KF KIMIA FISIKA
KATA PENGANTAR
Semoga bermanfaat.
Penyusun
DAFTAR ISI
1. Beracun/ toksik
Beracun artinya suatu zat dapat menimbulkan kecelakaan ataupun
kematian apabila tertelan, terhirup, atau terserap melalui kulit.
Contohnya merkuri dan sianida.
2. Mudah terbakar
Bahan-bahan yang sangat mudah menyala atau terbakar pada
keadaan normal. Contohnya alkohol dan kerosin.
3. Korosif
Korosif artinya bahan-bahan yang dapat merusak jaringan hidup bila
bersentuhan. Contohnya asam dan basa kuat.
4. Mudah meledak
Bahan-bahan yang mudah meledak bila terkena gesekan, benturan,
panas, atau kontak dengan api. Contohnya campuran hidrogen dan
oksigen.
5. Iritasi
Bahan-bahan yang dapat menimbulkan hilangnya pigmen atau
melepuh bila bersentuhan. Contohnya kloroform.
6. Radioaktif
Bahan-bahan yang dapat memancarkan sinar radioaktif yang dapat
mengakibatkan efek racun dalam waktu singkat ataupun lama.
Contohnya uranium.
TUJUAN :
Untuk menentukan berat molekul senyawa volatil berdasarkan
pengukuran masa jenis gas dan menerapkan pemakaian persamaan gas
ideal.
DASAR TEORI :
Gas mempunyai sifat bahwa molekul-molekulnya sangat berjauhan satu
sama lain sehingga hampir tidak ada gaya tarik menarik atau tolak
menolak diantara molekul-molekulnya sehingga gas akan mengembang
dan mengisi seluruh ruang yang ditempatinya, bagaimana pun besar dan
bentuknya. Untuk memudahkan mempelajari sifat-sifat gas ini baiklah
dibayangkan adanya suatu gas ideal yang mempunyai sifat-sifat :
1. Tidak ada gaya tarik menarik di antara molekul-molekulnya.
2. Volume dari molekul-molekul gas sendiri diabaikan.
3. Tidak ada perubahan energi dalam (internal energy = E) pada
pengembangan.
Sifat-sifat ini dimiliki oleh gas inert (He, Ne, Ar dan lain-lain) dan uap Hg
dalam keadaan yang sangat encer. Gas yang umumnya terdapat di alam
(gas sejati) misalnya: N2, O2, CO2, NH3 dan lain-lain sifat-sifatnya agak
menyimpang dari gas ideal.
Kerapatan gas dipergunakan untuk menghitung berat molekul suatu gas,
ialah dengan cara membendungkan suatu volume gas yang akan dihitung
berat molekulnya dengan berat gas yang telah diketahui berat molekulnya
(sebagai standar) pada temperatur atau suhu dan tekanan yang sama.
Kerapatan gas diidenfinisikan sebagai berat gas dalam gram per liter.
Untuk menentukan berat molekul ini maka ditimbang sejumlah gas
tertentu kemudian diukur pV dan T-nya. Menurut hukum gas ideal :
p V = n R T dimana n = m/BM……………………………………….(1)
sehingga,
p V = (m/BM) RT…………………………………………… ………(2)
dengan mengubah persamaan
p(BM) = (m/V) RT = ρRT…………………………….……………….(3)
di mana:
BM : Berat molekul
p : Tekanan gas
V : Volume gas
T : Suhu absolut
R : Tetapan gas ideal
ρ : Massa jenis
Bila gas ideal sifat-sifatnya dapat dinyatakan dengan persamaan yang
sederhana ialah pV = n R T, maka sifat-sifat gas sejati hanya dapat
dinyatakan dengan persamaan, yang lebih kompleks lebih-lebih pada
tekanan yang tinggi dan temperatur yang rendah. Bila diinginkan
penentuan berat molekul suatu gas secara teliti maka hukum-hukum gas
ideal dipergunakan pada tekanan yang rendah. Tetapi akan terjadi
kesukaran ialah bila tekanan rendah maka suatu berat tertentu dari gas
akan mempunyai volume yang sangat besar.. Untuk suatu berat tertentu
bila tekanan berkurang volume bertambah dan berat per liter berkurang.
Kerapatan yang didefinisikan dengan W/V berkurang tetapi perbandingan
kerapatan dan tekanan d/p atau W/pV akan tetap, sebab berat total W
tetap dan bila gas dianggap gas ideal pV juga tetap sesuai dengan
persamaan berikut :
p V = R T………………………………………………….(4)
M = R T = (d/p)o R T…………………………………….(5)
Suatu aliran dari udara kering yang bersih dilewatkan cairan yang diukur
tekanan uapnya. Ketelitian dari pengukuran ini tergantung pada kejenuhan
udara tersebut. Untuk menjamin kejenuhan ini maka udara dilewatkan
cairan tersebut secara seri. Bila V adalah volume dari w gram cairan
tersebut dalam keadaan uap, M berat mol cairan dan tekanan uap dari
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Timbang labu erlenmeyer kosong dan kering
2. Masukkan 5 ml cairan volatile ke dalam labu Erlenmeyer, tutup dengan
aluminium foil dan kencangkan dengan karet gelang. Kemudian dengan
menggunakan jarum dibuat lubang kecil pada aluminium foil.
DATA PENGAMATAN
CARA PERHITUNGAN
1. Menghitung volume erlenmeyer
massa air aquadest = … gr
Temperatur air dalam labu = …0C
Densitas air () = … gr/ ml (dari tabel)
Maka volume erlenmeyer = massa air : densitas air
2. Menghitung BM zat volatil dengan menggunakan rumus gas ideal
g = massa zat volatil (g)
P = tekanan dalam erlenmeyer = tek atmosfer (atm)
T = temperatur zat volatil = …. 0C + 273 = … K
V = volume erlenmeyer (L)
R = 0,082 L.atm/mol.K
Persamaan gas ideal :
PV = nRT
PV = g/BM.RT
BM = g.RT/PV
BM hasil percobaan = … gr/mol
BM teoritis = …. gr/mol
TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan :
1. Dapat menentukan panas pelarutan CuSO4.5H2O dan CuSO4.
2. Dapat menghitung panas reaksi dengan menggunakan Hukum
HESS.
DASAR TEORI
Perubahan entalpi yang menyertai pelarutan suatu senyawa
disebut panas pelarutan. Panas pelarutan ini dapat meliputi panas hidrasi
yang menyertai pencampuran secara kimia, energy ionisasi bila senyawa
yang dilarutkan mengalami peristiwa ionisasi. Pada umumnya panas
pelarutan untuk garam-garam netral dan tidak mengalami dissosiasi
adalah positif, sehingga reaksinya isotermis atau larutan akan menjadi
dingin dan proses pelarutan berlangsung sacara adiabatis. Panas hidrasi,
khususnya dalam system berair, biasanya negative dan relative besar.
