Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN REAKSI SUBSTITUSI NUKLEOFILIK

OLEH :

NI LUH IKA SANJIWANI 1513031002

NI LUH AYU PUTU HENDRAYANI 1513031005

MADE DARMAPRATHIWI ADININGSIH 1513031013

AHMAD FERDIAN 1513031018

LUH GEDE SURYANI 1513031019

VA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2017
I. Hari/Tanggal
Rabu, 8 dan 15 November 2017
II. Judul
Reaksi Substitusi Nukleofilik
III. Dasar Teori
Senyawa organik dapat mengalami beberapa jenis reaksi kimia, salah satu reaksi
yang dapat terjadi pada senyawa organik yaitu reaksi substitusi. Reaksi substitusi
merupakan suatu reaksi yang berlangsung karena pergantian satu atom atau gugus atom
dalam suatu senyawa oleh atom atau gugus lain. Jika reaksi substitusi melibatkan
nukleofil, maka reaksi substitusi tersebut disebut dengan reaksi substitusi nukleofilik
(Suja dan Nurlita, 2003)
Nukleofil merupakan spesi yang menyukai inti karena bermuatan negatif atau
kaya akan elektron. Menurut kinetika reaksinya, reaksi substitusi nukleofilik dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu reaksi substitusi nukleofilik bimolukuler (SN 2) dan
reaksi substitusi nukleofilik unimolekuler (SN1). Reaksi substitusi nukleofilik
unimolekuler (SN1) merupakan reaksi substitusi nukleofilik yang laju reaksinya hanya
bergantung pada konsentrasi substrat dan tidak bergantung pada konsentrasi nukleofil,
sehingga persamaan lajunya sebagai berikut :
Laju reaksi = k [Substrat]
Pada reaksi SN1 reaksi yang terjadi tidak serempak, melainkan terjadi secara
bertahap. Tahapan yang terjadi dalam reaksi ini adalah pembentukan ion karbonium
yang berlangsung secara cepat. Ion karbonium terbentuk dari pemutusan secara
hidrolisis terhadap ikatan C-OH yang mana pemutusan gugus OH- merupakan gugus
pergi yang buruk sehingga diperlukan pereaksi H+ untuk melepaskan gugus OH- dalama
bentuk H2O. Ion karbonium merupakan hasil intermediet dalam suatu reaksi organik
dan akan menjadi stabil apabila mengikat gugus menyumbang elektron. Ion karbonium
dapat menerima pasangan elektron dari nukleofil dan membentuk ikatan baru.
Reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler (SN2) merupakan reaksi substitusi
nukleofilik yang laju reaksinya dipengaruhi oleh konsentrasi substrat dan konsentrasi
nukleofil, sehingga persamaan lajunya sebagai berikut :
Laju reaksi = k [Substrat] [Nukleofil]
Mekanisme yang terjadi dalam reaksi substitusi bimolekuler yaitu reaksi
substitusi yang terjadi pemutusan ikatan lama dan terbentuknya ikatan baru yang terjadi
secara serempak. Dalam mekanisme ini, gugus Y- menyerang dari arah yang
berlawanan dari gugus X, kemudian akan mencapai keadaan transisi yang mana
keadaan ini memiliki tingkat energi yang paling tinggi.
Pada reaksi susbtitusi nukleofilik ada beberapa faktor penentu yang dapat
mempengaruhi reaksi, antara lain : (1) Struktur substrat, (2) Sifat nukleofil, (3) Sifat
pelarut dan (4) Sifat gugus yang pergi. Struktur substrat (RX) mempengaruhi reaksi
substitusi yang terjadi. RX primer cenderung mengalami reaksi SN1 dan SN2. Hal ini
disebabkan oleh kerapatan elektron pada atom karbon yang mengikat gugus pergi.
Apabila ion karbonium yang dihasilkan semakin stabil maka mekanisme reaksi SN 1
akan semakin dominan. Sifat nukleofil kuat seperti alkoksida dan ion hidroksida
cenderung mengalami reaksi SN2, sedangkan nukleofil lemah seperti air dan alkohol
akan cenderung mengalami reaksi SN1, karena hal ini mempermudah substrat untuk
mengalami ionisasi dan menstabilkan ion yang dihasilkan. Apabila polaritasnya kecil
maka terjadinya ionisasi akan kecil sehingga dominan terjadi reaksi SN 2, sedangkan
yang polaritasnya besar maka ionisasi yang terjadi akan besar sehingga dominan terjadi
reaksi SN1.
Salah satu aplikasi reaksi substitusi nukleofilik yakni reaksi alkohol dengan
asam. Mekanisme reaksi dapat melalui SN1 ataupun SN2 tergantung pada struktur
alkohol yang bereaksi. Alkohol primer condong bereaksi melalui mekanisme SN2
sedangkan alkohol sekunder dan tersier cenderung bereaksi melalui mekanisme SN1.
Kedua mekanisme SN1 dan SN2 akan sangat baik bila dalam suasana asam. Hal ini
dikarenakan adanya gugus OH- yang merupakan gugus pergi yang buruk. Mekanisme
reaksi susbtitusi nukleofilik pada alkohol, yaitu sebagai berikut.
Substitusi terhadap gugus OH pada alkohol merupakan gugus pergi yang jelek. Agar
reaksi dapat berlangsung, maka harus dilakukan dalam suasana asam.

