Anda di halaman 1dari 80

PETUNJUK PRAKTIKUM

KF KIMIA FISIKA

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2020
Praktikum Kimia Fisika

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah swt, serta hanya


dengan rahmat dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan Modul
Praktikum atau Buku Petunjuk Praktikum Kimia Fisika ini.
kegiatan praktikum Kimia Fisika merupakan bagian tak terpisahkan
dari mata ajaran Kimia Fisika yang diberikan pada semester 2 di Program
Studi Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. Pada petunjuk praktikum
yang disusun ini jumlah keseluruhan percobaan yang disajikan adalah 13
mata praktikum/percobaan. Penyusunan Buku ini juga dapat diwujudkan
atas bantuan beberapa staf dan karyawan ataupun laboran di lingkungan
Program Studi DIII Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. Namun
demikian, Kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan
pada buku pertunjuk praktikum ini, sehingga kritik dan saran membangun
tetap kami harapkan untuk perbaikan berikutnya.

Semoga bermanfaat.

Palembang, Maret 2020

Penyusun

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI ii


Praktikum Kimia Fisika

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
PERATURAN DAN TATA TERTIB LABORATORIUM ............................... iv
1. Berat Molekul....................................................................................... 1
2. Panas Pelarutan .................................................................................. 6
3. Panas Netralisasi................................................................................. 11
4. Penurunan Titik Beku .......................................................................... 17
5. Kenaikan Titik Didih ............................................................................. 22
6. Hasil Kali Kelarutan (Ksp) .................................................................... 28
7. Koefisien Distribusi .............................................................................. 33
8. Campuran Biner .................................................................................. 37
9. Isoterm Freundlich ............................................................................... 43
10. Persamaan Arrhenius dan Energi Aktivasi .......................................... 50
11. Pengaruh Suhu dan Konsentrasi terhadap Kecepatan Reaksi ............ 56
12. Konstanta Kecepatan Reaksi .............................................................. 61
13. Diagram TerneR .................................................................................. 66
Daftar Pustaka

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI iii


Praktikum Kimia Fisika

Peraturan dan Tata Tertib Laboratorium

Tata Tertib Praktikum


1. Mahasiswa yang diperkenankan menggunakan laboratorium dan
melakukan praktikum adalah mahasiswa yang terdaftar secara
akademik (praktikan).
2. Praktikan wajib hadir 10 menit sebelum praktikum dimulai,
keterlambatan lebih dari 5 menit sejak praktikum dimulai, praktikan
dianggap tidak hadir.
3. Jika berhalangan hadir, praktikan harus dapat memberikan keterangan
tertulis dan resmi terkait dengan alasan ketidakhadirannya.
4. Jika berhalangan hadir, WAJIB mengganti praktikum pada hari yang
lain.
5. Praktikan memasuki ruang laboratorium dengan telah mengenakan jas
praktikum.
6. Praktikan wajib membawa lembar kerja praktikum, serbet,tissue
dan masker.
7. Praktikan mengisi daftar absensi dengan menunjukkan segala sesuatu
yang wajib dibawa.
8. Praktikan tidak diperbolehkan makan, minum, atau merokok di
dalam laboratorium selama praktikum berlangsung.
9. Praktikan tidak diperbolehkan bersenda gurau yang mengakibatkan
terganggunya kelancaran praktikum.
10. Praktikan bertanggung jawab atas peralatan yang dipinjamnya,
kebersihan meja masing-masing, serta lantai disekitarnya.
11. Setalah menggunakan reagen, praktikan wajib meletakkan kembali
pada tempatnya semula.
12. Praktikan dilarang menghambur-hamburkan reagen praktikum dan
membuang sisa bahan praktikum dengan memperhatikan kebersihan
dan keamanan.
13. Jika akan meninggalkan ruang laboratorium, praktikan wajib meminta
izin kepada dosen atau asisten jaga.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI iv


Praktikum Kimia Fisika

Keamanan & Keselamatan Kerja


1. Rencanakan percobaan yang akan dilakukan sebelum memulai
praktikum.
2. Sediakanlah alat-alat yang akan digunakan di atas meja dan simpan
yang tidak digunakan di dalam lemari.
3. Gunakan peralatan kerja seperti masker, jas laboratorium untuk
melindungi pakaian dan sepatu tertutup untuk melindungi kaki.
4. Zat yang akan dianalisis disimpan dalam tempat tertutup agar tidak
terkena kotoran yang mempersulit analisis.
5. Dilarang menggunakan perhiasan yang dapat rusak karena bahan
kimia.
6. Dilarang menggunakan sandal atau sepatu terbuka atau sepatu
berhak tinggi.
7. Hindari kontak langsung dengan bahan kimia.
8. Hindari menghisap langsung uap bahan kimia, tetapi kipaslah uap
tersebut dengan tangan ke muka anda.
9. Dilarang mencicipi atau mencium bahan kimia kecuali ada perintah
khusus.
10. Baca label bahan kimia sekurang-kurangnya dua kali untuk
menghindari kesalahan.
11. Pindahkan sesuai dengan jumlah yang diperlukan, jangan
menggunakan bahan kimia secara berlebihan.
12. Jangan mengembalikan bahan kimia ke dalam botol semula agat
terhindar dari kontaminasi.
13. Biasakanlah mencuci tangan dengan sabun dan air bersih terutama
setelah melakukan praktikum.
14. Apabila kulit terkena bahan kimia, janganlah digaruk agat tidak
menyebar.
15. Apabila meja praktikum basah, segera keringkan dengan kain.
16. Hindarkan dari api bahan-bahan yang mudah terbakar seperti eter,
kloroform, dan sebagainya.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI v


Praktikum Kimia Fisika

17. Hati-hati dalam menggunakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan


luka bakar seperti asam-asam pekat, basa-basa kuat dan oksidator
kuat.
18. Percobaan dengan penguapan menggunakan asam-asam kuat dan
menghasilkan gas-gas beracun dilakukan di almari asam.
19. Dilarang memanaskan zat dalam gelas ukur/labu ukur.
Apabila terjadi kecelakaan yang berkaitan dengan bahan kimia, laporkan
segera kepada dosen atau asisten jaga.

Simbol Keselamatan Kerja


Simbol-simbol bahaya pada bahan kimia antara lain sebagai berikut:

1. Beracun/ toksik
Beracun artinya suatu zat dapat menimbulkan kecelakaan ataupun
kematian apabila tertelan, terhirup, atau terserap melalui kulit.
Contohnya merkuri dan sianida.
2. Mudah terbakar
Bahan-bahan yang sangat mudah menyala atau terbakar pada
keadaan normal. Contohnya alkohol dan kerosin.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI vi


Praktikum Kimia Fisika

3. Korosif
Korosif artinya bahan-bahan yang dapat merusak jaringan hidup bila
bersentuhan. Contohnya asam dan basa kuat.
4. Mudah meledak
Bahan-bahan yang mudah meledak bila terkena gesekan, benturan,
panas, atau kontak dengan api. Contohnya campuran hidrogen dan
oksigen.
5. Iritasi
Bahan-bahan yang dapat menimbulkan hilangnya pigmen atau
melepuh bila bersentuhan. Contohnya kloroform.
6. Radioaktif
Bahan-bahan yang dapat memancarkan sinar radioaktif yang dapat
mengakibatkan efek racun dalam waktu singkat ataupun lama.
Contohnya uranium.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI vii


Praktikum Kimia Fisika

KF PERCOBAAN I : BERAT MOLEKUL

TUJUAN :
Untuk menentukan berat molekul senyawa volatil berdasarkan
pengukuran masa jenis gas dan menerapkan pemakaian persamaan gas
ideal.

DASAR TEORI :
Gas mempunyai sifat bahwa molekul-molekulnya sangat berjauhan satu
sama lain sehingga hampir tidak ada gaya tarik menarik atau tolak
menolak diantara molekul-molekulnya sehingga gas akan mengembang
dan mengisi seluruh ruang yang ditempatinya, bagaimana pun besar dan
bentuknya. Untuk memudahkan mempelajari sifat-sifat gas ini baiklah
dibayangkan adanya suatu gas ideal yang mempunyai sifat-sifat :
1. Tidak ada gaya tarik menarik di antara molekul-molekulnya.
2. Volume dari molekul-molekul gas sendiri diabaikan.
3. Tidak ada perubahan energi dalam (internal energy = E) pada
pengembangan.
Sifat-sifat ini dimiliki oleh gas inert (He, Ne, Ar dan lain-lain) dan uap Hg
dalam keadaan yang sangat encer. Gas yang umumnya terdapat di alam
(gas sejati) misalnya: N2, O2, CO2, NH3 dan lain-lain sifat-sifatnya agak
menyimpang dari gas ideal.
Kerapatan gas dipergunakan untuk menghitung berat molekul suatu gas,
ialah dengan cara membendungkan suatu volume gas yang akan dihitung
berat molekulnya dengan berat gas yang telah diketahui berat molekulnya
(sebagai standar) pada temperatur atau suhu dan tekanan yang sama.
Kerapatan gas diidenfinisikan sebagai berat gas dalam gram per liter.
Untuk menentukan berat molekul ini maka ditimbang sejumlah gas
tertentu kemudian diukur pV dan T-nya. Menurut hukum gas ideal :
p V = n R T dimana n = m/BM……………………………………….(1)

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 1


Praktikum Kimia Fisika

sehingga,
p V = (m/BM) RT…………………………………………… ………(2)
dengan mengubah persamaan
p(BM) = (m/V) RT = ρRT…………………………….……………….(3)
di mana:
BM : Berat molekul
p : Tekanan gas
V : Volume gas
T : Suhu absolut
R : Tetapan gas ideal
ρ : Massa jenis
Bila gas ideal sifat-sifatnya dapat dinyatakan dengan persamaan yang
sederhana ialah pV = n R T, maka sifat-sifat gas sejati hanya dapat
dinyatakan dengan persamaan, yang lebih kompleks lebih-lebih pada
tekanan yang tinggi dan temperatur yang rendah. Bila diinginkan
penentuan berat molekul suatu gas secara teliti maka hukum-hukum gas
ideal dipergunakan pada tekanan yang rendah. Tetapi akan terjadi
kesukaran ialah bila tekanan rendah maka suatu berat tertentu dari gas
akan mempunyai volume yang sangat besar.. Untuk suatu berat tertentu
bila tekanan berkurang volume bertambah dan berat per liter berkurang.
Kerapatan yang didefinisikan dengan W/V berkurang tetapi perbandingan
kerapatan dan tekanan d/p atau W/pV akan tetap, sebab berat total W
tetap dan bila gas dianggap gas ideal pV juga tetap sesuai dengan
persamaan berikut :
p V = R T………………………………………………….(4)
M = R T = (d/p)o R T…………………………………….(5)

Suatu aliran dari udara kering yang bersih dilewatkan cairan yang diukur
tekanan uapnya. Ketelitian dari pengukuran ini tergantung pada kejenuhan
udara tersebut. Untuk menjamin kejenuhan ini maka udara dilewatkan
cairan tersebut secara seri. Bila V adalah volume dari w gram cairan
tersebut dalam keadaan uap, M berat mol cairan dan tekanan uap dari

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 2


Praktikum Kimia Fisika

cairan tersebut pada temperatur T maka tekanan uap dapat dihitung


dengan hukum gas ideal :
p = ρR T……………………………………………..(6) (Respati, 1992)

Hukum gabungan gas untuk suatu sampel gas menyatakan bahwa


perbandingan pV/T adalah konstan. Sebetulnya untuk gas-gas real (nyata)
seperti metana (CH4) dan oksigen dilakukan pengukuran secara cermat,
ternyata hal ini tidak benar betul. Gas hipotesis yang dianggap akan
mengikuti hukum gabungan gas pada berbagai suhu dan tekanan hukum
gabungan gas pada berbagai suhu dan tekanan disebut gas ideal. Gas
nyata akan menyimpang dari sifat gas ideal. Pada tekanan yang relatif
rendah termasuk pada tekanan atmosfer serta suhu yang tinggi, semua
gas akan menempati keadaan ideal sehingga hukum gas gabungan dapat
dipakai untuk segala macam gas yang digunakan
Persamaan gas ideal bersama-sama dengan massa jenis gas dapat
digunakan untuk menentukan berat molekul senyawa volatil. Dalam hal ini
menyarankan konsep gas ideal, yakni gas yang akan mempunyai sifat
sederhana yang sama di bawah kondisi yang sama

ALAT DAN BAHAN


1. Erlenmeyer 250 ml
2. Gelas kimia 600 ml
3. Termometer
4. Alumunium foil, karet gelang dan jarum
5. Cairan yang mudah menguap : aseton/kloroform
6. Aquadest

PROSEDUR PERCOBAAN
1. Timbang labu erlenmeyer kosong dan kering
2. Masukkan 5 ml cairan volatile ke dalam labu Erlenmeyer, tutup dengan
aluminium foil dan kencangkan dengan karet gelang. Kemudian dengan
menggunakan jarum dibuat lubang kecil pada aluminium foil.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 3


Praktikum Kimia Fisika

3. Masukkan labu erlenmeyer di dalam penangas air dengan temperatur


kurang dari 100oC
4. Biarkan sampai seluruh cairan volatil menguap, catat temperatur
penangasnya, kemudian angkat. Lalu keringkan bagian luar labu
erlenmeyer, kemudian letakkan dalam desikator untuk didinginkan.
5. Timbang labu erlenmeyer yang telah dingin tanpa melepas aluminium
foil dan karet gelang.
6. Menentukan volume dari labu erlenmeyer dengan cara mengisi labu
dengan air sampai penuh dan timbang.
7. Mengukur tekanan atmosfer dengan menggunakan barometer.

