Ada beberapa metode yang dipakai untuk memasukkan gen asing ke tanaman yaitu:
Golongan oktopin, merupakan senyawa derivat karboksietil dari asam amino arginin.
Golongan nopalin, merupakan senyawa derivat dikarboksi propil dari asam amino
ariginin.
Vektor-dimediasi atau transfer gen tidak langsung. Di antara berbagai vektor digunakan
dalam transformasi tanaman, Ti plasmid dari Agrobacterium tumefaciens telah banyak
digunakan.
Bakteri ini dikenal sebagai “insinyur genetik alami” dari tanaman karena bakteri ini memiliki
kemampuan alami untuk mentransfer T-DNA dari plasmid mereka ke dalam genom tanaman
pada infeksi sel di situs luka dan menyebabkan pertumbuhan yang tidak terorganisir dari
massa sel dikenal sebagai mahkota empedu. Ti plasmid digunakan sebagai vektor gen untuk
menyampaikan gen asing ke dalam sel tanaman yang berguna target dan jaringan.
Gen asing kloning di wilayah T-DNA dari plasmid Ti-di tempat urutan tidak diinginkan.
Untuk mengubah tanaman, cakram daun (dalam kasus dikotil) atau kalus embriogenik (dalam
kasus monokotil) dikumpulkan dan terinfeksi dengan Agrobacterium membawa rekombinan
dilucuti vektor Ti-plasmid. Jaringan yang terinfeksi kemudian dibiakkan (co-budidaya) pada
media regenerasi tunas selama 2-3 hari selama waktu transfer T-DNA bersama dengan gen
asing berlangsung.
Setelah ini, jaringan diubah (cakram daun / kalus) yang ditransfer ke pilihan cum media
regenerasi tanaman dilengkapi dengan konsentrasi biasanya mematikan antibiotik untuk
selektif menghilangkan jaringan non-berubah.
Setelah 3-5 minggu, tunas regenerasi (dari cakram daun) yang dipindahkan ke medium akar-
merangsang, dan setelah 3-4 minggu, tanaman lengkap ditransfer ke tanah setelah pengerasan
(aklimatisasi) tanaman regenerasi. Teknik-teknik molekuler seperti PCR dan hibridisasi
selatan digunakan untuk mendeteksi keberadaan gen asing di tanaman transgenik.
Dalam metode transfer gen langsung, gen asing yang menarik disampaikan ke dalam sel
tanaman inang tanpa bantuan vektor. Metode yang digunakan untuk transfer gen secara
langsung pada tanaman adalah:
Kimia Transfer misalnya gen dimediasi bahan kimia seperti polietilen glikol (PEG) dan
dekstran sulfat menginduksi penyerapan DNA ke pabrik protoplasts.Calcium fosfat juga
digunakan untuk mentransfer DNA ke dalam sel berbudaya.
Injeksi di mana DNA secara langsung disuntikkan ke dalam protoplas tanaman atau sel
(khusus ke dalam inti atau sitoplasma) menggunakan tipped baik (0,5-1,0
micrometerdiameter) jarum kaca atau mikropipet. Metode transfer gen digunakan untuk
memperkenalkan DNA ke dalam sel besar seperti oosit, telur, dan sel-sel embrio awal.
Elektroporasi melibatkan pulsa tegangan tinggi diterapkan pada protoplas / sel / jaringan
untuk membuat transient (sementara) pori di membran plasma yang memfasilitasi penyerapan
DNA asing.
Sel-sel yang ditempatkan dalam mengandung DNA solusi dan mengalami sengatan listrik
menyebabkan lubang di membran. Fragmen DNA asing masuk melalui lubang ke dalam
sitoplasma dan kemudian ke inti.
Gun partikel / pemboman partikel – Dalam metode ini, DNA asing yang mengandung gen
yang akan ditransfer dilapisi ke permukaan emas atau tungsten partikel menit (1-3
mikrometer) dan dibombardir ke jaringan target atau sel menggunakan pistol partikel (juga
disebut sebagai gun gen / menembak pistol pistol / mikroproyektil).
suatu metode pemboman mikroproyektil awalnya disebut sebagai biolistics oleh penemunya
Sanford (1988). Dua jenis jaringan tanaman yang biasa digunakan untuk eksplan Primer
partikel bombardment- dan jaringan embrio berkembang biak.
Transformasi – Metode ini digunakan untuk memperkenalkan DNA asing ke dalam sel
bakteri misalnya E. Coli. Frekuensi transformasi (fraksi populasi sel yang dapat ditransfer)
sangat baik dalam metode ini.
