1308105028
Jurusan Kimia
Universitas Udayana
Bukit Jimbaran
2014
ABSTRAK
Sistem zat cair tiga komponen menggunakan diagram terner dengan membuat kurva
kelarutan suatu cairan yang terdapat pada campuran cairan dan menentukan kelarutan zat
dalam pelarut. Diagram terner sistem zat cair tiga komponen dengan menggunakan metode
titrasi untuk memisahkan kedua campuran yang terlarut sempurna dan tidak terlarut yang
akan menimbulkan kekeruhan. Percobaan dilakukan untuk mengukur kelarutan homogen dan
heterogen tiga komponen dalam zat cair menggunakan diagram terner. Dua larutan saling
melarutkan membentuk fase tunggal, yang tidak saling melarutkan membentuk daerah
berfase dua. Percobaan pertama menggunakan aquades dan CCl4 yang di titrasi
menggunakan asam asetat sedangkan percobaan kedua menggunakan CCl4 dan asam asetat
yang di titrasi menggunakan aquades. Perbandingan dari setiap percobaan menggunakan 5
buah erlenmeyer yaitu 1:9, 3:7, 5:5, 7:3, 9:1. Dari hasil data diperoleh variasi fraksi mol
yang didapat pada perbandingan A:C yaitu kelarutan A (I=24,21%, II=75,19%, III=88,10%,
IV=95,04, V=97,2), Fraksi mol didapat kelarutan B (I=23,43%, II=18,89%, III=9,06%,
IV=4,59, V=1,15), Fraksi mol didapat kelarutan C (I=52,34%, II=5,90%, III=2,83%,
IV=3,50, V=1,55). Dari hasil data diperoleh variasi fraksi mol yang didapat pada
perbandingan B:C yaitu kelarutan A (I=55,17%, II=27,77%, III=33,33%, IV=6,66, V=74,34),
Fraksi mol didapat kelarutan B (I=3,44%, II=5,55%, III=22,22%, IV=33,33, V=21,58),
Fraksi mol didapat kelarutan C (I=41,37%, II=66,66%, III=44,44%, IV=60, V=4,07).
Sistem adalah suatu zat yang dapat diisolasikan dari zat – zat lain dalam suatu bejana inert,
yang menjadi pusat perhatian dalam mengamati pengaruh perubahan temperatur, tekanan
serta konsentrasi zat tersebut sedangkan komponen adalah yang ada dalam sistem, seperti zat
terlarut dan pelarut dalam senyawa biner. Banyaknya komponen dalam sistem C adalah
jumlah minimum spesies bebas yang diperlukan untuk menentukan komposisi semua fase
yang ada dalam sistem. Fasa merupakan keadaan materi yang seragam di seluruh bagiannya,
tidak hanya dalam komposisi kimia dalam keadaan fisiknya. Derajat kebebasan sistem adalah
bilangan terkecil dari variabel intensif yang harus dispesifikasikan untuk mengepaskan nilai
dari semua variabel intensif yang tersisa (Nawazir, 2012)
Dua fase dalam kesetimbangan harus selalu bertemperatur sama dan tekanan yang sama,
tetapi tidak terpisah oleh dinding keras atau oleh suatu antar permukaan yang memiliki
lengkung berarti. Sembarang zat yang dapat lalu-lalang dengan bebas diantara kedua fase itu
harus memiliki potensial kimia yang sama didalamnya. Kriteria penting bagi kesetimbangan
ini yang dinyatakan oleh sifat-sifat intensif T, p dan µ, langsung menuju kepada aturan fase
wiiliard gibbs (Purba, 2000)
Pada perhitungan dalam keseluruhan termodinamika kimia, J.W Gibbs menarik kesimpulan
tentang aturan fasa yang dikenal dengan Hukum Fasa Gibbs, jumlah terkecil perubahan bebas
yang diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan
diungkapkan sebagai:
V=C–P+2
Dengan :
C = jumlah komponen
P = jumlah fasa
Kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekanan, dan komposisi sistem. Jumlah derajat
kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat dinyatakan sebagai
:
V=3–P
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa maka V = 2 berarti untuk menyatakan suatu sistem
dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam
sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan, V = 1; berarti hanya satu komponen yang
harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu
berdasarkan diagram fasa untuk sistem tersebut. Sistem tiga komponen pada suhu dan
tekanan tetap punya derajat kebebasan maksimum = 2 (jumlah fasa minimum = 1), maka
diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga
tersebut menggambarkan suatu komponen murni.
Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen tergantung pada daya saling larut antar zat
cair tersebut dan suhu percobaan, contohnya ada tiga zat cair A,B dan C. Larutan B tidak
larut dalam air karena B bersifat nonpolar sedangkan untuk Latutan C sedikit larut dalam air.
Penambahan zat C kedalam campuran A dan B akan memperbesar atau memperkecil daya
saling larut A dan B. Pada percobaan ini hanya akan ditinjau sistem yang memperbesar daya
saling larut A dan B. Kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi campuran A dan B pada
suhu tetap dapat digambarkan pada suatu diagram terner (Putranto, 2009).
Campuran yang terdiri atas tiga komponen, komposisi (perbandingan masing-masing
komponen) dapat digambarkan di dalam suatu diagram segitiga sama sisi yang disebut
dengan Diagram Terner. Cara terbaik untuk menggambarkan sistem tiga komponen adalah
dengan mendapatkan suatu kertas grafik segitiga (Dogra, 2009).
Konsentrasi dapat dinyatakan dengan istilah persen berat atau fraksi mol. Fraksi mol tiga
komponen dari sistem terner (C=3) sesuai dengan XA + XB + XC = 1. Diagram fasa yang
digambarkan segitiga sama sisi, menjamin dipenuhinya sifat ini secara otomatis, sebab
jumlah jarak ke sebuah titik di dalam segitiga itu, yang dapat diambil sebagai satuan panjang.
Tiap sudut segitiga tersebut menggambarkan suatu komponen murni.
Komposisi dapat dinyatakan dalam fraksi massa (untuk cairan) atau fraksi mol (untuk
gas). Diagram tiga sudut atau diagram segitiga berbentuk segitiga sama sisi dimana setiap
sudutnya ditempati komponen zat. Sisi-sisinya itu terbagi dalam ukuran yang menyatakan
bagian 100% zat yang berada pada setiap sudutnya. Untuk menentukan letak titik dalam
diagram segitiga yang menggambarkan jumlah kadar dari masing- masing komponen
dilakukan sebagai berikut.
Gambar 2.1
Titik A, B dan C menyatakan komponen murni. Titik-titik pada sisi AB, BC dan AC
menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan titik didalam segitiga menyatakan fraksi
dari tiga komponen.
Gambar 2. 2
Titik P menyatakan suatu campuran dengan fraksi dari A, B dan C masing-masing sebanyak
x, y dan z. (Putranto, 2009).
Titik X menyatakan suatu campuran dengan fraksi A = 25%, B = 25%, dan C = 50%. Titik-
titik pada garis BP dan BQ menyatakan campuran dengan perbandingan dengan jumlah A
dan C yang tetap, tetapi dengan jumlah B yang berubah. Hal yang sama berlaku bagi garis-
garis yang ditarik dari salah satu sudut segitiga kesisi yang ada dihadapannya. Daerah
didalam lengkungan adalah daerah dua fasa.
Salah satu cara untuk menentukan garis binoidal atau kurva kelarutan ini ialah dengan cara
menambah zat B ke dalam berbagai komposisi campuran A dan C. Titik-titik pada
lengkungan menggambarkan komposisi sistem pada saat terjadi perubahan dari jernih
menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga komponen yang homogen pecah
menjadi dua larutan konjugat terner. Suatu sistem tiga komponen mempunyai perubahan
komposisi yang bebas, sebut saja X2 dan X3, jadi komposisi suatu sistem tiga komponen
dapat dialurkan dalam koordinat carles dengan X2 pada salah satu sumbunya dan X3 pada
sumbu yang lain yang dibatasi oleh garis X2 + X3 = 1, karena X itu tidak simetris terdapat 3
komponen, biasanya di alurkan pada suatu segi tiga sama sisi dengan tiap-tiap sudutnya
menggambarkan suatu komponen murni. (Dogra, 2009).
