Anda di halaman 1dari 16

Teknik Pemindahan Gen ke Tanaman

Ada beberapa metode yang dipakai untuk memasukkan gen asing ke tanaman yaitu:

a. Tidak langsung (melalui vektor)


b. Langsung (melalui sel atau protoplast)

a. Metode Tidak Langsung


Pada metode ini pemindahan gen dilakukan melalui perantara vektor. Vektor adalah
sarana/ kendaraan untuk menyisipkan molekul DNA asing masuk ke dalam sel host. Vektor
yang sering dipakai pada tanaman tingkat tinggi yaitu plasmid bakteri dan virus. Metode ini
dianggap paling efektif dan sering digunakan utamanya pada tanaman dikotil.
Plasmid yang efektif dan sering digunakan adalah plasmid dari bakteri Agrobacterium
tumefaciens. Bakteri dapat menginfeksi jaringan tanaman, dan menyebabkan terjadinya
penyakit tumor pada tanaman (gall disease = crown gall). Tumor ini terjadi oleh adanya
proliferasi sel-sel yang tidak terkoordinasi. Dalam jaringan tumor tersebut, akan disintesis
senyawa-senyawa asing yang sebelumnya tidak dibentuk. Sintesis senyawa tersebut
dikendalikan oleh bakteriAgrobacterium tumefaciens, dan diperlukan sebagai sumber karbon
dan nitrogen bakteri. Senyawa tersebut ada 2 golongan opin yaitu:

 Golongan oktopin, merupakan senyawa derivat karboksietil dari asam amino arginin.
 Golongan nopalin, merupakan senyawa derivat dikarboksi propil dari asam amino
ariginin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya kemampuan bakteri Agrobacterium


tumefaciens untuk memanfaatkan sel tanaman, ternyata disebabkan oleh adanya plasmid Ti
(tumor inducing) dalam bakteri tersebut. Plasmid ini berukuran lebih dari 200 kb, yang
membawa banyak gen yang terlibat dalam proses infeksi. Sifat yang menyolok pada plasmid
Ti ialah bahwa setelah infeksi, sebagian dari molekul ini akan berintegrasi dalam DNA
kromosom. Diketahui pula bahwa 10% DNA plasmid Ti dapat berintegrasi dengan DNA
nukleus, tetapi tidak pernah berintegrasi dengan DNA organel baik mitokondria atau kloroplas.
Bagian plasmid Ti yang berintegrasi dengan DNA nukleus tersebut disebut sebagai T-
DNA (Transfer DNA). T-DNA berukuran antara 12-24 kb (Glick & Pasternak, 1994). Adanya
kemampuan untuk berintegrasi ini memungkin plasmid Ti dapat dipakai sebagai vector
untuk menyisipkan gen asing ke dalam genom tanaman.

Penggunaan Plasmid Ti untuk memasukkan gen asing ke dalam sel tanaman.


Plasmid Ti yang dipakai untuk memindahkan gen asing ke dalam sel tanaman,
mempunyai ukuran yang besar (200 kb). Problem yang muncul adalah sulit untuk menemukan
site yang tepat untuk memotong DNA plasmid.
Ada dua starategi umum yang digunakan untuk menginsersikan DNA asing ke dalam
tanaman, yaitu:
1. Sistem vektor biner (binary vector system)
Pada sistem ini digunakan dua vektor yang telah dirancang sedemikian rupa, sehingga
kedua vektor tersebut akan saling melengkapi sebelum disisipkan ke sel tanaman
2. Sistem vektor kointegrasi (cointegrate vector system)
Pada sistem ini digunakan plasmid berukuran kecil yang berperan sebagai vektor
perantara (intermediate vector) misalnya pBR 322 dari E. coli. Kemudian plasmid ini ditransfer
dari E.coli ke A. tumefaciens dengan cara konjugasi. Sejak diketahui bahwa rekombinasi
dengan cara alamiah tersebut jarang terjadi, dan vektor tersebut mudah berdegradasi, maka
dicoba ke dalam shuttle vektor. Rekombinasi dapat diseleksi dengan memasukkan gen resisten
terhadap anti biotik ke dalam T-DNA sebelum diklon dengan shuttle vector.
b. Metode langsung
Pada metode ini, pemindahan gen dilakukan secara langsung ke dalam sel atau
protoplast. Penggunaan dengan metode ini mempunyai tingkat keberhasilan (efektivitas yang
rendah). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan misalnya dengan elektroporasi, mikroinjeksi,
penembakan partikel (microprojectile bombardment = biolistic).

Metode Transfer Gen Pada Tanaman

Posted on November 25, 2015 by Hikmat


Untuk mencapai transformasi genetik pada tanaman, kita perlu pembangunan vektor
(kendaraan genetik) yang mengangkut gen dari bunga, diapit oleh urutan pengendalian yang
diperlukan yaitu promotor dan terminator, dan memberikan gen ke dalam tanaman inang.
Dua jenis metode transfer gen pada tanaman adalah:

Vektor-dimediasi atau transfer gen tidak langsung. Di antara berbagai vektor digunakan
dalam transformasi tanaman, Ti plasmid dari Agrobacterium tumefaciens telah banyak
digunakan.

