Oleh :
Nama : Ni Made Susita Pratiwi
Nim : 1008105005
Kelompok : II
Tanggal Praktikum : 9 April 2012
Φ = C + 2 ....................................
.................................... ………….. (2.1)
Dimana,
Φ = derajat
derajat kebebasan
kebebasan
C = jumlah komponen
P = jumlah fasa
Hubungan antara diagram fasa dengan derajat kebebasan dapat dinyatakan
untuk kesetimbangan apapun dalam sistem tertutup, jumlah variabel bebas disebut
derajat kebebasan Φ yang sama dengan jumlah kompone
komponen
n C ditambah 2 dikurangi
jumlah fasa P. Jadi, dalam titik tertentu di diagram fasa, jumlah derajat kebebasan
adalah 2 yakni suhu dan tekanan, bila dua fasa dalam kesetimbangan, sebagaimana
ditunjukkan dengan garis yang membatasi daerah dua fasa hanya ada satu derajat
kebebasan, bisa suhu atau tekanan. Pada titik tripel, ketika terdapat tiga fase tidak ada
derajat kebebasan lagi.
Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas yang
diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan
diungkapkan
diungkapkan sebagai :
V = C – P + 2 …………………………… (2.2)
dimana,
F = jumlah derajat kebebasan
C = jumlah komponen
P = jumlah fasa
Dalam ungkapan diatas, kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, t ekanan dan
komposisi sistem. Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu
dan tekanan tetap dapat dinyatakan
din yatakan sebagai
sebagai :
F = 3 – P ……………..………………..(2.3)
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka F = 2, berarti untuk
menyatakan keadaan sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua
komponennya. Sedangkan bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan,
maka F = 1, berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya
konsentrasi nya dan
konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan diagram fasa untuk
sistem tersebut. Oleh karena sistem tiga kompoen pada suhu dan tekanan tetap
mempunyai jumlah derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram fasa sistem
ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang
disebut diagram terner.
Suatu sistem tiga komponen mempunyai dua pengubah komposisi yang bebas,
contohnya X2 dan X3. Jadi komposisi suatu sistem tiga komponen dapat dialurkan
dalam koordinat cartes dengan X2 pada salah satu sumbunya, dan X3 pada sumbu
yang lain yang dibatasi oleh garis X2+X3=1. karena X itu tidak simetris terhadap
ketiga komponen, biasanya,
biasanya, komposisi dialurkan pada suatu segitiga sama sisi dengan
tiap-tiap sudutnya menggambarkan suatu komponen murni, bagi suatu segitiga sama
sisi, jumlah jarak dari seberang titik didalam segitiga ketiga sisinya sama dengan
tinggi segitiga tersebut. Jarak antara setiap sudut ke tengah-tengah sisi yang
berhadapan dibagi 100 bagian sesuai dengan komposisi dalam persen. Untuk
memperoleh suatu titik tertentu dengan mengukur jarak terdekat ketiga sisi segitiga.
Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen tergantung pada daya saling
larut antar zat cair tersebut dan suhu percobaan. Misalnya ada tiga zat cair A, B dan
C. A dan B saling larut sebagian. Penambahan zat C kedalam campuran A dan B akan
memperbesar atau memperkecil daya saling larut A dan B. Pada percobaan ini hanya
akan ditinjau sistem yang memperbesar daya saling larut A dan B. Dalam hal ini A
dan C serta B dan C saling larut sempurna. Kelarutan cairan C dalam berbagai
komposisi campuran A dan B pada suhu tetap dapat digambarkan pada suatu diagram
terner. Prinsip menggambarkan komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada
gambar (1) dan (2) di bawah ini Untuk campuran yang terdiri atas tiga komponen,
komposisi (perbandingan masing-masing komponen) dapat digambarkan di dalam
suatu diagram segitiga sama sisi yang disebut dengan Diagram Terner. Komposisi
dapat dinyatakan dalam fraksi massa (untuk cairan) atau fraksi mol (untuk gas).