Perubahan entalpi pada pelarutan suatu senyawa tergantung pada
jumlah, sifat zat terlarut dan pelarutnya, temperature dan konsentrasi awal
dan akhir dari larutannya.
Jadi panas pelarut standar didefinisikan sebagai perubahan entalpi
yang terjadi pada suatu system apabila 1 mol zat terlarut dilarutkan dalam
n1 mol pelarut pada temperature 25 C dan tekanan 1 atmosfer.
Dimana :
H = entalpi dari n1 + n2 mol larutan dari komponen 1 dan 2 pada
suhu T relative terhadap temperature T0.
∆Hs2 = panas pelarutan integral dari komponen 2 pada suhu T.
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Menentukan tetapan harga kalorimeter
a. Masukkan 50 ml air aquadest ke dalam kalorimeter.
b. Ukur dan mencatat suhu air dalam kalorimeter (t1).
c. Panaskan air sebanyak 50 ml ke dalam gelas kimia 100 ml
10℃ di atas temperature kamar (t2).
d. Tuangkan air yang telah dipanaskan ke dalam kalorimeter.
e. Aduk dan catat suhu campuran yang merupakan suhu
tertinggi (t3).
2. Menentukan panas pelarutan dan panas reaksi
a. Masukkan aquades ke dalam kalorimeter sebanyak 100ml dan
mengaduknya.
b. Suhu mula-mula dicatat dan setiap 30 detik sampai suhu tidak
berubah.
c. Tambahkan 5 gram CuSO4.5H2O ke dalam kalorimeter dan
mengaduknya.
d. Catat perubahan suhu setiap 30 detik selama 5 menit.
e. Ulangi langkah a sampai dengan d dengan menggunakan
serbuk CuSO4 anhidrat.
Catatan :
Serbuk CuSO4 penta hidrat (CuSO4.5H2O) dihaluskan pada mortar.
Serbuk CuSO4 anhidrat diperoleh dengan jalan memanaskan CuSO4
penta hidrat sampai warnanya berubah dari biru menjadi putih. Simpan
dalam desikator sampai dingin dan selanjutnya ditimbang.
DATA PENGAMATAN
1. Menentukan harga kalorimeter
Suhu air dingin (t1) =
Suhu air panas (t2) =
Suhu campuran (t3) =
2. Menentukan panas pelarutan dan panas reaksi
Waktu Penambahan CuSO4 Penambahan CuSo4
(menit) hidrat (℃) anhidrat (℃)
0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
CARA PERHITUNGAN
Penentuan Tetapan Kalorimeter
ΔT1 kalor lepas air panas = Tair panas - Tpencampuran
ΔT2 kalor diterima air dingin = Tpencampuran - Tair dingin
Kalor yang dilepas air panas :
m = air . V
Q = m . c . ∆T1
Kalor yang diterima air dingin
Q = m . c . ∆T
Asas black
Kalor yang dilepas = Kalor yang diterima
Qair panas = Qair dingin + Qkalorimeter
Qkalorimeter = Qair panas - Qair dingin
m = massa air
Cp = panas jenis larutan = panas jenis air = 4,2 J.g/˚C
X = tetapan kalorimeter
TUJUAN :
1. Dapat menghitung panas netralisasi sesuai dengan percobaan
2. Dapat menunjukan proses reaksi netralisasi
DASAR TEORI
Kalorimeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
perubahan panas. Hal ini karena mengisap panas, sehingga tidak semua
panas terukur. Kalorimeter yang digunakan dalam keadaan sederhana
adalah kalorimeter adiabatik. Di laboratorium alat ini merupakan alat ukur
yang teliti, dan secara sederhana kita mengatakan bahwa bejana panas
mengalir ke dalam atau keluar dari sistem.
Penyerapan atau pelepasan kalor yang menyertai suatu reaksi
dapat diukur secara eksperimen.Dikenal beberapa macam kalor reaksi
bergantung pada tipe reaksinya. Diantaranya adalah kalor netralisasi,
kalor pembentukan, kalor penguraian, dan kalor pembakaran. Pada
volume tetap, kalor yang menyertai proses tersebut merupakan
perubahan energi dalam, sedangkan pada tekanan tetap adalah
perubahan entalpi.eksperimen dilaboratorium lebih banyak dilakukan pada
tekanan tetap, sehingga kalor yang dihasilkannya merupakan perubahan
entalpi.
Pada tekanan tetap hukum pertama untuk suatu transformasi
kalorimeter :
H = Qp = 0
Perubahan panas dalam keadaan ini dapat dinyatakan :
K (T1) + R (T1) K (T2) + R (T2), P = Konstan
Dimana :
K = kalorimeter
R = reaktan
P = produk ( hasil reaksi)
Jika kapasitas panas kalorimeter dan hasil reaksi diketahui, panas reaksi
T1 dan dapat dihitung dari pengukuran temperatu T1 dan T2.
Dalam keadaan encer dari asam kuat dan basa kuat dapat
reionisasi sempurna menjadi ion-ionnya. Begitu juga garamnya yang
berasal dari asam kuat dan basa kuat akan terionisasi sempurna menjadi
ion-ionnya dalam larutan. Reaksi asam kuat dengan basa kuat disebut
reaksi.
Netralisasi yang dapat dituliskan sebagai berikut :
H+ + OH-<-- - - - - >H2O
Panas yang terjadi tidak bergantung sifat dari anion asamnya dan
kation basanya. Jika asam atau basa tidak terionisasi sempurna, sebagai
contoh : asam asetat reionisasi sebagian dalam larutan dan ternetralisasi
oleh natrium hidrokasida yang reaksinya sebagai berikut :
CH3COOH + OH-< - - - - - >CH3COO- + H2O
Mekanismenya berlangsung dua tingkat reaksi yaitu :
CH3COOH→CH3COO- + H+
H+ + OH-→H+
Panas netralisasi pada reaksi ini merupakan pans penggabungan
ion H+ dan OH- melepaskan energi yang harus digunakan pada disosiasi
PROSEDUR PERCOBAAN
a. Penentuan Tetapan Kalorimeter
1. Masukkan 50 ml air aquadest ke dalam kalorimeter.
2. Ukur dan catat suhu air dalam kalorimeter (t1).
3. Panaskan air sebanyak 50 ml ke dalam gelas kimia 100 ml 10℃ di atas
temperature kamar (t2).