Bakteri ini dikenal sebagai “insinyur genetik alami” dari tanaman karena bakteri ini memiliki
kemampuan alami untuk mentransfer T-DNA dari plasmid mereka ke dalam genom tanaman
pada infeksi sel di situs luka dan menyebabkan pertumbuhan yang tidak terorganisir dari
massa sel dikenal sebagai mahkota empedu. Ti plasmid digunakan sebagai vektor gen untuk
menyampaikan gen asing ke dalam sel tanaman yang berguna target dan jaringan.

Gen asing kloning di wilayah T-DNA dari plasmid Ti-di tempat urutan tidak diinginkan.
Untuk mengubah tanaman, cakram daun (dalam kasus dikotil) atau kalus embriogenik (dalam
kasus monokotil) dikumpulkan dan terinfeksi dengan Agrobacterium membawa rekombinan
dilucuti vektor Ti-plasmid. Jaringan yang terinfeksi kemudian dibiakkan (co-budidaya) pada
media regenerasi tunas selama 2-3 hari selama waktu transfer T-DNA bersama dengan gen
asing berlangsung.

Setelah ini, jaringan diubah (cakram daun / kalus) yang ditransfer ke pilihan cum media
regenerasi tanaman dilengkapi dengan konsentrasi biasanya mematikan antibiotik untuk
selektif menghilangkan jaringan non-berubah.

Setelah 3-5 minggu, tunas regenerasi (dari cakram daun) yang dipindahkan ke medium akar-
merangsang, dan setelah 3-4 minggu, tanaman lengkap ditransfer ke tanah setelah pengerasan
(aklimatisasi) tanaman regenerasi. Teknik-teknik molekuler seperti PCR dan hibridisasi
selatan digunakan untuk mendeteksi keberadaan gen asing di tanaman transgenik.

Vectorless atau transfer gen langsung

Dalam metode transfer gen langsung, gen asing yang menarik disampaikan ke dalam sel
tanaman inang tanpa bantuan vektor. Metode yang digunakan untuk transfer gen secara
langsung pada tanaman adalah:
Kimia Transfer misalnya gen dimediasi bahan kimia seperti polietilen glikol (PEG) dan
dekstran sulfat menginduksi penyerapan DNA ke pabrik protoplasts.Calcium fosfat juga
digunakan untuk mentransfer DNA ke dalam sel berbudaya.

Metode Transfer Gen Pada Tanaman

Injeksi di mana DNA secara langsung disuntikkan ke dalam protoplas tanaman atau sel
(khusus ke dalam inti atau sitoplasma) menggunakan tipped baik (0,5-1,0
micrometerdiameter) jarum kaca atau mikropipet. Metode transfer gen digunakan untuk
memperkenalkan DNA ke dalam sel besar seperti oosit, telur, dan sel-sel embrio awal.

Elektroporasi melibatkan pulsa tegangan tinggi diterapkan pada protoplas / sel / jaringan
untuk membuat transient (sementara) pori di membran plasma yang memfasilitasi penyerapan
DNA asing.

Sel-sel yang ditempatkan dalam mengandung DNA solusi dan mengalami sengatan listrik
menyebabkan lubang di membran. Fragmen DNA asing masuk melalui lubang ke dalam
sitoplasma dan kemudian ke inti.

Gun partikel / pemboman partikel – Dalam metode ini, DNA asing yang mengandung gen
yang akan ditransfer dilapisi ke permukaan emas atau tungsten partikel menit (1-3
mikrometer) dan dibombardir ke jaringan target atau sel menggunakan pistol partikel (juga
disebut sebagai gun gen / menembak pistol pistol / mikroproyektil).

suatu metode pemboman mikroproyektil awalnya disebut sebagai biolistics oleh penemunya
Sanford (1988). Dua jenis jaringan tanaman yang biasa digunakan untuk eksplan Primer
partikel bombardment- dan jaringan embrio berkembang biak.

Transformasi – Metode ini digunakan untuk memperkenalkan DNA asing ke dalam sel
bakteri misalnya E. Coli. Frekuensi transformasi (fraksi populasi sel yang dapat ditransfer)
sangat baik dalam metode ini.
Misalnya. penyerapan plasmid DNA oleh E. coli dilakukan di es dingin CaCl2 (0-50C)
diikuti oleh panas terapi kejut pada 37-450C selama sekitar 90 detik. Efisiensi transformasi
mengacu pada jumlah transforman per mikrogram DNA ditambahkan. The CaCl2 istirahat
dinding sel di daerah-daerah tertentu dan mengikat DNA ke permukaan sel.

Conjuction – Ini adalah proses rekombinasi mikroba alami dan digunakan sebagai metode
untuk transfer gen. Dalam conjuction, dua bakteri hidup datang bersama-sama dan DNA
beruntai tunggal ditransfer melalui jembatan sitoplasma dari bakteri donor ke bakteri
penerima.[

Liposom dimediasi transfer gen atau Lipofection – Liposom adalah molekul lipid melingkar
dengan interior berair yang dapat membawa asam nukleat.

