Anda di halaman 1dari 22

Perakitan Tomat (Solanum lycopersicum) Tinggi Sukrosa Dengan

Transformasi Gen SlbZIP2-SlTIVI1-SlSPS::GNU

PROPOSAL

Oleh
Muhammad Mufarrij Fuad Ulfi
NIM 202520101002

Dosen Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sholeh Avivi M.Si


Dosen Pembimbing Anggota : Wahyu Indra Duwi Fanata SP, M.Sc, Ph.D

PROGRAM STUDI MAGISTER BIOTEKNOLOGI


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS JEMBER
2021
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal berjudul “Perakitan Tomat (Solanum lycopersicum) Tinggi Sukrosa


dengan Transformasi Gen SlbZIP2-SlTIVI1-SlSPS1::GNU”
Hari, tanggal : Jumat, 15 Oktober 2021
Tempat : Fakultas Pascasarjana Universitas Jember

Dosen Pembimbing Utama, Dosen Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Sholeh Avivi M.Si Wahyu Indra Duwi Fanata SP, M.Sc, Ph.D
NIP.196907212000121002 NIP. 198102042015041001
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Produksi tomat di Indonesia tahun 2013 mencapai 992.780 ton (Direktorat
Jenderal Hortikultura, 2015), tetapi permintaan pasar terhadap tomat pada tahun
tersebut belum sepenuhnya terpenuhi sehingga Indonesia mengimpor tomat
sebesar 11 ton (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2015). Peningkatan
produksi tanaman tomat dapat dilakukan dengan perbaikan teknik budidaya
(Lelang, 2017). Tomat dengan rasa yang manis masih belum mendapat perhatian
karena tergolong jarang diminati namun prospek kedepannya sangat bagus.
Plasma nutfah untuk tomat dengan sukrosa tinggi masih belum dikembangkan
luas di Indonesia sehingga perlu dilakukan rekayasa genetika untuk membuat
tomat dengan rasa yang manis.
Sukrosa merupakan produk akhir asimilasi karbon pada proses fotosintesis
yang akan dialirkan ke seluruh bagian tanaman untuk perkembangan tanaman.
Kadar sukrosa dalam tanaman setidaknya dipengaruhi oleh beberapa hal
diantaranya adanya aktivitas beberapa enzim yaitu Sucrose Phospate Syntase
(SPS) yang merupakan enzim kunci dari proses sintesis sukrosa (Sawitri dan
Sugiharto, 2019) dan enzim Invertase yang mendegradasi sukrosa menjadi
glukosa dan fruktosa (Chen et al., 2015). Selain itu diketahui juga bahwa bagian
upstream Open Reading Frame (uORF) dari gen bZIP2 berperan sebagai
Sucrose-Induced Repression Translation (SIRT) atau sebagai negative regulator
dari pembentukan sukrosa. Oleh karena itu, untuk menaikan kadar sukrosa pada
tomat maka perlu dilakukan rekayasa genetika agar aktivitas enzim SPS naik
tanpa terhalang SIRT dan degradasi oleh enzim invertase.
Rekayasa genetika pada tanaman tomat sudah cukup umum dilakukan
karena tomat dianggap sebagai tanaman model yang mudah untuk direkayasa dan
pertumbuhannya yang cukup mudah dan cepat. Rekayasa ini meliputi insersi
(Fibriani et al., 2019) ataupun delesi gen yang ada pada tomat (Feder et al., 2020).
Penelitian ini akan melakukan rekayasa genetika dengan menggunakan prinsip
genome editing melibatkan CRISPR/Cas9. Metode CRISPR/Cas9 (Clustered
Regular Interspaced Short Palindromic Repeats) adalah alat yang digunakan
untuk menyunting DNA dan RNA sehingga dapat merekayasa organisme hidup.
Alat ini juga digunakan untuk menyeleksi penyakit dan menghilangkan gennya
dalam waktu yang cepat dan tepat (Kim, 2020).
Adapun gen-gen yang dilibatkan dalam transformasi genetik ini yaitu gen
SlbZIP2, gen SlTIVI1 dan gen SlSPS1::GNU. Gen TIVI1 terlibat dalam menaikan
protein enzim invertase sehingga glukosa pada dinding sel akan meningkat (Sagor
et al., 2016) dan gen bZIP2 meningkatkan toleransi cekaman kekeringan dan
garam (Zhu et al., 2018). Gen SPS sendiri terlibat dalam peranan pembentukan
sukrosa-6-fosfat (S6P) dari substrat fruktosa-6-fosafat (F6P) dan glukosa-difosfat
uridin (UDP-G) (Sawitri dan Sugiharto, 2019). Penyimpanan sukrosa dalam
vakuola akan ditingkatkan dengan pengubahan invertase vakuola menjadi
invertase dinding sel, selain itu aktivitas enzim SPS juga dinaikan dengan
penghilangan N-terminal SPS dan juga penghilangan SIRT sebagai negatif
regulator translasi sukrosa.

1.2 Rumusan Masalah


Tanaman Tomat yang telah disisipi gen SPS1 dan bZIP2 secara terpisah
diketahui dapat meningkatkan kandungan sukrosanya sedangkan enzim invertase
yang disandikan dengan TIV1 justru mendegradasi sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa. Rekayasa tiga gen tersebut secara bersamaan belum pernah dilakukan
dapat menaikan kandungan sukrosa tomat. Kajian transformasi gen untuk
menaikan kadar sukrosa pada tomat dengan pendekatan penyuntingan genom
perlu dilakukan untuk melihat perubahan fenotip yang terjadi bila ketiga gen
tersebut diubah bersamaan.