4. Tuangkan air yang telah dipanaskan ke dalam kalorimeter.
5. Aduk dan catat suhu campuran yang merupakan suhu tertinggi (t3).
Waktu (detik) Temperatur (T)
30
60
90
Dst
CARA PERHITUNGAN
Penentuan Tetapan Kalorimeter
ΔT1 kalor lepas air panas = Tair panas - Tpencampuran
ΔT2 kalor diterima air dingin = Tpencampuran - Tair dingin
Kalor yang dilepas air panas :
m = air . V
Q = m . c . ∆T1
Kalor yang diterima air dingin
Q = m . c . ∆T
Asas black
Kalor yang dilepas = Kalor yang diterima
Qair panas = Qair dingin + Qkalorimeter
Qkalorimeter = Qair panas - Qair dingin
TUJUAN :
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan :
1. Dapat menentukan harga kb suatu pelarut
2. Dapat menghitung berat molekul suatu zat yang tidak mudah menguap
dengan metode titik beku.
DASAR TEORI
Bila suatu zat yang sukar menguap, dilarutkan dalam zat pelarut, akan terjadi
suatu peristiwa penurunan tekanan uap. Akhirnya pada suhu tertentu
tekanan uap ini akan selalu lebih rendah dari tekanan murninya. Besarnya
tekanan uap ini akan terkandung dari banyaknya zat yang dilarutkan.
Perubahan tekanan mengakibatkan adanya gangguan kesetimbangan
dinamis dari larutan.
Semakin besar penambahan mol zat terlarut makin banyak penurunan
tekanan uap.Untuk larutan yang sangat encer maka tekanan uap zat terlarut
dapat diabaikan
Menurut Hukum Roult :
P = X1 . Po
X1 = P/Po
Dimana :
P = tekanan uap larutan,
Po = tekanan uap murni, dan
X1 = mol fraksi zat pelarut/molfraksi zat padatan murni = 1,
maka persamaan diatas dapat disederhanakan terlarut.
Dari persamaan diatas dapat ditarik ln, sehingga persamaan menjadi :
ln P/Po = ln X1
X1+X2 =1 X1 = 1- X2
ln P/Po = ln (1-X2)
Dimana :
G1 = Berat Pelarut
G2 = Berat Zat Terlarut
∆Tb = Penurunan Titik Beku
Kb = Penurunan titik beku molal yaitu merupakan sifat khusus
pelarut menunjukkan penurunan titik beku apabila 1 mol zat
terlarut dilarutkan dalam 1000 gram pelarut.
Titik beku adalah suhu pada tekanan, saat terjadi perubahan wujud
cair menjadi padat. Hal ini terjadi karena, pada umumnya zat terlarut lebih
suka berada fase cair dibandingkan fase padat, akibatnya pada saat proses
pendinginan berlangsung lautan akan mempertahankan fasenya dalam
keadaan cair.
Oleh karena itu, dibutuhkan suhu yang lebih rendah (dari titik beku larutnya
agar larutan tersebut dapat membeku seluruhnya). Selisih antara titik beku
pelarut dan titik beku larutan disebut Penurunan Titik Beku larutan
Kita ketahui adalah 0℃. Dengan adanya zat tersebut zat terlarut
misalnya saja gula yang ditambahkan dalam air maka titik beku larutan ini
tidak sama dengan 0℃ melainkan akan menjadi lebih rendah atau dibawah
0℃. Itulah penyebab terjadinya penurunan titik beku yaitu oleh masuknya
suatu zat terlarut atau dengan kata lain cairan tersebut menjadi tidak murni,
maka akibatnya titik bekunya berubah.
5. Piknometer 25 ml atau 50 ml
6. Kaca Arloji
7. Alumunium foil
8. Bak/WadahAlat (untukBatuEs)
9. Botol Aquadest
KESELAMATAN KERJA
Untuk menjaga keselamatan dalam melakukan percobaan ini gunakan jas
lab, sarung tangan karet, masker dan kacamata.
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Tentukan berat jenis asam asetat glacial dengan menggunakan
piknometer atau aerometer
2. Ambil 50 ml pelarut dimasukkan dalam alat sambil didinginkan,
mencatat suhunya untuk setiap 30 detik, hingga suhu konstnn,
kemudian melihat sudah membeku atau belum.
3. Cairkan pelarut kembali, kemudian menambahkan zat yang sudah
diketahui berat molekulnya (naftalena) 2 gram, mendinginkan lagi dan
mencatat suhunya setiap 30 detik hingga suhu tetap sampai membeku
4. Catat selisih titik beku dari percobaan 2 dan 3
5. Ulangi percobaan 2 dan 3 dengan megambil zat terlarut yang akan
dicari berat molekulnya (zat x).
DATA PENGAMATAN
No. Waktu Temperatur Temperatur
(detik) Asam asetat glasial (˚C) Asam asetat glasial+2 gr
Naftalen
1. 0
2. 30
3. 60
4. 90
5. 120
6. 150
CARA PERHITUNGAN
1. Mencari Nilai Kb
𝑀 × ∆𝑇𝑏 × 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 𝐺𝑙𝑎𝑠𝑖𝑎𝑙
𝐾𝑏 =
1000 × 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑁𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛𝑎
PERTANYAAN
1. Apa yang disebut titik beku suatu zat ?
2. Apa yang disebut penurunan titik beku molal ?
3. Apa yang menyebabkan turunnya tekanan uap pada pemberian zat
terlarut ?
TUJUAN :
Untuk menentukan berat molekul suatu zat dengan metode kenaikan titik
didih.
DASAR TEORI:
Sifat Koligatif Larutan
Sifat-sifat yang bergantung jumlah partikel (molekul atau ion) dari zat
terlarut bukan pada sifat fisik dan kimianya disebut sifat koligatif. Sifat
koligatif larutan yaitu, penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih,
penurunan titik beku dan tekanan osmotik (Hadzija, 1995). Disebut sifat
koligatif karena mereka bergantung pada berapa banyak molekul atau ion zat
terlarut hadir, dan bukan pada apa partikel (asalkan mereka tidak mudah
menguap dan hanya muncul dalam fase cair). Sifat koligatif ini penting bagi
pemula ahli kimia karena mereka memberikan informasi tentang jumlah
partikel zat terlarut, tentang berat molekul dan derajat ionisasi dalam larutan.
