Anda di halaman 1dari 17

Laboratorium Analisis Kuantitatif

Semester II 2019 / 2020

LAPORAN PRAKTIKUM
TITRASI ASAM BASA

Pembimbing : Vilia Darma Paramita, S.T.P., M.Food.


Sc., Ph.D. Kelompok : II (Dua)
Tgl. Praktikum: 25 Agustus 2020

Nama : St. Faiqah Nursyfany


NIM : 43219018
Kelas : 1D4 Teknologi Kimia Industri

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2020
TITRASI ASAM BASA

I. Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat :
- Melakukan standarisasi suatu asam kuat dan basa kuat.
- Melakukan titrasi untuk suatu larutan yang tidak diketahui
konsentrasinya
- Menjelaskan prinsip titrasi campuran karbonat-bikarbonat
- Menghitung konsentrasi masing-masing di dalam campuran

II. Perincian Kerja


- Standarisasi larutan NaOH dengan asam benzoate
- Standarisasi larutan HCL dengan boraks
- Menentukan konsentrasi dari suatu asam atau basa dengan
menggunakan NaOH atau HCL sebagai penitrasi
- Menitrasi sejumlah campuran dengan menggunakan indikator yang
berbeda

III. Alat dan Bahan:


1. Alat kapasitas jumlah
- Gelas kimia 100 ml+250 ml 1 buah
-Erlenmeyer 250 ml 2 buah
-Pipet ukur 5 ml+10 ml+25 ml 1 buah
-Corong kaca 1 buah
-Labu takar 100 ml 2 buah
-Buret 50 ml 1 buah
-Pipet volume 10 ml 1 buah
-Bola isap 1 buah
-Pipet tetes 1 buah
-Kertas Timbang 1 buah
-Spatula 1 buah
-Pengaduk kaca 1 buah

2. Bahan
-Boraks p.a.
-Asam Benzoate p.a.
-Indikator phenolphthalein
-Indikator metil orange
-Larutan NaOH 0,1 N
-Larutan HCl 0,1 N
-Larutan Na2C03-NaHCO3
-Aquadest

IV. Dasar Teori


Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan kadar secara
kuantitatif dari zat-zat yang telah dikenal rumus kimianya. Titrasi
dikatakan juga sebagai analisa massa, karena jumlah larutan yang
digunakan untuk menentukan kadar suatu zat, diukur secara cepat.

Untuk dapat mengerti apa yang terjadi pada suatu titrasi, maka
perlu dipahami terlebih dahulu persamaan reaksinya, mol, derajat
keasaman, mupun kebasaan, dan ekivalen.

Pada analisa massa, larutan yang akan ditentukan direaksikan


dengan sejumlah tertentu larutan yang telah diketahui kadarnya, maka
dapat dihitung kadar (larutan baku). Sampai titik akhir dari reaksi
tercapai.

Dengan Mengukur berapa jumlah larutan yang diketahui


kadarnya yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan sejumlah tertentu
larutan yang ditentukan, maka dapat dihitung kadar dari larutan yang
ditentukan tersebut.

Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan


dengan konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi
secara lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang akan di analisis.
Contoh yang akan dianalisis dirujuk sebagai (tak diketahui, unknown).
Prosedur analitis yang melibatkan titrasi dengan larutan-larutan yang
konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetri. Dalam analisis
larutan asam dan basa, titrasi melibatkan pengukuran yang seksama,
volume-volume suatu asam dan suatu basa yang tepat saling
menetralkan (Keenan,1998:422-423).

Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat
yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan
dengan perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah
tercapainya titik akhir titrasi (Brady,1999:217-218).

Larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke


dalam buret (pipa panjang berskala) dan jumlah yang terpakai dapat
diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi. Larutan asam yang
dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan
mengukur volumenya terlebih dahulu denga memekai pipet gondok.
Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya
disekitar titik ekivalen. Dala titrasi yang diamati adalah titik akhir
bukan titik ekivalen (syukri,1999:428).