H
R O + H Cl R O + Cl-
H H (Suja, 2000)
+
OH2 merupakan gugus pergi yang baik, dan lepas sebagai molekul air (basa sangat
lemah). Suatu nukleofil lemah, misalnya ion halida (X -) dapat menggantikan molekul
air unuk membentuk alkil halida.
H H
-
+H +X
R O R OH R X + H 2O
(Suja, 2000)
Mekanisme reaksi substitusi nukleofilik pada alkohol menghasilkan produk
yaitu tersier butil klorida. Adapun sifat dari tersier butil klorida sebagai berikut.
Tabel 1. Sifat Fisika dan Sifat Kimia Tersier Butil Klorida
Sifat Fisika dan Kimia Tersier Butil Klorida

Struktur 2 dimensi Struktur 3 dimensi


Rumus kimia C4H9Cl
Nama IUPAC 2-kloro-2-metilpropana
1,1-dimetiletil klorida
1-kloro-1,1-dimetiletana
Nama lain klorotrimetilmetana
trimetilklorometana
t-butil klorida
Massa molar 92.57 g/mol
Penampilan Cairan tidak berwarna
Massa jenis 0.851 g/mL
Titik leleh −26 °C (−15 °F; 247 K)
Titik didih 51 °C (124 °F; 324 K)
Titik nyala -9°C
Tekanan uap 34.9 kPa (20 °C)
Indeks bias 1.3848
Kelarutan dalam air Sedikit larut dalam air dan tercampur dengan alkohol dan eter
Stabil. Sangat mudah terbakar. Tidak sesuai dengan zat
Kestabilan
pengoksidasi kuat.
Reaksi Bila tert-butil klorida dilarutkan dalam air, ia mengalami
hidrolisis menjadi tert-butil alkohol. Bila dilarutkan dalam
alkohol, eter t-butil yang sesuai diproduksi.

IV. Alat dan Bahan


A. Alat

No Nama Alat Ukuran Jumlah


1. Gelas ukur 5 mL dan 25 mL 2 buah
2. Corong pisah 100 mL 1 buah
3. Gelas kimia 100 mL dan 500 mL 3 buah
4. Pipet tetes - 3 buah
5. Labu erlenmeyer 50 dan 100 mL 2 buah
6. Cawan penguap - 1 buah
7. Labu dasar bulat 100 mL 1 buah
8. Termometer - 1 buah
9. Kondensor - 1 buah
10. Statif dan klem - 1 set
11. Kaca arloji - 2 buah
12. Labu ukur 10 mL 1 buah
13. Spatula - 2 buah
14. Batang pengaduk - 1 buah
15. Kertas saring - Secukupnya
16. Selang - 2 buah
17. Heater - 1 buah

B. Bahan

No Bahan Jumlah
1. Aquades Secukupnya
2. HCl pekat mL
3. Tersier butil alkohol 5 mL
4. Larutan NaHCO3 jenuh 10 mL
5. Zat anhidrous (serbuk CuSO4 anhidrat) Secukupnya
6. Es batu Secukupnya