Sifat koligatif berharga untuk Arrhenius karena ia bisa menunjukkan bahwa
partikel yang lebih hadir dalam larutan daripada molekul zat terlarut, karena
itu molekul zat terlarut terpisah menjadi ion. Pada saat ini, sifat koligatif
merupakan salah satu yang paling berguna dalam menentukan berat molekul
bahan yang diketahui (Dickerson, dkk., 2009)
Hukum Raoult merupakan dasar dari empat macam sifat larutan encer
yang disebut sifat koligatif. Kata koligatif berasal dari kara
Latin colligare yang berarti berkumpul bersama, karena sifat ini bergantung
pada pengaruh kebersamaan (kolektif) semua partikel dan tidak pada sifat
dan keadaan partikel. Sifat koligatif larutan ada empat macam yaitu
penurunan tekanan uap (ΔP), kenaikan titik didih (ΔTd), penurunan titik beku
(ΔTb) dan tekanan osmosis (π). Sifat kologatif dapat digunakan untuk
menentukan massa molekul relatif suatu zat. (Hiskia Achmad, 1996 : 35-36)
Menurut hukum Roult, kenaikan titik didih (ΔTd = boiling point elevation)
sebanding dengan hasil kali kemolalan larutan (m) dengan kenaikan titik
didih molal (Kd). Kenaikan titik didih dapat dirumuskan sebagai berikut :
ΔTd = m x Kd
α = jumlah molekul zat yang terurai / jumlah molekul mula-mula yang sama.
Untuk menentukan kenaikan titik didihnya dapat dinyatakan sebagai berikut :
ΔTd = m x Kd x i
Apabila zat padat yang tidak mudah menguap dilarutkan dalam pelarut,
makatekanan uap akhirnya akan turun sehingga titik didih larutan akan naik
dan titik bekunya akan turun dibandingkan dengan pelarut murni.Untuk
larutan ideal, menurut Raoult kenaikan titik didih sebanding dengan jumlah
zat terlarut dan dapat ditunjukkan dengan hubungan:
∆T = Kd.m
atau
Kd = MAWA ∆T/(1000 WB)
dimana
∆T : Kenaikan titik didih
Kd: Tetapan kenaikan titik didih molal
m : Molalitas zat terlarut
WA: Massa pelarut (gram)
WB: Massa zat terlarut (gram)
MB : Berat molekul zat terlarut
Harga Kd dapat diketahui jika massa m zat terlarut diketahui. Jadi dari
penentuan titik didih pelarut murni, dan kenaikan titik didih larutan yang
diketahui konsentrasinya, dapat ditentukan berat molekul zat terlarut.
PROSEDUR PERCOBAAN:
1. Timbang 5,5 g glukosa dan 5,5 g zat X
2. Panaskan 50 ml aquadest dalam erlenmeyer dan ukur titik didihnya
3. Larutkan glukosa ke dalam 50 ml aquadest lalu panaskan dan ukur titik
didihnya
4. Lakukan no. 3 terhadap zat X
5. Ulangi langkah di atas sekali lagi
CARA PERHITUNGAN
1. Mencari Nilai Kd
𝑀 × ∆𝑇𝑏 × 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟
𝐾𝑑 =
1000 × 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎
2. Menentukan BM zat x dengan rumus yg sama
1000 𝐾𝑏 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎
𝑀2 =
𝛥𝑇𝑏 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟
PERTANYAAN:
1. Mengapa tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut
murni?
2. Mengapa titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarut murni?
3. Bagaimana persamaan untuk menentukan kenaikan titik didih pada
teori jika larutannya adalah larutan elektrolit (gunakan persamaan ini
untuk menghitung hasil percobaan yang menggunakan larutan
elektrolit).
TUJUAN :
1. Dapat mengenal prinsip-prinsip hasil kali kelarutan.
2. Menghitung kelarutan elektrolit yang bersifat sedikit larut.
3. Menghitung panas pelarutan (ΔH°) PbCl2, dengan menggunakan sifat
ketergantungan Ksp pada suhu.
DASAR TEORI
Hasil kali kelarutan (Ksp) senyawa dapat ditentukan dari percobaan
laboratorium dengan mengukur kelarutan (massa senyawa yang dapat larut
dalam tiap liter larutan) sampai keadaan tepat jenuh. Dalam keadaan itu,
kemampuan pelarut telah maksimum untuk melarutkan atau mengionkan
zat terlarut. Kelebihan zat terlarut walaupun sedikit akan menjadi endapan.
Hasil kali kelarutan dalam keadaan sebenarnya merupakan nilai akhir yang
dicapai oleh hasil kali ion-ion ketika kesetimbangan tercapai antara fase
padat dari garam yang hanya sedikit larut dan larutan itu. Hasil kali
konsentrasi dari ion-ion pembentuknya untuk setiap suhu tertentu adalah
konstan, dengan konsentrasi ion dipangkatkan bilangan yang sama dengan
jumlah masing-masing ion yang bersangkutan.
Kelarutan merupakan jumlah zat yang terlarut yang dapat larut dalam
sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh. Sedangkan hasil kali
kelarutan merupakan hasil akhir yang dicapai oleh hasil kali ion ketika
kesetimbangan tercapai antara fase padat dari garam yang hanya sedikit
larut dalam larutan tersebut. Kelarutan suatu elektrolit ialah banyaknya mol
elektrolit yang sanggup melarut dalam tiap liter larutannya. Jika konsentrasi
ion total dalam larutan meningkat, gaya tarik ion menjadi lebih nyata dan
aktivitas (konsentrasi efektif) menjadi lebih kecil dibandingkan konsentrasi
stoikhiometri atau terukurnya. Untuk ion yang terlibat dalam proses
pelarutan, ini berarti bahwa konsentrasi yang lebih tinggi harus terjadi
Hasil kali kelarutan hasil kali konsentrasi ion-ion suatu elektrolit (Ksp)
dalam larutan yang tepat jenuh. Timbal Chlorida (PbCl2) jenuh dapat ditulis
sebagai berikut :
PbCl2(s) Pb2-(aq) + 2 Cl-(aq)
Konstanta keseimbangan termodinamika untuk persamaan reaksi diatas
adalah:
(𝑎𝑃𝑏 −2 )(𝑎𝐶𝑙− )2
𝐾𝑎 =
(𝑎𝑃𝑏𝐶𝑙2 (𝑠) )
3. Buret 50 ml
4. Thermometer 100°C
5. Hot Plate
6. Gelas kimia
7. Pipet ukur 10 ml, 25 ml
8. Bola karet
9. Corong
10. Spatula
11. Pengaduk
12. Kaca arloji
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Menyiapkan larutan Pb(NO3)2 0,075 M dan KCl 1 M, lalu
menempatkan KCl pada buret 50 ml.
