Anda di halaman 1dari 4

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri Jilid 1.

Penerbit UI-Press, Jakarta

CARA MEMPRODUKSI MINYAK ATSIRI

A. PENYULINGAN MINYAK ATSIRI


Sebagian besar minyak atsiri umumnya diperoleh dengan cara penyulingan menggunakan uap
atau disebut juga dengan cara hidrodestilasi. Beberapa masalah praktis yang berkaitan dengan
penyulingan minya dari tanaman penghasil minyak atsiri sangat penting bagi seseorang yang
berkecimpung dalam produksi minyak atsiri.
I.

Beberapa Teori Penyulingan.

Minyak atsiri atau disebut juga minyak eteris adalah minyak yang bersifat mudah menguap,
yang terdiri dari campuran zat yang mudah menguap, dengan komposisi dan titik didih yang
berbeda-beda. Setiap substansi yang dapat menguap memiliki titik didih dan tekanan uap
tertentu dan hal ini dipengaruhi oleh suhu, pada umumnya tekanan uap ini sangat rendah
untuk persenyawaan yang memilikinya memiliki titik didih sangat tinggi. Selanjutnya
intensitas suatu bau (harum yang dihasilkan, dengan beberapa kekecualian pada kondisi
tertentu) merupakan manifestasi dari sifat mudah menguap persenyawaan yang menghasilkan
bau harum tersebut.
Penyulingan dapat didefinisikan sebagai pemisahan komponen-komponen suatu campuran
dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-masing zat
tersebut. Proses penyulingan dengan demikian merupakan proses penting bagi produsen
minyak atsiri. Secara umum ada dua macam sistem penyulingan campuran cairan yang perlu
dikemukakan:
1. Penyulingan dari campuran yang saling tidak melarut dan selanjutnya membentuk dua
fase. Pada prakteknya, penyulingan tersebut dilakukan untuk memurnikan dan
memisahkan minyak atsiri dengan cara penguapan, dan proses penguapan tersebut
juga dimaksud untuk mengekstraksi minyak atsiri dari tanaman penghasil minyak
atsiri dengan bantuan uap air. Penyulingan dapat dilakukan dengan cara memanaskan
bahan baku (tanaman penghasil minyak atsiri) dalam air mendidih pada suatu ketel
penyuling sehingga membentuk uap, atau dapat dilakukan dengan memasukkan bahan
ke dalam ke dalam ketel penyuling, selanjutnya dialiri dengan uap panas yang
dihasilkan dari ketel uap yang letaknya terpisah.
2. Penyulingan dari campuran cairan yang saling melarut secara sempurna dan hanya
membentuk satu fase. Pada prakteknya, usaha tersebut dilakukan untuk memurnikan
dan memisahkan fraksi-fraksi (fraksinasi) minyak atsiri tanpa menggunakan uap
panas.
Perbedaan sifat campuran satu fase dengan campuran dua fase dapat dibedakan secara jelas
jika suatu cairan menguap, terutama dalam keadaan mendidih. Sebagai contoh ialah cairan
murni di dalam suatu tempat tertutup. Pada suhu tertentu molekul-molekul cairan tersebut
mempunyai energi tertentu dan bergerak bebas secara tetap dan dengan kecepatan tertentu.
Tetapi setiap molekul dalam cairan hanya bergerak pada jarak pendek sebelum dipengaruhi