V. Prosedur Kerja dan Hasil Pengamatan

No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan


a. Subtitusi Nukleufilik
1 Didinginkan sebanyak 15 mL HCl HCl pekat berupa larutan yang tidak
pekat ke dalam penangas es, berwarna dan didapatkan HCl pekat yang
kemudian HCl dingin dimasukkan ke dingin
dalam corong pisah 100 mL
2 Ditambahkan 5 mL larutan tersier Tersier butil alkohol berupa larutan yang
butil alkohol tetes demi tetes sambil tidak berwarna. HCl pekat yang ditambahkan
di kocok dengan baik, tutup corong tersier butil alkohol tetap tidak berwarna
pisah dibuka sebelum menambahkan
kembali larutan tersier butil alkohol
3 Dilanjutkan pengocokan ± 20 menit Campuran HCl pekat dan tersier butil klorida
lagi setelah semua alkohol habis tetap tidak berwarna
ditambahkan
4 Campuran dibiarkan, sampai terlihat Terbentuk dua lapisan setelah campuran
jelas adanya dua lapisan yang terpisah dibiarkan
5 Lapisan bawah yang terbentuk Lapisan bawah berupa HCl yang tidak
dipisahkan sebagai HCl berwarna
6 Lapisan atas dicuci dengan 5 mL Terbentuk dua lapisan yaitu lapisan bawah
aquades dan kemudian 10 mL larutan yang berupa air dan lapisan atas yang berupa
natrium bikarbonat produk
7 Produk dikeringkan dengan zat Penambahan pertama serbuk CuSO4
anhidrous (serbuk CuSO4), kemudian anhidrous, warna serbuk yang awalnya abu
produk di saring dan didestilasi berubah menjadi berwarna biru, setelah
ditambahkan kembali serbuk CuSO4 warna
serbuk CuSO4 tidak berubah menjadi biru.
Hal ini menandakan bahwa produk sudah
tidak mengandung air
8 Produk didestilasi untuk Setelah dilakukan destilasi, dihasilkan
menghilangkan pelarut produk murni berupa larutan t-butil klorida
b. Pengujian produk
1 Fase gerak disiapkan yaitu n-heksana Campuran pelarut berupa larutan tidak
dan etil asetat dengan perbandingan berwarna
5:1 (5 mL n-heksana dan 1 mL etil
asetat) pada gelas kimia
2 Plat TLC disiapkan dengan panjang 5 Plat TLC memiliki dua sisi, sisi yang berisi
cm dan lebar 2 cm serbuk silika dan sisi yang lain berupa
aluminium
3 Diberikan tanda dengan jarak pada Pemberian tanda menggunakan pensil,
bagian bawah 1 cm untuk posisi awal karena pensil berupa karbon yang tidak larut
sampel dan bagian atas 0,5 cm
sebagai batas akhir fase gerak
4 Ditotolkan starting material dan Diberikan jarak 1 cm antara starting material
produk pada bagian bawah dan dan produk
diberikan tanda
5 Ditunggu selama 10 menit sampai Fase gerak bergerak pelahan pada plat TLC
fase gerak mencapai batas atas.
Diamati pergerakan fase gerak
6 Plat TLC diangkat dan diletakkan Terlihat bulatan berwarna biru yang
dibawah lampu UV. Plat TLC merupakan produk tersier butil klorida yang
diamatai menyerap gelombang cahaya UV

VI. Pembahasan

Reaksi substitusi nukleofilik alkohol untuk menghasilkan alkil halida yang


menggunakan HCl dimulai dengan proses mendinginkan 15 mL HCl pekat (37%) dengan
menggunakan penangas es. Konsentrasi HCl adalah 12,06 M, adapun perhitungannya yakni
10 x % HCl pekat x ρ
M
M r HCl
10 x 37 x 1,19 g/L
M
36,5 g/mol
M  12,06