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquades, CCl4, dan asam
asetat.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah labu bertutup 100 mL, labu
Erlenmeyer 250 mL, buret 50 mL, neraca Westphal, thermometer (10-100).
Metoda Penelitian
Dalam labu erlenmeyer bertutup yang bersih dan kering, dibuat lima macam campuran cairan
A dan C yang saling larut dengan komposisi sebagai berikut :
Pengukuran volume dilakukan dengan buret. Untuk tiap labu, labu kosong ditimbang
terlebih dahulu. Kemudian ditambahkan cairan A dan ditimbang lagi, kemudian ditambahkan
cairan C dan ditimbang sekali lagi.
Tiap campuran dalam labu 1 sampai dengan 5 dititrasi dengan zat B sampai tepat timbul
kekeruhan kemudian dicatat jumlah volume zat B yang digunakan. Titrasi dilakukan dengan
perlahan-lahan. Kemudian setiap labu ditimbang sekali lagi untuk menentukan massa cairan
B dalam setiap labu.
Tahap 1 dan 2 diulangi lagi dengan penggunaan cairan B dan C dan dititrasi dengan cairan A.
Keterangan:
Hasil pada diagram terner merupakan cerminan dari komposisi kesetimbangan dan zat cair.
Diagram ini merupakan alat yang menunjukkan kemurnian suatu campuran zat. Dalam
“material” fasa yang dinyatakan berdasarkan struktur mikro (struktur dan komposisi) yang
homogen dari suatu area yang terdapat di dalam material tersebut.
Praktikum kelarutan zat ini bertujuan untuk mengetahui berapa perbandingan pelarut yang
harus ditambahkan sehingga dapat melarutkan suatu zat, sehingga didapatkan perbandingan
komponen yang mempunyai efisiensi yang besar, baik dari segi banyaknya zat yang
dibutuhkan ataupun dari segi sifat zatnya sendiri.
Pemisahan menggunakan pelarut yang tidak larut dengan sempurna terhadap campuran,
tetapi dapat melarutkan salah satu komponen (solute) dalam campuran. Metode yang
digunakan ialah metode titrasi. Pemisahan dilakukan dengan menggunakan pelarut yang tidak
larut dengan sempurna terhadap campuran, tetapi dapat melarutkan salah satu komponen
dalam campuran tersebut. Pada praktikum dicampurkan tiga komponen berfasa cair
(aquades, CCl4 dan asam asetat). Ditemukan suatu kecenderungan bahwa semakin banyak
volume air yang dimasukkan ke dalam erlenmeyer maka semakin banyak pula volume titran
(CCl4) yang diperlukan untuk mentitrasi campuran asam asetat dengan air menjadi keruh.
Asam asetat dapat sedikit larut dalam aquades, berbeda dengan aquades dan asam asetat,
dimana CCl4 tidak larut dalam air, karena bersifat nonpolar sehingga tidak dapat larut dalam
campuran air yang bersifat polar. Larutan CCl4 berfungsi sebagai emulgator karena CCl4 larut
dalam asam asetat.
Oleh karena itu ditambahkan CCl4 yang berfungsi sebagai emulgator karena etanol larut
dalam air. CCl4 yang awalnya berikatan dengan asam asetat akan terpisahkan dan berikatan
dengan air. Hal ini disebabkan karena sifat asam asetat yang tidak melarut dengan air
sehingga asam asetat yang mulanya berikatan dengan CCl4 akan terlepas dan terpisah
membentuk 2 larutan terner terkonjugasi yang ditandai dengan terbentuknya larutan yang
keruh. Karena kemampuannya yang dapat melarut dengan air dan juga asam asetat, maka
CCl4 dikenal sebagai pelarut yang bersifat semipolar.
Percobaan dibagi menjadi 2 yaitu percobaan titrasi pertama dimana titrat yang digunakan
adalah aquades dan asam asetat, serta CCl4 sebagai titran sedangan percobaan titrasi kedua
titrat yang digunakan adalah CCl4 dan asam asetat, serta aquades sebagai titran. Titik akhir
titrasi telah tercapai dengan terbentuknya larutan keruh yang menandakan telah terpisahnya
komponen-komponen campuran dari larutan tiga komponen menjadi dua komponen larutan
terner terkonjugasi.