Diagram tiga sudut atau diagram segitiga berbentuk segitiga sama sisi dimana setiap
sudutnya ditempati komponen zat. Sisi-sisinya itu terbagi dalam ukuran yang
menyatakan bagian 100% zat yang berada pada setiap sudutnya. Untuk menentukan
letak titik dalam diagram segitiga yang menggambarkan jumlah kadar dari masing-
masing komponen dilakukan sebagai berikut.
Gambar 2.1
Titik A, B dan C menyatakan kompoenen murni.
murni. Titik-titik pada sisi Ab, BC
dan Ac menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan
sedangkan titik didalam segitiga
menyatakan fraksi dari tiga komponen. Titik P menyatakan suatu campuran dengan
fraksi dari A, B dan C masing-masing sebanyak x, y dan z
Gambar 2 .2
Titik X menyatakan suatu campuran dengan fraksi A = 25%, B = 25%, dan C
= 50%. Titik-titik pada garis BP dan BQ menyatakan campuran dengan perbandingan
dengan jumlah A dan C yang tetap, tetapi dengan jumlah B yang berubah. Hal yang
sama berlaku bagi garis-garis yang ditarik dari salah satu sudut segitiga kesisi yang
ada dihadapannya. Daerah didalam lengkungan merupakan daerah dua fasa. Salah
satu cara untuk menentukan garis binoidal atau kurva kelarutan ini ialah dengan cara
menambah zat B ke dalam berbagai komposisi campuran A dan C. Titik-titik pada
lengkungan menggambarkan
menggambarkan komposisi sistem pada saat terjadi perubahan dari jernih
menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga komponen yang homogen pecah
menjadi dua larutan konjugat terner.
V. DATA PENGAMATAN
5.1 Percobaan 1
Larutan pada erlemeyer = CCl 4 (A) + Asam Asetat (C)
Larutan pada buret = Aquadest (B)
Pada percobaan ini, digunakan 1 erlemeyer kosong seberat = 126,40 gram
Keterangan :
Zat A : CCl4
Zat B : Aquadest
Zat C : Asam Asetat
5.2 Percobaan 2
Larutan pada erlemeyer = Aquadest (B) + Asam Asetat (C)
Larutan pada buret = CCl4 (A)
Pada percobaan ini, digunakan 1 erlemeyer seberat = 126,40 gram
Keterangan :
Zat A : CCl4
Zat B : Aquadest
Zat C : Asam Asetat Glasial
Perhitungan mol
nA =
⁄
nB =
⁄
nC =
⁄
Dengan cara yang sama maka di dapatkan mol masing – masing
– masing zat yaitu
Perbandingan nA nB nC nA + nB + nC
A:C (mol ) ( mol ) ( mol )
1:9 0,0069 0,2833 0,2427 0,5329
3:7 0,0669 0,0533 0,1163 0,2365
5:5 0,0868 0,0055 0,0848 0,1771
7:3 0,1099 0,0111 0,0512 0,1722
9:1 0,1273 0,0167 0,0163 0,1603
Fraksi mol
XA =
0.0129 mol
= 1,29 %
XB =
0.5316 mol
= 53,16 %
XC =
0.4554 mol
= 45,54 %
Dengan cara yang sama maka di dapatkan mol masing – masing
– masing zat yaitu
Perbandingan
Perbandingan A : C XA ( % ) XB ( % ) XC ( %)
1:9 1,29 53,16 45,54
3:7 28,29 22,54 49,18
5:5 49,01 3,11 47,88
7:3 63,82 6,45 29,73
9:1 79,41 10,42 10,17
Perhitungan mol
nA =
⁄
0,0511mol
nB =
⁄
nC =
⁄
Dengan cara yang sama maka di dapatkan mol masing – masing
– masing zat yaitu
Perbandingan nA nB nC
nA + nB + nC
B:C (mol ) ( mol ) ( mol )
1:9 0,0511 0,0400 0,1537 0,2448
3:7 0,0080 0,4722 0,1195 0,5997
5:5 0,0048 0,5950 0,0853 0,6851
7:3 0,0096 0,6833 0,0512 0,7441
9:1 0,0280 1,1639 0,0155 1,2074
Fraksi mol
XA =
0,2087 mol
= 20,87 %
XB =
0,1634 mol
= 16,34 %
XC =
0,6279 mol
= 62,79 %
Dengan cara yang sama maka di dapatkan fraksi mol masing – masing
– masing zat yaitu
Perbandingan A : C XA ( % ) XB ( % ) XC ( %)
1:9 20,87 16,34 62,79
3:7 1,33 78,74 19,93
5:5 0,70 86,84 12,45
7:3 1,29 91,83 6,88
9:1 2,32 96,40 1,28
VII. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan percobaan mengenai diagram terner sistem zat
cair tiga komponen
komponen dengan
dengan metode
metode titrasi. Praktikum kelarutan
kelarutan zat ini bertujuan
untuk mengetahui berapa perbandingan pelarut yang harus ditambahkan sehingga
dapat melarutkan suatu zat, sehingga didapatkan suatu perbandingan komponen yang
mempunyai efisiensi yang besar, baik dari segi banyaknya zat yang dibutuhkan
ataupun dari segi sifat zatnya sendiri.
Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut yang tidak larut
dengan sempurna terhadap campuran, tetapi dapat melarutkan salah satu komponen
(solute) dalam campuran tersebut. Adapun metode yang digunakan adalah metode
titrasi. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut yang tidak larut
dengan sempurna terhadap campuran, tetapi dapat melarutkan salah satu komponen
dalam campuran tersebut. Pada praktikum kali ini, dicampurkan tiga komponen
berfasa cair yaitu
yaitu aquades, kloroform
kloroform dan asam asetat
asetat glasial. Air dan asam asetat
dapat larut sempurna, demikian pula halnya dengan CCl 4 dan asam asetat . Namun
berbeda halnya dengan air dan CCl 4, dimana CCl4 tidak larut dalam air , karena CCl 4
bersifat non polar sehingga tidak dapat larut dalam campuran air yang bersifat polar.
Oleh karena itu ditambahkan asam asetat glasial yang berfungsi sebagai emulgator
karena asam asetat glasial larut dalam kloroform maupun air. Percobaan ini dibagi
menjadi 2 yaitu percobaan titrasi 1 dimana titran yang digunakan adalah CCl 4 dan
asam asetat glasial, serta air sebagai titran. Untuk percobaan titrasi 2 titrat yang
digunakan yaitu akuades dan asam asetat glasial, sedangkan titran yang digunakan
yaitu CCl4 . Titik akhir titrasi ditunjukkan
ditunjukkan dengan
dengan terbentuknya larutan keruh yang
yang
menandakan telah terpisahnya komponen-komponen campuran dari larutan tiga
komponen menjadi dua komponen larutan terner terkonjugasi.
Pada titrasi 1 Pada titrasi I dilakukan lima perlakuan pada masing-masing
erlenmeyer, yakni mencampurkan CCl 4 dengan asam asetat dengan perbandingan
yang berbeda-beda di tiap labunya. Kecepatan kekeruhan yang timbul pada labu tidak
bertahap sesuai dengan kadar air yang terkandung pada masing-masing labu.
Berdasarkan data perngamatan dan perhitungan, semakin banyak asam asetat glasial
yang dicampurkan dengan kloroform maka semakin banyak pula aquadest yang
dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen. Jadi asam asetat glasial dapat menaikan
kelarutan kloroform dalam air.
Pada titrasi 2 Metode titrasi ini dapat digunakan untuk memisahkan campuran
yang terdiri dari dua cairan yang saling melarut sempurna yaitu air dan asam asetat
glasial dititrasi dengan zat yang tidak larut dengan campuran tersebut yaitu CCl 4. Pada
percobaan ini dilakukan seperti percobaan sebelumnya. Seperti halnya pada saat
titrasi, kecepatan kekeruhan yang terjadi pada labu tidak bertahap sesuai dengan kadar
asam asetat yang terkandung pada masing-masing labu. Dengan kata lain, volume
CCl4 yang digunakan untuk mencapai titik kekeruhan mengalami kenaikan dan
penurunan yang acak seperti yang tercantum pada data pengamatan. Berdasarkan data
pengamatan dan perhitungan yang telah diperoleh semakin banyak CCl 4 yang
digunakan dan volume asam asetat glasial yang diperlukan semakin sedikit, maka
aquades yang digunakan semakin sedikit. Asam asetat glasial yang digunakan dapat
menaikkan kelarutan kloroform dalam air.