molekul-molekul lain, sehingga arah geraknya diubah. Namun, setiap molekul pada lapisan
permukaan yang bergerak ke arah atas akan meninggalkan permukaan cairan dan menjadi
molekul uap. Molekul-molekul uap tersebut pun akan tetap berada dalam gerakan yang
konstan, dan kecepatan molekul-molekul dipengaruhi oleh suhu pada saat itu. Setiap molekul
uap yang mengadakan kontak dengan permukaan cairan, mempunyai peluang untuk mencair
(mengembun) kembali atau dengan kata lain berkondensasi. Pada saat suhu naik, jumlah dari
molekul-molekul uap juga meningkat. Jelaslah kesempatan dari suatu molekul yang
berbentuk uap untuk berubah menjadi cairan juga akan meningkat. Dalam waktu singkat
jumlah molekul yang menguap akan sama dengan jumlah uap yang berkondensasi dalam
satuan waktu yang sama. Dengan kata lain jumlah zat menguap sama dengan jumlah zat yang
berkondensasi. Dengan demikian terbentuklah keseimbangan dinamik, sehingga jumlah
molekul dalam keadaan uap menjadi konstan. Jika ruangan yang berisi uap jenuh tersebut
terbuka, maka uap ke luar dan digantikan dengan molekul uap baru dalam jumlah yang sama
dengan uap yang keluar. Peristiwa ini tidak hanya berlaku bagi zat cair, tetapi juga berlaku
terhadap zat padat, sebab zat padat juga mempunyai titik didih tertentu dan akan dapat
menguap pada titik didih tersebut.
Jika kita campurkan, sesuatu zat cair yang mudah larut kepada suatu cairan dalam keadaan
suhu konstan, maka cairan tersebut akan larut dengan sempurna pada larutan yang semula
(pertama). Kedua cairan tersebut membentuk fase tunggal, di mana bagian permukaan dari
campuran larutan tersebut terutama terdiri dari molekul-molekul cairan jenis pertama. Jumlah
molekul cairan jenis pertama yang lolos ke dalam ruang penguapan dalam waktu tertentu,
tergantung dari jumlah molekul yang berada di atas lapisan permukaan cairan. Jumlaah ini
lebih sedikit dibanding dengan larutan murni semula. Akan tetapi bagi molekul yang saling
larut secara sempurna, molekul yang berubah menjadi cairan (berkondensasi) tidak akan
segera terjadi. Karena luas permukaan tidak berubah, sedangkan molekul cairan jenis pertama
lebih banyak berkondensasi daripada menguap, maka untuk sementara waktu keadaan
keseimbangan akan terganggu. Proses tersebut akan berlangsung terus sampai tercapai suatu
kesetimbangan yang mantap yaitu pada saat kecepatan penguapan dan kondensasi sudah
sama besarnya. Keadaan kesetimbangan itu pada suatu saat akan terganggu lagi jika jumlah
molekul uap cairan pertama semakin berkurang. Secara umum dapat dikatakan, bahwa
jumlah molekul uap cairan pertama semakin berkurang. Secara umum dapat dikatakan,
bahwa jumlah molekul uap dari beberapa komponen dalam campuran larutan yang homogen
akan menjadi lebih kecil dibanding dengan jumlah molekul uap air murni dalam ruang uap
yang sama. Bagian dari permukaan cairan semula yang digantikan cairan lain, jumlahnya
seimbang dengan konsentrasi masing-masing. Akibatnya, penurunan kecepatan penguapan
pada suhu tertentu akan tergantung dari komposisi cairan tersebut.
Titik didih dapat didefinisikan sebagai nilai suhu pada tekanan atmosfer atau pada tekanan
tertentu lainnnya, di mana cairan akan berubah menjadi uap, atau suhu pada saat tekanan uap
dari cairan tersebut sama dengan tekanan gas atau uap yang berada di sekitarnya. Jika kita
melakukan penyulingan pada tekanan atmosfer, maka tekanan uap tersebut akan sama dengan
tekanan air raksa dalam kolom setinggi 760 mm2. Berkurangnya tekanan pada ruangan di
atas cairan akan menurunkan titik didih, dan sebaliknya peningkatan tekanan di atas
permukaan cairan akan menaikkan titik didih cairan tersebut. Suatu cairan yang terdiri dari
beberapa komponen yang saling bercampur dengan titik didih yang berbeda, pada umumnya
(kecuali titik didih campuran konstan) tidak berada dalam suatu nilai titik didih tertentu,