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini meliputi:
- Tomat yang digunakan yaitu tomat varietas Tora IPB
- Eksplan yang digunakan yaitu kotiledon (tunas apikal), hipokotil, dan akar
- Plasmid yang digunakan yaitu PAGM4723:Cas9
- Agrobacterium tumefaciens yang digunakan yaitu strain LBA4404
- Konstruk gen yang digunakan menyandikan CRISPR/Cas9 dengan 3 pasang
..sgRNA yang dirangkai bersama dari gen bZIP2-TIVI1-SPS::GNU
- Transformasi tanaman putatif transforman dilakukan sebanyak 2 kali
1.4 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
- Merakit varietas tomat tinggi sukrosa hasil transformasi gen SlbZIP2-
SlTIVI1-SlSPS1:GNU dan mengevaluasi transformasi gen SlbZIP2-SlTIVI1-
SlSPS1::GNU pada tomat melalui konfirmasi keberadaan gen target dengan
analisis PCR,
- Mendapatkan data tambahan agronomi tanaman tomat transforman generasi
pertama meliputi jumlah buah, berat total buah, dan kandungan sukrosa
buah.

1.5 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan
memberikan informasi lebih lanjut tentang penelitian mengenai evaluasi perakitan
tomat transgenik Indonesia, sehingga dapat dijadikan dasar dalam rangka
pengembangan kultivar baru tomat tinggi sukrosa di Indonesia.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Transformasi Gen Tanaman


Transformasi adalah suatu tahapan yang dilakukan setelah DNA asing
diinsersikan ke dalam vektor. DNA rekombinan yang dihasilkan kemudian
diintroduksikan ke sel inang yang sesuai. Metode transformasi yang dipilih
tergantung pada system sel inang yang digunakan. Transformasi DNA dapat
dilakukan dengan metode perlakuan kalsium klorida (CaCl2) dan elektroporesis,
melalui perantara Agrobacterium, teknik biolistik, dan mikroinjeksi (Fibriani et
al., 2019). Penanda genetik untuk transformasi sel dibagi menjadi dua, yaitu
penanda seleksi dominan (Dominant Selectable Markers) dan Screenable
Markers. Penanda seleksi dominan (Dominant Selectable Markers) adalah sel
tanaman atau jaringan yang mengekspresikan gen penanda seleksi akan tetap
bertahan walaupun terdapat antibiotic tertentu pada medium, sedangkan
screenable markers adalah aktivitas transkripsional pada tanaman sangat
bervariasi dan terpengaruh oleh perubahan lingkungan, sehingga deteksi
histokimiawi aktivitas enzimatik jaringan tanaman yang disebut penanda reporter
(Saravanakumar dan Wang, 2020).
Transformasi DNA dapat dilakukan dengan banyak metode, misalnya
dengan transformasi menggunakan penembakan partikel, mikroinjeksi,
elektroporasi, dan menggunakan poly ethylene glycol (PEG), jalur pollen, atau
secara biologis seperti dengan bantuan Agrobacterium. Masing-masing metode
memiliki kelebihan dan kekurangan (Fibriani et al., 2019). Metode transformasi
secara fisik dapat bersifat acak sehingga kemungkinan akan menghasilkan
transforman dengan sejumlah copy gen di dalam genom pada tanaman, akan tetapi
tidak dibatasi pada penggunaan jenis materi genetik maupun kelas tanaman yang
nantinya akan digunakan sebagai transformasi. Transformasi tanaman yang
melalui Agrobacterium bersifat persentase diperoleh transgen dengan sejumlah
copy gen rendah di dalam gen pada tanaman lebih tinggi jika dibandingkan
dengan transformasi menggunakan penembakan partikel (Esquivel-Naranjo dan
Herrera-Estrella, 2020).
Transformasi genetik diperantarai oleh Agrobacterium menggunakan
kemampuan bakteri tanah A. tumefaciens untuk mentransfer DNA plasmid ke sel
tanaman. A. tumefaciens bersifat patogen terhadap tanaman, sehingga setelah
menginfeksi tanaman, bakteri tersebut menyebabkan penyakit yang disebut crown
gall. Proses tersebut dimulai saat A. tumefaciens mentransfer DNA plasmid ke sel
tanaman, kemudian plasmid terintegrasi di dalam untai ganda DNA tanaman yang
terinfeksi. Plasmid tersebut mengandung gen yang menyebabkan tumor, sehingga
dinamakan plasmid Ti (tumor inducing). Plasmid Ti yang tidak dimodifikasi tidak
cocok untuk menjadi vektor kloning, dikarenakan sel tanaman yang terinfeksi
plasmid Ti berkembang menjadi sel tumor yang tidak dapat diregenerasikan
menjadi tanaman utuh, dan ukuran plasmid Ti bervariasi dari 150 hingga 200kb,
sehingga sulit digunakan dalam proses manipulasi genetik. Kemudian
menghilangkan gen penyebab tumor dari plasmid Ti dan mengganti gen penyebab
tumor tersebut dengan gen asing. Plasmid Ti tersebut kemudian menjadi vektor
yang alami untuk transformasi tanaman. Gen asing yang ada pada tanaman
transforman yang dihasilkan melalui transformasi dengan Agrobacterium
diturunkan pada progeninya (Dwiyani et al., 2017).
Transformasi sel menggunakan Agrobacterium merupakan metode yang
paling sering digunakan untuk tanaman. Sel tanaman yang di-transformasi dengan
materi genetik dengan karakter baru, perlu diregenerasikan menjadi tanaman utuh
sehingga dapat berkembang biak di lapangan. Perlu dilakukan penelitian
pendahuluan metode regenerasi tanaman yang baik mulai dari pemilihan eksplan
agar planlet siap diaklimatisasi menjadi bibit. Hal ini sangat bergantung pada
genotip tanaman yang digunakan. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi
keberhasilan transformasi adalah metode transformasi yang dipilih, vektor
plasmid, strain/jenis Agrobacterium, senyawa penginduksi gen vir, genotipe
tanaman, eksplan yang dipilih untuk bahan transformasi, komposisi medium yang
akan digunakan untuk transformasi serta suhu lingkungan (Dewanto dan
Suhandono, 2016).