Liposom merangkum fragmen DNA dan kemudian adher ke membran sel dan sekering
dengan mereka untuk mentransfer fragmen DNA. Dengan demikian, DNA memasuki sel dan
kemudian ke inti. Lipofection adalah teknik yang sangat efisien digunakan untuk mentransfer
gen dalam bakteri, sel hewan dan tumbuhan.

Pemilihan sel berubah dari sel untransformed

Pemilihan sel tumbuhan berubah dari sel untransformed merupakan langkah penting dalam
rekayasa genetika tanaman. Untuk ini, gen penanda (misalnya untuk resistensi antibiotik)
diperkenalkan ke dalam pabrik bersama dengan transgen diikuti oleh pemilihan media
pemilihan yang tepat (mengandung antibiotik).

Pemisahan dan stabilitas integrasi transgen dan ekspresi dalam generasi berikutnya dapat
dipelajari oleh analisis genetik dan molekuler
MEMPERBAIKI TANAMAN PANEN DENGAN MEMASUKKAN GEN ASING
- June 02, 2015

MEMPERBAIKI TANAMAN PANEN DENGAN MEMASUKKAN GEN ASING

Pendahuluan

Bioteknologi merupakan istilah yang digunakan untuk berbagai tehnik yang melibatkan
organisme sebagai untuk produksi massal. Menurut Konvensi PBB tentang Keanekaragaman
Hayati (pasal 2), bioteknologi adalah penerapan teknologi yang menggunakan sistem-sistem
hayati, makhluk hidup ataupun turunannya untuk membuat atau memodifikasi produk atau
proses yang ditujukan untuk penggunaan khusus.

Perkembangan biologi molekuler yang begitu pesat pada dua dekade terakhir, terutama
dalam teknologi DNA rekombinan merupakan dasar dalam perkembangan bioteknologi
molekuler Tanaman transgenik pada dasarnya merupakan penerapan kloning gen dalam
bioteknologi.

Kemampuan untuk mengisolasi dan mengklon gen serta berkembangnya teknologi


untuk memasukkan gen ke tanaman, telah membuka metode baru untuk memperbaiki sifat
genetis tanaman. Strategi baru ialah untuk menemukan makhluk hidup yang dapat membawa
dan memasukkan sifat yang diinginkan ke tanaman sasaran. Kemudian menggunakan teknik
DNA rekombinan untuk mengisolasi gen yang mengontrol sifat tersebut. Gen yang telah
diisolasi itu kemudian diatur lagi sehingga dapat berekspresi dalam sel tanaman, yang pada
akhirnya dapat dimasukkan ke tanaman panen dengan menggunakan vektor yang mampu
mentransfer gen yang diinginkan. Gen tersebut dapat dipindahkan ke berbagai jenis tanaman
panen, tanpa perlu memperpanjang seleksi.

Dalam bidang pertanian, aplikasi teknologi tanaman transgenik dapat dipakai untuk
menghasilkan produksi benih berkualitas yang tahan terhadap cekaman biotik (hama, penyakit
tanaman, tahan kekeringan, aluminium tinggi, salinitas tinggi, suhu tinggi). Hal lain tanaman
transgenik juga dapat memperbaiki kualitas nutrisi (vitamin A-Golden Rice, Feritin Rice,
kelengkapan asam amino) dan ketahanan herbisida (Loedin, 2000)
Mikroorganisme dan kaitannya dengan tanaman transgenik

Mikroorganisme diketahui mempunyai peranan yang sangat penting di dalam


kehidupan. Seiring dengan perkembangan ilmu, peranan mikroba semakin dikenal dalam
bidang kesehatan, industri, pertanian, peternakan maupun lingkungan.

Teknologi DNA rekombinan memperlihatkan peluang besar untuk memanfaatkan


mikroorganisme dalam bidang pertanian khususnya dalam menghasilkan pestisida bakteri
untuk menekan hama. Telah banyak dikenal jenis bakteri yang mempunyai sifat yang dapat
dimanfaatkan dalam tanaman transgenik. Sifat ini disandi oleh gen yang terdapat di dalam
mikroorganisme yang dapat dipindahkan ke tanaman, Peranan yang cukup penting adalah
sebagai vektor yang akan membawa ge spesifik dari hewan, tanaman atau mikroorganisme.