2. Menyiapkan larutan seperti pada tabel dibawah ini dengan cara
menambahkan 10 ml 0,075 M Pb(NO3)2 ke dalam tiap tabung reaksi,
kemudian tambahkan KCl 1,0 M (0,5 ml; 1,0 ml; 1,2 ml; 1,4 ml; 1,5 ml;
2,0 ml) sampai ketelitian 0,1 ml. Pada saat pencampuran dan setelah
pencampuran tabung reaksi harus dikocok. membiarkan selama 5
menit dan mengamati apakah sudah terbentuk endapan atau belum
dan catat hasil pengamatan pada tabel 1 serta volume KCl 1,0 M yang
dapat menyebabkan terjadinya perubahan suhu
3. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 1 pada tabung yang
sudah terbentuk endapan dan tabung yang belum terbentuk endapan,
mengulangi langkah diatas untuk menentukan banyaknya volume KCl
1,0 M yang dapat menyebabkan terbentuknya endapan dengan
ketelitian 0,5 ml. Mencatat hasil pengamatan pada tabel 2 mencatat
DATA PENGAMATAN
No Volume Pb(NO3)2 (ml) Volume KCl (ml) Pembentukan endapan Suhu
(sudah/belum) (oC)
1 10 0,5
2 10 1,0
3 10 1,2
4 10 1,4
5 10 1,5
6 10 2,0
CARA PERHITUNGAN
1. Membuat Kurva Ksp sebagai Fungsi Suhu (oC)
Ksp = [Pb2+][Cl-]2
M Pb(NO3)2 x V Pb(NO3)2
[Pb2+] = V total
M KCl x V KCl
[Cl-] = V total
2. Menghitung Nilai ∆H°, Ksp PbCl2, dan Besar Kesalahan Nilai Ksp PbCl2,
Kelarutan PbCl2 dalam air
a. Nilai ∆H° diperoleh dari slope grafik log Ksp vs 1/T
−∆H° 1
ln Ksp = . T + konstanta
R
atau
−∆H° 1
log Ksp = 2,303 R . 𝑇 + konstanta
-∆H°
slope = 2,303 R
Volume Pb(NO3)2 (ml) Volume KCl (ml) Ksp Kelarutan PbCl2 (g/L)
10 1,5
10 2,0
10 2,5
10 3,0
10 3,5
TUJUAN :
Mempelajari kelarutan suatu zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling
campur dan menentukan harga konstanta distribusinya.
DASAR TEORI
Jika dua zat pelarut yang tak tercampur (insoluble solvent) saling
kontak satu dengan yang lain, kemudian ditambahkan zat terlarut (solute) ke
dalamnya maka terjadi distribusi zat terlarut pada kedua-dua zat pelarut
tersebut. Artinya terjadi perpindahan massa zat terlarut dari zat pelarut satu
ke yang lain secara bolak balik.
Bila kecepatan distribusi ini tetap, maka dikatakan terjadi
“kesetimbangan distribusi”. Perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam zat
pelarut menjadi tetap harganya dan disebut sebagai Koefisien Distribusi (K)
yang dapat dihitung sebagai berikut :
(C A )org
K= ……………………………………………………… (1)
(C A )aq
dengan :
(C A )org = konsentrasi zat terlarut dalam zat organik, mol/l
Penambahan suatu zat terlarut ke dalam dua pelarut yang tidak saling
campur akan menyebabkan zat terlarut tersebut terdistribusi atau terbagi
antara kedua pelarut tersebut dengan perbandingan tertentu. Distribusi zat
terlarut ke dalam masing-masing pelarut ini sesuai dengan tingkat
kepolarannya hingga mencapai titik kesetimbangan. Konstanta distribusi
dapat ditentukan dengan melakukan titrasi air dengan larutan NaOH standar
dan indikator pp. Ada penambahan zat ketiga berupa asam asetat dan asam
oksalat, sehingga zat terdistribusi antara lapisan air dan dietil eter, dilakukan
pemisahan dan hasil pisahan berupa air dititrasi dengan NaOH standar
dengan bantuan indikator pp yang akan menunjukkan titik akhir titrasi.
CH 3 COOH + NaOH → CH 3 COONa + H 2 O
C 2 H 2 O 4 .2H 2 O + 2NaOH → Na 2 C 2 O 4 + 4H 2 O
Hukum Distribusi
Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut
maka akan terjadi pembagian kelarutan. Dalam praktek solute akan
terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok
dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua
pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap.
Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien
distribusi dinyatakan dengan rumus sebagai berikut (Purwani, 2008):
Kd = C 1 /C 2 atau Kd = C a /C 0
Ekstraksi Pelarut
DATA PENGAMATAN
No. Larutan Mula-mula Setelah distribusi
Asam Volume NaOH (V1), mL Volume NaOH (V2), mL
Asetat I II III I II III
1.
2.
3.
CARA PERHITUNGAN
1. Hitung (C A )aq mula – mula
TUJUAN :
Setelah melakukan percobaan ini mahasiwa diharapkan :
1. Mengetahui dan dapat membuktikan bahwa campuran dua buah (atau
lebih) azeotropik atau zeotropik.
2. Dapat membuat diagram fase dua komponen.
3. Dapat menentukan indeks bias suatu zat atau campuran dengan
menggunakan reflaktometer.
4. Mengikuti penerapannya pengetahuan ini di beberapa industri kimia
(pabrik arak dan spiritus).
DASAR TEORI
DISTILASI
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan
kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap
(volatilitas) suatu bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan
sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam
bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih
dulu.
Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan
massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu
larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Model
ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton.
Distilasi yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah distilasi
campuran biner, dimana zat yang digunakan adalah campuran alcohol dan
aquadest dengan komposisi yang variasi.
Campuran azeotrop adalah campuran suatu zat dimana zat tersebut
memiliki titik didih minimal atau titik didih maksimal. Susunan campuran
azeotrop tergantung dari tekanan yang dipakai untuk membuat larutan-
Azeotrop
Bila campuran dua buah zat cair yang saling melarut dengan baik,
dipanaskan sambil tekanan uap diusahakan konstan, maka titik didih dan
komposisi uapnya tergantung dari komposisi campuran zat cairnya.
Hubungan antara titik didih pada komposisi tertentu dari campuran zat cair
itu dengan komposisi uapnya dapat dilukiskan dalam sebuah gambar kurva
berikut :
1. Campuran Zeotropik
Bila garis kurva tidak menunjukkkan titik maksimum
ataupun minimum pada titik didih campuran zat cair
itu, maka titik didih campuran zat cair terletak
antara titik didih zat-zat cair murninya. Campuran
ini disebut camouran zeotropik.
Pada penyulingan zat cair semacam ini.
Komposisi destilatnya lebih banyak mengandung zat cair yang bertekanan
uap lebih besar dibandingkan dengan komposisi campuran. Zat cair
yangsedang disuling itu. Oleh karena itu campuranzat cair ini dapat
dipisahkan menjadi zat-zat cair murninyamelalui penyulingan berkali-kali.
2. Campuran aseotropik
a. Bila titik–titik didih campuran dua zat cair yang
saling melarut menunjukkan adanya titik
maksimum, maka campuran ini disebut campuran
azeotropik. Pada titik dimana garis titik –titik didih
KESELAMATAN KERJA
Dalam percobaan ini gunakan jas praktikum dan kaca pelindung, dan jangan
menghirup zat yang digunakan. Dan pada destilasi dilakukan dalam lemari
asam.