2.2 Teknologi Genome Editing Tanaman


Pengeditan genom atau pengeditan gen adalah sekelompok teknologi yang
memberikan kemudahan untuk mengubah DNA suatu organisme. Teknologi ini
memungkinkan materi genetik ditambahkan, dihilangkan, atau diubah di lokasi
tertentu dalam genom. Beberapa pendekatan untuk pengeditan genom telah
dikembangkan. Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats dan
CRISPR associated protein 9 (CRISPR-Cas9) merupakan sistem yang telah
menghasilkan banyak kemajuan dalam komunitas ilmiah karena lebih cepat, lebih
murah, lebih akurat, dan lebih efisien daripada metode pengeditan genom lain
yang ada (Reem dan Van Eck, 2019). CRISPR-Cas9 diadaptasi dari sistem
pengeditan genom yang terjadi secara alami pada bakteri. Bakteri menangkap
potongan DNA dari virus yang menyerang dan menggunakannya untuk membuat
segmen DNA yang dikenal sebagai susunan CRISPR. Sekuens CRISPR
memungkinkan bakteri untuk "mengingat" virus atau faktor yang terkait sehingga
apabila virus menyerang lagi, bakteri menghasilkan segmen RNA dari susunan
CRISPR untuk menargetkan DNA virus. Bakteri kemudian menggunakan Cas9
atau enzim serupa untuk memotong DNA, yang pada akhirnya menonaktifkan
virus (Eck et al., 2019).
Sistem CRISPR-Cas9 bekerja dengan cara yang sama di laboratorium.
Sepotong kecil RNA guide dengan sekuen pendek yang akan menempel ke
sekuen target DNA tertentu dalam genom dan RNA juga mengikat enzim Cas9.
Seperti pada bakteri, RNA yang dimodifikasi digunakan untuk mengenali sekuens
DNA, dan enzim Cas9 memotong DNA di lokasi yang ditargetkan. Setelah DNA
dipotong, mesin perbaikan DNA sel bekerja untuk menambah atau menghapus
potongan materi genetik, atau untuk membuat perubahan pada DNA dengan
mengganti segmen yang ada dengan urutan DNA yang disesuaikan (Wada et al.,
2020).
Mekanisme CRISPR ada 3 tahapan terdiri dari adaptasi, biogenesis atau
maturasi dan interference atau penggangguan. Adaptasi dimulai saat sekuens yang
berbeda dari MGE (protospacer) dimasukkan ke dalam array CRISPR yang
menghasilkan sebuah spacer baru. Tahapan ini memungkinkan organisme host
untuk menghafal materi genetik penyusup dan menampilkan sifat adaptif dari
sistem kekebalan ini. Tahap kedua yaitu biogenesis dimulai untuk mengaktifkan
kekebalan, susunan CRISPR ditranskripsikan menjadi prekursor crRNA panjang
(pre-crRNA) yang selanjutnya diproses menjadi crRNA pemandu matang yang
berisi crRNA sekuen asing yang dihafalkan. Tahap Ketiga yaitu penggangguan
untuk membentuk kekebalan, crRNA matang digunakan sebagai panduan untuk
secara khusus mengganggu asam nukleat yang menyerang. Sistem kelas 1
menggunakan kompleks seperti Cascade untuk mencapai degradasi target,
sedangkan dalam sistem kelas 2, protein efektor tunggal cukup untuk gangguan
target. Pada sistem 1, cascade melokalisasi DNA yang menyerang pada crRNA
dan selanjutnya merekrut nuklease Cas3 untuk degradasi target. Cas3
menginduksi sebuah nick di DNA asing dan selanjutnya menurunkan DNA target.
Sedangkan pada sistem 2, tracrRNA (dupleks crRNA) memandu protein efektor
Cas9 untuk memasukkan untai ganda pada DNA target (Hille dan Charpentier,
2016).
Penyuntingan gen merevolusi
ilmu biologi, tetapi potensi untuk
memajukan penelitian tanaman dasar
dan terapan masih belum terwujud.
Dua hambatan mencegah penggunaan
sistem ini agar efisien: ketergantungan
pada transformasi genetik dan daya
regenerasi tanaman. Biasanya
transformasi genetik dilakukan
dengan menggunakan Agrobacterium,
yang memiliki keterbatasan inang,
atau biolistik yang memberikan
sedikit atau tidak ada kontrol atas
pengiriman reagen. Regenerasi sel
yang telah disunting dalam kultur
jaringan dimungkinkan hanya dengan
beberapa spesies dan bahkan dalam
satu spesies, meskipun beberapa
varietas bersifat bandel. Selanjutnya,

Gambar 1. Penyuntingan Gen Tanaman


proses pemulihan tanaman yang disunting gen melalui kultur jaringan dapat
memakan waktu dari beberapa bulan hingga lebih dari satu tahun. Terdapat
pendekatan alternatif untuk penyuntingan gen tanaman. Virus RNA untai negatif
(NSV) telah dibuktikan dapat mengirimkan reagen penyuntingan gen melalui
infeksi. Vektor NSV menghasilkan CRISPR-Cas9 dan RNA pemandu (sgRNA)
untuk mencapai pengeditan gen yang efisien dalam sel somatik yang terinfeksi
(Dinesh-Kumar dan Voytas, 2020). Sehingga pennyuntingan genom sangat
diminati dalam pencegahan dan pengobatan penyakit tanaman. Genome editing
ini merupakan cara yang paling memungkinkan untuk melakukan perubahan
DNA genome tanpa memengaruhi penotipe yang tidak diinginkan (Abo-Elyousr
et al., 2020).