DATA PENGAMATAN

No Pengamatan Kloroform Aseton


Massa labu erlenmeyer,
1 …g …g
alumunium foil, dan karet gelang
Massa labu erlenmeyer,
2 alumunium foil, dan karet gelang …g …g
+ zat volatile terkondensasi
3 Massa zat volatile …g …g
4 Temperatur gas zat volatil …˚C …˚C
Tekanan gas zat volatile =
5 …atm …atm
tekanan atmosfir
6 Massa erlenmeyer kosong …g …g
7 Massa erlenmeyer + air aquadest …g …g
8 Massa air aquadest …g …g
9 Temperatur air aquadest …˚C …˚C

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 4


Praktikum Kimia Fisika

CARA PERHITUNGAN
1. Menghitung volume erlenmeyer
massa air aquadest = … gr
Temperatur air dalam labu = …0C
Densitas air () = … gr/ ml (dari tabel)
Maka volume erlenmeyer = massa air : densitas air
2. Menghitung BM zat volatil dengan menggunakan rumus gas ideal
g = massa zat volatil (g)
P = tekanan dalam erlenmeyer = tek atmosfer (atm)
T = temperatur zat volatil = …. 0C + 273 = … K
V = volume erlenmeyer (L)
R = 0,082 L.atm/mol.K
Persamaan gas ideal :
PV = nRT
PV = g/BM.RT
BM = g.RT/PV
BM hasil percobaan = … gr/mol
BM teoritis = …. gr/mol

( BMteoritis −BMhasil percobaan )


% Kesalahan = BMteoritis

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 5


Praktikum Kimia Fisika

PERCOBAAN II : PANAS PELARUTAN


KF (∆ Hs)

TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan :
1. Dapat menentukan panas pelarutan CuSO4.5H2O dan CuSO4.
2. Dapat menghitung panas reaksi dengan menggunakan Hukum
HESS.

DASAR TEORI
Perubahan entalpi yang menyertai pelarutan suatu senyawa
disebut panas pelarutan. Panas pelarutan ini dapat meliputi panas hidrasi
yang menyertai pencampuran secara kimia, energy ionisasi bila senyawa
yang dilarutkan mengalami peristiwa ionisasi. Pada umumnya panas
pelarutan untuk garam-garam netral dan tidak mengalami dissosiasi
adalah positif, sehingga reaksinya isotermis atau larutan akan menjadi
dingin dan proses pelarutan berlangsung sacara adiabatis. Panas hidrasi,
khususnya dalam system berair, biasanya negative dan relative besar.
Perubahan entalpi pada pelarutan suatu senyawa tergantung pada
jumlah, sifat zat terlarut dan pelarutnya, temperature dan konsentrasi awal
dan akhir dari larutannya.
Jadi panas pelarut standar didefinisikan sebagai perubahan entalpi
yang terjadi pada suatu system apabila 1 mol zat terlarut dilarutkan dalam
n1 mol pelarut pada temperature 25 C dan tekanan 1 atmosfer.

Kalor pelarutan adalah entalpi dari suatu larutan yang mengandung


1 mol zat terlarut, relative terhadap zat terlarut atau pelarut murni pada
suhu dan tekanan sama. Entalpi suatu larutan pada suhu T relative
terhadap pelarut dan zat terlarut murni pada suhu T0 dinyatakan sebagai :

H = n1H1 + n2H2 + n2 ∆Hs2

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 6


Praktikum Kimia Fisika

Dimana :
H = entalpi dari n1 + n2 mol larutan dari komponen 1 dan 2 pada
suhu T relative terhadap temperature T0.
∆Hs2 = panas pelarutan integral dari komponen 2 pada suhu T.

Pada percobaan ini pelarut yang digunakan sangat terbatas, dan


mencari panas pelarutan dua senyawa yaitu tembaga (III) sulfat.5H 2O dan
tembaga (II) sulfat anhidrat.Dengan menggunakan Hukum HESS dapat
dihitung panas reaksi :
CuSO4 (s) + aq CuSO4.5H2O
Menurut hukum HESS bahwa perubahan entalpi suatu reaksi kimia
tidak bergantung pada jalannya reaksi, tetapi hanya tergantung kepada
keadaan awal dan akhir dari suatu reaksi.
Sebagai contoh penggunaan Hukum HESS :
CuSO4 (s) + aq CuSO4 (aq) ∆𝐻° = a kj
CuSO4.5H2O (s) + aq CuSO4 (aq) + 5H2O (aq) ∆𝐻° = b kj
Sehingga :
CuSO4 (s) + 5H2O (aq) CuSO4.5H2O (s) ∆𝐻° = (a - b) kj

ALAT DAN BAHAN


1. Alat-alat yang digunakan :
1. Kalorimeter 1
2. Thermometer 0-100℃ 2
3. Gelas kimia 100 ml 1
4. Heater 1
5. Stopwatch 1
6. Oven 1
7. Gelas ukur 100ml 1
8. Kaca arloji / kertas timbang 1
9. Neraca analitik 1
10. Botol aquadest 1

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 7


Praktikum Kimia Fisika

2. Bahan Kimia yang digunakan :


1. CuSO4.5H2O 5 gram
2. CuSO4 anhidrat 5 gram
3. Aquadest

PROSEDUR PERCOBAAN
1. Menentukan tetapan harga kalorimeter
a. Masukkan 50 ml air aquadest ke dalam kalorimeter.
b. Ukur dan mencatat suhu air dalam kalorimeter (t1).
c. Panaskan air sebanyak 50 ml ke dalam gelas kimia 100 ml
10℃ di atas temperature kamar (t2).
d. Tuangkan air yang telah dipanaskan ke dalam kalorimeter.
e. Aduk dan catat suhu campuran yang merupakan suhu
tertinggi (t3).
2. Menentukan panas pelarutan dan panas reaksi
a. Masukkan aquades ke dalam kalorimeter sebanyak 100ml dan
mengaduknya.
b. Suhu mula-mula dicatat dan setiap 30 detik sampai suhu tidak
berubah.
c. Tambahkan 5 gram CuSO4.5H2O ke dalam kalorimeter dan
mengaduknya.
d. Catat perubahan suhu setiap 30 detik selama 5 menit.
e. Ulangi langkah a sampai dengan d dengan menggunakan
serbuk CuSO4 anhidrat.

Catatan :
Serbuk CuSO4 penta hidrat (CuSO4.5H2O) dihaluskan pada mortar.
Serbuk CuSO4 anhidrat diperoleh dengan jalan memanaskan CuSO4
penta hidrat sampai warnanya berubah dari biru menjadi putih. Simpan
dalam desikator sampai dingin dan selanjutnya ditimbang.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 8


Praktikum Kimia Fisika

DATA PENGAMATAN
1. Menentukan harga kalorimeter
Suhu air dingin (t1) =
Suhu air panas (t2) =
Suhu campuran (t3) =
2. Menentukan panas pelarutan dan panas reaksi
Waktu Penambahan CuSO4 Penambahan CuSo4
(menit) hidrat (℃) anhidrat (℃)
0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5

CARA PERHITUNGAN
Penentuan Tetapan Kalorimeter
ΔT1 kalor lepas air panas = Tair panas - Tpencampuran
ΔT2 kalor diterima air dingin = Tpencampuran - Tair dingin
Kalor yang dilepas air panas :
m = air . V
Q = m . c . ∆T1
Kalor yang diterima air dingin
Q = m . c . ∆T

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 9


Praktikum Kimia Fisika

Asas black
Kalor yang dilepas = Kalor yang diterima
Qair panas = Qair dingin + Qkalorimeter
Qkalorimeter = Qair panas - Qair dingin

Penentuan panas pelarutan


ΔH = m Cp ΔT + x ΔT

m = massa air
Cp = panas jenis larutan = panas jenis air = 4,2 J.g/˚C
X = tetapan kalorimeter

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 10


Praktikum Kimia Fisika

KF PERCOBAAN III : PANAS NETRALISASI

TUJUAN :
1. Dapat menghitung panas netralisasi sesuai dengan percobaan
2. Dapat menunjukan proses reaksi netralisasi

DASAR TEORI
Kalorimeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
perubahan panas. Hal ini karena mengisap panas, sehingga tidak semua
panas terukur. Kalorimeter yang digunakan dalam keadaan sederhana
adalah kalorimeter adiabatik. Di laboratorium alat ini merupakan alat ukur
yang teliti, dan secara sederhana kita mengatakan bahwa bejana panas
mengalir ke dalam atau keluar dari sistem.
Penyerapan atau pelepasan kalor yang menyertai suatu reaksi
dapat diukur secara eksperimen.Dikenal beberapa macam kalor reaksi
bergantung pada tipe reaksinya. Diantaranya adalah kalor netralisasi,
kalor pembentukan, kalor penguraian, dan kalor pembakaran. Pada
volume tetap, kalor yang menyertai proses tersebut merupakan
perubahan energi dalam, sedangkan pada tekanan tetap adalah
perubahan entalpi.eksperimen dilaboratorium lebih banyak dilakukan pada
tekanan tetap, sehingga kalor yang dihasilkannya merupakan perubahan
entalpi.
Pada tekanan tetap hukum pertama untuk suatu transformasi
kalorimeter :
H = Qp = 0
Perubahan panas dalam keadaan ini dapat dinyatakan :
K (T1) + R (T1) K (T2) + R (T2), P = Konstan
Dimana :
K = kalorimeter
R = reaktan
P = produk ( hasil reaksi)

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 11


Praktikum Kimia Fisika

Karena sistem terisolasi, temperatur akhir T2 berbeda dengan T1 .


kedua temperatur diukur seteliti mungkin dengan termometer yang peka.
Perubahan dalam keadaan dinyatakan dalam dua step yaitu :
1. R (T1) P (T1) H1
2. K (T1) + R (T1) K (T2) + R (T2) H2
H = 0, maka H1 + H2 = 0 atau H1 = H2
Step kedua adalah sederhana suatu perubahan temperatur dari
kalorimeter dan hasil reaksi :
H2 = [Cp (k) + Cp (p)] dT
Dan kita peroleh panas pada T1
H1 = - [Cp (k) + Cp (p)] dT

Jika kapasitas panas kalorimeter dan hasil reaksi diketahui, panas reaksi
T1 dan dapat dihitung dari pengukuran temperatu T1 dan T2.

Dalam keadaan encer dari asam kuat dan basa kuat dapat
reionisasi sempurna menjadi ion-ionnya. Begitu juga garamnya yang
berasal dari asam kuat dan basa kuat akan terionisasi sempurna menjadi
ion-ionnya dalam larutan. Reaksi asam kuat dengan basa kuat disebut
reaksi.
Netralisasi yang dapat dituliskan sebagai berikut :
H+ + OH-<-- - - - - >H2O
Panas yang terjadi tidak bergantung sifat dari anion asamnya dan
kation basanya. Jika asam atau basa tidak terionisasi sempurna, sebagai
contoh : asam asetat reionisasi sebagian dalam larutan dan ternetralisasi
oleh natrium hidrokasida yang reaksinya sebagai berikut :
CH3COOH + OH-< - - - - - >CH3COO- + H2O
Mekanismenya berlangsung dua tingkat reaksi yaitu :
CH3COOH→CH3COO- + H+
H+ + OH-→H+
Panas netralisasi pada reaksi ini merupakan pans penggabungan
ion H+ dan OH- melepaskan energi yang harus digunakan pada disosiasi

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 12


Praktikum Kimia Fisika

molekul asam asetat yang tidak terionisasi. Panas netralisasi dapat


ditentukan dengan kalorimeter.
Panas netralisasi adalah jumlah panas yang dilepaskan ketika 1
mol air terbentuk akibat reaksi netralisasi asam oleh basa atau
sebaliknya. Kalorimeter merupakan alat yang di gunakan untuk mengukur
perubahan panas. Hal ini karena calorimeter mengisap panas, sehingga
tidak semua panas terukur. Kalorimeter yang di gunakan dalam keadaan
sederhana adalah calorimeter adiabatik. Di laboratorium alat ini
merupakan alat ukur yang teliti dan secara sederhana kita mengatakan
bahwa bejana panas mengalir ke dalam atau keluar dari sistem (Atkins,
1999).
Salah satu aplikasi hukum pertama Termodinamika di dalam
bidang kimia adalah termokimia , yaitu ilmu yang mempelajari kalor yang
menyertai perubahan fisik atau reaksi kimia. Untuk menyatakan biasanya
dengan kata-kata kalor ditambah dengan proses yang menyertainya.
Misalnya kalor pelarutan , yaitu kalor yang menyertai proses perubahan
fisik zat terlarut ke dalam pelarutnya (biasanya yang dibahas berupa
pelarut cair), kalor pembakaran suatu zat , dan sebagainya (Atkins, 1999).
Termokimia membahas tentang perubahan energi yang menyertai
suatu reaksi kimia yang dimanifestasikan sebagai kalor reaksi. Perubahan
yang terjadi dapat berupa pelepasan enrgi (reaksi eksoterm) atau
penyerapan kalor (endoterm). Kalor reaksi dapat digolongkan dalam
kategori yang lebih khusus (1) Kalor Pembentukan (2) Kalor Pembakaran
(3) Kalor Pelarutan (4) dan Kalor Netralisai (Petrucci, 1987).
Perubahan enrgi yang terjadi bersifat kekal, artinya tidak ada energi yang
hilang selama reaksi berlangsung, melainkan berubah bentuk dari bentuk
energi yang satu ke bentuk energi yang lain. Adanya kekekalan energy ini
ditunjukan oleh selisih penyerapan dan pelepasan energi, yang disebut
sebagai energi internal. Sebagai gambaran, jika pada suatu system enrgai
diberikan sejmlah energi dalam bentuk kalor (q), maka system akan
melakukan kerja (W) sebesar W= p x ∆V. setelah melakukan kerja sistem

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 13


Praktikum Kimia Fisika

masih menyimpan sejumlah energi yang disebut sebagai energy internal


(U) (Oxtobi, 1998).

ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan :
1. Kalorimeter
2. Termometer 100oC
3. Labu takar 50 ml, 250 ml
4. Gelas kimia 100 ml
5. Kaca arloji
6. Pipet ukur 10 ml, 25 ml
7. Gelas ukur 100 ml
8. Batang pengaduk
9. Spatula
10. Bola karet
11. Botol aquadest

Bahan kimia yang digunakan :


1. Larutan NaOH 1N
2. Larutan HCl 1N
3. Larutan asam nitrat 1N
4. Larutan CH3COOH 1N
5. Larutan H2SO4 1 N
6. Aquadest

PROSEDUR PERCOBAAN
a. Penentuan Tetapan Kalorimeter
1. Masukkan 50 ml air aquadest ke dalam kalorimeter.
2. Ukur dan catat suhu air dalam kalorimeter (t1).
3. Panaskan air sebanyak 50 ml ke dalam gelas kimia 100 ml 10℃ di atas
temperature kamar (t2).
4. Tuangkan air yang telah dipanaskan ke dalam kalorimeter.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 14


Praktikum Kimia Fisika

5. Aduk dan catat suhu campuran yang merupakan suhu tertinggi (t3).
Waktu (detik) Temperatur (T)
30
60
90
Dst

b. Penentuan Panas Netralisasi


1. Ambil 50 ml larutan NaOH dan masukkan ke dalam kalorimeter dan
dicatat suhu larutan NaOH dalam kalorimeter (T4).
2. Ambil 50 ml larutan HCl yang telah tersedia dan campurkan dengan
larutan NaOH, kemudian mengaduk dengan baik dan mencatat suhu
maksimum (T5) atau seperti mencari T3. Catat temperature setiap 30
detik sampai menit ke empat
3. Ulangi percobaan dengan menggunakan larutan asam asetat, asam
sulfat dan asam nitrat menggantikan asam klorida. Lakukan setiap
percobaan minimal dua kali

CARA PERHITUNGAN
Penentuan Tetapan Kalorimeter
ΔT1 kalor lepas air panas = Tair panas - Tpencampuran
ΔT2 kalor diterima air dingin = Tpencampuran - Tair dingin
Kalor yang dilepas air panas :
m = air . V
Q = m . c . ∆T1
Kalor yang diterima air dingin
Q = m . c . ∆T
Asas black
Kalor yang dilepas = Kalor yang diterima
Qair panas = Qair dingin + Qkalorimeter
Qkalorimeter = Qair panas - Qair dingin

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 15


Praktikum Kimia Fisika

Penentuan panas netralisasi


ΔH = m Cp ΔT + x ΔT
m = massa air
Cp = panas jenis larutan = panas jenis air = 4,2 J.g/˚C
X = tetapan kalorimeter

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 16


Praktikum Kimia Fisika

PERCOBAAN IV : PENURUNAN TITIK


KF BEKU

TUJUAN :
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan :
1. Dapat menentukan harga kb suatu pelarut
2. Dapat menghitung berat molekul suatu zat yang tidak mudah menguap
dengan metode titik beku.

DASAR TEORI
Bila suatu zat yang sukar menguap, dilarutkan dalam zat pelarut, akan terjadi
suatu peristiwa penurunan tekanan uap. Akhirnya pada suhu tertentu
tekanan uap ini akan selalu lebih rendah dari tekanan murninya. Besarnya
tekanan uap ini akan terkandung dari banyaknya zat yang dilarutkan.
Perubahan tekanan mengakibatkan adanya gangguan kesetimbangan
dinamis dari larutan.
Semakin besar penambahan mol zat terlarut makin banyak penurunan
tekanan uap.Untuk larutan yang sangat encer maka tekanan uap zat terlarut
dapat diabaikan
Menurut Hukum Roult :
P = X1 . Po
X1 = P/Po
Dimana :
P = tekanan uap larutan,
Po = tekanan uap murni, dan
X1 = mol fraksi zat pelarut/molfraksi zat padatan murni = 1,
maka persamaan diatas dapat disederhanakan terlarut.
Dari persamaan diatas dapat ditarik ln, sehingga persamaan menjadi :
ln P/Po = ln X1
X1+X2 =1 X1 = 1- X2
ln P/Po = ln (1-X2)

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 17


Praktikum Kimia Fisika

menurut Hukum Clausius Clapeyron :


𝑃 ∆𝐻𝑓
ln 𝑃𝑜 = 1 1 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑇𝑜 = 𝑡𝑏 𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖 𝑇 = 𝑡𝑏 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
𝑅( − )
𝑇𝑜 𝑇

𝑃 ∆𝐻𝑓(𝑇 − 𝑇𝑜) ∆𝐻𝑓. ∆𝑇𝑏


ln = =
𝑃𝑜 𝑅𝑇𝑜𝑇 𝑅𝑇𝑜𝑇
Karena To dan T hampir samaToT~To2
𝑃 ∆𝐻𝑓.∆𝑇𝑏
𝑙𝑛 𝑃𝑜 = 𝑅𝑇𝑜2

Menurut persamaan Roult maka ln P/Po = ln (1-X2), sehingga terjadi


persamaan dibawah ini :
Ln (1-X2) = ∆𝐻𝑓. ∆𝑇𝑏 / RTo2

Untuk larutan yang sangat encer maka ; n (1-X2) = X2


∆𝐻𝑓.∆𝑇𝑏
𝑋2 = 𝑅 𝑇𝑜2
𝑅𝑇𝑜2 .𝑋2
∆𝑇𝑏 = ∆𝐻𝑓
𝑅 𝑇𝑜2 𝐺2/𝑀2
∆𝑇𝑏 = 𝐻𝑓 𝐺1/𝐺2
𝑅 𝑇𝑜2 𝑀1 1000 𝐺2
∆𝑇𝑏 = 1000 𝐻𝑓 𝑀2 𝐺1
𝐾𝑏 1000 𝐺2
∆𝑇𝑏 = 𝑀2 𝐺1
1000 𝐾𝑏 𝐺2
𝑀2 = 𝑇𝑏 𝐺1

Dimana :
G1 = Berat Pelarut
G2 = Berat Zat Terlarut
∆Tb = Penurunan Titik Beku
Kb = Penurunan titik beku molal yaitu merupakan sifat khusus
pelarut menunjukkan penurunan titik beku apabila 1 mol zat
terlarut dilarutkan dalam 1000 gram pelarut.

Jenis-jenis Perubahan Wujud :


1. Mencair (melebur) : Peristiwa perubahan wujud dari benda padat
menjadi benda cair. Contohnya gula pasir yang mencair, dan esbatu
yang mencair ketika dibiarkan di udara terbuka

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 18


Praktikum Kimia Fisika

2. Menguap : Perubahan wujud benda dari cair menjadi gas.


Contohnya bensin atau spritus yang dibiarkan di udara terbuka
3. Membeku : Perubahan zat cair menjadi padat. Contohnya
air yang dimasukkan kedalam lemari es. Sedangkan Titik Beku adalah
titik dimana suatu zat berubah dari cairan menjadi padat pada
suhu tertentu.
4. Mengembun : Perubahan wujud gas menjadi cair. Contohnya
dinding luar gelas basah apabila gelas berisi air dingin maupun panas
5. Menyublim : Perubahan wujud padat menjadi gas. Contohnya
kapur barus yang dibiarkan di udara terbuka.

Titik beku adalah suhu pada tekanan, saat terjadi perubahan wujud
cair menjadi padat. Hal ini terjadi karena, pada umumnya zat terlarut lebih
suka berada fase cair dibandingkan fase padat, akibatnya pada saat proses
pendinginan berlangsung lautan akan mempertahankan fasenya dalam
keadaan cair.
Oleh karena itu, dibutuhkan suhu yang lebih rendah (dari titik beku larutnya
agar larutan tersebut dapat membeku seluruhnya). Selisih antara titik beku
pelarut dan titik beku larutan disebut Penurunan Titik Beku larutan
Kita ketahui adalah 0℃. Dengan adanya zat tersebut zat terlarut
misalnya saja gula yang ditambahkan dalam air maka titik beku larutan ini
tidak sama dengan 0℃ melainkan akan menjadi lebih rendah atau dibawah
0℃. Itulah penyebab terjadinya penurunan titik beku yaitu oleh masuknya
suatu zat terlarut atau dengan kata lain cairan tersebut menjadi tidak murni,
maka akibatnya titik bekunya berubah.

ALAT YANG DIGUNAKAN


Alat-alat yang digunakan :
1. Refrigerator Circulating Batch (thermostat, pendingin)
2. Gelas Kimia 250 ml, 600 ml
3. Pengaduk
4. Termometer 0 − 100℃

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 19


Praktikum Kimia Fisika

5. Piknometer 25 ml atau 50 ml
6. Kaca Arloji
7. Alumunium foil
8. Bak/WadahAlat (untukBatuEs)
9. Botol Aquadest

Bahan Yang Digunakan


1. Pelarut berupa Asam Asetat Glasial
2. Naftalena
3. Zat X yang dicari berat molekulnya
4. Garam dapur
5. Batu Es

KESELAMATAN KERJA
Untuk menjaga keselamatan dalam melakukan percobaan ini gunakan jas
lab, sarung tangan karet, masker dan kacamata.

PROSEDUR PERCOBAAN
1. Tentukan berat jenis asam asetat glacial dengan menggunakan
piknometer atau aerometer
2. Ambil 50 ml pelarut dimasukkan dalam alat sambil didinginkan,
mencatat suhunya untuk setiap 30 detik, hingga suhu konstnn,
kemudian melihat sudah membeku atau belum.
3. Cairkan pelarut kembali, kemudian menambahkan zat yang sudah
diketahui berat molekulnya (naftalena) 2 gram, mendinginkan lagi dan
mencatat suhunya setiap 30 detik hingga suhu tetap sampai membeku
4. Catat selisih titik beku dari percobaan 2 dan 3
5. Ulangi percobaan 2 dan 3 dengan megambil zat terlarut yang akan
dicari berat molekulnya (zat x).

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 20


Praktikum Kimia Fisika

DATA PENGAMATAN
No. Waktu Temperatur Temperatur
(detik) Asam asetat glasial (˚C) Asam asetat glasial+2 gr
Naftalen
1. 0
2. 30
3. 60
4. 90
5. 120
6. 150

CARA PERHITUNGAN

1. Mencari Nilai Kb
𝑀 × ∆𝑇𝑏 × 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 𝐺𝑙𝑎𝑠𝑖𝑎𝑙
𝐾𝑏 =
1000 × 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑁𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛𝑎

2. Menentukan BM zat x dengan rumus yg sama


1000 𝐾𝑏 𝐺2
𝑀2 =
𝛥𝑇𝑏 𝐺1

PERTANYAAN
1. Apa yang disebut titik beku suatu zat ?
2. Apa yang disebut penurunan titik beku molal ?
3. Apa yang menyebabkan turunnya tekanan uap pada pemberian zat
terlarut ?

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 21


Praktikum Kimia Fisika

PERCOBAAN V : KENAIKAN TITIK


KF DIDIH

TUJUAN :
Untuk menentukan berat molekul suatu zat dengan metode kenaikan titik
didih.

DASAR TEORI:
Sifat Koligatif Larutan
Sifat-sifat yang bergantung jumlah partikel (molekul atau ion) dari zat
terlarut bukan pada sifat fisik dan kimianya disebut sifat koligatif. Sifat
koligatif larutan yaitu, penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih,
penurunan titik beku dan tekanan osmotik (Hadzija, 1995). Disebut sifat
koligatif karena mereka bergantung pada berapa banyak molekul atau ion zat
terlarut hadir, dan bukan pada apa partikel (asalkan mereka tidak mudah
menguap dan hanya muncul dalam fase cair). Sifat koligatif ini penting bagi
pemula ahli kimia karena mereka memberikan informasi tentang jumlah
partikel zat terlarut, tentang berat molekul dan derajat ionisasi dalam larutan.
Sifat koligatif berharga untuk Arrhenius karena ia bisa menunjukkan bahwa
partikel yang lebih hadir dalam larutan daripada molekul zat terlarut, karena
itu molekul zat terlarut terpisah menjadi ion. Pada saat ini, sifat koligatif
merupakan salah satu yang paling berguna dalam menentukan berat molekul
bahan yang diketahui (Dickerson, dkk., 2009)
Hukum Raoult merupakan dasar dari empat macam sifat larutan encer
yang disebut sifat koligatif. Kata koligatif berasal dari kara
Latin colligare yang berarti berkumpul bersama, karena sifat ini bergantung
pada pengaruh kebersamaan (kolektif) semua partikel dan tidak pada sifat
dan keadaan partikel. Sifat koligatif larutan ada empat macam yaitu
penurunan tekanan uap (ΔP), kenaikan titik didih (ΔTd), penurunan titik beku
(ΔTb) dan tekanan osmosis (π). Sifat kologatif dapat digunakan untuk
menentukan massa molekul relatif suatu zat. (Hiskia Achmad, 1996 : 35-36)

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 22


Praktikum Kimia Fisika

B. Titik Didih Pelarut Murni


Suatu zat cair akan mendidih jika tekanan uap jenuh zat cair itu sama
dengan tekanan udara disekitarnya. Apabila air murni dipanaskan pada
tekanan 1 atm (760 mmHg) maka air akan mendidih pada temperatur
100 oC, karena pada tekanan uap jenuh zat cair yang sama dengan 1 atm
disebut titik didih normal zat cair itu. Jadi yang dimaksud dengan titik didih
adalah temperatur pada saat tekanan uap jenuh larutan sama dengan
tekanan udara luar (tekanan pada permukaan larutan).