Saat penambahan larutan dengan komposisi CCl4 terbanyak dan air terbanyak terjadi dua
lapisan pada larutan. Lapisan atas merupakan campuran dari air dan asam asetat dan lapisan
bawah adalah CCl4. Berdasarkan hasil perhitungan, untuk membuat suatu kurva kelarutan
tiga komponen zat cair tersebut dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi
digunakan faraksi mol. Tiap sudut segitiga itu menggambarkan suatu komponen murni. Titik
yang menyatakan campuran terner dengan komposisi x% mol A, y% mol B dan z% mol C.
Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantung pada daya saling larut antar zat
cair tersebut. Larutan yang mengandung dua komponen yang saling larut sempurna akan
membentuk daerah berfase tunggal, misalnya pada campuran air dan asam asetat maupun
CCl4, sedangkan untuk komponen yang tidak saling larut sempurna atau larut sebagian
membentuk daerah dua fase yakni antara aquades dengan asam asetat.
Simpulan
Pada praktikum ini, diketahui bahwa dua komponen larutan yang saling melarutkan akan
membentuk fase tunggal dan yang tak saling melarutkan akan membentuk daerah berfase
dua. Semakin sedikit volume air dan semakin banyak volume asam asetat pada percobaan 1
maka semakin banyak volume titran (CCl4) yang diperlukan untuk mentitrasi campuran
tersebut. Semakin banyak volume CCl4 dan semakin sedikit volume asam asetat pada
percobaan 2 maka semakin sedikit volume titran (aquades) yang diperlukan untuk mentitrasi
campuran tersebut.
Kelarutan dari zat dalam pencampuran dapat dinaikan atau diturunkan dengan melihat
perbandingannya dari diagram terner. Pencampuran zat akan homogen (saling melarutkan)
jika komposisinya sesuai perbandingan, apabila komposisi salah satunya melebihi maka akan
terjadi pencampuran heterogen.
Percobaan 1 yaitu campuran aquades, CCl4, dan asam asetat sedangkan percobaan 2 yaitu
campuran CCl4, asam asetat dan aquades merupakan sistem 3 komponen yang dapat campur
sebagian dan dapat digambarkan dalam diagram terner. Aquades dan asam asetat bercampur
sempurna, asam asetat dan CCl4 hanya tercampur sebagian saja atau bahkan tidak tercampur.
Hal tersebut dikarenakan aquades bersifat polar, asam asetat bersifat semi polar, dan asam
asetat bersifat non polar.
Titik akhir titrasi ditandai adanya kekeruhan karena telah terjadi perbedaan fase campuran
yaitu pada campuran yang menandakan kelarutan dari cairan berkurang dan menunjukkan
telah terpisahnya komponen-komponen campuran larutan tiga komponen menjadi dua
komponen larutan terner terkonjugasi.
Saran
Perlu dilakukan percobaan diagram terner sistem zat cair tiga komponen lebih lanjut
dengan menggunakan zat-zat cair lainnya agar diperoleh berbagai variasi data.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim laboratorium kimia fisika, asisten
dosen dan semua pihak yang membantu dan terlibat dalam percobaan ini, sehingga laporan
ini dapat terselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Kanginan, Marten. 1991. Seribu Pena Fisika SMU Kelas 2. Erlangga: Jakarta
Putranto, Dody. 2009. Unsur, Senyawa, Campuran, Larutan, Koloid dan Suspensi. Sumber:
http:/kimia dahsyat. blogspot.com, diakses pada tanggal 20 November 2013.
Smallsam R.E, Bishop R.J,. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material. Erlangga:
Jakarta
Tim Laboratorium Kimia Fisika. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Fisika I. Jurusan
Kimia.FMIPA. Universitas Udayana: Bukit Jimbaran.