Suatu proses didalam laboratorium untuk mengukur jumlah


suatu reaktan yang bereaksi sempurna dengan sejumlah reaktan
lainnya, dimana reaktan pertama ditambahkan secara kontinu ke dalam
reaktan kedua disebut titrasi. Reaktan yang ditambahkan tadi disebut
sebagai titrant dan reaktan yang ditambahkan titrant kedalamnya
disebut titree. Didalam beberapa titrasi, titik ekivalen adalah titik
selama proses titrasi dimana tepatnya titrat telah cukup ditambahkan
untuk bereaksi dengan titree. Salah satu masalah tekhnis dalam titrasi
adalah titik dimana suatu perubahan dapat diamati, terjadi yang untuk
mengindikasikan pendekatan yang paling baik ke titik ekivalen. Secara
ideal, titik akhir dan titik ekivalen seharusnya identik, tetapi dalam
prakteknya jarang sekali ada orang yang mampu membuat kedua titik
tersebut tepat sama, meskipun ada beberapa hal dimana perbedaan
antara kedua hal tersebut dapat diabaikan (Snyder,199 :597-599).

Kadang-kadang kita perlu mengetahui tidak hanya atau sekedar


pH, akan tetapi perlu kita ketahui juga berapa banyak asam atau
basayang terdapat didalam sampel. Sebagai contoh, seorang ahli kimia
lingkungan mempelajari suatu danau dimana ikan-ikannya mati. Dia
harus mengetahui secara pasti seberapa banyak asam yang terkandung
dalam suatu sampel air danau tersebut. Titrasi melibatkan suatu proses
penambahan suatu larutan yang disebut tirant dari buret ke suatu flask
yang berisi sampel dan disebut analit. Berhasilnya titrasi asam-basa
tergantung pada seberapa akurat kita dapat mendeteksi titik
stoikiometri. Pada titik tersebut, jumlah mol dari H 3O+ dan OH– yang
ditambahkan sebagai titrant adlah sama dengan jumlah mol dari OH-
atau H3O+  yang terdapat dalam analit. Pada titik stoikiometri, larutan
terdiri dari garam dan air. Larutan tersebut adalah asam apabila ion
asam yang terkandung didalamnya, dan basa apabila ion basa yang
terkandung didalamnya (Atkins, 1997:550).

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, dalam stoikiometri


titrasi, titik ekivalen dari reaksi netralisasi adalah titik pada reaksi
dimana asam dan basa keduanya setara, yaitu dimana keduanya tidak
ada yang berlebihan. Dalam titrasi, suatu larutan yang akan
dinetralkan, misal asam, ditempatkan di dalam flask bersamaan dengan
beberapa tetes indikator asam basa. Kemudian larutan lainnya (misal
basa) yang terdapat didalam buret, ditambahkan ke asam. Pertama-
tama ditambahkan cukup banyak, kemudian dengan tetesan hingga titik
ekivalen. Titik ekivalen terjadi pada saat terjadinya perubahan warna
indikator. Titk pada titrasi dimana indikator warnanya berubah disebut
titik akhir (Petrucci, 1997:636).

Misalkan kita ingin menentukan molaritas dari suatu larutan


HCl yang tidak diketahui konsentrasinya. Kita bisa menentukan
konsentrasi HCl tersebut melalui suatu prosedur yang disebut titrasi,
dimana kita menetralisasi suatu asam dengan suatu basa yang telah
diketahui konsentrasinya. Pada titrasi, pertama-tama kita menempatkan
suatu asam yang volumenya telah ditentukan ke dalam suatu flask. Dan
tambahkan beberapa tetes indikator seperti penolftalein, kedalam
larutan asam. Dalam larutan asam, penolftalein tidak berwarna.
Kemudian, buret kita isi dengan larutan NaOH yang konsentrasinya
telah diketahui. dan dengan hati-hati NaOH ditambahkan ke asam pada
flask. Kita bisa mengetahui bahwa netralisasi telah berlangsung ketika
penolftalein dalam larutan berubah warna menjadi merah muda. Ini
disebut titik akhir netralisasi. Dari volume yang ditambahkan dan
molar NaOH, kita dapat menentukan konsentrasi asam
(Timberlake,2004:354-355).

Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk


menentukan jumlah senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa.
Kebanyakan asam dan basa organik dan organik dapat dititrasi dalam
larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu terutama senyawa organik
tidak larut dalam  air. Namun demikian umumnya senyawa organik
dapat larut dalam pelarut organik, karena itu senyawa organik itu dapat
ditentukan dengan titrasi asam basa dalam pelarut inert. Untuk
menentukan asam digunakan larutan baku asam kaut misalnya HCl,
sedangkan untuk menentuan basa digunakan larutan basa kuat
misalnya NaOH. Titik akhir titrasi biasanya ditetapkan dengan bantuan
perubahan indikator asam basa yang sesuai atau dengan bantuan
peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer,
konduktometer. (Rivai,H.1990:308-310).