Misalnya. penyerapan plasmid DNA oleh E. coli dilakukan di es dingin CaCl2 (0-50C)
diikuti oleh panas terapi kejut pada 37-450C selama sekitar 90 detik. Efisiensi transformasi
mengacu pada jumlah transforman per mikrogram DNA ditambahkan. The CaCl2 istirahat
dinding sel di daerah-daerah tertentu dan mengikat DNA ke permukaan sel.
Conjuction – Ini adalah proses rekombinasi mikroba alami dan digunakan sebagai metode
untuk transfer gen. Dalam conjuction, dua bakteri hidup datang bersama-sama dan DNA
beruntai tunggal ditransfer melalui jembatan sitoplasma dari bakteri donor ke bakteri
penerima.[
Liposom dimediasi transfer gen atau Lipofection – Liposom adalah molekul lipid melingkar
dengan interior berair yang dapat membawa asam nukleat.
Liposom merangkum fragmen DNA dan kemudian adher ke membran sel dan sekering
dengan mereka untuk mentransfer fragmen DNA. Dengan demikian, DNA memasuki sel dan
kemudian ke inti. Lipofection adalah teknik yang sangat efisien digunakan untuk mentransfer
gen dalam bakteri, sel hewan dan tumbuhan.
Pemilihan sel tumbuhan berubah dari sel untransformed merupakan langkah penting dalam
rekayasa genetika tanaman. Untuk ini, gen penanda (misalnya untuk resistensi antibiotik)
diperkenalkan ke dalam pabrik bersama dengan transgen diikuti oleh pemilihan media
pemilihan yang tepat (mengandung antibiotik).
Pemisahan dan stabilitas integrasi transgen dan ekspresi dalam generasi berikutnya dapat
dipelajari oleh analisis genetik dan molekuler
MEMPERBAIKI TANAMAN PANEN DENGAN MEMASUKKAN GEN ASING
- June 02, 2015
Pendahuluan
Bioteknologi merupakan istilah yang digunakan untuk berbagai tehnik yang melibatkan
organisme sebagai untuk produksi massal. Menurut Konvensi PBB tentang Keanekaragaman
Hayati (pasal 2), bioteknologi adalah penerapan teknologi yang menggunakan sistem-sistem
hayati, makhluk hidup ataupun turunannya untuk membuat atau memodifikasi produk atau
proses yang ditujukan untuk penggunaan khusus.
Perkembangan biologi molekuler yang begitu pesat pada dua dekade terakhir, terutama
dalam teknologi DNA rekombinan merupakan dasar dalam perkembangan bioteknologi
molekuler Tanaman transgenik pada dasarnya merupakan penerapan kloning gen dalam
bioteknologi.
Dalam bidang pertanian, aplikasi teknologi tanaman transgenik dapat dipakai untuk
menghasilkan produksi benih berkualitas yang tahan terhadap cekaman biotik (hama, penyakit
tanaman, tahan kekeringan, aluminium tinggi, salinitas tinggi, suhu tinggi). Hal lain tanaman
transgenik juga dapat memperbaiki kualitas nutrisi (vitamin A-Golden Rice, Feritin Rice,
kelengkapan asam amino) dan ketahanan herbisida (Loedin, 2000)
Mikroorganisme dan kaitannya dengan tanaman transgenik
· Erwinia uredovora mempunyai gen yang apabila ditambahkan pada padi dapat
meningkatkan pembentukan betakarotin, yang dikenal sebagai padi emas dan dapat mengatasi
kekurangan vitamin A
· Eschericia coli mempunyai gen gut D yang tahan terhadap tanah salin. Bila gen ini ditransfer
ke tanaman, maka tanaman ini dapat tumbuh pada tanah yang salin
· Agrobacterium strain CP4 menghasilkan gen yang tahan terhadap herbisida.dan dapat
disisipkan ke tanaman kedele
· Bacillus thuringiensis adalah bakteri tanah yang mampu membunuh serangga. Apabila gen
ini disisipkan ke dalam kapas dan jagung, maka bakteri ini dapat membentuk racun berupa
protein kristal yang dapat merobek usus serangga
Tanaman Transgenik
Tanaman transgenik adalah tanaman yang dihasilkan dengan teknik rekayasa genetika
yaitu dengan menyisipkan gen dari bakteri, virus atau organisme lain agar diperoleh tanaman
unggul yang mempunyai sifat seperi gen yang disisipi. Menurut Conner (1997) adanya
rekayasa genetika memungkinkan transfer DNA dari berbagai organisme seperti tanaman,
mikroorganisme atau hewan. Organisme yang telah dimodifikasi untuk ditransformasi disebut
GMO (Genetically Modified Organism). Tanaman yang sudah diubah dengan teknologi DNA
rekombinasi disebut tanaman transgenik.