C. Kenaikan Titik Didih Larutan


Jika pada suhu tertentu, suatu pelarut murni (air) ditambahkan zat
terlarut misalnya gula pasir, maka tekanan uap air akan turun. Jika semakin
banyak zat terlarut yang dilarutkan, maka makin banyak penurunan tekanan
uapnya. Hal ini mengakibatkan larutan gula belum mendidih pada suhu 100
°C. Agar larutan gula cepat mendidih, diperlukan suhu yang cukup tinggi,
sehingga tekanan uap jenuhnya sama dengan tekanan uap di sekitarnya.
Adanya penambahan zat terlarut ini dapat menghalangi penguapan partikel
pelarut. Sehingga, penguapan partikel-partikel pelarut membutuhkan energi
yang besar. Selisih antara titik didih larutan dengan titik didih pelarut murni
disebut kenaikan titik didih (ΔTd).
ΔTd = Td larutan – Td pelarut
ΔTd = Td - Td°

Gambar 1. Grafik tekanan uap larutan

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 23


Praktikum Kimia Fisika

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa pada setiap saat


tekanan uap larutan (P) selalu lebih kecil dari tekanan uap pelarut murni (P°).
Sehingga grafik tekanan uap larutan selalu ada di bawah pelarut dan titik
didih larutan akan lebih tinggi dari pelarut murninya.
Kenaikan titik didih yang disebabkan oleh 1 mol zat yang dilarutkan
dalam 1000 gram zat pelarut mempunyai harga yang tetap disebut tetapan
kenaikan titik didih (Kd). Perhatikan grafik berikut ini :

Gambar 2. Grafik kenaikan titik didih

Menurut hukum Roult, kenaikan titik didih (ΔTd = boiling point elevation)
sebanding dengan hasil kali kemolalan larutan (m) dengan kenaikan titik
didih molal (Kd). Kenaikan titik didih dapat dirumuskan sebagai berikut :
ΔTd = m x Kd

Berikut ini adalah nilai harga Kd dari beberapa pelarut :


Pelarut Titik Didih (°C) Kd (Cmolal-1)
Air 100 0,52
Aseton 56,5 1,75
Etanol 78,4 1,20
Benzena 80,1 2,52
Etil Eter 34,6 2,11
Asam asetat 118,3 3,07
Kloroform 61,2 3,63

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 24


Praktikum Kimia Fisika

D. Sifat Koligatif Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit


Sifat koligatif larutan ditentukan oleh jumlah partikel (ion, molekul)
dalam larutan. Oleh karena itu, untuk konsentrasi yang sama, sifat koligatif
larutan elektrolit akan berbeda dengan sifat koligatif larutan non-elektrolit. Hal
ini dikarenakan jumlah partikel dalam larutan elektrolit akan lebih banyak
karena adanya proses ionisasi zat terlarut.
Zat elektrolit jika dilarutkan akan terionisasi menjadi ion-ion yang
merupakan partikel-partikel di dalam larutan. Hal ini menyebabkan jumlah
partikel pada satu mol larutan elektrolit lebih banyak daripada larutan
nonelektrolit. Misalnya, larutan nonelektrolit C6H12O6, jika dimasukkan ke
dalam air menghasilkan 1 mol partikel, sehingga larutan C 6H12O6 1 M akan
membeku pada suhu 1,86 °C di bawah titik beku air murni.
Sedangkan 1 mol larutan elektrolit NaCl mengandung 2 mol partikel,
yaitu 1 mol Na+ dan 1 mol Cl–. Larutan NaCl 1 M sebenarnya mengandung 1
mol partikel per 1.000 gram air, jadi secara teoretis akan menurunkan titik
beku 2 × 1,86 °C = 3,72 °C.
Banyaknya ion yang dihasilkan dari zat elektrolit tergantung pada
derajat ionisasinya (α). Larutan elektrolit kuat mempunyai derajat ionisasi
lebih besar daripada larutan elektrolit lemah, yaitu mendekati satu untuk
larutan elektrolit kuat dan mendekati nol untuk larutan elektrolit lemah.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa: “untuk konsentrasi yang
sama, larutan elektrolit memiliki sifat koligatif larutan yang lebih besar
dibandingkan larutan non elektrolit”.
Untuk menghitung nilai sifat-sifat koligatif larutan elektrolit, persamaan-
persamaan yang diberikan sebelumnya untuk larutan non-elektrolit dapat
digunakan dengan menambahkan faktor i, seperti diusulkan van’t Hoff
(1880). Nilai faktor van’t Hoff merupakan perbandingan antara efek koligatif
larutan elektrolit dengan larutan non-elektrolit pada konsentrasi yang sama.
Derajat ionisasi dirumuskan sebagai berikut :
i = 1+ (n-1) α
dimana,
i = jumlah partikel yang diukur / jumlah partikel yang diperkirakan

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 25


Praktikum Kimia Fisika

α = jumlah molekul zat yang terurai / jumlah molekul mula-mula yang sama.
Untuk menentukan kenaikan titik didihnya dapat dinyatakan sebagai berikut :
ΔTd = m x Kd x i

Apabila zat padat yang tidak mudah menguap dilarutkan dalam pelarut,
makatekanan uap akhirnya akan turun sehingga titik didih larutan akan naik
dan titik bekunya akan turun dibandingkan dengan pelarut murni.Untuk
larutan ideal, menurut Raoult kenaikan titik didih sebanding dengan jumlah
zat terlarut dan dapat ditunjukkan dengan hubungan:
∆T = Kd.m
atau
Kd = MAWA ∆T/(1000 WB)
dimana
∆T : Kenaikan titik didih
Kd: Tetapan kenaikan titik didih molal
m : Molalitas zat terlarut
WA: Massa pelarut (gram)
WB: Massa zat terlarut (gram)
MB : Berat molekul zat terlarut
Harga Kd dapat diketahui jika massa m zat terlarut diketahui. Jadi dari
penentuan titik didih pelarut murni, dan kenaikan titik didih larutan yang
diketahui konsentrasinya, dapat ditentukan berat molekul zat terlarut.

ALAT DAN BAHAN


Alat Yang Digunakan :
1. Gelas kimia
2. Termometer
3. Tabung reaksi
4. Bunsen
5. Pengaduk

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 26


Praktikum Kimia Fisika

Bahan-Bahan Yang Digunakan :


1. Glukosa
2. Aquadest
3. Zat x

PROSEDUR PERCOBAAN:
1. Timbang 5,5 g glukosa dan 5,5 g zat X
2. Panaskan 50 ml aquadest dalam erlenmeyer dan ukur titik didihnya
3. Larutkan glukosa ke dalam 50 ml aquadest lalu panaskan dan ukur titik
didihnya
4. Lakukan no. 3 terhadap zat X
5. Ulangi langkah di atas sekali lagi

CARA PERHITUNGAN
1. Mencari Nilai Kd
𝑀 × ∆𝑇𝑏 × 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟
𝐾𝑑 =
1000 × 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎
2. Menentukan BM zat x dengan rumus yg sama
1000 𝐾𝑏 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎
𝑀2 =
𝛥𝑇𝑏 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟

PERTANYAAN:
1. Mengapa tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut
murni?
2. Mengapa titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarut murni?
3. Bagaimana persamaan untuk menentukan kenaikan titik didih pada
teori jika larutannya adalah larutan elektrolit (gunakan persamaan ini
untuk menghitung hasil percobaan yang menggunakan larutan
elektrolit).

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 27


Praktikum Kimia Fisika

PERCOBAAN VI : HASIL KALI


KF KELARUTAN (Ksp)

TUJUAN :
1. Dapat mengenal prinsip-prinsip hasil kali kelarutan.
2. Menghitung kelarutan elektrolit yang bersifat sedikit larut.
3. Menghitung panas pelarutan (ΔH°) PbCl2, dengan menggunakan sifat
ketergantungan Ksp pada suhu.

DASAR TEORI
Hasil kali kelarutan (Ksp) senyawa dapat ditentukan dari percobaan
laboratorium dengan mengukur kelarutan (massa senyawa yang dapat larut
dalam tiap liter larutan) sampai keadaan tepat jenuh. Dalam keadaan itu,
kemampuan pelarut telah maksimum untuk melarutkan atau mengionkan
zat terlarut. Kelebihan zat terlarut walaupun sedikit akan menjadi endapan.
Hasil kali kelarutan dalam keadaan sebenarnya merupakan nilai akhir yang
dicapai oleh hasil kali ion-ion ketika kesetimbangan tercapai antara fase
padat dari garam yang hanya sedikit larut dan larutan itu. Hasil kali
konsentrasi dari ion-ion pembentuknya untuk setiap suhu tertentu adalah
konstan, dengan konsentrasi ion dipangkatkan bilangan yang sama dengan
jumlah masing-masing ion yang bersangkutan.
Kelarutan merupakan jumlah zat yang terlarut yang dapat larut dalam
sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh. Sedangkan hasil kali
kelarutan merupakan hasil akhir yang dicapai oleh hasil kali ion ketika
kesetimbangan tercapai antara fase padat dari garam yang hanya sedikit
larut dalam larutan tersebut. Kelarutan suatu elektrolit ialah banyaknya mol
elektrolit yang sanggup melarut dalam tiap liter larutannya. Jika konsentrasi
ion total dalam larutan meningkat, gaya tarik ion menjadi lebih nyata dan
aktivitas (konsentrasi efektif) menjadi lebih kecil dibandingkan konsentrasi
stoikhiometri atau terukurnya. Untuk ion yang terlibat dalam proses
pelarutan, ini berarti bahwa konsentrasi yang lebih tinggi harus terjadi

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 28


Praktikum Kimia Fisika

sebelum kesetimbangan tercapai dengan kata lain kelarutan akan


meningkat.
Hasil kali kelarutan suatu garam adalah hasil kali konsentrasi semua ion
dalam larutan jenuh pada suhu tertentu dan masing-masing ion diberi
pangkat dengan koefisien dalam rumus tersebut.
AgCl Ksp = [Ag+] [Cl-]

PbCl2 Ksp = [Pb2+] [Cl-]2

Hasil kali kelarutan hasil kali konsentrasi ion-ion suatu elektrolit (Ksp)
dalam larutan yang tepat jenuh. Timbal Chlorida (PbCl2) jenuh dapat ditulis
sebagai berikut :
PbCl2(s) Pb2-(aq) + 2 Cl-(aq)
Konstanta keseimbangan termodinamika untuk persamaan reaksi diatas
adalah:
(𝑎𝑃𝑏 −2 )(𝑎𝐶𝑙− )2
𝐾𝑎 =
(𝑎𝑃𝑏𝐶𝑙2 (𝑠) )

Karena aktivitas padatan murni = 1, maka persamaan diatas dapat


disederhanakan menjadi :
Ksp = (aPb-2) (aCl-)2
Dalam larutan encer, aktivitas dapat dianggap sama dengan
konsentrasi dalam satuan molar. Nilai Ksp diatas sebagai konsentrasi hasil
kali kelarutan PbCl2 secara matematika dapat ditulis :
[ Pb-2] [Cl-] < Ksp PbCl2 berbentuk larutan
(belum terlihat endapan PbCl2 )
[ Pb-2] [Cl-]> Ksp PbCl2 terjadi endapan
[ Pb-2] [Cl-] = Ksp PbCl2 tepat jenuh

ALAT DAN BAHAN


Alat Yang Digunakan
1. Rak tabung reaksi dan tabung reaksi
2. Erlenmeyer 250 ml

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 29


Praktikum Kimia Fisika

3. Buret 50 ml
4. Thermometer 100°C
5. Hot Plate
6. Gelas kimia
7. Pipet ukur 10 ml, 25 ml
8. Bola karet
9. Corong
10. Spatula
11. Pengaduk
12. Kaca arloji

Bahan Yang Digunakan


1. Larutan Pb(NO3)2 0,075 M 250 ml
2. Larutan KCl 1,0 M

PROSEDUR PERCOBAAN
1. Menyiapkan larutan Pb(NO3)2 0,075 M dan KCl 1 M, lalu
menempatkan KCl pada buret 50 ml.
2. Menyiapkan larutan seperti pada tabel dibawah ini dengan cara
menambahkan 10 ml 0,075 M Pb(NO3)2 ke dalam tiap tabung reaksi,
kemudian tambahkan KCl 1,0 M (0,5 ml; 1,0 ml; 1,2 ml; 1,4 ml; 1,5 ml;
2,0 ml) sampai ketelitian 0,1 ml. Pada saat pencampuran dan setelah
pencampuran tabung reaksi harus dikocok. membiarkan selama 5
menit dan mengamati apakah sudah terbentuk endapan atau belum
dan catat hasil pengamatan pada tabel 1 serta volume KCl 1,0 M yang
dapat menyebabkan terjadinya perubahan suhu
3. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 1 pada tabung yang
sudah terbentuk endapan dan tabung yang belum terbentuk endapan,
mengulangi langkah diatas untuk menentukan banyaknya volume KCl
1,0 M yang dapat menyebabkan terbentuknya endapan dengan
ketelitian 0,5 ml. Mencatat hasil pengamatan pada tabel 2 mencatat