tetapi mempunyai nilai kisaran titik didih. Dengan penguapan komponen yang bertitik didih
rendah, maka titik didik cairan yang tertinggal akan meningkat secara bertahap dan akhirnya
mendekati komponen yang bertitik didih tertinggi.
Kemudian kita lihat pengaruh yang timbul pada tekanan uap suatu cairan murni, apabila
kepadanya ditambahkan cairan kedua yang tidak dapat bercampur secara sempurna dengan
cairan pertama. Hal itu mengalihkan kita pada diskusi mengenai penyulingan cairan
heterogen, seperti pada penyulingan minyak atsiri dengan uap air atau air mendidih
(hidrodistilasi). Untuk memudahkan visualisasi (peragaan), maka dibayangkan dua macam
media diaduk terus menerus, sehingga masing-masing komponen mengurai secara merata di
semua bagian campuran, termasuk pada bagian permukaan. Cara mencampur semacam itu
sedikit pengaruhnya terhadap hasil akhir. Laju penguapan akan berkurang, karena
berkurangnya jumlah molekul-molekul cairan pertama di lapisan permukaan. Karena cairan
tidak saling bercampur, maka molekul uap hanya dapat berkondensasi jika molekul tersebut
saling bersentuhan, sehingga laju uap yang berkondensasi juga akan berkurang. Laju
penguapan dan kondensasi tergantung dari persentase molekul komponen pertama yang
terdapat di permukaan cairan. Laju masing-masing akan dipengaruhi dengan cara yang sama,
dan tidak akan mengubah jumlah molekul uap dari komponen pertama. Hal yang serupa,
dapat pula terjadi pada komponen-komponen lainnya dalam campuran tersebut. Suatu hukum
penting yang kita peroleh dari uraian diatas mengatakan bahwa jumlah molekul-molekul yang
berada di ruang uap di atas permukaan cammpuran cairan dua fase pada setiap suhu
tertentu,sama dengan jumlah molekul uap masing-masing cairan dalam keadaan terpisah.
Sedang, dari masalah cairan dua fase (heterogen), komposisi uap campuran pada suhu
tertentu tidak tergantung dari komposisi cairan.
Sistem campuran air dan minyak atsiri membentuk cairan dua fase, karena itu penyulingan
sistem seperti itu merupakan dasar yang penting bagi pengusaha minyak atsiri. Marilah kita
telaah lebih lanjut hasil dari diskusi di atas. Tekanan yang dihasilkanoleh uap, yang terdiri
dari satu macam molekul atau lebih, merupakan manifestasi dari benturan secara terusmenerus antara molekul uap yang bergerak cepat pada dinding pembatas uap tersebut.
Tekanan yang disebabkan oleh uap, dihasilkan akibat benturan molekul-molekul uap pada
dinding ketel. Besarnya tekanan yang terjadi akan sama dengan jumlah tekanan yang
ditimbulkan oleh satu molekul dikalikan dengan jumlah molekul yang membentur dinding
per satuan luas dalam satuan waktu tertentu. Energi kinetik yang dihasilkan oleh suatu
molekul akan tergantung pada suhu, tetapi banyaknya benturan pada dinding tergantung pada
jumlah molekul yang terdapat di ruang uap. Dengan kata lain tekanan akan tergantung pada
konsentrasi molekul, atau konsentrasi uapnya.
Telah diperlihatkan bahwa pada cairan dua fase dalam keadaan keseimbangan, jumlah
molekul yang terdapat dalam fase uap lebih besar daripada jumlah molekul uap cairan murni
pada suhu yang sama. Oleh karena itu, tekanan yang dihasilkan oleh campuran uap akan lebih
besar daripada tekanan yang dihasilkan oleh uap murni itu sendiri. Pada penyulingan minyak
atsiri dengan sistem uap atau air mendidih (hidrodistilasi), tekanan dalam ruang uap akan
tetap konstan, karena uap berhubungan dengan atmosfer atau ditentukan oleh alat kontrol
yang dapat menurunkan atau menaikkan tekanan. Untuk jelasnya kita bahas saja suatu
percobaan penyulingan pada tekanan atmosfer. Kalau air murni dipanaskan, maka air itu
mulai mendidih (tekanan uapnya akan sama dengan tekanan atmosfer) jika suhu telah
mencapai 100 oC (212 oF) Contoh ini adalah, kasus di mana minyak yang tidak larut dalam

air dimasukkan ke dalam alat penyuling bersama-sama dengan air; tekanan dalam ruang uap
akan lebih besar dari 1 atmosfir. Tetapi karena ruang uap berhubungan dengan atmosfer
(udara luar); maka tekanan akan tur kembali mencapai tekanan atmosfer. Keadaan ini dapat
berlangsung jika suhu turun secara otomatis. Kalau suhu cairan diturunkan, kecenderungan
molekul cairan untuk menjadi fase uap juga menurun, sehingga konsentrasi molekul uap juga
akan menurun. Oleh karena itu, suhu akan turun sampai pada suatu nilai, di mana tekanan
total yang disebabkan oleh uap campuran sama dengan tekanan pada operasi ( dalam hal ini
adalah tekanan atmosfer). Dengan demikian titik didih dari setiap cairan dua fase akan
selalu lebih rendah dari titik didih masing-masing cairan murni pada tekanan yang sama.
Sebagai contoh, air (bertitik didih 100 oC) dan benzena (bertitik didih 80 oC) merupakan dua
macam cairan yang tidak saling mencampur. Kalau campuran tersebut dididihkan pada
tekanan atmosfer (7600 mm) uap akan dihasilkan secara konstan pada suhu 69 oC selama
kedua cairan tersebut masih ada dalam campurna. Jika salah satu dari kedua komponen
tersebut telah habis menguap seluruhnya, suhu akan naik mencapai titik didih komponen
yang tertinggal. Keadaan ini berlaku untuk semua zat yang mudah menguap, dengan syarat
tidak larut dalam air atau sedikit larut dalam air dan tidak bereaksi dengan air. Kalau
dididihkan bersama-sama dengan air, maka zat tersebut akan menguap pada suhu yang lebih
rendah dari titik didih komponen murni yang tidak larut dalam air tersebut.

Anda mungkin juga menyukai