Adanya keuntungan yang diberikan pagi petani menyebabkan tanaman transgenik telah
ditanam secara luas. Pada tahun 1999/2000 di USA, luas pertanaman tanaman transgenik telah
mencapai 28,4 juta ha. Sekitar 35% ditanami jagung dan 53% kedelai transgenik. Pada tahun
1998/1999, kapas transgenik telah ditanam di Australia, Argentina, Cina, Meksiko, Afrika
Selatan dan USA dengan luas pertanaman 2,6 juta ha atau sekitar 12% luas pertanaman kapas
dunia (Padjung, 2001).
Tanaman tersebut disisipi dengan gen dari bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt). Bt
memproduksi beberapa protein selama proses pembentukan spora, termasuk juga endotoksin.
Jika dimakan (termakan) insekta, protoksin akan terpotong dalam usus insektamenghasilkan
toksin yang aktif. Toksin tersebut akan membunuh insekta akibat terikat ke reseptor pada usus
yang diikuti oleh dengan pembentukan pori-pori di usus. Pori-pori tersebut menyebabkan
bahan yang ada di dalam usus masuk ke dalam darah yang berakhir dengan kematian insekta.
Diperkirakan ada 60 protein yang berhasil diidentifikasi dari 50 galur Bt dalam 20 tahun
terakhir. Jenis dan macam insekta yang dapat dibunuh dengan toksin Bt tergantung dari jenis
toksin.
Pemakaian Bt sebagai pestisida hayati telah dilakukan lebih dari 50 tahun yang lalu.
Pestisida Bt (biopestisida) akan hilang efektivitasnya dalam beberapa hari, sehingga kurang
efektif untuk menanggulangi hama.
Pada tanaman transgenik toksin Bt diproduksi secara kontinu dan terlindung secara
fisik dari lingkungan, sehingga tetap memiliki kemampuan untuk membunuh hama sepanjang
hidup tanaman. Lebih jauh, toksin tersebut biasanya diekspresikan dalam setiap bagian
tanaman termasuk jaringan internal yang sulit dijangkau oleh pestisida. Dengan demikian Bt
toksin tanaman transgenik sangat efektif untuk membunuh hama yang menyerang jaringan
dalam seperti pink bollworm di kapas dan European corn borer pada jagung.
Adanya kemampuan tanaman untuk menghasilkan toksin Bt terus menerus, maka dapat
menimbulkan risiko berkaitan dengan persitensinya di lingkungan serta kemungkinan hama
berevolusi, sehingga menjadi resisten terhadap toksin tersebut (Santosa, 2000).
Secara umum, dari berbagai laporan tentang tanaman transgenik tahan hama cukup
efektif untuk mengendalikan hama. Banyak petani melaporkan terjadi penurunan penggunaan
pestisida kimiawi dan peningkatan hasil. Selama periode 1996-1998 terjadi penurunan
penggunaan insektisida sebesar 30-50% akibat komersialisasi kapas Bt-transgenik (William,
1999 dalam Santosa, 2000) . Diperkirakan US$2,7 milyar dari total US$8,1 milyar biaya
yang dikeluarkan untuk pemakaian insektisida di seluruh dunia dapat dihemat akibat
penanaman Bt-transgenik (Kratinger, 1997 dalam Santosa, 2000).
Gen Norin 10 mengendalikan sifat ”semi dwarf”, membuat tanaman menjadi lebih
pendek dan kuat, tidak mudah rebah dan lebih responsif terhadap pemupukan dosis tinggi.
2. Meningkatkan mutu
Penambahan gen yang berasal dari bakteri Erwinia uredovora pada padi dapat
meningkatkan pembentukan betakarotin. ”Padi emas” yang dihasilkan dapat mengatasi
kekurangan vitamin A. Melalui rekayasa genetik juga telah dihasilkan tomat yang tetap segar
dalam waktu lebih lama.
Tanaman pisang dapat disisipi gen penyebab hepatitis. Bila buah pisang tersebut
dikonsumsi, maka vaksin di dalam buah pisang dapat meningkatkan kekebalan tubuh terhadap
penyakit hepatitis. Tanaman tembakau yang telah direkayasa dapat dijadikan penghasil protein
untuk obat-obatan. Tanaman ini juga dapat digunakan untuk menghasilkan enzim manusia
yang dapat digunakan pada penyandang keterlambatan mental (mental retardation).
