahwa vektor ganda lebih banyak digunakan untuk kegiatan transformasi genetik baik pada
tanaman dikotil maupun monokotil. Dengan menggunakan vektor ganda penyisipan gen menjadi lebih
mudah, karena vektor yang mengandung batas T-DNA berukuran jauh lebih kecil dari plasmid Ti yang
sesungguhnya. Ukuran plasmid yang kecil memungkinkan adanya sisi enzim restriksi unik dan penyisipan
gen yang lebih besar.
Pemanfaatan Agrobacterium untuk Transformasi Genetik Tanaman
Lebih dari dua dekade teknik transformasi genetik untuk mendapatkan tanaman dengan sifat
agronomis tertentu berhasil dilakukan. Dengan teknik ini pemindahan gen dari organisme yang sama atau
organime yang berbeda dapat dilakukan. Tanaman hasil transformasi genetik ini dinamakan tanaman
transgenik. Potongan gen (DNA) asing yang ditransformasi akan menyatu ke dalam genom tanaman.
Melalui transformasi genetika ini telah dihasilkan tanaman transgenik dengan sifat baru seperti ketahanan
terhadap hama, penyakit, herbisida, maupun peningkatan kualitas hasil, dan perbaikan kandungan nutrisi.
Keberhasilan transformasi genetik didukung pula dengan ditemukannya enzim restriksi yang mampu
memotong molekul DNA pada tempat spesifik, dan enzim ligase yang mampu menyatukan fragmen
fragmen DNA kembali sehingga dimungkinkan mengembangkan rekombinasi DNA.

Transformasi genetik dengan menggunakan Agrobacterium merupakan sistem transformasi genetik tidak
langsung. Transformasi dengan Agrobacterium memiliki beberapa keuntungan antara lain bersifat dapat
diulang (reproducible), relatif lebih murah, memberikan pola integrasi yang tegas, jumlah salinan dalam
genom sedikit (1-3 salinan). Pada awalnya teknik transformasi dengan Agrobacterium hanya berhasil pada
tanaman dikotil karena tanaman ini menghasilkan senyawa induser untuk menginduksi gen vir ketika
tanaman luka dan mengeluarkan getah. Tanaman tembakau dan solanaceae adalah contoh pertama tanaman
dikotil yang berhasil ditransformasi.
Perkembangannya kemudian, transformasi dengan Agrobacterium juga dapat diaplikasikan pada
tanaman monokotil dengan melakukan beberapa penyesuaian kondisi seperti penambahan senyawa induser
dan pH saat ko-kultivasi (Hiei dkk, 1994). Hiei dkk (1994) telah berhasil membuktikan bahwa tanaman
padi jenis japonica berhasil ditransformasi menggunakan Agrobacterium dengan material tanaman berupa
sel kalus embriogenik. Dalam penelitiannya Hiei dkk menambahkan senyawa asetosiringone pada media
dan menggunakan media dengan pH 5,2 saat ko-kultivasi. Hingga saat ini studi transformasi genetik
dengan Agrobacterium terhadap tanaman pangan seperti padi terutama jenis indica (yang banyak
dibudidayakan dan dikonsumsi) terus dilakukan. Dengan berbagai optimasi kondisi transformasi maka
baru-baru ini Hiei dan Komari (2006) telah berhasil meningkatkan efisiensi transformasi dengan
Agrobacterium hingga 30% per embrio belum masak (immature) yang digunakan pada sepuluh kultivar
padi indica. Beberapa jenis tanaman pangan dan non pangan hasil transformasi dengan Agrobacterium di
Amerika yang dilaporkan ialah kedelai, kapas, jagung, bit, alfalfa, gandum, canola, creeping bentgrass
(untuk pakan). Contoh tanaman transgenik ditampilkan pada Gambar 2.