Vektor yang sering digunakan dalam tanaman transgenik yaitu plasmid Ti


dariAgrobacterium tumefaciens, Cauliflower mosaic virus (CAMV) dan transfer gen langsung
menggunakan plasmid bakteri (pBR 322) ( Brown, 1991). Beberapa bakteri yang telah
digunakan dalam tanaman transgenik :

· Erwinia uredovora mempunyai gen yang apabila ditambahkan pada padi dapat
meningkatkan pembentukan betakarotin, yang dikenal sebagai padi emas dan dapat mengatasi
kekurangan vitamin A

· Eschericia coli mempunyai gen gut D yang tahan terhadap tanah salin. Bila gen ini ditransfer
ke tanaman, maka tanaman ini dapat tumbuh pada tanah yang salin

· Agrobacterium strain CP4 menghasilkan gen yang tahan terhadap herbisida.dan dapat
disisipkan ke tanaman kedele

· Bacillus thuringiensis adalah bakteri tanah yang mampu membunuh serangga. Apabila gen
ini disisipkan ke dalam kapas dan jagung, maka bakteri ini dapat membentuk racun berupa
protein kristal yang dapat merobek usus serangga

Tanaman Transgenik

Tanaman transgenik adalah tanaman yang dihasilkan dengan teknik rekayasa genetika
yaitu dengan menyisipkan gen dari bakteri, virus atau organisme lain agar diperoleh tanaman
unggul yang mempunyai sifat seperi gen yang disisipi. Menurut Conner (1997) adanya
rekayasa genetika memungkinkan transfer DNA dari berbagai organisme seperti tanaman,
mikroorganisme atau hewan. Organisme yang telah dimodifikasi untuk ditransformasi disebut
GMO (Genetically Modified Organism). Tanaman yang sudah diubah dengan teknologi DNA
rekombinasi disebut tanaman transgenik.

Tujuan dikembangkannya tanaman transgenik adalah untuk mengatasi masalah


kekurangan pangan dan serat dunia. Banyak jenis tanaman yang telah dikembangkan melalui
rekayasa genetika, misalnya tembakau, kentang, kedelai, jagung, tomat, canola, labu dan kapas
(Suranto, 2000).

Adanya keuntungan yang diberikan pagi petani menyebabkan tanaman transgenik telah
ditanam secara luas. Pada tahun 1999/2000 di USA, luas pertanaman tanaman transgenik telah
mencapai 28,4 juta ha. Sekitar 35% ditanami jagung dan 53% kedelai transgenik. Pada tahun
1998/1999, kapas transgenik telah ditanam di Australia, Argentina, Cina, Meksiko, Afrika
Selatan dan USA dengan luas pertanaman 2,6 juta ha atau sekitar 12% luas pertanaman kapas
dunia (Padjung, 2001).

Tanaman transgenik tahan hama dikembangkan bersamaan dengan tanaman transgenik


tahan herbisida, Tanaman transgenik tahan hama yang berhasil dikembangkan pertama kali
adalah tanaman resisten TMV (Tobacco Mosaic Virus) yang tahan TMV serta virus sekerabat
dengan cara menyisipkan gen penyandi virus TMV. Sampai tahun 1999 kira-kira 11,8 juta
hektar areal pertanian di seluruh dunia telah ditanami dengan tanaman transgenik tahan hama
terutama Bt-transgenik (Santosa, 2000).

Tanaman tersebut disisipi dengan gen dari bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt). Bt
memproduksi beberapa protein selama proses pembentukan spora, termasuk juga endotoksin.
Jika dimakan (termakan) insekta, protoksin akan terpotong dalam usus insektamenghasilkan
toksin yang aktif. Toksin tersebut akan membunuh insekta akibat terikat ke reseptor pada usus
yang diikuti oleh dengan pembentukan pori-pori di usus. Pori-pori tersebut menyebabkan
bahan yang ada di dalam usus masuk ke dalam darah yang berakhir dengan kematian insekta.
Diperkirakan ada 60 protein yang berhasil diidentifikasi dari 50 galur Bt dalam 20 tahun
terakhir. Jenis dan macam insekta yang dapat dibunuh dengan toksin Bt tergantung dari jenis
toksin.

Pemakaian Bt sebagai pestisida hayati telah dilakukan lebih dari 50 tahun yang lalu.
Pestisida Bt (biopestisida) akan hilang efektivitasnya dalam beberapa hari, sehingga kurang
efektif untuk menanggulangi hama.

Pada tanaman transgenik toksin Bt diproduksi secara kontinu dan terlindung secara
fisik dari lingkungan, sehingga tetap memiliki kemampuan untuk membunuh hama sepanjang
hidup tanaman. Lebih jauh, toksin tersebut biasanya diekspresikan dalam setiap bagian
tanaman termasuk jaringan internal yang sulit dijangkau oleh pestisida. Dengan demikian Bt
toksin tanaman transgenik sangat efektif untuk membunuh hama yang menyerang jaringan
dalam seperti pink bollworm di kapas dan European corn borer pada jagung.

Adanya kemampuan tanaman untuk menghasilkan toksin Bt terus menerus, maka dapat
menimbulkan risiko berkaitan dengan persitensinya di lingkungan serta kemungkinan hama
berevolusi, sehingga menjadi resisten terhadap toksin tersebut (Santosa, 2000).