Selain mengetahui manfaat tanaman transgenik, kita perlu waspada terhadap hal-hal
yang menjadi kelemahannya. Kelemahan yang ditimbulkan oleh tanaman transgenik dapat
menjadi sesuatu yang merugikan, antara lain :
Dalam rekayasa genetik yang dipindahkan pada umumnya adalah gen tunggal atau
bahkan segmen DNA. Ekspresi ketahanan biasanya sangat kuat, sehingga dapat menimbulkan
tekanan seleksi terhadap populasi serangga hama.Serangga hama yang tidak tahan akan mati,
sedangkan yang dapat bertahan akan beradaptasi dan berkembang biak menjadi biotipe baru.
Potensi risiko terhadap organisme dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu
pengaruh langsung terhadap herbivora, omnivora dan mikroorganisme non target yang
memakan bagian tanaman yang masih hidup dan detrivor yang memakan bagian tanaman yang
mati. Resiko tidak langsung terhadap spesies non target melalui spesies antara. Misalnya
penelitian yang dilakukan Dr.Losey pada kupu-kupu monarch yang mati setelah makanannya
dicampur dengan tepung sari jagung Bt.
6. Menahan produksi
Terjadinya gen buron merupakan hal yang paling ditakutkan oleh ahli ekologi dan
lingkungan. Meskipun fakta mengenai hal ini belum banyak karena pengembangan tanaman
transgenik masih relatif baru. Gen asing yang ada pada tanaman transgenik dapat pindah ke
tanaman atau organisme lain dan menghasilkan tanaman super (super weed) yang mungkin
tidak diinginkan lingkungan.
Plasmid yang efektif dan sering digunakan adalah plasmid dari bakteri Agrobacterium
tumefaciens. Bakteri dapat menginfeksi jaringan tanaman, dan menyebabkan terjadinya
penyakit tumor pada tanaman (gall disease = crown gall). Tumor ini terjadi oleh adanya
proliferasi sel-sel yang tidak terkoordinasi. Dalam jaringan tumor tersebut, akan disintesis
senyawa-senyawa asing yang sebelumnya tidak dibentuk. Sintesis senyawa tersebut
dikendalikan oleh bakteriAgrobacterium tumefaciens, dan diperlukan sebagai sumber karbon
dan nitrogen bakteri. Senyawa tersebut ada 2 golongan opin yaitu:
Golongan oktopin, merupakan senyawa derivat karboksietil dari asam amino arginin.
Golongan nopalin, merupakan senyawa derivat dikarboksi propil dari asam amino
ariginin.
Ada dua starategi umum yang digunakan untuk menginsersikan DNA asing ke dalam
tanaman, yaitu:
Pada sistem ini digunakan dua vektor yang telah dirancang sedemikian rupa, sehingga
kedua vektor tersebut akan saling melengkapi sebelum disisipkan ke sel tanaman
Pada sistem ini digunakan plasmid berukuran kecil yang berperan sebagai vektor
perantara (intermediate vector) misalnya pBR 322 dari E. coli. Kemudian plasmid ini ditransfer
dari E.coli ke A. tumefaciens dengan cara konjugasi. Sejak diketahui bahwa rekombinasi
dengan cara alamiah tersebut jarang terjadi, dan vektor tersebut mudah berdegradasi, maka
dicoba ke dalam shuttle vektor. Rekombinasi dapat diseleksi dengan memasukkan gen resisten
terhadap anti biotik ke dalam T-DNA sebelum diklon dengan shuttle vector.
b. Metode langsung
Pada metode ini, pemindahan gen dilakukan secara langsung ke dalam sel atau
protoplast. Penggunaan dengan metode ini mempunyai tingkat keberhasilan (efektivitas yang
rendah). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan misalnya dengan elektroporasi, mikroinjeksi,
penembakan partikel (microprojectile bombardment = biolistic).
Pengkajian keamanan hayati didasarkan pada kajian kemungkinan adanya dampak dari
organisme hasil rekayasa genetik terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati. Dampak
organisme hasil rekayasa genetik atau diistilahkan dengan Produk Pertanian Hasil Rekayasa
Genetik (PPHRG) perlu dikaji, apakah gen eksogenous yang ditransformasikan adalah gen
yang aman atau tidak.