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Menyiapkan seperangkat alat distilasi
2. Lalu dipasangkan/dirangkai sesuai gambar pada jobsheet
DATA PENGAMATAN
Massa Titik
Nama Rumus Densitas Indeks
No molekul didih
zat molekul (gram/cm3) Bias
(gram/mol) (oC)
1 Etanol C2H5OH
2 Air H2O
Cara Perhitungan
Fraksi mol
𝒎𝒐𝒍 𝒆𝒕𝒂𝒏𝒐𝒍
X etanol = 𝒎𝒐𝒍 𝒆𝒕𝒂𝒏𝒐𝒍+ 𝒎𝒐𝒍 𝒂𝒒𝒖𝒂𝒅𝒆𝒔𝒕
PERCOBAAN IX : ADSORBSI
KF (ISOTERM FREUNDLICH)
TUJUAN :
1. Mempelajari proses adsorbsi karbon aktif denagn larutan asam organik.
2. Mempelajari besarnya Tetapan Isoterm Absorbsi Freundlich.
DASAR TEORI
Adsorbsi adalah gejala mengumpulkan molekul-molekul suatu zat
(gas, cair) pada permukaan zat lain (padatan, cair) akibat adanya
kesetimbangan gaya. Zat yang mengadsorbsi disebut adsorben dan zat yang
teradsorbsi disebut adsorbat. Adsorben umumnya adalah padatan
sedangkan adsorbat umumnya adalah padatan sedangkan adsorbatnya
adalah cairan atau gas.
Proses adsorbsi merupakan proses kesetimbangan baik adsorbsi gas
maupun cairan. Contoh proses adsorbsi yang digunakan sehari-hari
misalnya : penyerapan air oleh zat pengering, penghilang warna dalam
industry tekstil.
1. Pengering udara/pengambilan uap air dengan silika gel di laboratorium.
2. Penghilang zat warna, bau.
3. Penghilang zat warna pada pabrik gula.
Proses adsorbsi ini dipengaruhi oleh beberapa factor :
1. Konsentrasi, makin besar konsentrasi absorbat maka jumlah yang
teradsorbsi makin banyak begitu juga luas permukaan kontak.
2. Temperatur, makin besar temperatur maka adsorbsi makin kecil karena
proses adsorbsi merupakan proses yang isothermal.
3. sifat adsorben dan absorbat
b. Proses adsorbsi fisika, yaitu proses adsorbsi yang tidak disertai reaksi
kimia. Ikatan yang terjadi proses ini adalah ikatan Van Der Waals yang
relative lemah. Pada adsorbsi ini panas yang dilepaskan relative kecil
dan umumnya terjadi pada satu lapis (monolayer).
Contoh :
Adsorbsi uap air dengan CaCl2 atau silica gel.
Adsorbsi asam asetat, asam oksalat oleh karbon aktif.
K (ST )( A)
(SA) = (5)
1 + K (A)
atau
(SA) K ( A)
= (6)
(ST ) 1 + K(A)
KCA X A*
XA = (9)
1 + KCA
2. Model Freundlich
Model ini didasarkan pada anggapan bahwa tidak hanya satu lapisan
molekul adsorbat saja yang terjerap adsorben, sehingga lapisan permukaan
padatan tidak terbatas. Setelah permukaan padatan menjerap satu lapisan
molekul adsorbat, maka adsorbat tersebut membentuk lapisan penjerap baru
dan menjerap adsorbat lainnya. Teori freundlich menghasilkan persamaan
kesetimbangan
1
SA
atau SA = K(A)
n
K = (10)
( A) 1
n
1
X A = K.CA n (11)
Jika n=1 maka diosebut sebagai model adsorpsi linier dan umumnya untuk
kadar adsorbat yang rendah. Model Freundlich biasanya sesuai untuk proses
penjerapan bahan kimia oleh karbon aktif pada konsentrasi yang cukup tinggi
dalam air atau air limbah.
X = jumlah zat(gr,mol) yang teradsorbsi oleh m gr adsorben
C = konsentrasi zat terlarut yang bebas
k dan n = tetapan isotherm Freunlich
Persamaan ini berlaku untuk gas dan cair
V = K P^1/n
V = jumlah gas teradsorbsi persatuan massa adsorben pada tekanan P
k dan n = tetapan tekanan P
KESELAMATAN KERJA
• Dalam percobaan ini yang harus diperhatikan adalah pengenceran asam
asetat dari konsentrasi pekat ke konsentrasi yang di inginkan.
• Pada pembuatan larutan NaOH 0,1 N harus menggunakan kaca mata dan
sarung tangan karena bahaya terhadap mata dan kulit.
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Buat larutan CH3COOH 1N 250 ml
2. Encerkan menjadi larutan dengan konsentrasi 0,5, 0,25, 0,125, 0,0625 N,
masing2 100 ml.
3. Siapkan 5 buah Erlenmeyer yang berisi 50 ml CH3COOH 1N, 0,5N,
0,25N, 0,125N, 0,0625N.
4. Masukkan masing-masing 0,5 gram karbon aktif dalam erlenmeyer pada
no.3 Sebelumnya dipanaskan selama 15 menit pada suhu 60 0C.
5. Mengocok campuran tersebut selama 10 menit, diamkan selama 1 jam
6. Kocok kembali selama 1 menit
7. Menyaring larutan tersebut dengan kertas saring ukur volume filtrat.
8. Ambil 10 ml untuk titrasi (menentukan konsentrasi setelah adsorpsi)
9. Ambil 10 ml sisa larutan yang tidak diadsorpsi untuk titrasi (menentukan
konsentrasi sebelum adsorpsi)
10. Titrasi filtrat dengan larutan NaOH 0,1 N dan indikator fenolftalein sampai
terjadi perubahan warna (jumlah filtrat yang dititrasi sebaiknya tidak sama
antara konsentrasi asam tertinggi dan yang terendah).
DATA PENGAMATAN
Tabel 1. Volume NaOH yang digunakan
No. Konsentrasi Volume Volume Volume
CH3COOH (N) CH3COOH (ml) NaOH (ml) NaOH (ml)
Sebelum Sesudah
Adsorbsi Adsorbsi
1. 1 10
2. 0,5 10
3. 0,25 10
4. 0,125 10
5. 0,0625 10
PERCOBAAN X : PERSAMAAN
KF ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI
TUJUAN :
1. Menjelaskan hubungan kecepatan reaksi dengan suhu
2. Menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan
Arrhenius
DASAR TEORI
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu
reaksi kimia agar dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea
dengan E menotasikan energi dan a yang ditulis subscribe menotasikan
aktivasi. Kata aktivasi memiliki makna bahwa suatu reaksi kimia
membutuhkan tambahan energi untuk dapat berlangsung.Dalam reaksi
endoterm, energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan dan sebagainya
disuplai dari luar sistem.Pada reaksi eksoterm, yang membebaskan energi,
ternyata juga membutuhkan suplai energi dari luarbuntuk mengaktifkan
reaksi tersebut (Castellan GW. 1982).