2.3 Gen bZIP2


Domain ZIP Leusin Dasar (domain bZIP) ditemukan di banyak protein
eukariotik pengikat DNA. Salah satu bagian dari domain berisi wilayah yang
memediasi sekuens sifat pengikatan DNA tertentu dan ritsleting leusin yang
diperlukan untuk menyatukan (dimerisasi) dua wilayah pengikatan DNA. Daerah
pengikatan DNA terdiri dari sejumlah asam amino dasar seperti arginin dan lisin.
Protein yang mengandung domain ini adalah faktor transkripsi (Sagor et al.,
2016). Faktor transkripsi bZIP ditemukan di semua eukariota dan membentuk
salah satu keluarga terbesar dari TF dimerisasi. Terdapat 4 gen bZIP dikodekan
oleh genom tetua terbaru dari semua tumbuhan. Interaksi antara faktor transkripsi
bZIP sangat banyak dan kompleks serta memainkan peran penting dalam
perkembangan sel tanaman salah satunya perannya yang memediasi ketahanan
terhadap cekaman kekeringan dan salinitas (Zhu et al., 2018). Gen bZIP2 adalah
ortolog dari gen bZIP1 yang dibedakan hanya dengan jumlah asam amino pada
bagian upstream Open Reading Frame (uORF) saja. Daerah uORF2 ini dikenal
sebagai SIRT atau penghambat pembentukan sukrosa (Sagor et al., 2016)
sehingga proses penghilangan bagian ini dapat menaikan produksi sukrosa pada
buah.
Gambar 2. Alur Peran uORF bZIP dalam Translasi Sukrosa (Sagor et al., 2016)
2.4 Gen SPS1
Gen SPS1 merupakan gen yang mengkodekan enzim sukrosa fosfat
sintetase (SPS) yang merupakan salah satu dari beberapa enzim yang terlibat dan
bertanggung jawab dalam biosintesis sukrosa. Enzim ini dikategorikan dalam
golongan Sucrose Biosynthesis Related Protein (SBRP) bersama dengan sukrosa
sintase (SuSy; EC 2.4.1.13), sukrosa fosfat fosfatase (SPP; EC 3.1.3.24) dan
sukrosa fosfat sintetase (SPS; EC 2.4.1.14) (Salerno dan Curatti, 2003). Enzim
SPS mengkatalisis proses pembentukan sucrose-6-phosphate (S6P) dari substrat
fructose-6 phosphate (F6P) dan uridine diphosphate glucose (UDP-G dan tidak
bersifat bolak-balik (irreversible) sehingga enzim SPS adalah enzim kunci yang
berperan dalam sintesis sukrosa (Huber dan Huber, 1996).

Gambar 3. Alur Pembentukan Sukrosa Tanaman (Salerno dan Curatti, 2003)

2.4 Gen TIVI1


Gen TIVI1 mengkode enzim invertase atau β-fructofuranosidase berperan
mengubah sukrosa menjadi glukosa. Enzim invertase secara teori tergolong enzim
kelas hidrolase yang mengkatalisis reaksi hidrolisis. Enzim ini termasuk pada
subkelas sukrase karena akan menghidrolisis ikatan ɑ1,β2 glikosidik. Reaksi
invertase merupakan reaksi hidrolisis irreversible dimana satu molekul sukrosa
dan satu molekul air menghasilkan satu molekul glukosa dan satu molekul
fruktosa (Verhaest et al., 2006). Gambar 3 menampilkan alur pembentukan
sukrosa sekaligus degradasinya oleh enzim invertase. Enzim invertase tersebut
dibedakan menjadi : netral invertase (NI) dan acid invertase (Chen et al., 2015).
Acid invertase dibagi menjadi dua yaitu soluble dan isoluble invertase. Bentuk
soluble invertase terletak di vakuola dan terdapat bebas di ruang apolastik
(soluble acid invertase), sedangkan bentuk isoluble berikatan di dinding sel (cell
wall invertase) (Vorster dan Botha, 1998). Acid invertase terlibat dalam
metabolisme sukrosa, phloem unloading (Cheavegatti-Gianotto et al., 2011),
mengontrol komposisi gula di dalam organ penyimpan (Sturm et al., 1995),
osmoregulator (Wyse et al., 1986), respon terhadap patogen (Chipeel, 1990),
respirasi, dan regulasi ekspresi gen (Sturm, 1999). Aktivitas soluble acid
invertase memiliki korelasi dengan akumulasi sukrosa pada batang tebu,
sedangkan aktivitas enzim netral invertase dalam proses akumulasi sukrosa pada
batang tanaman tebu tidak menunjukkan kolerasi yang signifikan (Cheavegatti-
Gianotto et al., 2011).

2.4 Hipotesis
1. Ketiga gen yang digunakan memiliki fungsi yang berbeda dalam tanaman
tomat. Penyuntingan ketiga gen yang meliputi penghilangan uORF2 gen SlbZIP2,
konversi gen penyandi enzim invertase vakuola menjadi enzim invertase dinding
sel SlTIVI1 dan penambahan aktivitas enzim SPS dengan penghilangan N-
terminal, secara bersama-sama dapat menaikan kandungan sukrosa hingga 2x
dalam tanaman tomat
2. Penyuntingan gen ini tidak menyebabkan perlambatan pertumbuhan pada
tanaman transforman
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris dan tergolong
penelitian kualitatif dan kuantitatif karena hasil yang didapat berupa data
deskriptif dan inferensial.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan Februari 2021 sampai Desember
2021 di laboratorium CDAST (Center for Development of Advance Sciences and
Technology), Universitas Jember.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian


Bahan utama adalah tomat varietas Tora IPB (CV Benih Dramaga, Bogor,
Indonesia), konstruk pAGM4723:Cas9(bZIP2-TIVI1-SPS1::GNU) dan bahan-
bahan kimia yang digunakan adalah Media MS (Murashige dan Skoog), NaOH,
HCl, H2SO4, KI, I2, asam asetat, sukrosa murni, glukosa murni, fruktosa murni,
etanol, NaCO3, nitrogen cair, buffer ekstraksi, SDS, β-mercapto, potassium
acetate, isopropanol, ethanol PA 70%, buffer TAE, agarosa, loading dye, ddH 2O,
TE buffer, PCI, chlorofom, natrium acetate, RNAse, Etidium Bromide, Maxter
Mix Promega, Primer NPTII. Alat yang digunakan diantaranya adalah: shaker
waterbath, shaker orbital, autoklaf, spektofotometer, vortex, sentrifus, microtube,
microwave, mesin elektroforesis, mesin PCR, mesin gel dokumen.