1. Kesepadanan substansial
Evaluasi ini digunakan untuk menetapkan keamanan pangan dan komponen pangan
PPHRG. Tingkat dan variasi kesepadanan substansial untuk PPHRG mempertimbangkan
tentang kelaziman variasi karakteristik yang ada pada pangan pembanding dan berdasarkan
analisis data yang sesuai. Penentuan kesepadanan substansial pada PPHRG memerlukan
pertimbangan karakteristik bahan pangan atau hasil olahannya yang meliputi perbandingan
komposisi zat gizi, komponen kritis dan sifat fenotipe dengan pangan yang diperoleh secara
konvensional
Zat gizi kunci adalah zat gizi pada produk pangan yang sangat kuat pengaruhnya
terhadap makanan secara keseluruhan. Analisis komposisi zat gizi tersebut harus memberikan
informasi yang cukup, sehingga dapat dibandingkan dengan pembanding konvensional secara
efektif. Analisis yang dilakukan adalah proksimat (serat kasar, abu, karbohidrat, lemak dan
protein), asam lemak, asam amino, dan senyawa minor (mineral dan vitamin)
b. Komponen kritis
Komponen kritis yang digunakan adalah dengan mengidentifikasi zat gizi kunci dan
toksisikan kunci termasuk zat anti gizi dan kemudahan cerna bahan pangan yang
diuji.Toksisikan kunci adalah senyawa yang diketahui bermakna secara toksikologi yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan makanan tersebut, yang dapat mengganggu
kesehatan. Zat anti gizi adalah zat yang mengambil alih fungsi suatu zat gizi atau zat lain yang
merugikan penyerapan zat gizi. Daya cerna adalah jumlah dalam persen zat gizi yang dapat
diuraikan.
c. Sifat fenotipe
Fenotipe tanaman meliputi bentuk, ukuran, warna, tekstur, aroma, rasa dan
karakteristik lain pada kondisi normal. Fenotipe mikroba meliputi karakteristik spesies, potensi
kolonisasi, infektifitas, keragaman inang, adanya plasmid, pola resistensi antibiotik dan
toksigenisitas. Fenotipe hewan meliputi bentuk, ukuran, warna, aroma, rasa dn karakteristik
lain
2. Alergenisitas
Alergenisitas makanan adalah reaksi efek samping yang melibatkan sistim kekebalan
tubuh antigen spesifik imunoglobulin E (IgE) pada indovidu yang sangat peka terhadap
substansi khusus yang terdapat pada makanan atau komponen makanan. Untuk menilai apakah
pangan berasal dari PPHRG dapat menimbulkan alergi atau tidak, dilakukan dengan cara
mengkaji status gen donor (eksogenous) apakah berasal dari sumber yang bersifat alergen atau
tidak. Bila bukan dari sumber alergen diperlukan informasi tentang gen donor yang meliputi
tidak homologi dengan alergen, tidak stabil dalam di dalam pencernaan dan homologi dengan
protein yang aman. Namun apabila gen donor tersebut berasal dari spesies yang
diketahuisebagai sumber alergen maka diperlukan tahapan pengujian laboratorium
Gen penanda resisten antibiotik adalah gen pembawa resistensi terhadap antibiotik yang
digunakan sebagai penanda pada seleksi sel hasil transformasi pada proses pembuatan tanaman
transgenik. Jika PPHRG dan hasil olahannya mengandung gen penanda resisten antibiotik,
maka pengkajian keamanan pangan harus meliputi keamanan protein atau enzim yang dikode
oleh gen tersebut. Evaluasi meliputi : penilaian potensi toksisitas protein, penilaian
kemampuan protein untuk menimbulkan reaksi alergenik dan penilaian keberadaan enzim atau
protein yang dikode oleh gen penanda resisten antibiotik dalam makanan.
4. Toksisitas
Informasi uji toksisitas dengan pangan yang berasal dari PPHRG yang bersifat akut
diperlukan, apabila terdapat indikasi sifat-sifat toksik dari sumber gen yang disisipkan.
Toksisitas kronik, mutagenik, teratogenik perlu dipantau secara terus menerus selama bahan
pangan asal PPHRG digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brown T.A, Pengantar Kloning Gen, Yayasan Essentia Medica Yogyakarta, 1991
2. Conner, Genetically Engineered Crops, Environmental and Food Safety Issue The Royal
Society of New Zealand, 1997
3. Glick B.R., Pasternak J.J, Molecular Biotechnology Principles and Application of Recombinant
DNA, ASM Press Washington DC, 1994
6. Padjung, R., Tanaman Transgenik : Mengapa kita perlu berhati-hati, Fakultas Pertanian dan
Kehutanan UNHAS, 2001
9. Suwarso, Aspek Teknis dan Ilmiah Pengembangan Tanaman Transgenik dan Teknologi
Alternatif, Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, 2000