Tidak semua pereaksi dapat digunakan sebagai titran, untuk itu


pereaksi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut berlangsung
sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang jelas ( dasar teoritis),
cepat dan irreversible, ada petunjuk akhir titrasi (indikator), larutan
baku direaksikan dengan alat harus mudah didapat dan sederhana
menggunakannya, juga harus stabil sehingga konsentrasinya tidak
mudah berubah bila disimpan (Ady Mara,2010:21).

V. Prosedur Kerja

1. Standarisasi larutan baku sekunder HCl dengan menggunakan


boraks
- Menimbang boraks sebanyak 0,1007 gram
- Melarutkan boraks dengan 25 ml aquadest
- Menitrasi dengan HCl
- Mengulangi percobaan tersebut untuk boraks sebanyak 0,1048
gr
- Menghitung konsentrasi larutan baku sekunder HCl

2. Standarisasi larutan baku sekunder NaOH dengan Asam Benzoat


- Menimbang asam benzoate sebanyak 0,1001 gr
- Memasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml
- Menambahkan 5 tetes indicator Phenolpthalein
- Menitrasi dengan NaOH
- Mengulangi Percobaan tersebut untuk asam benzoate 0,1003 gr
- Menghitung konsentrasi NaOH
3. Penentuan CH3COOH

- Memipet CH3COOH 1 ml + 25 ml aquadest dengan


menggunakan pipet ukur
- Memasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml
- Menambahkan 5 tetes indicator Phenolpthalein
- Menitrasi dengan larutan baku sekunder NaOH sampai terjadi
perubahan warna
- Mengulangi Percobaan tersebut
- Menghitung konsentrasi larutan

4. Penentuan NaOH
- Memipet NaOH 1 ml + 25 ml aquadest dengan menggunakan
pipet ukur
- Memasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml
- Menambahkan 5 tetes indicator Phenolpthalein
- Menitrasi dengan larutan baku sekunder HCl sampai terjadi
perubahan warna
- Mengulangi Percobaan tersebut
- Menghitung konsentrasi larutan

VI. Data Pengamatan


A. Standarisasi larutan baku HCl dengan menggunakan boraks
Titrasi I Titrasi II
Berat zat yang ditimbang 0,1094 gram 0,1048 gram
Zat penitrasi yang dibutuhkan 3,8 ml 4 ml
Hasil (konsentrasi zat yang 0,075 M 0,068 M
ditentukan)
B. Standarisasi larutan baku sekunder NaOH dengan Asam Benzoat
Titrasi I Titrasi II
Berat zat yang ditimbang 0,1001 gram 0,1003 gram
Zat penitrasi yang dibutuhkan 9,7 ml 9,75 ml
Hasil (konsentrasi zat yang 0,084 M 0,0841 M
ditentukan)

C. Penentuan CH3COOH
Titrasi I Titrasi II
Volume zat 1 ml 1 ml
CH3COOH CH3COOH
+ 25 ml + 25 ml
aquadest aquadest
Zat penitrasi yang dibutuhkan 0,7 ml 0,8 ml
Hasil (konsentrasi zat yang 0,05876 M 0,06708 M
ditentukan)

D. Penentuan NaOH
Titrasi I Titrasi II
Volume zat 1 ml NaOH 1 ml NaOH
+ 25 ml + 25 ml
aquadest aquadest
Zat penitrasi yang dibutuhkan 0,95 ml 0,9 ml
Hasil (konsentrasi zat yang 0,0036 M 0,0035 M
ditentukan)

VII. Perhitungan

A. Standarisasi larutan baku sekunder HCl dengan menggunakan


boraks.
 Menghitung konsentrasi zat yang ditentukan(titrasi I)
- Massa boraks = 0,1094 gram.
- V larutan = 25 mL
- V peniter = 3,8 mL
- Mr Boraks = 381,97 gr/mol

M = (gr:Mr)×(1000:25)
= (0,1094 gr: 381,97 gr/mol)×(1000:25)
= 0,0114 M

Konsentrasi HCl
pada titrasi I
M1×V1=M2×V2
0,0114M×25 ml
=M2×3,8 ml
M2= 0,075 M

 Menghitung konsentrasi zat yang ditentukan(Titrasi II)