Istilah energi aktifasi (Ea) pertama kali diperkenalkan oleh Svante
Arrhenius dan dinyatakan dalam satuan kilojule per mol. Terkadang suatu
reaksi kimia membutuhkan energi aktivasi yang teramat sangat besar, maka
dari itu dibutuhkan suatu katalis agar reaksi dapat berlangsung dengan
pasokan energi yang lebih rendah. Jika terdapat suatu reaksi reaktan
menjadi produk,maka jika reaksi diatas berlangsung secara eksoterm.
Persamaan Arrhenius mendefisinkan secara kuantitatif hubungan antara
energi aktivasi dengan konstanta laju reaksi, dimana A adalah faktor
frekuensi dari reaksi, R adalah konstanta universal gas, T adalah temperatur
dalam Kelvin dan k adalah konstanta laju reaksi. Dari persamaan diatas
dapat diketahui bahwa Ea dipengaruhi oleh temperatur (Atkins PW. 1999).
Dalam kinetika, suatu reaksi berlangsung melalui beberapa
tahap.Diawali dengan tumbukan antar partikel reaktan. Setelah reaktan
9. Pipet tetes
Bahan yang digunakan
1. KI 0,1 M
2. Na2S2O3 0,001 M
3. Na2S2O8 atau H2O2 0,04 M
4. Larutan kanji (Amilum/ amidon) 1 %
5. Es Batu
6. Aquadest
KESELAMATAN
Karena dalam percobaan ini hanya melakukan alat yang cukup sederhana
dan bahan kimia yang relative encer, maka untuk menjaga keselamatan
pada waktu melakukan percobaan ini digunakan kaca mata dan jas
praktikum. Selain itu dalam bekerja di laboratorium harus teliti, disiplin dan
tidak ceroboh, tetapi melakukan kegiatan sesuai dengan ketentuan dan
prosedur yang ada,
PROSEDUR PERCOBAAN
a. Menyiapkan sistem sesuai yang tertera di bawah ini :
- Tabung 1 berisi 5 ml H2O2 dan 5 ml air
- Tabung 2 berisi 10 ml KI, 1 ml Na2S2O3 dan 1 ml amilum
b. Kedua tabung reaksi diletakkan dalam gelas piala 600 ml yang berisi air
sesuai dengan suhu pengamatan, sampai masing-masing tabung 1 dan
tabung 2 suhunya sama sesuai dengan suhu pengamatan, untuk suhu
pengamatan 0o-C dilakukan dengan bantuan es.
Tabung 1 Tabung 2
Sistem Vol H2O Vol H2O2 Vol S2O32- Vol Kanji
Vol I- (ml)
(ml) (ml) (ml) (ml)
1 5 5 10 1 1
2 5 5 10 1 1
3 5 5 10 1 1
4 5 5 10 1 1
5 5 5 10 1 1
6 5 5 10 1 1
No Temperatur Waktu
T(K) 1/T ln 1/waktu
Reaksi (s)
1
2
3
4
5
6
Pertanyaan
1. Apakah yang dimaksud dengan energy aktivasi?
2. Bagaimanakah pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi?
3. Kesalahan dan penyimpangan apa yang anda perbuat selama
percobaan ?
4. Buatlah suatu cara pemecahannya?
TUJUAN :
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu dan
perubahankonsentrasi terhadap laju reaksi.
DASAR TEORI
Kecepatan Reaksi
Kecepatan reaksi atau laju reaksi adalah perubahan konsentrasi zat (
pengurangan pereaksi atau penambahan produk) persatuan waktu. Laju
menyatakan seberapa cepat atau seberapa lambat suatu proses
berlangsung. Laju juga menyatakan besarnya perubahan yang terjadi dalam
satu satuan waktu dapat berupa detik, menit, jam, hari atau tahun. Pada
umumnya laju reaksi, akan berhubungan dengan konsentrasi. Tetapi perlu
diperhatikan bahwa beberapa reaksi memilili kelajuan yang tidak bergantung
pada konsentrasi reaksi. Hal ini disebut sebagai reaksi orde nol.
Laju reaksi dinyatakan sebagai laju berkurangnya pereaksi atau laju
terbentuknya produk. Laju reaksi didefininsikan sebagai perubahan
konsentrasi reaktan atau produk tiap satuan waktu (Bird, 1987). Laju reaksi
pada reaksi sederhana berbanding lurus dengan hasil kali konsentrasi.
Konsentrasi reaktan yang dipangkatkan koefisien reaksinya, sehingga dapat
lebih mudah dihitung secara matematis. Tetapi untuk beberapa reaksi
kompleks akan sangat sulit ditentukan orde reaksinya.Orde reaksi adalah
banyaknya factor konsentrasi zat pereaksi yang mempengaruhi kecepatan
reaksi. Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi
tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan (Sunarya, 2004).
besar molaritas suatu zat, maka semakin cepat suatu reaksi berlangsung.
Dengan demikian, pada molaritas yang rendah, suatu reaksi akan berjalan
lebih lambat daripada molaritas yang tinggi. Hubungan antara laju reaksi dan
molaritas adalah sebagai berikut :
V = k [A]m[B]n
dimana :
V = laju reaksi
k = konstanta kecepatan reaksi
[A] = konsentrasi zat A
m = orde reaksi zat A
[B] = konsentrasi zat B
n = orde reaksi zat B
2. Suhu
Hampir semua reaksi menjadi lebih cepat bila suhu dinaiikan, karena kalor
(panas) yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi.
Akibatnya, jumlah dan energi tumbukan bertambah besar. Dengan kata
lain, suhu semakin tinggi maka energi kinetik zat akan naik dan gerakan
partikel semakin cepat akan mengakibatkan kemungkinan terjadi
tumbukan sehingga laju reaksi meningkat.
3. Katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi dan
setelah reaksi selesai zat tersebut akan terbentuk kembali. Katalis dapat
memperkecil energi aktivasi, sehingga banyak partikel yang mempunyai
energi kinetik di atas energi aktivasi, maka akan semakin cepat reaksi
berlangsung. Energi aktivasi adalah energi minimal yang harus dimiliki
partikel agar tumbukannya menghasilkan reaksi.
Katalis dapat dibagi berdasarkan dua tipe dasar, yaitu reaksi heterogen
dan homogen. Di dalam reaksi heterogen, katalis berada dalam fase yang
berbeda dengan reaktan. Sedangkan pada reaksi homogen, katalis
berada dalam fase yang sama dengan reaksi.