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 30


Praktikum Kimia Fisika

pula volume KCl 1,0 M yang dapat menyebabkan terjadinya


perubahan suhu
4. Menempatkan campuran yang terbentuk endapan pada penangas
atau labu Erlenmeyer yang dipanaskan seperti terlihat pada gambar,
ketika penangas dipanaskan menggunakan thermometer untuk
mengaduk larutan secara perlahan-lahan (kecepatan pemanasan
penangas kira-kira 1°C per menit) mencatat suhu ketika endapan
tepat larut. Melakukan hal yang sama untuk campuran-campuran lain,
mencatat semua hasil yang diperoleh pada tabel 2

DATA PENGAMATAN
No Volume Pb(NO3)2 (ml) Volume KCl (ml) Pembentukan endapan Suhu
(sudah/belum) (oC)
1 10 0,5
2 10 1,0
3 10 1,2
4 10 1,4
5 10 1,5
6 10 2,0

Volume Pb(NO3)2 Volume KCl (ml) Pembentukan endapan Suhu Endapan


(ml) (sudah/belum) Larut (oC)
10 1,5
10 2,0
10 2,5
10 3,0
10 3,5

CARA PERHITUNGAN
1. Membuat Kurva Ksp sebagai Fungsi Suhu (oC)
Ksp = [Pb2+][Cl-]2
M Pb(NO3)2 x V Pb(NO3)2
[Pb2+] = V total

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 31


Praktikum Kimia Fisika

M KCl x V KCl
[Cl-] = V total

Volume Volume Suhu Pelarutan Endapan Ksp Log Ksp 1/T


Pb(NO3)2 KCl o
C o
K (K-1)
10 ml 1,5 ml
10 ml 2,0 ml
10 ml 2,5 ml
10 ml 3,0 ml
10 ml 3,5 ml

2. Menghitung Nilai ∆H°, Ksp PbCl2, dan Besar Kesalahan Nilai Ksp PbCl2,
Kelarutan PbCl2 dalam air
a. Nilai ∆H° diperoleh dari slope grafik log Ksp vs 1/T
−∆H° 1
ln Ksp = . T + konstanta
R

atau
−∆H° 1
log Ksp = 2,303 R . 𝑇 + konstanta
-∆H°
slope = 2,303 R

b. Nilai Ksp PbCl2 dapat dihitung melalui rumus:


−∆H° 1
log Ksp = 2,303 R . T
𝐾𝑠𝑝 𝑃𝑏𝐶𝑙2 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖−𝐾𝑠𝑝 𝑃𝑏𝐶𝑙2 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑘
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = × 100%
𝐾𝑠𝑝 𝑃𝑏𝐶𝑙2 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖

c. Kelarutan PbCl2 dalam air


3 Ksp
s =√ 4
x Mr PbCl2

Volume Pb(NO3)2 (ml) Volume KCl (ml) Ksp Kelarutan PbCl2 (g/L)
10 1,5
10 2,0
10 2,5
10 3,0
10 3,5

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 32


Praktikum Kimia Fisika

PERCOBAAN VII : KOEFISIEN


KF DISTRIBUSI

TUJUAN :
Mempelajari kelarutan suatu zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling
campur dan menentukan harga konstanta distribusinya.

DASAR TEORI
Jika dua zat pelarut yang tak tercampur (insoluble solvent) saling
kontak satu dengan yang lain, kemudian ditambahkan zat terlarut (solute) ke
dalamnya maka terjadi distribusi zat terlarut pada kedua-dua zat pelarut
tersebut. Artinya terjadi perpindahan massa zat terlarut dari zat pelarut satu
ke yang lain secara bolak balik.
Bila kecepatan distribusi ini tetap, maka dikatakan terjadi
“kesetimbangan distribusi”. Perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam zat
pelarut menjadi tetap harganya dan disebut sebagai Koefisien Distribusi (K)
yang dapat dihitung sebagai berikut :
(C A )org
K= ……………………………………………………… (1)
(C A )aq
dengan :
(C A )org = konsentrasi zat terlarut dalam zat organik, mol/l

(C A )aq = konsentrasi zat terlarut dalam air, mol/l

Penambahan suatu zat terlarut ke dalam dua pelarut yang tidak saling
campur akan menyebabkan zat terlarut tersebut terdistribusi atau terbagi
antara kedua pelarut tersebut dengan perbandingan tertentu. Distribusi zat
terlarut ke dalam masing-masing pelarut ini sesuai dengan tingkat
kepolarannya hingga mencapai titik kesetimbangan. Konstanta distribusi
dapat ditentukan dengan melakukan titrasi air dengan larutan NaOH standar
dan indikator pp. Ada penambahan zat ketiga berupa asam asetat dan asam
oksalat, sehingga zat terdistribusi antara lapisan air dan dietil eter, dilakukan

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 33


Praktikum Kimia Fisika

pemisahan dan hasil pisahan berupa air dititrasi dengan NaOH standar
dengan bantuan indikator pp yang akan menunjukkan titik akhir titrasi.
CH 3 COOH + NaOH → CH 3 COONa + H 2 O
C 2 H 2 O 4 .2H 2 O + 2NaOH → Na 2 C 2 O 4 + 4H 2 O

Hukum Distribusi
Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut
maka akan terjadi pembagian kelarutan. Dalam praktek solute akan
terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok
dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua
pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap.
Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien
distribusi dinyatakan dengan rumus sebagai berikut (Purwani, 2008):

Kd = C 1 /C 2 atau Kd = C a /C 0

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 34


Praktikum Kimia Fisika

Ekstraksi Pelarut

Ekstraksi adalah pemisahan dan penarikan komponen campuran dari


campuran lainnya. Ekstraksi campuran-campuran merupakan suatu teknik
dimana suatu larutan dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut lain (pelarut
kedua) yang tidak tercampurkan dan menimbulkan perpindahan satu atau
lebih zat terlarut ke dalam pelarut kedua tersebut (Basset, dkk,1994).
Sebuah proses ekstraksi pelarut bertujuan untuk mengekstrak zat terlarut
dari suatu fasa cair yang lain. Hal ini dapat dilakukan untuk memisahkan dua
zat terlarut yang berbeda atau untuk memurnikan fasa cair dari kontaminasi
(Engdahl, 2010).

ALAT DAN BAHAN


Bahan Yang Digunakan
1. Asam asetat / asam oksalat
2. Larutan NaOH 0,05 N
3. Dietil eter
4. Aquadest
5. Indikator PP

Alat Yang Digunakan


1. Corong Pemisah 250 ml 1 buah
2. Labu ukur 250 ml 1 buah
3. Labu ukur 100 ml 1 buah
4. Pengaduk kaca 1 buah
5. Gelas kimia 1 buah
6. Erlenmeyer 250ml 3 buah
7. Pipet volume 25 ml 1 buah
8. Pipet volume 10 ml 1 buah
9. Buret 50 ml 1 buah
10. Pipet tetes

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 35


Praktikum Kimia Fisika

11. Gelas ukur 10 ml 1 buah


12. Corong gelas kecil 1 buah
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Buat larutan NaOH 0,05 M 250 ml
2. Buat larutan asam asetat 0,5, 0,25, 0,125 masing-masing 100 ml
3. Titrasi 10 ml larutan asam asetat (3 kali) dengan NaOH 0,05 N (V1)
dengan indikator PP.
4. Masukkan salah satu larutan asam asetat yang telah dibuat
sebanyak 50 ml ke dalam corong pemisah dan tambahkan 50 ml
dietil eter. Kocok sampai terjadi kesetimbangan.
5. Pisahkan kedua lapisan yang terjadi dengan corong pemisah.
6. Titrasi sebanyak 10 ml, larutan bagian atas dengan larutan NaOH
0,05 N sebanyak 3 kali (V2) dengan indikator PP.
7. Ulangi untuk konsentrasi asam asetat yang lain.

DATA PENGAMATAN
No. Larutan Mula-mula Setelah distribusi
Asam Volume NaOH (V1), mL Volume NaOH (V2), mL
Asetat I II III I II III
1.
2.
3.

CARA PERHITUNGAN
1. Hitung (C A )aq mula – mula

2. Hitung (C A )aq setelah distribusi

3. Hitung (C A )org setelah distribusi = (C A )aq awal – (C A )aq setelah distribusi

4. Hitung Koefisien distribusi (K)

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 36


Praktikum Kimia Fisika

PERCOBAAN VIII : CAMPURAN


KF BINER

TUJUAN :
Setelah melakukan percobaan ini mahasiwa diharapkan :
1. Mengetahui dan dapat membuktikan bahwa campuran dua buah (atau
lebih) azeotropik atau zeotropik.
2. Dapat membuat diagram fase dua komponen.
3. Dapat menentukan indeks bias suatu zat atau campuran dengan
menggunakan reflaktometer.
4. Mengikuti penerapannya pengetahuan ini di beberapa industri kimia
(pabrik arak dan spiritus).

DASAR TEORI
DISTILASI
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan
kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap
(volatilitas) suatu bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan
sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam
bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih
dulu.
Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan
massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu
larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Model
ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton.
Distilasi yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah distilasi
campuran biner, dimana zat yang digunakan adalah campuran alcohol dan
aquadest dengan komposisi yang variasi.
Campuran azeotrop adalah campuran suatu zat dimana zat tersebut
memiliki titik didih minimal atau titik didih maksimal. Susunan campuran
azeotrop tergantung dari tekanan yang dipakai untuk membuat larutan-

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 37


Praktikum Kimia Fisika

larutan dengan konsentrasi tertentu. Azeotrop merupakan campuran 2 atau


lebih komponen pada komposisi tertentu dimana komposisi tersebut tidak
bisa berubah hanya melalui distilasi biasa. Ketika campuran azeotrop
dididihkan, fasa uap yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan
fasa cairnya. Campuran azeotrop ini sering disebut juga constant boiling
mixture karena komposisinya yang senantiasa tetap jika campuran tersebut
dididihkan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi berikut :

Titik A pada pada kurva merupakan boiling point campuran pada


kondisi sebelum mencapai azeotrop. Campuran kemudian dididihkan dan
uapnya dipisahkan dari sistem kesetimbangan uap cair (titik B). Uap ini
kemudian didinginkan dan terkondensasi (titik C). Kondensat kemudian
dididihkan, didinginkan, dan seterusnya hingga mencapai titik azeotrop. Pada
titik azeotrop, proses tidak dapat diteruskan karena komposisi campuran
akan selalu tetap. Pada gambar di atas, titik azeotrop digambarkan sebagai
pertemuan antara kurva saturated vapor dan saturated liquid. (ditandai
dengan garis vertikal putus-putus)
Jika campuran dipanaskan maka komponen yang titik didihnya lebih
rendah akan menguap lebih dulu. Selain perbedaan titik didih, juga
perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah substansi untuk menjadi
gas. Distilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer.
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan
kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap
(volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 38


Praktikum Kimia Fisika

menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk


cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.
Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan massa.
Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan,
masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal
distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton

Azeotrop
Bila campuran dua buah zat cair yang saling melarut dengan baik,
dipanaskan sambil tekanan uap diusahakan konstan, maka titik didih dan
komposisi uapnya tergantung dari komposisi campuran zat cairnya.
Hubungan antara titik didih pada komposisi tertentu dari campuran zat cair
itu dengan komposisi uapnya dapat dilukiskan dalam sebuah gambar kurva
berikut :
1. Campuran Zeotropik
Bila garis kurva tidak menunjukkkan titik maksimum
ataupun minimum pada titik didih campuran zat cair
itu, maka titik didih campuran zat cair terletak
antara titik didih zat-zat cair murninya. Campuran
ini disebut camouran zeotropik.
Pada penyulingan zat cair semacam ini.
Komposisi destilatnya lebih banyak mengandung zat cair yang bertekanan
uap lebih besar dibandingkan dengan komposisi campuran. Zat cair
yangsedang disuling itu. Oleh karena itu campuranzat cair ini dapat
dipisahkan menjadi zat-zat cair murninyamelalui penyulingan berkali-kali.

2. Campuran aseotropik
a. Bila titik–titik didih campuran dua zat cair yang
saling melarut menunjukkan adanya titik
maksimum, maka campuran ini disebut campuran
azeotropik. Pada titik dimana garis titik –titik didih

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 39


Praktikum Kimia Fisika

mencapai maksimum, garistitik-titik tekanan uapnya pun mencapai titik itu


pada titik ini campuran zat cair ini akan mendidih secara konstan. Dengan
demikian campuran zat cair semacam ini tidak dapat dipisahkan kedalam zat
murninya secara menyulingnya. Titik azeotropik campurna ini terletak lebih
tinggi dari pada titik-titik didih zat murninya.

b. Dalam hal dimana titi-titik didih campuran


dua zat cair yang saling melarut menunjukkan
adanya titik maksimum, terjadi gejala-gejala yang
sebaliknya dengan apa yang terjadi pada
campuran zat cair yang menunjukkan adanya titik
maksimum. Campuran zat cair semacam iini yang
juga disebut campuran azeotropik , tidak dapat
dipisahkan kedalam zat murninya secara
penyullingan.