Tujuan pendinginan dengan penangas es yaitu untuk membantu proses penghilangan


gas HCl. Gas tersebut timbul karena tingginya konsentrasi HCl, sehingga ketika proses
pengocokan jumlah gas yang dihasilkan oleh HCl berkurang dan mempermudah praktikan
untuk mengeluarkan sisa gas melalui keran pipa corong.
Prosedur kedua yakni menambahkan tetes demi tetes 5 mL tersier butil alkohol sambil
dikocok dengan baik. Ketika pengocokan, keran corong pemisah dibuka sesekali agar gas
HCl yang ada di dalam corong pisah dapat dikeluarkan. Hal ini dilakukan untuk menghindari
pecahnya corong pisah akibat tekanan yang berasal dari gas HCl. Pengocokan dilanjutkan
hingga ± 20 menit, hal ini bertujuan agar proses terbentuknya tersier butil klorida dapat
optimal. Setelah 20 menit, pengocokan dihentikan dan campuran didiamkan hingga terlihat
jelas adanya dua lapisan. Lapisan atas merupakan larutan yang tidak berwarna agak kental
seperti minyak, lapisan atas tersebut merupakan hasil reaksi yakni tersier butil klorida
(lapisan organik). Lapisan bawah berupa larutan yang tidak berwarna. Lapisan tersier butil
klorida berada di atas karena massa jenis (ρ) lebih kecil dari pada HCl yakni 0,84 g/mL dan
HCl 1,231 g/mL sehingga lapisan organik berada di atas.
Gambar 1. Pembentukan tersier butil klorida
Lapisan atas yakni tersier butil klorida dicuci dengan 5 mL aquades. Ke dalam corong
pemisah ditambahkan aquades, kemudian dikocok agar campuran merata dan tersier butil
klorida tercuci seluruhnya dengan aquades. Tujuan pencucian dengan aquades yakni untuk
menghilangkan zat pengotor yang kemungkinan ada, karena zat pengotor larut dalam aquades
sedangkan tersier butil klorida (zat organik) tidak, sehingga pengotor akan larut bersama
aquades dan dikeluarkan dari corong pisah. Setelah itu akan didapat tersier butil klorida yang
bebas dari zat pengotor. Selain dicuci dengan air, lapisan atas tersebut juga dicuci dengan
natrium bikarbonat. Ke dalam corong pemisah ditambahkan 10 mL natrium karbonat,
kemudian dikocok agar campuran merata dan tersier butil klorida tercuci seluruhnya dengan
natrium bikarbonat. Tujuan pencucian dengan natrium bikarbonat yakni untuk menetralkan
HCl yang kemungkinan masih tersisa di dalam campuran, sehingga akan didapat tersier butil
klorida yang lebih murni.
Kemudian, larutan tersier butil klorida ditambahkan zat anhidrous. Tujuan dari
penambahan zat anhidrous adalah untuk menghilangkan kadar air yang terdapat di dalam
tersier butil klorida. Zat anhidrous yang digunakan adalah padatan CuSO4 kareba padatan
tersebut mudah untuk diamati. Padatan CuSO4 yang tidak mengandung air berwarna putih.
Jika padatan CuSO4 menyerap air, maka warna padatan CuSO4 akan berubah menjadi biru
yang mengindikasikan masih terdapat kandungan air pada produk tersebut. Produk terus
ditambahkan padatan CuSO4 sampai padatan CuSO4 tidak berubah warna lagi menjadi biru.
Selanjutnya produk dipisahkan dengan zat anhidrous dengan cara disaring.

Gambar 2. Produk tersier butil klorida


Mekanisme reaksi yang terjadi yakni
CH 3 CH 3 CH 3
-H2O
CH 3 C OH + H Cl CH 3 C OH2 + Cl CH 3 C + Cl

CH 3 CH 3 CH 3

tersier butil alkohol Ion oksonium karbokation tersier

CH 3

CH 3 C Cl
CH 3
tersier butil klorida

Tersier butil klorida yang telah terbentuk yakni sebanyak 0,86 gram dimurnikan dan
diuji titik didihnya dengan cara destilasi, destilasi dilakukan dengan meletakkan tersier butil
klorida pada labu dasar bulat yang dihubungkan dengan termometer dan kondensor. Pada
kondensor atau pendingin dialirkan air agar uap yang terbentuk dari tersier butil klorida
diubah menjadi cairan (destilat) yang tidak berwarna. Suhu ketika destilat mulai menetes
yakni 50ºC. Untuk memastikan terbentuknya tersier butil klorida sebagai hasil reaksi,
dilakukan pengujian yaitu dengan kromatografi lapis tipis.
Senyawa hasil sintesis yang dihasilkan pada reaksi tersebut kemudian dianalisis
dengan menggunakan kromatografi lapis tipis, kromatografi merupakan suatu teknik
pemisahan yang menggunakan 2 fase yaitu gerak dan diam serta mengkuantifikasi macam-
macam komponen dalam suatu campuran yang kompleks baik dalam komponen organik
maupun komponen anorganik. Dalam praktikum ini digunakan lembaran tipis aluminium
yang ditutupi oleh bubuk silica sebagai fase diam dan fase gerak berupa campuran pelarut
yang sesuai dalam hal ini menggunakan pelarut n-hexana dan etil asetat.

