OLEH :
VA
JURUSAN KIMIA
2017
I. Hari/Tanggal
Rabu, 8 dan 15 November 2017
II. Judul
Reaksi Substitusi Nukleofilik
III. Dasar Teori
Senyawa organik dapat mengalami beberapa jenis reaksi kimia, salah satu reaksi
yang dapat terjadi pada senyawa organik yaitu reaksi substitusi. Reaksi substitusi
merupakan suatu reaksi yang berlangsung karena pergantian satu atom atau gugus atom
dalam suatu senyawa oleh atom atau gugus lain. Jika reaksi substitusi melibatkan
nukleofil, maka reaksi substitusi tersebut disebut dengan reaksi substitusi nukleofilik
(Suja dan Nurlita, 2003)
Nukleofil merupakan spesi yang menyukai inti karena bermuatan negatif atau
kaya akan elektron. Menurut kinetika reaksinya, reaksi substitusi nukleofilik dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu reaksi substitusi nukleofilik bimolukuler (SN 2) dan
reaksi substitusi nukleofilik unimolekuler (SN1). Reaksi substitusi nukleofilik
unimolekuler (SN1) merupakan reaksi substitusi nukleofilik yang laju reaksinya hanya
bergantung pada konsentrasi substrat dan tidak bergantung pada konsentrasi nukleofil,
sehingga persamaan lajunya sebagai berikut :
Laju reaksi = k [Substrat]
Pada reaksi SN1 reaksi yang terjadi tidak serempak, melainkan terjadi secara
bertahap. Tahapan yang terjadi dalam reaksi ini adalah pembentukan ion karbonium
yang berlangsung secara cepat. Ion karbonium terbentuk dari pemutusan secara
hidrolisis terhadap ikatan C-OH yang mana pemutusan gugus OH- merupakan gugus
pergi yang buruk sehingga diperlukan pereaksi H+ untuk melepaskan gugus OH- dalama
bentuk H2O. Ion karbonium merupakan hasil intermediet dalam suatu reaksi organik
dan akan menjadi stabil apabila mengikat gugus menyumbang elektron. Ion karbonium
dapat menerima pasangan elektron dari nukleofil dan membentuk ikatan baru.
Reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler (SN2) merupakan reaksi substitusi
nukleofilik yang laju reaksinya dipengaruhi oleh konsentrasi substrat dan konsentrasi
nukleofil, sehingga persamaan lajunya sebagai berikut :
Laju reaksi = k [Substrat] [Nukleofil]
Mekanisme yang terjadi dalam reaksi substitusi bimolekuler yaitu reaksi
substitusi yang terjadi pemutusan ikatan lama dan terbentuknya ikatan baru yang terjadi
secara serempak. Dalam mekanisme ini, gugus Y- menyerang dari arah yang
berlawanan dari gugus X, kemudian akan mencapai keadaan transisi yang mana
keadaan ini memiliki tingkat energi yang paling tinggi.
Pada reaksi susbtitusi nukleofilik ada beberapa faktor penentu yang dapat
mempengaruhi reaksi, antara lain : (1) Struktur substrat, (2) Sifat nukleofil, (3) Sifat
pelarut dan (4) Sifat gugus yang pergi. Struktur substrat (RX) mempengaruhi reaksi
substitusi yang terjadi. RX primer cenderung mengalami reaksi SN1 dan SN2. Hal ini
disebabkan oleh kerapatan elektron pada atom karbon yang mengikat gugus pergi.
Apabila ion karbonium yang dihasilkan semakin stabil maka mekanisme reaksi SN 1
akan semakin dominan. Sifat nukleofil kuat seperti alkoksida dan ion hidroksida
cenderung mengalami reaksi SN2, sedangkan nukleofil lemah seperti air dan alkohol
akan cenderung mengalami reaksi SN1, karena hal ini mempermudah substrat untuk
mengalami ionisasi dan menstabilkan ion yang dihasilkan. Apabila polaritasnya kecil
maka terjadinya ionisasi akan kecil sehingga dominan terjadi reaksi SN 2, sedangkan
yang polaritasnya besar maka ionisasi yang terjadi akan besar sehingga dominan terjadi
reaksi SN1.
Salah satu aplikasi reaksi substitusi nukleofilik yakni reaksi alkohol dengan
asam. Mekanisme reaksi dapat melalui SN1 ataupun SN2 tergantung pada struktur
alkohol yang bereaksi. Alkohol primer condong bereaksi melalui mekanisme SN2
sedangkan alkohol sekunder dan tersier cenderung bereaksi melalui mekanisme SN1.
Kedua mekanisme SN1 dan SN2 akan sangat baik bila dalam suasana asam. Hal ini
dikarenakan adanya gugus OH- yang merupakan gugus pergi yang buruk. Mekanisme
reaksi susbtitusi nukleofilik pada alkohol, yaitu sebagai berikut.