Di Indonesia khususnya Sulawesi Selatan sejak 1998 sedang dicoba untuk


membudidayakan kapas transgenik. Kapas transgenik tersebut diproduksi oleh perusahaan
Multinasional Monsanto dengan nama Bollgard Nu COTN 35 B. Kapas ini disisipi dengan gen
Bt (Bacillus thuringiensis) yaitu gen Cry IA (C) yang merupakan penyandi racun kristal
protein.

Potensi dan Keuntungan Bt-Transgenik

Secara umum, dari berbagai laporan tentang tanaman transgenik tahan hama cukup
efektif untuk mengendalikan hama. Banyak petani melaporkan terjadi penurunan penggunaan
pestisida kimiawi dan peningkatan hasil. Selama periode 1996-1998 terjadi penurunan
penggunaan insektisida sebesar 30-50% akibat komersialisasi kapas Bt-transgenik (William,
1999 dalam Santosa, 2000) . Diperkirakan US$2,7 milyar dari total US$8,1 milyar biaya
yang dikeluarkan untuk pemakaian insektisida di seluruh dunia dapat dihemat akibat
penanaman Bt-transgenik (Kratinger, 1997 dalam Santosa, 2000).

Tingkat keuntungan yang diperoleh akibat penanaman tanaman Bt-transgenik sangat


tergantung lokasi. Di wilayah-wilayah yang menderita serangan hama hebat atau perstisida
tidak lagi efektif atau harga pestisida mahal, maka penggunaan tanaman Bt-transgenik sangat
menguntungkan.

Reduksi pemakaian pestisida di sisi lain menguntungkan bagi lingkungan. Toksin Bt


memiliki target insekta yang spesifik, sedangkan insektisida kimia akan membunuh hampir
semua insekta yang terkena. Selain itu pestisida kimia mengakibatkan munculnya hama
sekunder yang menyebabkan pestisida harus digunakan lebih banyak lagi.

Aspek manfaat dan dampak negatif tanaman transgenik

Tanaman transgenik bayak dimanfaatkan pada tanaman pertanian, perkebunan maupun


hortikultura. Manfaat yang dapat diperoleh antara lain (Suwarso, 2000) :
1. Meningkatkan hasil

Gen Norin 10 mengendalikan sifat ”semi dwarf”, membuat tanaman menjadi lebih
pendek dan kuat, tidak mudah rebah dan lebih responsif terhadap pemupukan dosis tinggi.

2. Meningkatkan mutu

Penambahan gen yang berasal dari bakteri Erwinia uredovora pada padi dapat
meningkatkan pembentukan betakarotin. ”Padi emas” yang dihasilkan dapat mengatasi
kekurangan vitamin A. Melalui rekayasa genetik juga telah dihasilkan tomat yang tetap segar
dalam waktu lebih lama.

3. Produksi vaksin dan protein

Tanaman pisang dapat disisipi gen penyebab hepatitis. Bila buah pisang tersebut
dikonsumsi, maka vaksin di dalam buah pisang dapat meningkatkan kekebalan tubuh terhadap
penyakit hepatitis. Tanaman tembakau yang telah direkayasa dapat dijadikan penghasil protein
untuk obat-obatan. Tanaman ini juga dapat digunakan untuk menghasilkan enzim manusia
yang dapat digunakan pada penyandang keterlambatan mental (mental retardation).

4. Meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit

Untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama serangga banyak digunakan


gen Cry. Gen tersebut diisolasi dari Bacillus thuringiensis dan menghasilkan racun Bt. Bakteri
tersebut mempunyai banyak strain, masing-masing menghasilkan kristal protein berbeda,
tetapi semuanya bersifat insektisidal. Untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap virus
kebanyakan digunakan Coat protein. Gen Ry yang berasal dari Solanum stoloniferum sangat
tahan terhadap semua strain Potato Virus Y (PVY). Dengan tanaman transgenik yang tahan
terhadap hama atau penyakit, maka hasil panen dapat meningkat dan biaya penggunaan
pestisida dapat ditekan.

5. Meningkatkan toleransi terhadap herbisida

Gulma dapat merugikan tanaman pertanian. Pengendalian gulma seringkali


menghadapi kendala berupa kelangkaan tenaga kerja atau mahalnya upah tenaga kerja. Sebagai
alternatif maka digunakan herbisida, namun seringkali berdampak negatif terhadap tanaman
utamanya. Gen RR yang dimasukkan ke dalam tanaman dapat meningkatkan toleransinya
terhadap herbisida. Dengan demikian, penggunaan herbisida menjadi efektif, tanaman utama
tidak terganggu bahkan hasilnya dapat meningkat.
Kelemahan tanaman transgenik

Selain mengetahui manfaat tanaman transgenik, kita perlu waspada terhadap hal-hal
yang menjadi kelemahannya. Kelemahan yang ditimbulkan oleh tanaman transgenik dapat
menjadi sesuatu yang merugikan, antara lain :

1. Meningkatkan toleransi atau timbulnya biotipe serangga hama

Dalam rekayasa genetik yang dipindahkan pada umumnya adalah gen tunggal atau
bahkan segmen DNA. Ekspresi ketahanan biasanya sangat kuat, sehingga dapat menimbulkan
tekanan seleksi terhadap populasi serangga hama.Serangga hama yang tidak tahan akan mati,
sedangkan yang dapat bertahan akan beradaptasi dan berkembang biak menjadi biotipe baru.