ALAT DAN BAHAN KIMIA YANG DIGUNAKAN :


a. Alat-alat yang digunakan :
1. Refraktometer
2. Erlenmeyer 100 ml /250 ml
3. Gelas kimia 100 ml /250ml
4. Termometer
5. Seperangkat alat destilasi
6. Pipet Ukur 10 ml, 25 ml
7. Pipet tetes
8. Bola karet
9. Corong

b. Bahan Kimia yang digunakan :


1. Larutan Etanol
2. Larutan Aquadest

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 40


Praktikum Kimia Fisika

KESELAMATAN KERJA
Dalam percobaan ini gunakan jas praktikum dan kaca pelindung, dan jangan
menghirup zat yang digunakan. Dan pada destilasi dilakukan dalam lemari
asam.

PROSEDUR PERCOBAAN
1. Menyiapkan seperangkat alat distilasi
2. Lalu dipasangkan/dirangkai sesuai gambar pada jobsheet

3. Ditempat yang terpisah, buat campuran biner etanol dan aquadest


dengan berbagai komposisi, masukan pada labu dasar bulat
4. Komposisi campuran etanol – aquadest sebagai berikut 0 – 20 – 40 – 60
– 80 % mol
5. Setelah larutan sampel jadi, mengecek indeks bias awal sebelum distilasi
menggunakan alat Refraktometer
6. Larutan biner yang sudah di cek indeks biasnya lalu disimpan pada
rangkaian alat distilasi
7. Melakukan distilasi dan menghentikan distilasi setelah keluar distilat
sekitar 5mL. Titik didih distilat dilihat dari suhu pada saat tetesan
pertama distilat pada tabung penampungan
8. Distilat yang diperoleh dan residu yang ada di cek kembali indeks
biasnya menggunakan alat Refraktometer
9. Melakukan hal yang sama untuk setiap komposisi

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 41


Praktikum Kimia Fisika

DATA PENGAMATAN

1. Data berdasarkan literatur

Massa Titik
Nama Rumus Densitas Indeks
No molekul didih
zat molekul (gram/cm3) Bias
(gram/mol) (oC)

1 Etanol C2H5OH

2 Air H2O

Tabel Campuran (Etanol + Air)


No Komposisi mol Volume Temperatur
Indeks Bias
(%) campuran (ml) (oC)
etanol air etanol Air distilat residu didih uap
1 100 0
2 80 20
3 60 40
4 40 60
5 20 80
6 0 100

Cara Perhitungan
Fraksi mol
𝒎𝒐𝒍 𝒆𝒕𝒂𝒏𝒐𝒍
X etanol = 𝒎𝒐𝒍 𝒆𝒕𝒂𝒏𝒐𝒍+ 𝒎𝒐𝒍 𝒂𝒒𝒖𝒂𝒅𝒆𝒔𝒕

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 42


Praktikum Kimia Fisika

PERCOBAAN IX : ADSORBSI
KF (ISOTERM FREUNDLICH)

TUJUAN :
1. Mempelajari proses adsorbsi karbon aktif denagn larutan asam organik.
2. Mempelajari besarnya Tetapan Isoterm Absorbsi Freundlich.

DASAR TEORI
Adsorbsi adalah gejala mengumpulkan molekul-molekul suatu zat
(gas, cair) pada permukaan zat lain (padatan, cair) akibat adanya
kesetimbangan gaya. Zat yang mengadsorbsi disebut adsorben dan zat yang
teradsorbsi disebut adsorbat. Adsorben umumnya adalah padatan
sedangkan adsorbat umumnya adalah padatan sedangkan adsorbatnya
adalah cairan atau gas.
Proses adsorbsi merupakan proses kesetimbangan baik adsorbsi gas
maupun cairan. Contoh proses adsorbsi yang digunakan sehari-hari
misalnya : penyerapan air oleh zat pengering, penghilang warna dalam
industry tekstil.
1. Pengering udara/pengambilan uap air dengan silika gel di laboratorium.
2. Penghilang zat warna, bau.
3. Penghilang zat warna pada pabrik gula.
Proses adsorbsi ini dipengaruhi oleh beberapa factor :
1. Konsentrasi, makin besar konsentrasi absorbat maka jumlah yang
teradsorbsi makin banyak begitu juga luas permukaan kontak.
2. Temperatur, makin besar temperatur maka adsorbsi makin kecil karena
proses adsorbsi merupakan proses yang isothermal.
3. sifat adsorben dan absorbat

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 43


Praktikum Kimia Fisika

Proses adsorbsi dibagi menjadi 2 bagian :


a. Proses adsorbsi kimia, yaitu proses adsorbsi yang disertai dengan reaksi
kimia. Pada adsorbsi ini terjadi pembentukan senyawa kimia dan
umumnya terjadi pada adsorbsi yang multi lapisan.
Contoh :
NaCO3 + H2O CO2 (g) + NaOH(p)
H2O(I) + CaCl2 Ca(OH)2 + HCl

b. Proses adsorbsi fisika, yaitu proses adsorbsi yang tidak disertai reaksi
kimia. Ikatan yang terjadi proses ini adalah ikatan Van Der Waals yang
relative lemah. Pada adsorbsi ini panas yang dilepaskan relative kecil
dan umumnya terjadi pada satu lapis (monolayer).
Contoh :
Adsorbsi uap air dengan CaCl2 atau silica gel.
Adsorbsi asam asetat, asam oksalat oleh karbon aktif.

Efektifitas adsorbsi makin tinggi apabila kedua zat adsorbat dan


asorben mempunyai molaritas yang sama. Bila suatu bahan ditambahkan
pada sistem dua fasa dimana bahan tersebut dapat terlarut, maka bahan
yang ditambahkan tersebut akan teridistribusi pada dua fasa tersebut dengan
perbandingan tertentu. Sebagai contoh disini adalah asam asetat yang
ditambahkan pada fasa air dan arang aktif. Sebagian asam asetat akan larut
dalam air dan sebagian yang lain akan terjerap oleh arang aktif. Pada saat
kesetimabngan tercapai maka kecepatan bahan melarut akan sama dengan
kecepatan asam asetat terjerap, sehingga konsentrasi asam asetat dalam air
dan dalam padatan arang aktif tetap.
Beberapapersamaan isotherm adsorbsi :
1. Isoterm adsorbs Freundlich
2. Isoterm adsorbsi Langmuir
3. Isoterm BET (Brunauer, Emmett, Teller)

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 44


Praktikum Kimia Fisika

Pada peristiwa adsorpsi (penjerapan) akan terjadi keseimbangan


antara bahan dalam dalam larutan dengan bahan yang terjerap dalam
padatan. Pada saat setimbang ada hubungan yang dapat dinyatakan dalam
persamaan matematis antara kadar bahan dalam fasa cair dan kadar bahan
dalam fasa padat. Keseimbangan antara bahan dalam fasa cair dengan
kadar bahan dalam fasa padat umumnya dinyatakan dengan beberapa
model, diantaranya model Langmuir dan model Freundlich
1. Model Langmuir
Model Langmuir didasarkan pada penjerapan satu lapisan (monolayer),
sehingga kapasitas permukaan untuk penjerapan ada nilai maksimumnya
(terbatas). Kesetimbangan penjerapan dinyatakan dengan persamaan reaksi
kimia kesetimbangan
A+S SA
dengan,
S = permukaan aktif bebas
A = Adsorbate dalam larutan
SA = Permukaan yang mengikat A
Konstanta kesetimbangan dinyatakan dengan
( SA)
K = (1)
( S )( A)
atau
(SA ) = K (S)( A ) (2)
Neraca permukaan
Permukaan aktif total= permukaan aktif bebas + permukaan aktif yang
mengikat A
(ST ) = (S) + (SA)
(3)
(S) = (ST ) − (SA)
Kombinasi persamaan(1) dan (2) diperoleh
(S) = (ST ) − K (S)( A)
(ST ) (4)
(S) =
1 + K (A)

Substitusi persamaan (2) ke persamaan (4) dan disusun kembali diperoleh

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 45


Praktikum Kimia Fisika

K (ST )( A)
(SA) = (5)
1 + K (A)

atau
(SA) K ( A)
= (6)
(ST ) 1 + K(A)

Perbandingan antara (SA) dengan (ST) merupakan perbandingan


antara kadar A terjerap pada keadaan tersebut (XA) dan kadar A maksimal
yang bisa terjerap (XA*) dan dinyatakan dengan
(SA) X A
= (7)
(ST ) X A*

Substitusi persamaan (7) ke (6) diperoleh


XA K(A)
= (8)
XA *
1 + K(A)

Bila kadar A dinyatakan dengan CA dan disubstitusikan ke persamaan (8)


dan disusun ulang diperoleh

KCA X A*
XA = (9)
1 + KCA

Model Langmuir umumnya berlaku untuk penjerapan adsorbat logam


atau organik dalam air.

2. Model Freundlich
Model ini didasarkan pada anggapan bahwa tidak hanya satu lapisan
molekul adsorbat saja yang terjerap adsorben, sehingga lapisan permukaan
padatan tidak terbatas. Setelah permukaan padatan menjerap satu lapisan
molekul adsorbat, maka adsorbat tersebut membentuk lapisan penjerap baru
dan menjerap adsorbat lainnya. Teori freundlich menghasilkan persamaan
kesetimbangan
1
SA
atau SA = K(A)
n
K = (10)
( A) 1
n

Karena SA berbanding lurus dengan XA dan (A) dinyatakan dalam CA


sehingga persamaan (10) dapat dituliskan sebagai

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 46


Praktikum Kimia Fisika

1
X A = K.CA n (11)
Jika n=1 maka diosebut sebagai model adsorpsi linier dan umumnya untuk
kadar adsorbat yang rendah. Model Freundlich biasanya sesuai untuk proses
penjerapan bahan kimia oleh karbon aktif pada konsentrasi yang cukup tinggi
dalam air atau air limbah.
X = jumlah zat(gr,mol) yang teradsorbsi oleh m gr adsorben
C = konsentrasi zat terlarut yang bebas
k dan n = tetapan isotherm Freunlich
Persamaan ini berlaku untuk gas dan cair
V = K P^1/n
V = jumlah gas teradsorbsi persatuan massa adsorben pada tekanan P
k dan n = tetapan tekanan P

ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan :
1. Erlenmeyer 250 ml 5 buah
2. Buret 50 ml
3. Labu ukur 100 ml, 250 ml
4. Kertas saring
5. Pipet ukur 10 ml, 25 ml
6. Bola karet
7. Gelas kimia 250 ml
8. Spatula
9. Pengaduk
10. Kaca arloji
Bahan yang digunakan :
• Asam asetat 1 N,
• Karbon aktif
• Larutan NaOH 0,1 N
• Indikator PP

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 47


Praktikum Kimia Fisika

KESELAMATAN KERJA
• Dalam percobaan ini yang harus diperhatikan adalah pengenceran asam
asetat dari konsentrasi pekat ke konsentrasi yang di inginkan.
• Pada pembuatan larutan NaOH 0,1 N harus menggunakan kaca mata dan
sarung tangan karena bahaya terhadap mata dan kulit.

PROSEDUR PERCOBAAN
1. Buat larutan CH3COOH 1N 250 ml
2. Encerkan menjadi larutan dengan konsentrasi 0,5, 0,25, 0,125, 0,0625 N,
masing2 100 ml.
3. Siapkan 5 buah Erlenmeyer yang berisi 50 ml CH3COOH 1N, 0,5N,
0,25N, 0,125N, 0,0625N.
4. Masukkan masing-masing 0,5 gram karbon aktif dalam erlenmeyer pada
no.3 Sebelumnya dipanaskan selama 15 menit pada suhu 60 0C.
5. Mengocok campuran tersebut selama 10 menit, diamkan selama 1 jam
6. Kocok kembali selama 1 menit
7. Menyaring larutan tersebut dengan kertas saring ukur volume filtrat.
8. Ambil 10 ml untuk titrasi (menentukan konsentrasi setelah adsorpsi)
9. Ambil 10 ml sisa larutan yang tidak diadsorpsi untuk titrasi (menentukan
konsentrasi sebelum adsorpsi)
10. Titrasi filtrat dengan larutan NaOH 0,1 N dan indikator fenolftalein sampai
terjadi perubahan warna (jumlah filtrat yang dititrasi sebaiknya tidak sama
antara konsentrasi asam tertinggi dan yang terendah).