- Massa boraks = 0,1048 gram
- V larutan = 25 ml
- V peniter = 4 ml
- Mr Boraks = 381,97 gr/mol

M = (gr:Mr)×(1000:25)
= (0,1048 gr: 381,97 gr/mol)×(1000:25)
= 0,0109 M

Konsentrasi HCl pada


titrasi II
M1×V1=M2×V2
0,0109 M×25 ml= M2×4 ml
M2= 0,068 M

B. Standarisasi larutan baku sekunder NaOH dengan asam benzoate.


 Menghitung konsentrasi zat yang ditentukan(titrasi I)
- Massa asam benzoat = 0,1001 gram.
- V larutan = 25 mL
- V peniter = 9,7 mL
- Mr Boraks = 122,12 gr/mol

M = (gr:Mr)×(1000:25)
= (0,1001 gr)×(1000)
(122,12 gr/mol)×(25)
= 0,0327 M

Konsentrasi HCl pada titrasi I


M1×V1=M2×V2
0,0327 M×25 ml = M2×9,7 ml
M2= 0,084 M

 Menghitung konsentrasi zat yang ditentukan(Titrasi II)


- Massa boraks = 0,1003 gram
- V larutan = 25 ml
- V peniter = 9,75 ml
- Mr Boraks = 122,12gr/mol
M = (gr:Mr)×(1000:25)
= (0,1003 gr) × (1000)
(122,12gr/mol)×(25)
= 0,0328 M
Konsentrasi HCl pada titrasi II
M1×V1=M2×V2
0,0328 M×25 ml= M2×9,75 ml
M2= 0,0841 M

C. Penentuan CH3COOH
 Rata-rata konsentrasi larutan sekunder NaOH
X= (0,084 M + 0,0841 M)
2
= 0,08405 M

Pada Titrasi I
M1V1=M2V2
M1= (0,08405 M)(0,7 ml)
26 mL
M1= 0,00226 M

M1V1=M2V2
M2= (0,00226 M)(26 ml)
1 ml
M2= 0,0587 M

Pada Titrasi II
M1V1=M2V2
M1= (0,08405 M)(0,8 ml)
26 mL
M1= 0,00258 M

M1V1=M2V2
M2= (0,00258 M)(26 ml)
1 ml
M2= 0,06708 M
D. Penentuan NaOH
Pada titrasi I
M1V1=M2V2
(0,1 N)(0,95 ml)=M2(25 ml)
M2 = 0,036 M