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA FISIKA
Diagram Terner
Disusun oleh :
Tahun 2014
BAB I
PENDAHULUAN
V=C–P+2
Keterangan:
C = jumlah komponen
P = jumlah fasa
Kesetimbangan dipengaruhi suhu, tekana dan komposisi sistem. Jumlah derajat kebebasan
untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat dinyatakan sebagai : V = 3 – P
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka V = 2 berarti untuk menyatakan suatu
sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam
sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan, maka V = 1 berarti hanya satu komponen yang harus
ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan
diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena itu, sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan
tetap punya derajat kebebasan maksium = 2 (jumlah fasa minimum = 1), maka diagram fasa sistem
ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga tersebut menggambarkan
suatu komponen murni.
Kelarutan adalah suatu konsentrasi maksimum yang dicapai suatu zat dalam suatu larutan.
Sifat Kelarutan
1. Asam asetat Dapat bercampur dengan air, etanol, dan Farmakope Indonesia IV,
giserol. hal. 46
2. Kloroform Larut dalam ± 200 bagian air; mudah larut Farmakope Indonesia III,
dalam etanol mutlak P, dalam eter, dalam hal. 151
sebagian besar pelarut organik, dalam
minyak atsiri dan dalam minyak lemak.
3. Etanol Sangat mudah larut dalam air, dalam Farmakope Indonesia III,
kloroform P dan eter P. hal. 65
2.1 Alat
Alat yang digunakan:
a. Erlenmeyer 50 ml (9 buah)
b. Pipet ukur
c. Balon pompa
d. Buret
e. Alumunium foil
2.2 Bahan
Bahan yang digunakan:
a. Larutan kloroform
b. Larutan asam asetat
c. Aquadest
BAB III
METODE PERCOBAAN
Labu Erlenmeyer 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Larutan
2 4 6 8 10 12 14 16 18
asam asetat
Larutan
18 16 14 12 10 8 6 4 2
kloroform
PEMBAHASAN
Labu Erlenmeyer 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Larutan
2 4 6 8 10 12 14 16 18
Asam asetat (ml)
Larutan Kloroform
18 16 14 12 10 8 6 4 2
(ml)
Aquadest (ml) 0,45 0,55 0,95 1,70 3,40 4,80 6,90 10,80 21,45
4.2 Perhitungan
Diketahui:
Larutan Asam asetat = a
Larutan Kloroform = b
Aquadest = c
Percobaan 1
na = nb = nc =
= = =
= 0,035 mol = 0,221 mol = 0,025 mol
Fraksi mol na =
= x 100 %
= 12,45 %
Fraksi mol nb =
= x 100 %
= 78,65 %
Fraksi mol nc =
= x 100 %
= 8,90 %
Percobaan 2
na = nb = nc =
= = =
= 0,070 mol = 0,197 mol = 0,030 mol
= x 100 %
= 23,57 %
= x 100 %
= 66,33 %
= x 100 %
= 10,10 %
Percobaan 3
na = nb = nc =
= = =
= 0,105 mol = 0,172 mol = 0,053 mol
= x 100 %
= 31,82 %
= x 100 %
= 52,12 %
= x 100 %
= 16,06 %
Percobaan 4
na = nb = nc =
= = =
= 0,140 mol = 0,148 mol = 0,094 mol
= x 100 %
= 36,65 %
= x 100 %
= 38,74 %
Fraksi mol nc = x 100 %
= x 100 %
= 24,61 %
Percobaan 5
na = nb = nc =
= = =
= 0,175 mol = 0,123 mol = 0,189 mol
= x 100 %
= 35,93 %
= x 100 %
= 25,26 %
= x 100 %
= 38,81 %
Percobaan 6
na = nb = nc =
= = =
= 0,210 mol = 0,098 mol = 0,267 mol
= x 100 %
= 36,52 %
= x 100 %
= 17,04 %
= x 100 %
= 46,43 %
Percobaan 7
na = nb = nc =
= = =
= 0,245 mol = 0,074 mol = 0,383 mol
= x 100 %
= 34,90 %
= x 100 %
= 10,54 %
Fraksi mol nc = x 100 %
= x 100 %
= 54,56 %
Percobaan 8
na = nb = nc =
= = =
= 0,280 mol = 0,049 mol = 0,600 mol
= x 100 %
= 30,14 %
= x 100 %
= 5,27 %
= x 100 %
= 64,59 %
Percobaan 9
na = nb = nc =
= = =
= 0,315 mol = 0,025 mol = 1,192 mol
Fraksi mol na = x 100 %
= x 100 %
= 20,56 %
= x 100 %
= 1,63 %
= x 100 %
= 77,81 %
Pada praktikum Diagram Terner ini bertujuan untuk membuat kurva kelarutan suatu cairan
yang terdapat dalam campuran dua cairan tertentu. Dimana dalam hal ini cairan yang dipergunakan
sebagai cairan A adalah Asam asetat, cairan B adalah Kloroform, dan cairan C adalah Aquadest.