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 48


Praktikum Kimia Fisika

DATA PENGAMATAN
Tabel 1. Volume NaOH yang digunakan
No. Konsentrasi Volume Volume Volume
CH3COOH (N) CH3COOH (ml) NaOH (ml) NaOH (ml)
Sebelum Sesudah
Adsorbsi Adsorbsi
1. 1 10
2. 0,5 10
3. 0,25 10
4. 0,125 10
5. 0,0625 10

Tabel 2. Nilai log X/m dan log C


No. Karbon Konsentrasi CH3COOH (M)
Aktif (gr) Awal (teori) Awal Akhir X (gr) (X/m) Log (X/m) Log C
1. 0,5 1
2. 0,5 0,5
3. 0,5 0,25
4. 0,5 0,125
5. 0,5 0,0625

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 49


Praktikum Kimia Fisika

PERCOBAAN X : PERSAMAAN
KF ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI

TUJUAN :
1. Menjelaskan hubungan kecepatan reaksi dengan suhu
2. Menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan
Arrhenius

DASAR TEORI
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan oleh suatu
reaksi kimia agar dapat berlangsung. Energi aktivasi memiliki simbol Ea
dengan E menotasikan energi dan a yang ditulis subscribe menotasikan
aktivasi. Kata aktivasi memiliki makna bahwa suatu reaksi kimia
membutuhkan tambahan energi untuk dapat berlangsung.Dalam reaksi
endoterm, energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan dan sebagainya
disuplai dari luar sistem.Pada reaksi eksoterm, yang membebaskan energi,
ternyata juga membutuhkan suplai energi dari luarbuntuk mengaktifkan
reaksi tersebut (Castellan GW. 1982).
Istilah energi aktifasi (Ea) pertama kali diperkenalkan oleh Svante
Arrhenius dan dinyatakan dalam satuan kilojule per mol. Terkadang suatu
reaksi kimia membutuhkan energi aktivasi yang teramat sangat besar, maka
dari itu dibutuhkan suatu katalis agar reaksi dapat berlangsung dengan
pasokan energi yang lebih rendah. Jika terdapat suatu reaksi reaktan
menjadi produk,maka jika reaksi diatas berlangsung secara eksoterm.
Persamaan Arrhenius mendefisinkan secara kuantitatif hubungan antara
energi aktivasi dengan konstanta laju reaksi, dimana A adalah faktor
frekuensi dari reaksi, R adalah konstanta universal gas, T adalah temperatur
dalam Kelvin dan k adalah konstanta laju reaksi. Dari persamaan diatas
dapat diketahui bahwa Ea dipengaruhi oleh temperatur (Atkins PW. 1999).
Dalam kinetika, suatu reaksi berlangsung melalui beberapa
tahap.Diawali dengan tumbukan antar partikel reaktan. Setelah reaktan

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 50


Praktikum Kimia Fisika

bertumbukan, maka akan terjadi penyusunan ulang ikatan dalam senyawa


reaktan menjadi susunan ikatan yang berbeda ( membentuk senyawa produk
) (Castellan GW. 1982).
Dalam penyusunan ini, akan ada pemutusan ikatan dan pembentukan
ikatan yang baru, yang membutuhkan sejumlah energi. Ketika beberapa
ikatan reaktan putus dan beberapa ikatan baru terbentuk, tercapailah suatu
keadaan dimana dalam sistem terdapat sejumlah reaktan dan
produk.Keadaan ini kita sebut sebagai transisi kompleks.Dalam keadaan
transisi kompleks, memiliki campuran antara produk dan reaktan yang
cenderung kurang stabil, karena produk yang terbentuk dapat membentuk
reaktan kembali. Keadaan ini memiliki energi yang cukup tinggi, karena
sistem tidak stabil (Vogel. 1994)
Proses untuk mencapai keadaan transisi kompleks membutuhkan
energi yang disuplai dari luar sistem. Energi inilah yang disebut dengan
energi aktivasi.Pada reaksi endoterm ataupun eksoterm, keduanya memiliki
energi aktivasi yang positif, karena keadaan transisi kompleks memiliki
tingkat energi yang lebih tinggi dari reaktan.
Pada tahun 1889 Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empirik
yang menggambarkan pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi.
Persamaan yang diusulkan adalah :
𝐸𝑎
𝐾 = 𝐴𝑒 𝑅𝑇
K = konstanta laju reaksi
A = faktor freakuensi
Ea = energi aktivasi
Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat ditulis :
𝐸𝑎
ln 𝐾 = ln 𝐴 − ( )
𝑅𝑇
𝐸𝑎 1
ln 𝐾 = − 𝑥 + ln 𝐴
𝑅𝑇 𝑇
Persamaan tersebut analog dengan persamaaan garis lurus, yang
sering disimbolkan dengan y = mx +c, maka hubungan antara energi aktivasi
suhu dan laju reaksi dapat dianalisis dalam bentuk grafik ln k vs 1/T dengan

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 51


Praktikum Kimia Fisika

gradien –(Ea/RT) dan intersep ln A. Jika suatu reaksi memiliki reaktan


dengan konsentrasi awal adalah a, dan pada konsentrasi pada waktu t
adalah a-x, maka dapat ditulis dalam persamaan :
𝑎
𝑘𝑡 = ln( )
𝑎−𝑥
Setelah reaksi berlangsung 1/n bagian dari sempurna, x=a/n dan
1 1
𝑘= ln( )
𝑡 1/𝑛 1 − 1/𝑛
Beberapa faktor yang mempengaruhi energi aktivasi adalah sebagai berikut :
1. Suhu
Fraksi molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan
peningkatan suhu sebesar 10oC .hal ini menyebabkan laju reaksi berlipat
ganda.
2. Faktor frekuensi
Dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu yang
kecil. Perlu dilihat bagaimana perubahan energi dari fraksi molekul sama
atau lebih dari energi aktivasi
3. Katalis
Katalis akan menyediakan rute agar reaksi berlangsung dengan energi
aktivasi yang lebih rendah.
(Atkins PW. 1999)

ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan
1. Rak tabung reaksi dan tabung reaksi
2. Gelas kimia 250 ml, 400 ml atau 600 ml
3. Pipet ukur 10 ml, 5 ml dan bola karet
4. Stopwatch
5. Gelas ukur(gelas piala) 100 ml
6. Labu ukur 50 ml, 100 ml
7. Thermometer 100⁰C
8. Spatula, pengaduk

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 52


Praktikum Kimia Fisika

9. Pipet tetes
Bahan yang digunakan
1. KI 0,1 M
2. Na2S2O3 0,001 M
3. Na2S2O8 atau H2O2 0,04 M
4. Larutan kanji (Amilum/ amidon) 1 %
5. Es Batu
6. Aquadest

KESELAMATAN
Karena dalam percobaan ini hanya melakukan alat yang cukup sederhana
dan bahan kimia yang relative encer, maka untuk menjaga keselamatan
pada waktu melakukan percobaan ini digunakan kaca mata dan jas
praktikum. Selain itu dalam bekerja di laboratorium harus teliti, disiplin dan
tidak ceroboh, tetapi melakukan kegiatan sesuai dengan ketentuan dan
prosedur yang ada,

PROSEDUR PERCOBAAN
a. Menyiapkan sistem sesuai yang tertera di bawah ini :
- Tabung 1 berisi 5 ml H2O2 dan 5 ml air
- Tabung 2 berisi 10 ml KI, 1 ml Na2S2O3 dan 1 ml amilum
b. Kedua tabung reaksi diletakkan dalam gelas piala 600 ml yang berisi air
sesuai dengan suhu pengamatan, sampai masing-masing tabung 1 dan
tabung 2 suhunya sama sesuai dengan suhu pengamatan, untuk suhu
pengamatan 0o-C dilakukan dengan bantuan es.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 53


Praktikum Kimia Fisika

Tabung 1 Tabung 2
Sistem Vol H2O Vol H2O2 Vol S2O32- Vol Kanji
Vol I- (ml)
(ml) (ml) (ml) (ml)
1 5 5 10 1 1
2 5 5 10 1 1
3 5 5 10 1 1
4 5 5 10 1 1
5 5 5 10 1 1
6 5 5 10 1 1

No Temperatur Waktu
T(K) 1/T ln 1/waktu
Reaksi (s)
1
2
3
4
5
6

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 54


Praktikum Kimia Fisika

Pertanyaan
1. Apakah yang dimaksud dengan energy aktivasi?
2. Bagaimanakah pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi?
3. Kesalahan dan penyimpangan apa yang anda perbuat selama
percobaan ?
4. Buatlah suatu cara pemecahannya?

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 55


Praktikum Kimia Fisika

PERCOBAAN XI : PENGARUH SUHU


KF DAN KONSENTRASI TERHADAP
KECEPATAN REAKSI

TUJUAN :
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu dan
perubahankonsentrasi terhadap laju reaksi.

DASAR TEORI
Kecepatan Reaksi
Kecepatan reaksi atau laju reaksi adalah perubahan konsentrasi zat (
pengurangan pereaksi atau penambahan produk) persatuan waktu. Laju
menyatakan seberapa cepat atau seberapa lambat suatu proses
berlangsung. Laju juga menyatakan besarnya perubahan yang terjadi dalam
satu satuan waktu dapat berupa detik, menit, jam, hari atau tahun. Pada
umumnya laju reaksi, akan berhubungan dengan konsentrasi. Tetapi perlu
diperhatikan bahwa beberapa reaksi memilili kelajuan yang tidak bergantung
pada konsentrasi reaksi. Hal ini disebut sebagai reaksi orde nol.
Laju reaksi dinyatakan sebagai laju berkurangnya pereaksi atau laju
terbentuknya produk. Laju reaksi didefininsikan sebagai perubahan
konsentrasi reaktan atau produk tiap satuan waktu (Bird, 1987). Laju reaksi
pada reaksi sederhana berbanding lurus dengan hasil kali konsentrasi.
Konsentrasi reaktan yang dipangkatkan koefisien reaksinya, sehingga dapat
lebih mudah dihitung secara matematis. Tetapi untuk beberapa reaksi
kompleks akan sangat sulit ditentukan orde reaksinya.Orde reaksi adalah
banyaknya factor konsentrasi zat pereaksi yang mempengaruhi kecepatan
reaksi. Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi
tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan (Sunarya, 2004).

Hubungan Molaritas dengan Laju Reaksi


Molaritas adalah banyaknya mol zat terlarut dari setiap satuan volume
zat pelarut. Hubungan molaritas dengan laju reaksi adalah bahwa semakin

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 56


Praktikum Kimia Fisika

besar molaritas suatu zat, maka semakin cepat suatu reaksi berlangsung.
Dengan demikian, pada molaritas yang rendah, suatu reaksi akan berjalan
lebih lambat daripada molaritas yang tinggi. Hubungan antara laju reaksi dan
molaritas adalah sebagai berikut :
V = k [A]m[B]n
dimana :
V = laju reaksi
k = konstanta kecepatan reaksi
[A] = konsentrasi zat A
m = orde reaksi zat A
[B] = konsentrasi zat B
n = orde reaksi zat B

Laju reaksi dengan molaritas tertentu dapat dibuat dari padatan


murni atau larutan pekatnya. Membuat larutan dari padatan murni dilakukan
dengan mencampurkan zat tertentu (Sukarjo, 1985).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi


Menurut teori tumbukan, reaksi akan berlangsung jika terjadi
tumbukan-tumbukan antarpartikel. Makin banyak terjadi tumbuhan, maka
reaksi akan berlangsung lebih cepat. Namun tidak semua tumbukan dapat
menghasilkan reaksi, hanya partikel-partikel yang mempunyai energi cukup
dan posisi yang baik yang dapat menghasilkan tumbukan. Selain itu, masih
terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi, yaitu :
1. Konsentrasi
Pengaruh konsentrasi terhadap kecepatan reaksi dapat diterangkan
melalui pendekatan teori tumbukan. Semakin besar konsentrasi zat
yangterlibat dalam suatu reaksi berarti semakin banyak partikel atau
molekul yang bertumbukan. Akibatnya, jumlah tumbukan per satuan luas,
per satuan waktu juga mengalami kenaikan. Dengan kata lain, pada
keadaan seperti itu, kecepatan reaksi bertambah cepat.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 57


Praktikum Kimia Fisika

2. Suhu
Hampir semua reaksi menjadi lebih cepat bila suhu dinaiikan, karena kalor
(panas) yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi.
Akibatnya, jumlah dan energi tumbukan bertambah besar. Dengan kata
lain, suhu semakin tinggi maka energi kinetik zat akan naik dan gerakan
partikel semakin cepat akan mengakibatkan kemungkinan terjadi
tumbukan sehingga laju reaksi meningkat.
3. Katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi dan
setelah reaksi selesai zat tersebut akan terbentuk kembali. Katalis dapat
memperkecil energi aktivasi, sehingga banyak partikel yang mempunyai
energi kinetik di atas energi aktivasi, maka akan semakin cepat reaksi
berlangsung. Energi aktivasi adalah energi minimal yang harus dimiliki
partikel agar tumbukannya menghasilkan reaksi.
Katalis dapat dibagi berdasarkan dua tipe dasar, yaitu reaksi heterogen
dan homogen. Di dalam reaksi heterogen, katalis berada dalam fase yang
berbeda dengan reaktan. Sedangkan pada reaksi homogen, katalis
berada dalam fase yang sama dengan reaksi.
4. Luas Permukaan
Luas permukaan, ukuran materi atau luas permukaan sentuh sangat
mempengaruhi kecepatan reaksi. Semakin besar luas permukaan, maka
semakin banyak pula partikel yang saling bertumbukan.
5. Sifat Zat yang Bereaksi
Reaksi antara senyawa ion umumnya berlangsung cepat dan reaksi
antara senyawa kovalen umumnya berlangsung lambat.

ALAT DAN BAHAN


Alat Yang Digunakan
1. Gelas ukur 50 mL
2. Stopwatch
3. Beaker glass
4. Termometer

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 58


Praktikum Kimia Fisika

5. Penangas air
6. Pipet volume
7. Bola penghisap
8. Pengaduk

Bahan Yang Digunakan :


1. HCl 1 M
2. Na2S2O3 0,25 M
3. Aquadest

PROSEDUR PERCOBAAN
Bagian A
1. Sebanyak 25 mL Na2S2O3 dimasukkan ke dalam beaker glass.
2. Kemudian ditambahkan 2 mL HCl 1 M dan pada saat dilakukan
penambahan, larutan diaduk selama 2 menit.
3. Dicatat waktu yang diperlukan sampai larutan menjadi keruh.
4. Diulangi cara kerja di atas dengan komposisi sebagai berikut :
No. Vol. Na2S2O4 (ml) Vol. H2O (ml) Vol. HCl (ml)
1. 25 0 2
2. 20 5 2
3. 15 10 2
4. 10 15 2
5. 5 20 2
6. 0 25 2

Bagian B
1. Sebanyak 10 mL Na2S2O3 dimasukkan ke dalam gelas ukur, lalu
diencerkan hingga volumenya menjadi 50 mL.
2. Dimasukkan 2 mL HCl 1M ke dalam tabung reaksi. Gelas ukur dan tabung
reaksi diletakkan di penangas air pada suhu 35 oC. Kedua larutan
dibiarkan beberapa lama sampai mencapai suhu kesetimbangan, diukur
suhu masing-masing larutan dan dicatat.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 59


Praktikum Kimia Fisika

3. Larutan HCl ditambahkan ke dalam larutan tiosulfat, pada saat yang


bersamaan, dihidupkan stopwatch dan larutan diaduk selama 2 menit.
Dicatat waktu yang diperlukan sampai larutan menjadi keruh.
4. Cara kerja di atas diulangi lagi untuk berbagai variasi suhu, yaitu 40 oC,
45oC, 50oC, 55oC dan 60oC.