2. Menimbulkan risiko terhadap organisme non target

Potensi risiko terhadap organisme dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu
pengaruh langsung terhadap herbivora, omnivora dan mikroorganisme non target yang
memakan bagian tanaman yang masih hidup dan detrivor yang memakan bagian tanaman yang
mati. Resiko tidak langsung terhadap spesies non target melalui spesies antara. Misalnya
penelitian yang dilakukan Dr.Losey pada kupu-kupu monarch yang mati setelah makanannya
dicampur dengan tepung sari jagung Bt.

3. Ketahanan serangga hama terhadap pestisida

Banyak serangga hama telah berevolusi menjadi tahan terhadaap racun Bt di


laboratorium dan lapangan.Semula kapas Bt sangat efektif terhadap Pectinophora
gossypiela, tetapi karena penanaman kapas Bt sangat luas sehingga tanaman inang untuk
serangga hama ini menjadi terbatas, maka serangga menjadi tahan 100 kali lipat terhadap racun
Bt. Hal ini terjadi karenaPectinophora gossypiela telah tahan terhadap racun Bt yang
disemprotkan.

4. Penurunan populasi alami

Tanaman transgenik yang mematikan serangga hama, juga dapat menimbulkan


keracunan dan kematian pada musuh alami serangga hama

5. Kerentanan terhadaap jasad pengganggu non target


Ketahanan tanaman transgenik ditujukan terhadap serangga hama atau penyakit
tertentu. Dalam prakteknya dapat dilihat bahwa tanaman transgenik tersebut dapat terserang
oleh serangga hama atau patogen lain yang bukan targetnya. Dalam keadaan demikian untuk
mencegah kerugian tetap diperlukan biaya untuk pengendalian jasad pengganggu non target
tersebut

6. Menahan produksi

Untuk melakukan pertahanan diri atau kekebalan terhadap herbivor, tanaman


memerlukan energi lebih banyak dibanding tanaman biasa. Oleh karena ituenergi untuk
produksi tanaman menjadi berkurang atau terhambat.

7. Menimbulkan dampak terhadap ekologi tanah

Bt-transgenik akan mensekresikan toksin yang diproduksinya ke dalam tanah. Toksin


tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan mikroba
tanah. Selain itu bagian tanaman yang gugur akan memasuki lingkungan tanah dan
mempengaruhi kehidupan di dalamnya. Tanaman transgenik juga akan melepaskan DNA
asingnya ke dalam tanah. Persistensi DNA di dalam tanah akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya transfer gen horizontal dari tanaman transgenik ke bakteri.

8. Menimbulkan gen buron

Terjadinya gen buron merupakan hal yang paling ditakutkan oleh ahli ekologi dan
lingkungan. Meskipun fakta mengenai hal ini belum banyak karena pengembangan tanaman
transgenik masih relatif baru. Gen asing yang ada pada tanaman transgenik dapat pindah ke
tanaman atau organisme lain dan menghasilkan tanaman super (super weed) yang mungkin
tidak diinginkan lingkungan.

9. Dampak dari hak paten

Tanaman transgenik dikembangkan dengan teknologi tinggi oleh perusahaan besar di


dunia dan dilindungi oleh hak paten. Hal ini berarti harga benih tanaman transgenik tidak
murah, dan melarang perorangan atau lembaga lain untuk mengembangkan dan
memperbanyak benih tanpa izin. Bahkan ada perusahaan yang mengembangkan teknologi
”terminator” dimana produk yang dihasilkan bersifat steril. Akibatnya terjadi ketergantungan
petani pada perusahaan penghasil tanaman transgenik.

Teknik Pemindahan Gen ke Tanaman


Ada beberapa metode yang dipakai untuk memasukkan gen asing ke tanaman yaitu:

a. Tidak langsung (melalui vektor)


b. Langsung (melalui sel atau protoplast)

a. Metode Tidak Langsung


Pada metode ini pemindahan gen dilakukan melalui perantara vektor. Vektor adalah
sarana/ kendaraan untuk menyisipkan molekul DNA asing masuk ke dalam sel host. Vektor
yang sering dipakai pada tanaman tingkat tinggi yaitu plasmid bakteri dan virus. Metode ini
dianggap paling efektif dan sering digunakan utamanya pada tanaman dikotil.