Selain menyisipkan gen target untuk perubahan sifat tanaman tertentu yang dikehandaki, transformasi
genetik dengan Agrobacterium pada tanaman juga bermanfaat untuk membuat populasi tanaman mutan.
Dengan menggunakan Agrobacterium memungkinkan diperoleh mutan dalam jumlah banyak dalam suatu
periode yang relatif singkat. Pembuatan mutan dilakukan dengan menggunakan elemen loncat (transposon)

misalnya transposon Ac/Ds. Transposon Ds akan berpindah posisi dalam genom pada tempat berbeda dan
tersisip pada gen-gen fungsional. Sedangkan elemen Ac menyandikan suatu enzim yang mengaktifkan
elemen Ds untuk bertransposisi. Adanya penyisipan Ds ini memungkinan fenotipe tanaman menjadi
beragam. Keragaman mutan ini dapat dijadikan sebagai sumber plasma nutfah baru untuk selanjutnyan
dapat dilakukan isolasi gennya.

Gen Penanda dan Mutagenesis Insersi Acak pada Transformasi Jamur


Beberapa jenis gen penanda diketahui dapat digunakan sebagai gen penanda pada jamur. Gen hph
atau gen resistensi hygromycin B adalah yang paling umum digunakan untuk seleksi transforman jamur
karena efektivitasnya pada sebagian besar jenis jamur. Gen penanda lainnya adalah gen resistensi terhadap
phleomycin, sulfonylurea, nourseothricin, bialaphos, carboxin, blasticid S dan benomyl. Selain itu sebagai
alternatif terhadap gen resistensi senyawa tersebut adalah dengan menggunakan gen penanda auxotrophic
seperti pyrG (homolog gene ura3 dari S. cerevisiae). Mutan yang kehilangan pyrG bersifat auxotrofik
urasil, sehingga vektor yang mengandung pyrG akan memungkinkan seleksi transforman pada medium
yang defisien urasil. Selain itu mutan yang defisien pyrG akan bersifat resisten terhadap 5-fluoro-orotic
acid (5FOA) yang bersifat toksik pada prototroph. Dengan cara seleksi negatif/positif terhadap gen pyrG
memungkinkan untuk melakukan transformasi sekuensial menggunakan Blaster cassettes (Weld dkk.,
2006).
Dengan memasukkan DNA ke dalam genom, baik melalui transformasi maupun melalui pergerakan
DNA secara in vivo melalui transposon, akan dihasilkan suatu seri mutan dengan mutasi secara acak.
Mutasi tersebut dapat diberi tanda (tagged). Dengan teknik ini dimungkinkan untuk merusak suatu gen,
menandai promotor atau enhancer, atau untuk meningkatkan regulasi suatu gen. Isolat transforman
diisolasi dan dianalisis perubahan fenotip yang menjadi target. Dengan asumsi bahwa perubahan fenotip
terjadi perusakan gen oleh T-DNA, fragmen DNA di sekitar T-DNA tersebut diambil dengan teknik PCR
seperti inverse-PCR dan TAIL-PCR atau dengan teknik plasmid rescue. Bila terjadi integrasi berurutan
pada beberapa tempat, maka teknik semi-random PCR dapat digunakan untuk memperoleh DNA genomik
di sekitar T-DNA tersebut. Idealnya sistem penanda gen harus memiliki frekuensi transformasi yang tinggi,
integrasi secara acak satu salinan gen pada satu lokus tanpa terjadi perubahan atau delesi baik pada T-DNA
maupun DNA genom. Dengan demikian penggunaan T-DNA dalam mutagenesis insersi acak dapat
digunakan dengan baik.