DATA PENGAMATAN
NO Konsentrasi Konsentrasi Waktu (s) 1/waktu (s-
Na2S2O3 HCl 1)

1 0,25 M 1M
2 0,2 M 1M
3 0,15 M 1M
4 0,1 M 1M
5 0,05 M 1M
6 0,025 M 1M

Volume (ml) Suhu 1/suhu Waktu 1/waktu Log


K
HCl H2O Na2S2O3 ℃ K (K-1) (s) (S-1) K
2 40 10
2 40 10
2 40 10
2 40 10
2 40 10
2 40 10

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 60


Praktikum Kimia Fisika

PERCOBAAN XII : KONSTANTA


KF KECEPATAN REAKSI

TUJUAN
Mahasiswa diharapkan mampu menggunakan salah satu manfaat metode
titrasi yakni penentuan konstanta reaksi.

DASAR TEORI
Kecepatan suatu reaksi kimia berbanding lurus terhadap konsentrasi dari
reaktan dan besarnya dinyatakan dalam bentuk konsentrasi dari salah satu
produk.
dc dx
atau
dt dt

Dimana :
c : konstanta salah satu reaktan
x : konsentrasi salah satu produk
t : waktu

Secara umum :
A+B +C Produk

Persamaan kecepatan reaksi dapat dinyatakan dalam bentuk :


dc
= K (A)nl (B)n2 (C)n3 . . . (1)
dt
Dimana :
K : Konstanta kecepatan reaksi
n : Orde reaksi, yakni jumlah pangkat dalam persamaan kecepatan reaksi
n = n1 + n2 + n 3 . . .

Untuk reaksi tingkat dua, misalnya oksidasi dan yodida dengan persulfat

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 61


Praktikum Kimia Fisika

2 I- + S2O32- I2 + 2 SO42-

Persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut :


dx
= K2 (a-x) (b-2x) . . . (2)
dt
Dimana :
a : konstanta mula-mula dari persulfat
b : konsentrasi mula-mula dari yodida

Jika salah satu dari reaktan sangat berlebih, maka konsentrasinya


dianggap tetap selama berlangsungnya reaksi, maka reaksi akan mengikuti
rekasi tingkat laju.Misalnya konsentrasi dari yodida pada reaksi diatas besar,
maka selama terjadi rekasi konsentrasi ini dianggap tetap (tidak berubah).
Persamaan (2) akan berubah menjadi :
dx
= k2 (a-x) b . . .(3)
dt
Hasil integral dengan batas-batas t=0 dan x=0 akan diperoleh
1 a
b k2 = In
t (a−x)

atau In (a-x) = In – k’t

Dimana :
k’t = bk2
Jika dibuat grafik log (a-x) versus t akan didapat garis lurus dan k’ diperoleh
dari harga slope.

Potasium Iodida adalah senyawa anorgank dengan rumus kimia KI.


Potassium iodida berupagaram putiih yang merupakan senyawa iodida yang
umum digunakan, sejak tahun 1985 dengan produksi sebanyak 37.000 ton.
Senyawa ini memiliki sifat higroskopis yang lebh rendah dibanding sodium
iodida (NaI), sehingga lebih mudah digunakan. Potassium iodida terbentuk
secara alami dengan bantuan ganggang di laut. Ganggang ini membentuk
potassium iodida sekitar 89 μg/g.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 62


Praktikum Kimia Fisika

KI digunakan bersama dengan silver iodida (AgI) dalah senyawa kimia


penting dalam film photograph/ kertas film. KI juga merupakan komponen
dalam beberapa desinfektan dan pad produk perwatan rambut (hair
treatment).
Potassium iodida ditemukan banyak pada sintesis senyawa organik,
terutama pada peroses pemisahan aril iodida dalam proses pengamatan.

ALAT DAN BAHAN


Alat Yang Digunakan :
1. Beaker Gelas
2. Erlenmeyer
3. Termometer Raksa
4. Stopwatch
5. Pipet Ukur
6. Bola Karet
7. Spatula
8. Batang Pengaduk
9. Neraca Analitik
10. Hot Plate
11. Labu Ukur
12. Buret

Bahan Yang Digunakan


1. Larutan K2S2O8 0,05 M
2. Larutan KI 0,4 M
3. Larutan Na2S2O3 0.01 M
4. Larutan kanji 3%

PROSEDUR PERCOBAAN
1. Masukkan 50 ml larutan 0.4 N larutan KI ke dalam labu erlenmeyer,
kemudian memasukannya ke dalam terrmostat dan suhu
dipertahankan pada 25oC.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 63


Praktikum Kimia Fisika

2. Encerkan 20 ml larutan K2S2O3 dengan 80 ml air dan mengambil 50


ml hasil pengenceran dan meletaknnya ke dalam labu Erlenmeyer
dan memasukannya ke dalam thermostat.
3. Tuangkan larutan KI pada suhu konstan 25oC ke dalam K2S2O3 dan
menghidupkan stopwatch secara serentak
4. Pada saat pengukuran dan mencatat interval waktu
(3,8,15,20,30,40,50,60) dan mengambil masing-masing 10 ml dan
memasukkan ke dalam sejumlah air yang besar
5. Mentitrasi sampel dengan 0.01 N Natrium Tio Sulfat (x ml) dan
menggunakan larutan kanji sebagai indicator
6. Mencampur 50 ml larutan KI dengan sisa larutan encer Kalium
Persulfat dan menutup labu serta menjaga temperature 60oC selama
beberapa saat
7. Mendinginkan larutan tersebut dan mempertahankan pada suhu 25 oC
selama 15 menit dan mentitrasi dengan Natrium Tiosulfat

DATA PENGAMATAN
Tabel 1. Hasil volume titrasi campuran KI dan K2S2O4 terhadap Na2S2O3
Waktu Volume Volume Volume (ml) Ln (a – b)
(Menit) Titran (ml) Titran (ml) (a – b)
60oC (a) 28oC (b)
3
8
15
20
30

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 64


Praktikum Kimia Fisika

Tabel 2. Konsentrasi Campuran KI dan K2S2O8 setelah titrasi dengan


Na2S2O3
Waktu (menit) Konsentrasi Campuran Konsentrasi Campuran
(Pada 60oC) (Pada 28oC)
3
8
15
20
30

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 65


Praktikum Kimia Fisika

KF PERCOBAAN XIII : DIAGRAM TERNER

TUJUAN:
Membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam dua cairan
tertentu.

TEORI
Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas yang
diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada
kesetimbangan diungkapkan sebagai :

F = C – P + 2
dimana,

F = jumlah derajat kebebasan C = jumlah komponen


P = jumlah fasa

Dalam ungkapan diatas, kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu,


tekaanan dan komposisi sistem. Jumlah derajat kebebasan untuk sistem
tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat dinyatakan sebagai :
F = 3 – P
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka F = 2, berarti
untuk menyatakan keadaan sistem dengan tepat perlu ditentukan
konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam sistem
terdapat dua fasa dalam kesetimbangan, maka F = 1, berarti hanya satu
komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi
komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan diagram fasa untuk
sistem tersebut. Oleh karena sistem tiga kompoen pada suhu dan tekanan
tetap mempunyai jumlah derajat kebebasan paling banyak dua, maka

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 66


Praktikum Kimia Fisika

diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar
berupa suatu segitiga samasisi yang disebut diagram terner.
Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga kompoen tergantung pada
daya saling larut antar zat cair tersebut dan suhu percobaan. Andaikan
ada tiga zat cair A, B dan C. A dan B saling larut sebagian. Penambahan
zat C kedalam campuran A dan B akan memperbesar atau memperkecil
daya saling larut A dan B.
Pada percobaan ini hanya akan ditinjau sistem yang memperbesar
daya saling larut A dan B. Dalam hal ini A dan C serta B dan C saling larut
sempurna. Kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi campuran A dan
B pada suhu tetap dapat digambarkan pada suatu diagram terner. Prinsip
menggambarkan komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada
gambar (1) dan (2) di bawah ini.

A B

Gambar 1

Titik A, B dan C menyatakan kompoenen murni. Titik-titik pada sisi Ab, BC


dan Ac menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan titik didalam
segitiga menyatakan fraksi dari tiga komponen. Titik P menyatakan suatu
campuran dengan fraksi dari A, B dan C masing-masing sebanyak x, y dan
z.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 67


Praktikum Kimia Fisika

25 75

50 50

75 25

A B
25 50 75
Gambar 2

Titik X menyatakan suatu campuran dengan fraksi A = 25%, B


= 25%, dan C = 50%. Titik-titik pada garis BP dan BQ menyatakan
campuran dengan perbandingan dengan jumlah A dan C yang tetap,
tetapi dengan jumlah B yang berubah. Hal yang sama berlaku bagi
garis-garis yang ditarik dari salah satu sudut segitiga kesisi yang ada
dihadapannya. Daerah didalam lengkungan merupakan daerah dua
fasa. Salah satu cara untuk menentukan garis binoidal atau kurva
kelarutan ini ialah dengan cara menambah zat B ke dalam berbagai
komposisi campuran A dan C. Titik-titik pada lengkungan
menggambarkan komposisi sistem pada saat terjadi perubahan dari
jernih menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga
komponen yang homogen pecah menjadi dua larutan konjugat
terner.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 68


Praktikum Kimia Fisika

ALAT DAN BAHAN


Alat Yang Dipakai
1. Labu tertutup 100 ml 5 buah
2. Erlenmeyer 250 ml 3 buah
3. Buret 50 ml 3 buah
4. Neraca
5. Thermometer

Bahan-Bahan Yang Dipakai


1. Kloroform (A)
2. Asam asetat glasial (C)
3. Aquades (B)

PROSEDUR PERCOBAAN
1. Dalam labu erlenmeyer yang bersih, kering dan tertutup, buatlah
9 macam campuran cairan A dan C yang saling larut sempurna
dengan komposisi sebagai berikut :
Labu 1 2 3 4 5 6 7 8 9

A (ml) 2 4 6 8 10 12 14 16 18

C (ml) 18 16 14 12 10 8 6 4 2
Semua pengukuran volume dilakukan dengan buret

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 69


Praktikum Kimia Fisika

2. Titrasi tiap campuran dalam labu 1 s/d 9 dengan zat B sampai tepat
timbul kekeruhan, dan catat jumlah volume zat B yang digunakan.
Lakukan titrasi dengan perlahan-lahan
3. Tentukan rapat massa masing-masing cairan murni A, B dan C
4. Catat suhu kamar sebelum dan sesudah percobaan

TUGAS
1. Lakukan percoban di atas untuk zat A, B dan C sesuai dengan tugas
dari asisten.
Berdasarkan zat yang diberikan, tentukan sendiri zat mana yang
memiliki sifat A, B dan C. Beberapa kemungkinan tugas adalah
sebagai berikut :
Kloroform-aseton-air, Aseton-benzena-air, Air-kloroform-asam
asetat dan Air- benzena-etanol
2. Hitung konsentrasi ketiga komponen dalam fraksi mol untuk tiap
campuran ketika terjadi perubahan jumlah fasa, dengan rumus :
xi = ni/(n1 + n2 + n3)*100%
n1 = V1 p1/M1, n2 = V2 p2/M2 = V3 p3/M3
3. Gambarkan kesembilan titik itu pada kertas grafik segi tiga dan
buat kurva binoidalnya sampai memotong sisi AB dari segitiga

PERTANYAAN
1. Dapatkah penggambaran komposisi cairan dalam diaagram terner
dinyatakan dalam persen volum ? Jelaskan !
2. Apa arti garis hubung (tie line) serta bagaimana cara
menentukannya secara eksperimental.
3. Apa pula arti titik kritik dalam diagram terner ? berapa derajat
kebebasannya ?
4. Gambarkan diagram terner untuk sistem yang mempunyai dua
pasang cairan yang saling larut sebagian, pasangan itu, misalnya A
dan B serta B dan C.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 70


Praktikum Kimia Fisika

DATA PENGAMATAN
Konsentrasi
(%) Gr ml Gr ml (ml)
10
20
30
40
50
60
70
80

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 71


Praktikum Kimia Fisika

DAFTAR PUSTAKA

Atkins, (1999).”Kimia Fisika Jilid 2. Erlangga.Jakarta


Oxtobi , D.W. (1998). “Kimia Fisik”. Erlangga. Jakarta
J.M.Wilson Cs.”Experiment in Fhisical Chemistry”. Pergamon
Press,London.1964
Respati, 1992 Dasar dasar Ilmu Kimia, Aksara Baru
Toni Bird,”Penuntun Praktikum Kimia Fisika”. Untuk Universitas, Jakarta.1987

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 72


Praktikum Kimia Fisika

Program Studi Diploma III Teknik Kimia POLSRI 73

Anda mungkin juga menyukai