Pada titrasi II
M1V1=M2V2
(0,1 N)(0,9 ml)=M2(25 ml)
M2 = 0,035 M

VIII. Pembahasan

Titrasi adalah cara analisis tentang pengukuran jumlah larutan yang


dibutuhkan untuk bereaksi secara tetap degan zat yang terdapat dengan
larutan lain.
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titrat ataupun
titran. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau
sebaliknya. Titran ditambahkan titrat tetes demi tetes sampai mencapai
keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titran dan titrat tepat habis
bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator.
Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi
asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang
ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-].
Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan
warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini
mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik
ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik
ekuivalen.
Pada percobaan ini, praktikan menentukan konsentrasi larutan baku
sekunder HCl, larutan baku sekunder NaOH, CH 3COOH dan cuplikan
NaOH. Adapun tujuan utama dilaksanakan praktikum titrasi asam basa yaitu
untuk mengetahui konsentrasi suatu asam atau basa yang dititrasi
berdasarkan konsentrasi larutan yang telah diketahui seperti larutan baku
sekunder yang konsentrasinya akan diketahui setelah melakukan proses
standarisasi.
Pada standarisasi larutan baku sekunder HCl dengan menggunakan
boraks, boraks dilarutkan dalam aquades yang kemudian diteteskan sejumlah
indikator phenolphthalein 5 tetes. Lalu dititrasi dengan menggunakan HCl
hingga mencapai titik akhir titrasi. Mengapa kita memilih HCl untuk
distandarisasi? dan mengapa pula memilih boraks sebagai titran?
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa HCl merupakan Bahan Baku
Sekunder (BBS) yang konsentrasinya tidak dapat dihitung secara teoritis,
oleh karena itu perlu distandarisasi dengan BBP salah satunya dengan
Boraks. Boraks dipilih karena merupakan garam normal bersifat sedikit basa
sehingga dapat bereaksi dengan HCl, dan akan dihasilkan Asam Borat
(H3BO3). Oleh karena itu indikator yang dipakai adalah yang tidak terlalu
dipengaruhi oleh Asam Borat tadi yaitu indikator PP. Adapun perihal titik
akhir titrasi (TAT) adalah keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara
melihat perubahan warna indikator. Dari hasil percobaan standarisasi HCl
dengan menggunakan boraks yang dilakukan secara duplo didapatkan
konsentrasi larutan baku sekunder HCl pada titrasi I yaitu 0,075 M dan titrasi
II yaitu 0,068 M.
Percobaan kedua yaitu standarisasi larutan baku sekunder NaOH
dengan menggunakan asam benzoate dengan indikator Phenolphtalein(PP).
Percobaan standarisasi larutan NaOH digunakan larutan standar asam benzoat.
Menurut refrensi yang diambil dari buku (Oxtoby) larutan standar adalah
larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Larutan NaOH merupakan
larutan standar sekunder (larutan yang belum diketahui konsentrasinya), maka
sebelum digunakan terlebih dahulu larutan NaOH tersebut harus distandarisasi
dengan larutan asam benzoat yang merupakan larutan standar primer agar
NaOH diketahui konsentrasinya. Standarisasi merupakan penentuan
konsentrasi dari larutan standar sekunder yang menggunakan bantuan larutan
standar primer definisi standarisasi diambil dari buku refrensi (Oxtoby).
Untuk itu ditentukanlah konsentrasi larutan asam benzoat. Setelah melakukan
standarisasi NaOH dengan menggunakan asam benzoat, kami mendapatkan
Rata-rata konsentrasi zat peniter(Larutan baku sekunder NaOH) adalah
0,08405 M. Perubahan warna yang terjadi saat titrasi asam benzoate
menggunakan NaOH adalah dari warna bening menjadi merah muda.
Perubahan warna seperti ini terjadi juga pada saat penentuan
CH3COOH. Percobaan tersebut dilakukan pada percobaan yang ketiga
dengan indikator PP menggunakan larutan baku sekunder NaOH.
Adapun konsentrasi CH3COOH yang didapatkan dengan proses secara
duplo pada titrasi I yaitu 0,0587 M dan pada titrasi II yaitu 0,06708
M.
Percobaan terakhir yaitu penentuan NaOH dengan
menggunakan HCl sebagai zat peniter dan indikator PP. Adapun
untuk konsentrasi NaOH saat setelah dititrasi secara duplo pada titrasi
I yaitu 0,036 M dan pada titrasi II yaitu 0,035 M.
Adanya penggunaan indikator PP bertujuan untuk mengetahui
titik ekuivalen serta titik akhir titrasi. Yang kisaran warnanya yaitu
bening sampai merah ungu, yakni apabila bening ataupun tak
berwarna berarti sifatnya asam dan jika berwarna merah ungu sifatnya
basa. Jika larutan sudah ekuivalen maka larutan akan mengalami
oerubahan warna paling awal dan warnanya sangat muda dan cerah
saat itu titrasi dihentikan.

IX. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
- Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana titrasi dihentikan dengan
melihat perubahan warna yang terjadi pada indikator
- Titik ekivalen adalah titik diamana konsentrasi asam sama dengan
konsentrasi basa yang ditambahkan dengan jumlah asam yang
disertai perubahan warna dan perbedaan indikator.

X. Saran
Pada saat melakukan praktikum, sebaiknya praktikan :
1. Mengikuti tahap demi tahap dari prosedur kerja.
2. Melakukan pencucian dengan sempurna.
3. Proses titrasi dilakukan dengan teliti untuk hasil yang maksimal
XI. Daftar Pustaka
- Harjadi, W. 1990.Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia: Jakarta
- Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press:
Jakarta
- Day, Underwood. 1986. Analisa Kualitatif. Jakarta : Erlangga.
- Vogel, A. 1987. Textbook of Quantitative Inorganic Analysis.
Longman Scientific and Technical.
- A.J. Vogel. Quantitative Inorganic Analysis, Longman, New
York.
- D.A., Day. Quantitative Analysis, Prentire Hall of India, New
Delhi.

Anda mungkin juga menyukai