Pada proses TLC pertama dilakukan penyiapan camber TLC yang kemudian diisi
pelarut n-hexana : etil asetat (5:1). Fungsi pelarut n-hexana sebagai pelarut ornaik non polar
sedangkan etil asetat sebagai pelarut polar. Sedangkan fase diamnnya menggunakan berupa
lempengan silika. Abseroben silika gel mampu menghasilkan proses pemisahan yang
optimal dan silika dapat membentuk ikatan hidrogen di permukaannya, karenan tu pada
permukaannya terikat gugus hidroksil. Silika gel bersifat polar, jika fase gerak yang
digunakan sifatnnya non polar. Maka pada saat campuran dimasukka senyawa-senyawa yang
semakin polar akan tertahan lama di fase stasioner.
Selanjutnnya plat diberi garis horizontal sebesar 0,5 cm dari atas dan 1 cm dari bawah
plat. Kemudian sampel ditotolkan pada plat TLC dengan mengunakan pipa kapiler dan
material awal ditotolkan pada sisi lainnya sebagai pembanding. Setelah itu dimasukkan
kedalam chamber dan diletakkan tegak hal ini bertujuan agar penyerapan bisa sealan dan
kecepatan naiknnya juga sama kemudian ditutup dengan kaca arloji yang bertujuan membuat
larutan menjadi jenuh dan diamati pergerakan eluennya. Karena sampel tidak berwarna
sehingga sulit untuk melihat hasil dari TLC yang telah dilakukan sehingga digunakan lampu
UV untuk melihat hasil dari TLC. Lampu UV digunakan karena senyawa organik banyak
menyerap panjang gelombang sinar UV sehinnga akan terlihat noda pada plat TLC

Adapun nilai Rf dari produk sample yang didapatkan dari praktikum dengan
menggunakan pelarut n-hexana : etil asetat (5:1) yaitu:

Sedangkan untuk material awalnnya yaitu ter-butil klorida tidak dapat terlihat hal ini
disebabkan senyawa tersebut tidak tampat dibawah sinar UV sehingga sulit untuk ditemukan
noda yang dihasilkan.

Gambar 3. Hasil pengujian kromatografi lapis tipis


Menghitung rendemen yang dihasilkan dengan cara sebagai berikut.
Diketahui: ρ tersier butil alkohol = 0,78 g/mL
ρ tersier butil klorida = 0,80 g/mL
massa tersier butil klorida yang diperoleh = 0,86 gram
Ditanyakan: massa tersier butil alkohol...?
m
ρ mρx v
v
massa tersier butil alkohol = 0,78 g/mL x 5 mL = 3,9 gram
maka mol tersier butil alkohol:
massa tersier butil alkohol 3,9 gram
mol    0,0527 mol
Mr tersier butil alkohol 74 gram/mol

Molaritas HCl 37% adalah:


 x 10 x %HCl 1,19 x 10 x 37
M  M  12,06 M
Mr HCl 36,5

Volume HCl yang digunakan adalah 15 mL sehingga mol HCl adalah:


mol = M x V = 12,06 M x 15 mL = 0,1809 mol
Reaksi:
(CH3)3COH(aq) + HCl(aq) → (CH3)3CCl(aq) + H2O(l)
Awal 0,0527 mol 0,1809 mol
Bereaksi 0,0527 mol 0,0527 mol 0,0527 mol 0,0527 mol
Setimbang 0 0,1282 mol 0,0527 mol 0,0527 mol
Berdasarkan reaksi di atas, pereaksi pembatas adalah tersier butil alkohol sehingga didapat
mol tersier butil klorida = 0,0527 mol, maka massa tersier butil klorida secara teoritis adalah:
massa tersier butil klorida
mol   massa  mol x Mr tersier butil klorida
Mr tersier butil klorida
 0,0527 mol x 92,5 gram/mol  4,87 gram

Sehingga persentase rendemen yang diperoleh yakni


massa yang diperoleh
% rendemen  x 100%
massa secara teoritis
0,86 gram
 x 100%  17,66 %
4,87 gram

massa secara teoritis - massa yang diperoleh


% kesalahan  x 100%
massa secara teoritis
4,87 - 0,86
 x 100%  82,34 %
4,87

Besarnya persentase kesalahan yang didapat diakibatkan karena proses pengocokan


berlangsung tidak optimal dan pencucian yang mengakibatkan tersier butil klorida terbuang
sehingga tersier butil klorida yang terbentuk sangat sedikit.
VII. Daftar Pustaka
Chemspider. Tanpa tahun. Tert-butyl chloride. Terdapat dalam
http://www.chemspider.com/Chemical-Structure.10054.html. Diakses pada 18
November 2017.
Nurlita, Frieda dan I Wayan Suja. 2004. Buku Ajar Praktikum Kimia Organik.
Singaraja: IKIP Negeri Singaraja
Suja, I Wayan dan Frieda Nurlita. 2000. Buku Ajar Kimia Organik 1. Singaraja:
Program Studi Pendidikan Kimia STKIP Singaraja.
Wikipedia. Tanpa tahun. Tert-butyl chloride. Terdapat dalam
https://en.wikipedia.org/wiki/Tert-Butyl_chloride#Reactions. Diakses pada 18
November 2017.

Anda mungkin juga menyukai