4. Luas Permukaan
Luas permukaan, ukuran materi atau luas permukaan sentuh sangat
mempengaruhi kecepatan reaksi. Semakin besar luas permukaan, maka
semakin banyak pula partikel yang saling bertumbukan.
5. Sifat Zat yang Bereaksi
Reaksi antara senyawa ion umumnya berlangsung cepat dan reaksi
antara senyawa kovalen umumnya berlangsung lambat.
5. Penangas air
6. Pipet volume
7. Bola penghisap
8. Pengaduk
PROSEDUR PERCOBAAN
Bagian A
1. Sebanyak 25 mL Na2S2O3 dimasukkan ke dalam beaker glass.
2. Kemudian ditambahkan 2 mL HCl 1 M dan pada saat dilakukan
penambahan, larutan diaduk selama 2 menit.
3. Dicatat waktu yang diperlukan sampai larutan menjadi keruh.
4. Diulangi cara kerja di atas dengan komposisi sebagai berikut :
No. Vol. Na2S2O4 (ml) Vol. H2O (ml) Vol. HCl (ml)
1. 25 0 2
2. 20 5 2
3. 15 10 2
4. 10 15 2
5. 5 20 2
6. 0 25 2
Bagian B
1. Sebanyak 10 mL Na2S2O3 dimasukkan ke dalam gelas ukur, lalu
diencerkan hingga volumenya menjadi 50 mL.
2. Dimasukkan 2 mL HCl 1M ke dalam tabung reaksi. Gelas ukur dan tabung
reaksi diletakkan di penangas air pada suhu 35 oC. Kedua larutan
dibiarkan beberapa lama sampai mencapai suhu kesetimbangan, diukur
suhu masing-masing larutan dan dicatat.
DATA PENGAMATAN
NO Konsentrasi Konsentrasi Waktu (s) 1/waktu (s-
Na2S2O3 HCl 1)
1 0,25 M 1M
2 0,2 M 1M
3 0,15 M 1M
4 0,1 M 1M
5 0,05 M 1M
6 0,025 M 1M
TUJUAN
Mahasiswa diharapkan mampu menggunakan salah satu manfaat metode
titrasi yakni penentuan konstanta reaksi.
DASAR TEORI
Kecepatan suatu reaksi kimia berbanding lurus terhadap konsentrasi dari
reaktan dan besarnya dinyatakan dalam bentuk konsentrasi dari salah satu
produk.
dc dx
atau
dt dt
Dimana :
c : konstanta salah satu reaktan
x : konsentrasi salah satu produk
t : waktu
Secara umum :
A+B +C Produk
Untuk reaksi tingkat dua, misalnya oksidasi dan yodida dengan persulfat
2 I- + S2O32- I2 + 2 SO42-
Dimana :
k’t = bk2
Jika dibuat grafik log (a-x) versus t akan didapat garis lurus dan k’ diperoleh
dari harga slope.
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Masukkan 50 ml larutan 0.4 N larutan KI ke dalam labu erlenmeyer,
kemudian memasukannya ke dalam terrmostat dan suhu
dipertahankan pada 25oC.
DATA PENGAMATAN
Tabel 1. Hasil volume titrasi campuran KI dan K2S2O4 terhadap Na2S2O3
Waktu Volume Volume Volume (ml) Ln (a – b)
(Menit) Titran (ml) Titran (ml) (a – b)
60oC (a) 28oC (b)
3
8
15
20
30
TUJUAN:
Membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam dua cairan
tertentu.
TEORI
Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas yang
diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada
kesetimbangan diungkapkan sebagai :
F = C – P + 2
dimana,
diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar
berupa suatu segitiga samasisi yang disebut diagram terner.
Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga kompoen tergantung pada
daya saling larut antar zat cair tersebut dan suhu percobaan. Andaikan
ada tiga zat cair A, B dan C. A dan B saling larut sebagian. Penambahan
zat C kedalam campuran A dan B akan memperbesar atau memperkecil
daya saling larut A dan B.
Pada percobaan ini hanya akan ditinjau sistem yang memperbesar
daya saling larut A dan B. Dalam hal ini A dan C serta B dan C saling larut
sempurna. Kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi campuran A dan
B pada suhu tetap dapat digambarkan pada suatu diagram terner. Prinsip
menggambarkan komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada
gambar (1) dan (2) di bawah ini.
A B
Gambar 1
25 75
50 50
75 25
A B
25 50 75
Gambar 2
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Dalam labu erlenmeyer yang bersih, kering dan tertutup, buatlah
9 macam campuran cairan A dan C yang saling larut sempurna
dengan komposisi sebagai berikut :
Labu 1 2 3 4 5 6 7 8 9
A (ml) 2 4 6 8 10 12 14 16 18
C (ml) 18 16 14 12 10 8 6 4 2
Semua pengukuran volume dilakukan dengan buret
2. Titrasi tiap campuran dalam labu 1 s/d 9 dengan zat B sampai tepat
timbul kekeruhan, dan catat jumlah volume zat B yang digunakan.
Lakukan titrasi dengan perlahan-lahan
3. Tentukan rapat massa masing-masing cairan murni A, B dan C
4. Catat suhu kamar sebelum dan sesudah percobaan
TUGAS
1. Lakukan percoban di atas untuk zat A, B dan C sesuai dengan tugas
dari asisten.
Berdasarkan zat yang diberikan, tentukan sendiri zat mana yang
memiliki sifat A, B dan C. Beberapa kemungkinan tugas adalah
sebagai berikut :
Kloroform-aseton-air, Aseton-benzena-air, Air-kloroform-asam
asetat dan Air- benzena-etanol
2. Hitung konsentrasi ketiga komponen dalam fraksi mol untuk tiap
campuran ketika terjadi perubahan jumlah fasa, dengan rumus :
xi = ni/(n1 + n2 + n3)*100%
n1 = V1 p1/M1, n2 = V2 p2/M2 = V3 p3/M3
3. Gambarkan kesembilan titik itu pada kertas grafik segi tiga dan
buat kurva binoidalnya sampai memotong sisi AB dari segitiga
PERTANYAAN
1. Dapatkah penggambaran komposisi cairan dalam diaagram terner
dinyatakan dalam persen volum ? Jelaskan !
2. Apa arti garis hubung (tie line) serta bagaimana cara
menentukannya secara eksperimental.
3. Apa pula arti titik kritik dalam diagram terner ? berapa derajat
kebebasannya ?
4. Gambarkan diagram terner untuk sistem yang mempunyai dua
pasang cairan yang saling larut sebagian, pasangan itu, misalnya A
dan B serta B dan C.
DATA PENGAMATAN
Konsentrasi
(%) Gr ml Gr ml (ml)
10
20
30
40
50
60
70
80
DAFTAR PUSTAKA