3.4 Tahapan Penelitian


3.4.1 Pembuatan Media
Pembuatan media ini disesuai dengan dengan kebutuhan pada masing-
masing tahapan transformasi. Media yang digunakan antara lain media Murashige
dan Skoog (MS), Yeast Extract Peptone (YEP), media kokultivasi, media seleksi,
media regenerasi dan media tanam aklimatisasi. Pembuatan Media MS padat dan
YEP cair dilakukan sesuai protokol yang tertera pada label kemasan. Media
seleksi berisi media MS padat yang ditambahkan dengan 500 mgl -1 cefotaxime
dan 50 mgl-1 kanamicin. Media regenerasi berisi media MS padat yang
ditambahkan ZPT perangsang pertumbuhan akar. Media aklimatisasi berisi
campuran pasir dan kompos steril dengan perbandingan 1:1.

3.4.2 Transformasi Gen dengan Agrobacterium Tumefasciens (Oktaviandari,


2019)
1) Persiapan Infeksi Eksplan
Eksplan yang digunakan yaitu kotiledon, akar dan batang tomat varietas
Tora IPB. Sterilisasi biji tomat menggunakan Natrium hipoclorit 5%. Selanjutnya
biji dikecambahkan secara invitro pada media Murashige dan Skoog (MS), selama
lebih kurang 14 hari untuk mendapatkan eksplan dan bisa langsung dilakukan
infeksi.

2) Infeksi, Kokultivasi dan Seleksi Eksplan


Proses infeksi dilakukan dengan menumbuhkan Agrobacterium
tumefasciens dalam media YEP selama 1 jam pada shaker orbital suhu 28 oC
kondisi gelap sehingga memiliki OD600 diantara 0,5-0,8. Kotiledon, hipokotil dan
akar tomat (Eksplan) yang sudah ditumbuhkan dipisahkan untuk dilakukan
pengamatan yang berbeda. Eksplan direndam dalam larutan YEP berisi A.
tumefasciens dan digoyangkan beberapa kali selama 15 menit. Eksplan lalu
ditiriskan dengan kertas saring, dipindahkan pada media kokultivasi padat dan
dipelihara pada kondisi gelap selama 48 jam. Eksplan dicuci dengan akuades steril
yang ditambahkan cefotaxime 500 mgl-1. Eksplan dikeringkan dengan kertas
saring steril dan disubkultur dalam media eliminasi berisi media MS padat
ditambahkan cefotaxime 500 mgl-1, dipelihara selama 1 minggu. Selanjutnya,
dipindahkan ke media seleksi 1-3 dengan antibiotik tambahan kanamicin 50 mgl -1
dalam waktu masing-masing 2 minggu.

3) Regenerasi dan Aklimatisasi Plantlet Resisten


Eksplan yang telah terseleksi, dipindahkan dalam media regenerasi. Ekplan
dilakukan subkultur dan seleksi sebanyak 5 kali. Planlet bertunas umur 21 hari
dipindahkan menuju media aklimatisasi. Tanaman umur 14 hst siap dilakukan
analisis molekuler.

3.4.4 Analisis Molekuler Tanaman Tomat Transgenik


1) Isolasi DNA Genome
Isolasi DNA genome dimulai dengan menggerus 0,5 gram daun tomat pada
nitrogen cair, memasukkan dalam microube yang berisi 500 µl buffer ekstraksi,
25µl SDS 20% dan 1,25 µl β-mercapto kemudian divortex. Campuran dalam
microtube diinkubasi pada 65oC selama 10 menit sambil dibolak-balik. Campuran
kemudian ditambahkan pottasium acetate 5M sebanyak 500 µl, selanjutnya
diinkubasi pada es selama 10 menit, kemudian disentrifus selama 10 menit pada
4oC 12.000 rpm. Supernatan dipindah ke microbtube baru, ditambahkan 625 µl
isopropanol, swirling dan inkubasi selama 30 menit sampai 1 jam pada -20 oC,
kemudian disentrifus selama 10 menit pada 4oC 12.000 rpm. Supernatan dibuang,
ditambahkan 500 µl TE dan 500µl PCI, divortex kemudian sentrifus 12.000 rpm
selama 10 menit pada pada suhu ruang. Supernatan kemudian dipindah ke
microtube baru dan ditambahkan Chloroform sebanyak volume yang sama
kemudian di vortex dan sentrifus selama 10 menit pada suhu ruang 12.000 rpm.
Supernatan kemudian dipindah ke microtube baru kemudian ditambahkan dengan
isopropanol 0,8 Volume dan Natrium Acetate 0,2 volume, swirling kemudian
diinkubasi -20oC selama satu jam, sentrifus selama 10 menit pada 4oC 12.000 rpm.
Supernatan dipindah ke microtube baru kemudian ditmbahkan Ethanol PA 70%
dingin, disentrifus kembali selama 10 menit pada 4oC 12.000 rpm. Buang
supernatan dan tambahkan buffer TE sebanyak 30µl, tambahkan 1µl RNAse dan
diinkubasi pada 37oC selama satu jam. Hasil isolasi kemudian disiman pada -20oC.