Substitusi terhadap gugus OH pada alkohol merupakan gugus pergi yang jelek. Agar
reaksi dapat berlangsung, maka harus dilakukan dalam suasana asam.
H
R O + H Cl R O + Cl-
H H (Suja, 2000)
+
OH2 merupakan gugus pergi yang baik, dan lepas sebagai molekul air (basa sangat
lemah). Suatu nukleofil lemah, misalnya ion halida (X -) dapat menggantikan molekul
air unuk membentuk alkil halida.
H H
-
+H +X
R O R OH R X + H 2O
(Suja, 2000)
Mekanisme reaksi substitusi nukleofilik pada alkohol menghasilkan produk
yaitu tersier butil klorida. Adapun sifat dari tersier butil klorida sebagai berikut.
Tabel 1. Sifat Fisika dan Sifat Kimia Tersier Butil Klorida
Sifat Fisika dan Kimia Tersier Butil Klorida
B. Bahan
No Bahan Jumlah
1. Aquades Secukupnya
2. HCl pekat mL
3. Tersier butil alkohol 5 mL
4. Larutan NaHCO3 jenuh 10 mL
5. Zat anhidrous (serbuk CuSO4 anhidrat) Secukupnya
6. Es batu Secukupnya
VI. Pembahasan
CH 3 CH 3 CH 3
CH 3
CH 3 C Cl
CH 3
tersier butil klorida
Tersier butil klorida yang telah terbentuk yakni sebanyak 0,86 gram dimurnikan dan
diuji titik didihnya dengan cara destilasi, destilasi dilakukan dengan meletakkan tersier butil
klorida pada labu dasar bulat yang dihubungkan dengan termometer dan kondensor. Pada
kondensor atau pendingin dialirkan air agar uap yang terbentuk dari tersier butil klorida
diubah menjadi cairan (destilat) yang tidak berwarna. Suhu ketika destilat mulai menetes
yakni 50ºC. Untuk memastikan terbentuknya tersier butil klorida sebagai hasil reaksi,
dilakukan pengujian yaitu dengan kromatografi lapis tipis.
Senyawa hasil sintesis yang dihasilkan pada reaksi tersebut kemudian dianalisis
dengan menggunakan kromatografi lapis tipis, kromatografi merupakan suatu teknik
pemisahan yang menggunakan 2 fase yaitu gerak dan diam serta mengkuantifikasi macam-
macam komponen dalam suatu campuran yang kompleks baik dalam komponen organik
maupun komponen anorganik. Dalam praktikum ini digunakan lembaran tipis aluminium
yang ditutupi oleh bubuk silica sebagai fase diam dan fase gerak berupa campuran pelarut
yang sesuai dalam hal ini menggunakan pelarut n-hexana dan etil asetat.
Pada proses TLC pertama dilakukan penyiapan camber TLC yang kemudian diisi
pelarut n-hexana : etil asetat (5:1). Fungsi pelarut n-hexana sebagai pelarut ornaik non polar
sedangkan etil asetat sebagai pelarut polar. Sedangkan fase diamnnya menggunakan berupa
lempengan silika. Abseroben silika gel mampu menghasilkan proses pemisahan yang
optimal dan silika dapat membentuk ikatan hidrogen di permukaannya, karenan tu pada
permukaannya terikat gugus hidroksil. Silika gel bersifat polar, jika fase gerak yang
digunakan sifatnnya non polar. Maka pada saat campuran dimasukka senyawa-senyawa yang
semakin polar akan tertahan lama di fase stasioner.
Selanjutnnya plat diberi garis horizontal sebesar 0,5 cm dari atas dan 1 cm dari bawah
plat. Kemudian sampel ditotolkan pada plat TLC dengan mengunakan pipa kapiler dan
material awal ditotolkan pada sisi lainnya sebagai pembanding. Setelah itu dimasukkan
kedalam chamber dan diletakkan tegak hal ini bertujuan agar penyerapan bisa sealan dan
kecepatan naiknnya juga sama kemudian ditutup dengan kaca arloji yang bertujuan membuat
larutan menjadi jenuh dan diamati pergerakan eluennya. Karena sampel tidak berwarna
sehingga sulit untuk melihat hasil dari TLC yang telah dilakukan sehingga digunakan lampu
UV untuk melihat hasil dari TLC. Lampu UV digunakan karena senyawa organik banyak
menyerap panjang gelombang sinar UV sehinnga akan terlihat noda pada plat TLC
Adapun nilai Rf dari produk sample yang didapatkan dari praktikum dengan
menggunakan pelarut n-hexana : etil asetat (5:1) yaitu:
Sedangkan untuk material awalnnya yaitu ter-butil klorida tidak dapat terlihat hal ini
disebabkan senyawa tersebut tidak tampat dibawah sinar UV sehingga sulit untuk ditemukan
noda yang dihasilkan.