Plasmid yang efektif dan sering digunakan adalah plasmid dari bakteri Agrobacterium
tumefaciens. Bakteri dapat menginfeksi jaringan tanaman, dan menyebabkan terjadinya
penyakit tumor pada tanaman (gall disease = crown gall). Tumor ini terjadi oleh adanya
proliferasi sel-sel yang tidak terkoordinasi. Dalam jaringan tumor tersebut, akan disintesis
senyawa-senyawa asing yang sebelumnya tidak dibentuk. Sintesis senyawa tersebut
dikendalikan oleh bakteriAgrobacterium tumefaciens, dan diperlukan sebagai sumber karbon
dan nitrogen bakteri. Senyawa tersebut ada 2 golongan opin yaitu:

 Golongan oktopin, merupakan senyawa derivat karboksietil dari asam amino arginin.
 Golongan nopalin, merupakan senyawa derivat dikarboksi propil dari asam amino
ariginin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya kemampuan bakteri Agrobacterium


tumefaciens untuk memanfaatkan sel tanaman, ternyata disebabkan oleh adanya plasmid Ti
(tumor inducing) dalam bakteri tersebut. Plasmid ini berukuran lebih dari 200 kb, yang
membawa banyak gen yang terlibat dalam proses infeksi. Sifat yang menyolok pada plasmid
Ti ialah bahwa setelah infeksi, sebagian dari molekul ini akan berintegrasi dalam DNA
kromosom. Diketahui pula bahwa 10% DNA plasmid Ti dapat berintegrasi dengan DNA
nukleus, tetapi tidak pernah berintegrasi dengan DNA organel baik mitokondria atau kloroplas.
Bagian plasmid Ti yang berintegrasi dengan DNA nukleus tersebut disebut sebagai T-
DNA (Transfer DNA). T-DNA berukuran antara 12-24 kb (Glick & Pasternak, 1994). Adanya
kemampuan untuk berintegrasi ini memungkin plasmid Ti dapat dipakai sebagai vector
untuk menyisipkan gen asing ke dalam genom tanaman.

Penggunaan Plasmid Ti untuk memasukkan gen asing ke dalam sel tanaman.


Plasmid Ti yang dipakai untuk memindahkan gen asing ke dalam sel tanaman,
mempunyai ukuran yang besar (200 kb). Problem yang muncul adalah sulit untuk menemukan
site yang tepat untuk memotong DNA plasmid.

Ada dua starategi umum yang digunakan untuk menginsersikan DNA asing ke dalam
tanaman, yaitu:

1. Sistem vektor biner (binary vector system)

Pada sistem ini digunakan dua vektor yang telah dirancang sedemikian rupa, sehingga
kedua vektor tersebut akan saling melengkapi sebelum disisipkan ke sel tanaman

2. Sistem vektor kointegrasi (cointegrate vector system)

Pada sistem ini digunakan plasmid berukuran kecil yang berperan sebagai vektor
perantara (intermediate vector) misalnya pBR 322 dari E. coli. Kemudian plasmid ini ditransfer
dari E.coli ke A. tumefaciens dengan cara konjugasi. Sejak diketahui bahwa rekombinasi
dengan cara alamiah tersebut jarang terjadi, dan vektor tersebut mudah berdegradasi, maka
dicoba ke dalam shuttle vektor. Rekombinasi dapat diseleksi dengan memasukkan gen resisten
terhadap anti biotik ke dalam T-DNA sebelum diklon dengan shuttle vector.

b. Metode langsung

Pada metode ini, pemindahan gen dilakukan secara langsung ke dalam sel atau
protoplast. Penggunaan dengan metode ini mempunyai tingkat keberhasilan (efektivitas yang
rendah). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan misalnya dengan elektroporasi, mikroinjeksi,
penembakan partikel (microprojectile bombardment = biolistic).

Pengkajian Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan

Pengkajian keamanan hayati didasarkan pada kajian kemungkinan adanya dampak dari
organisme hasil rekayasa genetik terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati. Dampak
organisme hasil rekayasa genetik atau diistilahkan dengan Produk Pertanian Hasil Rekayasa
Genetik (PPHRG) perlu dikaji, apakah gen eksogenous yang ditransformasikan adalah gen
yang aman atau tidak.

Pengkajian keamanan pangan PPHRG harus mempertimbangkan kemungkinan adanya


perubahan produk, baik yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan dari produk akhir.
Sehubungan dengan itu dilakukan evaluasi kesepadanan substansial, alergen, gen penanda
resisten antibiotik dan toksisitas. Bila informasi tentang hal tersebut belum lengkap atau
meragukan, maka perlu dilakukan uji laboratorium dan atau penambahan data terbaru
((Moeljopawiro, 2000).

1. Kesepadanan substansial

Evaluasi ini digunakan untuk menetapkan keamanan pangan dan komponen pangan
PPHRG. Tingkat dan variasi kesepadanan substansial untuk PPHRG mempertimbangkan
tentang kelaziman variasi karakteristik yang ada pada pangan pembanding dan berdasarkan
analisis data yang sesuai. Penentuan kesepadanan substansial pada PPHRG memerlukan
pertimbangan karakteristik bahan pangan atau hasil olahannya yang meliputi perbandingan
komposisi zat gizi, komponen kritis dan sifat fenotipe dengan pangan yang diperoleh secara
konvensional