Saat penambahan larutan dengan komposisi kloroform terbanyak dan air
terbanyak terjadi dua lapisan pada larutan. Lapisan atas merupakan campuran dari air
dan asam asetat glasial dan lapisan bawah adalah kloroform. Berat jenis kloroform
adalah 1,3752 gr/mL, air 1 gr/mL dan asam asetat glasial 1,05 gr/mL. Berdasarkan
berat jenis tersebut dapat dilihat bahwa kloroform memiliki berat jenis yang lebih
besar, sehingga kloroform berada pada lapisan bawah larutan.
Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, untuk membuat suatu kurva
kelarutan tiga komponen zat cair tersebut dalam satu bidang datar berupa suatu
segitiga sama sisi digunakan faraksi mol. Tiap sudut segitiga itu menggambarkan
suatu komponen murni. Titik menyatakan campuran terner dengan komposisi x% mol
A, y% mol B dan z% mol C. Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen
bergantung pada daya saling larut antar zat cair tersebut. Larutan yang mengandung
dua komponen yang saling larut sempurna akan membentuk daerah berfase tunggal,
misalnya pada campuran CCl 4 dan asam asetat maupun campuran aquades dan asam
asetat, sedangkan untuk komponen
komponen yang tidak saling larut sempurna atau larut
sebagian membentuk daerah dua fase yakni antara aquades dengan CCl 4.
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Prinsip dasar dari percobaan ini adalah pemisahan suatu campuran dengan
ekstraksi yang terdiri dari dua komponen cair yang saling larut dengan
sempurna.
2. Dua komponen larutan yang saling melarutkan akan membentuk fase tunggal
dan yang tak saling melarutkan akan membentuk daerah berfase dua.
3. Kelarutan dari zat yang terlibat dalam pencampuran ini dapat dinaikan atau
diturunkan dengan cara melihat perbandingannya dari diagram t erner.
4. Pencampuran zat akan homogen (saling melarutkan) jika komposisinya
sesuai perbandingan, dan apabila komposisi salah satunya melebihi maka
akan terjadi pencampuran heterogen.
5. Pencampuran
Pencampuran homogen terjadi pada asam asetat glasial dengan kloroform dan
pencampuran
pencampuran heterogen pada kloroform dengan air.
6. Semakin banyak asam asetat glasial yang dicampurkan dengan kloroform
maka semakin banyak pula aquadest yang dibutuhkan untuk mencapai titik
ekivalen. Jadi asam asetat glasial dapat menaikan kelarutan kloroform dalam
air.
7. Kloroform merupakan zat untuk anestesi sehingga berbahaya untuk dihirup,
selain itu kloroform merupakan
merupakan zat yang cepat menguap, sehingga jika
banyak kloroform yang menguap akan menyebabkan kesalahan dalam data
dan perhitungan yang dapat menyebabkan kesalahan pada hasil percobaan
yang dilakukan.
8. Aquades dan CCl 4 memiliki daya saling larut sebagian, sedangkan baik
aquades dengan asam asetat maupun CCl 4 dengan asam asetat memiliki daya
saling larut sempurna.
9. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya kekeruhan pada campuran larutan
yang menandakan kelarutan dari cairan tersebut berkurang dan menunjukkan
bahwa telah terpisahnya komponen-komponen campuran dari larutan tiga
komponen menjadi dua komponen larutan terner terkonjugasi.
DAFTAR PUSTAKA
Dogra, S.K. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal , Cetakan Pertama. Universitas Indonesia Press:
Jakarta.