2) Uji Kualitatif DNA


Elektroforesis berdasarkan metode Sambrook dan Russell (2001). Gel
agarosa 1% (b/v) disiapkan dari 0,25 g agarosa yang dilarutkan dalam 25 ml
buffer TAE 1 kali pada tabung erlenmeyer. Larutan dipanaskan di dalam
microwave selama 1 menit hingga didapatkan larutan yang bening. Setelah itu, 1,5
µl EtBr (Etidium Bromide) dimasukkan ke dalam larutan bening tersebut.
Kemudian larutan dituangkan ke dalam cetakan yang telah di siapkan bersama
sisirnya. Biarkan hingga agarosa telah menjadi gel yang sudah mengeras.
Selanjutnya, gel tersebut dimasukkan ke dalam mesin eletroforesis yang telah
berisi buffer TAE 1 kali yang dibuat dari komposisi bahan TAE 50 kali. Sebanyak
10ml TAE 50 kali ditambahkan ke dalam 490 ml aquadest, sehingga TAE 50 kali
akan menjadi TAE 1 kali. 5 µl DNA genom hasil ekstraksi dicampurkan dengan 1
µl loading dye 6 kali dan dicampurkan dengan teknik pipetting. Campuran
tersebut dimasukkan ke dalam sumur yang terdapat pada cetakan. Buat agar
seluruh gel agarosa telah terendam buffer TAE 1 kali pada mesin elektroforesis.
Setelah semua sampel dimasukkan nyalakan mesin elektroforesis dengan tegangan
75 Volt selama 60 menit. Hasil proses running kemudian divisualisasi dengan
mesin Gel Document.

3) Uji Kualitas DNA


Untuk melihat kualitas DNA yang telah diekstraksi, alat yang digunakan
adalah spektrofotometer. Sebelum digunakan, spektrofotometer dikalibrasi dengan
cara memasukkan 400µL ddH2O kedalam kuvet dan ditekan tombol read blank
untuk kalibrasi. Memasukkan 2 µL sampel DNA dimasukkan kedalam kuvet dan
menambahkan 398 µL ddH2O. Konsentrasi DNA diukur pada panjang gelombang
260 nm dan kemurnian DNA diukur dengan perbandingan absorban 260/280 nm.
Pita DNA dapat menyerap gelombang maksimal pada 260 nm, sedangkan protein
dapat menyerap gelombang dengan panjang maksimal 280 nm (Fatchiyah et al.,,
2011). Nilai DNA lebih tinggi dari 1.8 mengindikasi DNA murni, lebih kecil dari
1.8 mengindikasikan adanya kontaminasi protein.

[DNA] = Å260 x 50 x faktor pengenceran


Keterangan : Å260 adalah absorbansi pada 260 nm
50 adalah nilai larutan absorbansi 1.0 sebanding dengan 50 µm
untai tunggal DNA per ml
4) Amplifikasi gen target
Amplifikasi gen target dilakukan dengan reaksi PCR (Polymerase Chain
Reaction) menggunakan Master Mix Promega dengan volume total per tube
adalah 10µl dengan komposisi 5µl Master Mix, 1µl DNA, 1µl Primer, dan 2µl
ddH2O. Pre-Denaturasi dilakukan pada suhu 95oC selama 5 menit, kemudian 35
kali siklus denaturasi pada 94oC selama 1 menit, annealing pada suhu 58 oC selama
30 detik, extention pada suhu 72oC selama 30 1 menit, final exention pada suhu
72oC selama 5 menit dan soaking pada 16 oC selama 15 menit. Primer yang
digunakan adalah NPTII.

5) Elektroforesis Hasil Amplifikasi DNA


Elektroforesis DNA diperlukan untuk melihat hasil amplifikasi PCR dari
gen
yang ditargetkan. Elektroforesis diawali dengan melarutkan 1 gram agarosa
dengan 50 ml buffer TAE (pembuatan gel agarose 2%), dipanaskan dan
dimasukan dalam cetakan. Setelah mengeras, gel dimasukan dalam tanki
elektroforesis. Setelah itu mengisi tangki elektroforesis dengan 1x buffer TAE,
menambahkan 10 µL produk PCR kedalam sumuran gel. Produk harus
ditambahkan 2µl etidium bromida. Menyertakan 100bp ladder sebagai marka
untuk melihat ukuran DNA. Mengaliri sampel DNA dengan arus 75V selama 40
menit.

3.4.6 Penentuan Kadar Gula


1) Uji Brix
Buah tomat transgenik yang matang berwarna merah ditimbang per satuan,
dilumatkan perlahan dan dipisahkan bijinya. Jus tomat kemudian disaring, dan
diukur dengan refraktometer. 1 brix: 1g sukrosa/100 ml atau jumlah padatan
dalam 100 ml larutan

2) Uji Seliwanoff
Penentuan sukrosa buah tomat dilakukan hanya pada tomat yang sudah
matang (100% buah berwarna merah). Ekstraksi dilakukan dengan memisahkan
biji tomat dan melumatkan 3 gr daging buah. Setelah halus, sari buah tomat
disentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan bahan terlarut dan
tidak terlarut. Supernatan dipindahkan untuk diukur kadar sukrosanya
menggunakan metode Selliwanoff. Pengujian ini berdasarkan Bintang (2010)
dengan modifikasi. Sampel sebanyak 50 µl ditambahkan 0,5 N NaOH sebanyak
70 µl dan dipanaskan 100oC selama 10 menit. Sampel kemudian didinginkan di
suhu ruang dan diwarnai dengan 0,1% resorsinol dalam 95% alkohol sebanyak
250 µl dan 30% HCl sebanyak 750 µl. Sampel diinkubasi pada suhu 80 oC selama
8 menit. Sampel diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 520 nm. Penentuan konsentrasi sampel dibandingkan dengan
sampel kurva standard.