a. Komposisi zat gizi

Zat gizi kunci adalah zat gizi pada produk pangan yang sangat kuat pengaruhnya
terhadap makanan secara keseluruhan. Analisis komposisi zat gizi tersebut harus memberikan
informasi yang cukup, sehingga dapat dibandingkan dengan pembanding konvensional secara
efektif. Analisis yang dilakukan adalah proksimat (serat kasar, abu, karbohidrat, lemak dan
protein), asam lemak, asam amino, dan senyawa minor (mineral dan vitamin)

b. Komponen kritis

Komponen kritis yang digunakan adalah dengan mengidentifikasi zat gizi kunci dan
toksisikan kunci termasuk zat anti gizi dan kemudahan cerna bahan pangan yang
diuji.Toksisikan kunci adalah senyawa yang diketahui bermakna secara toksikologi yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan makanan tersebut, yang dapat mengganggu
kesehatan. Zat anti gizi adalah zat yang mengambil alih fungsi suatu zat gizi atau zat lain yang
merugikan penyerapan zat gizi. Daya cerna adalah jumlah dalam persen zat gizi yang dapat
diuraikan.

c. Sifat fenotipe

Fenotipe tanaman meliputi bentuk, ukuran, warna, tekstur, aroma, rasa dan
karakteristik lain pada kondisi normal. Fenotipe mikroba meliputi karakteristik spesies, potensi
kolonisasi, infektifitas, keragaman inang, adanya plasmid, pola resistensi antibiotik dan
toksigenisitas. Fenotipe hewan meliputi bentuk, ukuran, warna, aroma, rasa dn karakteristik
lain
2. Alergenisitas

Alergenisitas makanan adalah reaksi efek samping yang melibatkan sistim kekebalan
tubuh antigen spesifik imunoglobulin E (IgE) pada indovidu yang sangat peka terhadap
substansi khusus yang terdapat pada makanan atau komponen makanan. Untuk menilai apakah
pangan berasal dari PPHRG dapat menimbulkan alergi atau tidak, dilakukan dengan cara
mengkaji status gen donor (eksogenous) apakah berasal dari sumber yang bersifat alergen atau
tidak. Bila bukan dari sumber alergen diperlukan informasi tentang gen donor yang meliputi
tidak homologi dengan alergen, tidak stabil dalam di dalam pencernaan dan homologi dengan
protein yang aman. Namun apabila gen donor tersebut berasal dari spesies yang
diketahuisebagai sumber alergen maka diperlukan tahapan pengujian laboratorium

3. Gen penanda resisten antibiotik

Gen penanda resisten antibiotik adalah gen pembawa resistensi terhadap antibiotik yang
digunakan sebagai penanda pada seleksi sel hasil transformasi pada proses pembuatan tanaman
transgenik. Jika PPHRG dan hasil olahannya mengandung gen penanda resisten antibiotik,
maka pengkajian keamanan pangan harus meliputi keamanan protein atau enzim yang dikode
oleh gen tersebut. Evaluasi meliputi : penilaian potensi toksisitas protein, penilaian
kemampuan protein untuk menimbulkan reaksi alergenik dan penilaian keberadaan enzim atau
protein yang dikode oleh gen penanda resisten antibiotik dalam makanan.

4. Toksisitas

Informasi uji toksisitas dengan pangan yang berasal dari PPHRG yang bersifat akut
diperlukan, apabila terdapat indikasi sifat-sifat toksik dari sumber gen yang disisipkan.
Toksisitas kronik, mutagenik, teratogenik perlu dipantau secara terus menerus selama bahan
pangan asal PPHRG digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Brown T.A, Pengantar Kloning Gen, Yayasan Essentia Medica Yogyakarta, 1991

2. Conner, Genetically Engineered Crops, Environmental and Food Safety Issue The Royal
Society of New Zealand, 1997
3. Glick B.R., Pasternak J.J, Molecular Biotechnology Principles and Application of Recombinant
DNA, ASM Press Washington DC, 1994

4. Loedin I.H.S, Pengembangan Tanaman Transgenik : Peluang dan Tantangannya, Puslitbang


Bioteknologi LIPI, 2001

5. Moeljopawiro S., Kekhawatiran terhadap Organisme Transgenik dan Pengkajian Keamanannya,


Kepala dan Pemulia Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan (Balitbio) Deptanhut,
2000

6. Padjung, R., Tanaman Transgenik : Mengapa kita perlu berhati-hati, Fakultas Pertanian dan
Kehutanan UNHAS, 2001

7. Santosa, Pengembangan Bt-transgenik dan Analisis Risiko Terhadap Lingkungan, Fakultas


Pertanian, PPLH dan PAU Bioteknologi IPB dan Indonesian Center for Biodiversity and
Biotechnology (ICBB), Bogor, 2000

8. Suranto S, Penerapan Bioteknologi Ramah Lingkungan dalam Upaya Pemenuhan Kebutuhan


Pangan, Paper yang disampaikan pada Konperensi Nasional XV Pusat Studi Lingkungan, 2000

9. Suwarso, Aspek Teknis dan Ilmiah Pengembangan Tanaman Transgenik dan Teknologi
Alternatif, Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, 2000

Anda mungkin juga menyukai