Pemanfaatan Agrobacterium pada Transformasi Genetik Jamur


Selama ini diketahui bahwa transformasi dengan mediasi Agrobacterium (AMT,
agrobacterium-mediated transformation) merupakan sistem transformasi yang hanya dikenal
untuk transformasi tanaman, baik dikotil maupun monokotil. Akan tetapi dalam beberapa tahun
terakhir telah dilaporkan bahwa sistem transformasi dengan mediasi Agrobacterium ternyata juga
dapat digunakan untuk tarnsformasi organisme selain tanaman, seperti jamur termasuk jenis
kapang atau ragi. Teknik AMT telah dikembangkan sebagai teknik transformasi jamur yang
sangat efisien, baik untuk insersi gen secara acak maupun terarah. Teknik ini telah menjadi
pilihan untuk transformasi jamur (Weld dkk., 2006).
Teknik AMT telah diketahui mampu menghasilkan frekuensi transformasi yang lebih
tinggi secara nyata dan menghasilkan transforman yang lebih stabil dibandingkan teknik biolistik
(penembakan DNA) yang umumnya digunakan pada transformasi jamur. Pada kondisi yang
tepat, Agrobacterium mampu melakukan transfer DNA (T-DNA) kepada berbagai jenis jamur.
Beberapa jamur yang diketahui sangat sulit dilakukan transformasi menggunakan sistem
transformasi lain ternyata berhasil ditransformasi dengan teknik ko-kultivasi dengan
Agrobacterium (Weld dkk., 2006).
Teknik AMT merupakan sistem transformasi yang relatif sederhana. Teknik ini tidak
memerlukan pembuatan protoplas dan dapat digunakan untuk tujuan penggantian-gen dengan
cara rekombinasi homologus, maupun mutagenesis insersi melalui integrasi secara acak.
Beberapa contoh jenis jamur yang berhasil di transformasi dengan bantuan Agrobacterium ialah
Saccharomyces cerevisiae, Penicillium chrysogenum, Agaricus bisporus (Schrammeijer dkk,.
2003; Bundock dan Hooykaas, 1996; Chen X dkk., 2000; Sun dkk., 2002).
3. Ciri
Aspek molekuler yang mendasari transformasi genetik oleh Agrobacterium ialah proses
transfer DNA dari Agrobacterium ke dalam genom sel tanaman. Di dalam sel Agrobacterium
terdapat tiga komponen utama yang berperan dalam transfer DNA ke dalam sel tanaman (Sheng
dan Citovsky, 1996). Komponen pertama ialah suatu fragmen DNA yang dikenal sebagai TDNA, yaitu fragmen yang ditransfer ke dalam sel tanaman. T-DNA terdapat dalam plasmid Ti
yang berukuran 200 kb (kilo basa). Daerah T-DNA diapit oleh sekuen DNA berulang yang
berukuran 25 pb (pasang basa) pada sisi kanan dan kiri.
Komponen kedua ialah daerah virulence (vir) yang berukuran 35-40 pb dan berada dalam
plasmid Ti. Letak gen vir bersebelahan dengan batas kiri T-DNA. Gen-gen vir ini terbagi atas 7
yaitu A, B, C, D, E, G dan H. Gen-gen vir mensintesis protein virulensi yang berperan
menginduksi terjadinya transfer dan integrasi T-DNA ke dalam tanaman. Empat gen-gen vir yang
paling penting mensintesis protein virulensi ini ialah vir A, B, D dan G. Jika ada sesuatu yang
menginduksinya, gen vir A dan G akan terekspresi dan mengaktifkan serangkaian gen-gen vir
lainnya. Senyawa kimia yang diketahui sebagai penginduksi gen vir antara lain monosiklik
fenolik acetosyringone. Senyawa induser tersebut dihasilkan tanaman ketika tanaman dikotil
luka dan mengeluarkan getah. Ekspresi gen vir juga sangat dipengaruhi oleh senyawa induser
dan kondisi pH dimana pH optimum untuk ekspresinya berkisar antara 5-5,8 (Hiei dkk, 1997).

Komponen ketiga adalah gen chromosomal virulence (chv) yang terdiri atas chvA, chvB,
pscA dan att. Gen-gen tersebut terletak di dalam kromosom Agrobacterium dan mempuyai fungsi
untuk pelekatan bakteri pada sel tanaman dengan membentuk senyawa protein -1,2-glukan.
Berdasarkan sifat alamiah tersebut maka pada dua dasawarsa terakhir Agrobacterium dijadikan
kendaraan pembawa gen target tertentu dengan cara menyisipkan gen target pada daerah T-DNA.
4. Mekanisme

5. Dampak

Anda mungkin juga menyukai