3.4.7 Identifikasi Karakteristik Tomat Transgenik generasi 1 (Sagor et al., 2016)


Identifikasi dan karakteristik morfologi tanaman transgenik dilakukan
dengan melakukan pengamatan yang meliputi: tinggi tanaman, jumlah daun, lebar
daun, lama pembungaan, diameter buah, bobot buah, jumlah biji, tingkat
perkecambahan biji. Arsitektur tanaman meliputi tinggi, jumlah daun, lebar daun
dan keragaan tanaman tomat transgenik dilihat 50 hari setelah menabur benih.
Ukuran (diameter) buah pada tahap pematangan. Parameter pertumbuhan dihitung
pada semua tanaman. Namun diameter, berat buah rata-rata dan jumlah biji per
buah diukur pada seluruh buah dalam satu tanaman.

3.5 Analisis Data


Data yang sudah diperoleh dianalisis menggunakan analisis varian
(ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan dilanjutkan
dengan uji lanjut BNJ (Beda Nyata Jujur) dengan taraf nyata 5%. Tetapi bila tidak
terdapat perbedaan maka data akan disajikan secara deskriptif.

3.6 Alur Penelitian


A.Tumefasciens strain
Tomat Varietas Tora IPB LBA4404 mengkode
SlbZIP2-SlTIVI1-SlSPS1

Menanam eksplan Subkultur dengan antibiotik


hingga usia 14 hari Kanamycin dan Rifampicin

Konfirmasi Koloni
A.Tumefasciens dengan
marka NPTII

Transformasi Genetik
dan Infeksi Eksplan

Seleksi Eksplan dan Analisis Molekuler


Regenerasi Planlet

Trangenik
Putatif Transgenik
3.7 Peta Konstruk plasmid pAGM4723:Cas9 bZIP2-TIVI1-SPS1::GNU
Vektor yang digunakan merupakan Agrobacterium tumefaciens yang didapatkan
dari glycerol stock yang telah selesai di konfirmasi dengan PCR dan sequensing,
adapun peta konstruk plasmidnya sebagai berikut:

BsaI BsaI
pos1 pos2 pos3 pos4 pos5
LB RB
Cas9 gRNA bZIP2 gRNA TIVI1 gRNA SPS1 LacZ endlinker
NPTII
pEL2B-5_LacZ (end-link
6)