Purba, Michael. 2000. Kimia Kelas 2 SMU . Jakarta : Erlangga
Tim Laboratorium Kimia Fisika. 2012. Penuntun Praktikum Kimia Fisika II . Jurusan Kimia.
FMIPA. Universitas Udayana: Bukit Jimbaran.
LAMPIRAN – LAMPIRAN
1. Komponen A = CCl 4
B = aquades
C = asam asetat
2. Konsentrasi ketiga komponen dalam % mol untuk tiap campuran ketika terjadi
perubahan
perubahan fase adalah sebagai berikut:
Percobaan 1 (campuran A dan C sebagai pelarut)
Untuk Pelarut A : C = 1 : 9
MA = (Massa Erlemeyer + A) - erlemeyer kosong
gram – 126,40
= 127,47 gram – 126,40 gram = 1,07 gram
Jadi massa CCl 4 = 1,07 gram
MB C) – (Massa
= (Massa Erlemeyer + A + B + C) – (Massa Erlemeyer + A + C)
gram – 142,03
= 147,13 gram – 142,03 gram = 5,10 gram
Jadi massa Aquadest = 5,10 gram
MC C) – (Massa
= (Massa Erlemeyer + A + C) – (Massa Erlemeyer + A)
gram – 127,47
= 142,03 gram – 127,47 gram = 14,56 gram
Jadi massa Asam Asetat Glasial = 14,56 gram
Dengan cara yang sama maka didapatkan massa masing-masing zat pada :
perbandingan MC (gram)
MA (gram) MB (gram)
A : C (mL)
1:9 1,07 5,10 14,56
3:7 10,31 0,96 6,98
5:5 13,36 0,10 5,09
7:3 16,92 0,20 3,07
9:1 19,61 0,31 0,98
Perhitungan mol
nA =
⁄
nB =
⁄
nC =
⁄
Dengan cara yang sama maka di dapatkan mol masing – masing
– masing zat yaitu
Perbandingan nA nB nC nA + nB + nC
A:C (mol ) ( mol ) ( mol )
1:9 0,0069 0,2833 0,2427 0,5329
3:7 0,0669 0,0533 0,1163 0,2365
5:5 0,0868 0,0055 0,0848 0,1771
7:3 0,1099 0,0111 0,0512 0,1722
9:1 0,1273 0,0167 0,0163 0,1603
Fraksi mol
XA =
0.0129 mol
= 1,29 %
XB =
0.5316 mol
= 53,16 %
XC =
0.4554 mol
= 45,54 %
Dengan cara yang sama maka di dapatkan mol masing – masing
– masing zat yaitu
Perbandingan
Perbandingan A : C XA ( % ) XB ( % ) XC ( %)
1:9 1,29 53,16 45,54
3:7 28,29 22,54 49,18
5:5 49,01 3,11 47,88
7:3 63,82 6,45 29,73
9:1 79,41 10,42 10,17
Perhitungan mol
nA =
⁄
0,0511mol
nB =
⁄
nC =
⁄
Dengan cara yang sama maka di dapatkan mol masing – masing
– masing zat yaitu
Perbandingan nA nB nC
nA + nB + nC
B:C (mol ) ( mol ) ( mol )
1:9 0,0511 0,0400 0,1537 0,2448
3:7 0,0080 0,4722 0,1195 0,5997
5:5 0,0048 0,5950 0,0853 0,6851
7:3 0,0096 0,6833 0,0512 0,7441
9:1 0,0280 1,1639 0,0155 1,2074
Fraksi mol
XA =
0,2087 mol
= 20,87 %
XB =
0,1634 mol
= 16,34 %
XC =
0,6279 mol
= 62,79 %
Dengan cara yang sama maka di dapatkan fraksi mol masing – masing
– masing zat yaitu
Perbandingan A : C XA ( % ) XB ( % ) XC ( %)
1:9 20,87 16,34 62,79
3:7 1,33 78,74 19,93
5:5 0,70 86,84 12,45
7:3 1,29 91,83 6,88
9:1 2,32 96,40 1,28
3. Gambar kesepuluh titik dan kurva binodal yaitu :