Pada percobaan yang dilakukan, cairan A dan B dicampur dengan variasi perbandingan
volume, yaitu: 1:9 ; 2:8 ; 3:7 ; 4:6 ; 5:5 ; 6:4 ; 7:3 ; 8:2 dan 9:1 ml. Dari percobaan, cairan A dan B
mampu melarut dengan baik. Hasil tersebut diperoleh karena antara asam asetat dengan kloroform
dapat saling berikatan. Dimana, kloroform dapat berikatan di sekitar gugus metil dari asam asetat
(CH3COOH) yang bersifat non-polar pada gugus CH3-nya.
Ketika titrasi dengan aquadest dilakukan, terjadi pemisahan di antara campuran asam asetat
dengan kloroform, hal ini dikarenakan asam asetat membentuk ikatan hidrogen yang lebih kuat
dengan molekul air pada bagian –OH dari gugus –COOH asam asetatnya. Oleh karena itu, asam
asetat yang awalnya berikatan dengan kloroform akan terpisahkan dan berikatan dengan air. Hal ini
disebabkan karena sifat kloroform yang tidak melarut dengan air sehingga kloroform yang mulanya
berikatan dengan asam asetat akan terlepas dan terpisah membentuk 2 larutan terner terkonjugasi
yang ditandai dengan terbentuknya larutan yang keruh. Karena kemampuannya yang dapat melarut
dengan air dan juga kloroform, maka asam asetat (CH3COOH) dikenal sebagai pelarut yang bersifat
semi-polar.
Ketika campuran asam asetat dan kloroform dititrasi dengan aquadest, volume titran ke-1=
0,45 ml, volume titran ke-2 = 0,55 ml, volume titran ke-3 = 0,95 ml, volume titran ke-4 = 1,70 ml,
volume titran ke-5 = 3,40 ml, volume titran ke-6 = 4,80 ml, volume titran ke-7 = 6,90 ml, volume
titran ke-8 = 10,80, dan volume titran ke-9 = 21,45 ml ditemukan keadaan campuran dalam keadaan
keruh.
Dari hasil perhitungan berdasarkan data-data yang telah diperoleh, semakin banyak asam
asetat yang ditambahkan pada larutan, maka semakin banyak air yang dibutuhkan untuk mencapai
kekeruhan. Asam asetat yang digunakan dapat menaikkan kelarutan kloroform dalam air.
BAB V
KESIMPULAN
Diagram Terner ini bertujuan untuk membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat
dalam campuran dua cairan tertentu. Pada percobaan yang dilakukan, cairan asam asetat dan
kloroform dicampur dengan variasi perbandingan volume, yaitu: 1:9 ; 2:8 ; 3:7 ; 4:6 ; 5:5 ; 6:4 ; 7:3 ;
8:2 dan 9:1 ml. Semakin banyak asam asetat yang ditambahkan pada larutan, maka semakin banyak
air yang dibutuhkan untuk mencapai kekeruhan. Asam asetat yang digunakan dapat menaikkan
kelarutan kloroform dalam air.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dadang. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Dasar I. Bogor: Laboratorium Farmasi Program Studi S1
Farmasi Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi Bogor.
2. Ditjen POM 1979. Farmakope Indonesia Edisi III : Jakarta
3. Ditjen POM 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV : Jakarta
4. http://jakaoktasanovajaka.blogspot.com/2012/04/kimia-fisikadiagram-terner-kelarutan.html