Level2 vector

pAGM4723:Cas9
DAFTAR PUSTAKA
Abo-Elyousr, K. A. M., Almasoudi, N. M., Abdelmagid, A. W. M., Roberto, S.
R., & Youssef, K. (2020). Plant extract treatments induce resistance to
bacterial spot by tomato plants for a sustainable system. Horticulturae, 6(2),
1–12. https://doi.org/10.3390/horticulturae6020036
Cheavegatti-Gianotto, A., de Abreu, H. M. C., Arruda, P., Bespalhok Filho, J. C.,
Burnquist, W. L., Creste, S., di Ciero, L., Ferro, J. A., de Oliveira Figueira,
A. V., de Sousa Filgueiras, T., Grossi-de-Sá, M. de F., Guzzo, E. C.,
Hoffmann, H. P., de Andrade Landell, M. G., Macedo, N., Matsuoka, S., de
Castro Reinach, F., Romano, E., da Silva, W. J., … César Ulian, E. (2011).
Sugarcane (Saccharum X officinarum): A Reference Study for the
Regulation of Genetically Modified Cultivars in Brazil. Tropical Plant
Biology, 4(1), 62–89. https://doi.org/10.1007/s12042-011-9068-3
Chen, Z., Gao, K., Su, X., Rao, P., & An, X. (2015). Genome-wide identification
of the invertase gene family in Populus. PLoS ONE, 10(9), 1–21.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0138540
Chipeel, S. (1990). cDNA Cloning of Carrot Extracellular ,& Fructosidase and
Its Expression in Response to Wounding and Bacterial lnfection.
2(November).
Dewanto, H. A., & Suhandono, S. (2016). TRANSFORMASI MENGGUNAKAN
Agrobacterium tumefaciens PADA TUNAS DAUN Kalanchoe mortagei
DAN Kalanchoe daigremontiana 1 DAN 2. Chimica et Natura Acta, 4(2), 97.
https://doi.org/10.24198/cna.v4.n2.10679
Dinesh-Kumar, S. P., & Voytas, D. F. (2020). Editing through infection. Nature
Plants, 6(7), 738–739. https://doi.org/10.1038/s41477-020-0716-1
Direktorat Jenderal Hortikultura. (2015). Statistik produksi hortikultura tahun
2015. www.hortikultura.pertanian.go.id
Dwiyani, R., Yuswanti, H., Mercuriani, I., & Semiarti, E. (2017). Transformasi
Gen Pembungaan Melalui Agrobacterium Tumefaciens Secara in-Vitro Pada
Tanaman Anggrek Vanda Tricolor. Agrotrop: Journal on Agriculture
Science, 6(1), 83–89.
Eck, J. Van, Keen, P., & Tjahjadi, M. (2019). Agrobacterium tumefaciens-
Mediated Transformation of Tomato. Transgenic Plants: Methods and
Protocols, Method in Molecular Biology Vol. 1864, 1864, 225–234.
https://doi.org/https://doi.org/10.1007/978-1-4939-8778-8_16,
Esquivel-Naranjo, E. U., & Herrera-Estrella, A. (2020). Strong preference for the
integration of transforming DNA via homologous recombination in
Trichoderma atroviride. Fungal Biology, 124(10), 854–863.
https://doi.org/10.1016/j.funbio.2020.07.001
Feder, A., Jensen, S., Wang, A., Courtney, L., Middleton, L., Van Eck, J., Liu, Y.,
& Giovannoni, J. J. (2020). Tomato fruit as a model for tissue-specific gene
silencing in crop plants. Horticulture Research, 7(1).
https://doi.org/10.1038/s41438-020-00363-4
Fibriani, S., Agustien, I. D., Sawitri, W. D., & Sugiharto, B. (2019).
TRANSFORMASI GENETIK DAN EKSPRESI MUTAN <em>SUCROSE
PHOSPHATE SYNTHASE</em> PADA TANAMAN TOMAT. Jurnal
Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI), 6(1), 130.
https://doi.org/10.29122/jbbi.v6i1.3341
Hille, F., & Charpentier, E. (2016). CRISPR-cas: Biology, mechanisms and
relevance. Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological
Sciences, 371(1707). https://doi.org/10.1098/rstb.2015.0496
Kim, J. (2020). CRISPR-mediated engineering across the central dogma in plant
biology for basic research and crop improvement. MOLECULAR PLANT.
https://doi.org/10.1016/j.molp.2020.11.002
Lelang, M. A. (2017). Uji Korelasi dan Analisis Lintas terhadap Karakter
Komponen Pertumbuhan dan Karakter Hasil Tanaman Tomat (Lycopersicum
esculentum Mill). Savana Cendana, 2(02), 33–35.
https://doi.org/10.32938/sc.v2i02.90
Oktaviandari, P. (2019). OPTIMASI METODE TRANFORMASI GEN
SUCROSE PHOSPHAT SYNTHASE (SPS) PADA TANAMAN TOMAT
(Lycopersicon esculentum) DENGAN BANTUAN Agrobacterium
tumefaciens. Indonesian Journal of Laboratory, 1(2), 29–35.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. (2015). Statistik Konsumsi Pangan
tahun 2015. www.epublikasi.setjen.pertanian.go.id
Reem, N. T., & Van Eck, J. (2019). Application of CRISPR/Cas9-mediated gene
editing in tomato. Methods in Molecular Biology, 1917, 171–182.
https://doi.org/10.1007/978-1-4939-8991-1_13
Sagor, G. H. M., Berberich, T., Tanaka, S., Nishiyama, M., Kanayama, Y.,
Kojima, S., Muramoto, K., & Kusano, T. (2016). A novel strategy to produce
sweeter tomato fruits with high sugar contents by fruit-specific expression of
a single bZIP transcription factor gene. Plant Biotechnology Journal, 14(4),
1116–1126. https://doi.org/10.1111/pbi.12480
Salerno, G. L., & Curatti, L. (2003). Origin of sucrose metabolism in higher
plants: When, how and why? Trends in Plant Science, 8(2), 63–69.
https://doi.org/10.1016/S1360-1385(02)00029-8
Saravanakumar, K., & Wang, M. (2020). Physiological and Molecular Plant
Pathology Isolation and molecular identification of Trichoderma species
from wetland soil and their antagonistic activity against phytopathogens.
Physiological and Molecular Plant Pathology, 109(January), 101458.
https://doi.org/10.1016/j.pmpp.2020.101458
Sawitri, W. D., & Sugiharto, B. (2019). Revealing the important role of allosteric
property in sucrose phosphate synthase from sugarcane with N-terminal
domain deletion. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science,
217(1). https://doi.org/10.1088/1755-1315/217/1/012043
Steven C. Huber and Joan L. Huber. (1996). ROLE AND REGULATION OF
SUCROSE-PHOSPHATE SYNTHASE IN HIGHER PLANTS. Annual
Review of Plant Physiology and Plant Molecular Biology, 47, 431–444.
https://doi.org/https://doi.org/10.1146/annurev.arplant.47.1.431
Sturm, A. (1999). Update on Biochemistry Invertases . Primary Structures ,
Functions , and Roles in Plant Development and Sucrose Partitioning Some
Common Molecular Features but Differ. Plant Physiology, 121(September),
1–7.
Sturm, A., Šebková, V., Lorenz, K., Hardegger, M., Lienhard, S., & Unger, C.
(1995). Development- and organ-specific expression of the genes for sucrose
synthase and three isoenzymes of acid β-fructofuranosidase in carrot. Planta,
195(4), 601–610. https://doi.org/10.1007/BF00195721
Verhaest, M., Lammens, W., Le Roy, K., De Coninck, B., De Ranter, C. J., Van
Laere, A., Van Den Ende, W., & Rabijns, A. (2006). X-ray diffraction
structure of a cell-wall invertase from Arabidopsis thaliana. Acta
Crystallographica Section D: Biological Crystallography, 62(12), 1555–
1563. https://doi.org/10.1107/S0907444906044489
Vorster, D. J., & Botha, F. C. (1998). Partial purification and characterisation of
sugarcane neutral invertase. Phytochemistry, 49(3), 651–655.
https://doi.org/10.1016/S0031-9422(98)00204-0
Wada, N., Ueta, R., Osakabe, Y., & Osakabe, K. (2020). Precision genome editing
in plants: State-of-the-art in CRISPR/Cas9-based genome engineering. BMC
Plant Biology, 20(1), 1–12. https://doi.org/10.1186/s12870-020-02385-5
Wyse, R. E., Zamski, E., & Tomos, A. D. (1986). Turgor Regulation of Sucrose
Transport in Sugar Beet Taproot Tissue. Plant Physiology, 81(2), 478–481.
https://doi.org/10.1104/pp.81.2.478
Zhu, M., Meng, X., Cai, J., Li, G., Dong, T., & Li, Z. (2018). Basic leucine zipper
transcription factor SlbZIP1 mediates salt and drought stress tolerance in
tomato. BMC Plant Biology, 18(1), 1–14. https://doi.org/10.1186/s12870-
018-1299-0

Anda mungkin juga menyukai