Anda di halaman 1dari 24

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Fisik dengan judul “Sistem Tiga


Komponen Diagram Fase Sistem Terner” disusun oleh:
Nama : Alya Rahmaditya Arfan
Nim : 1713141006
Kelas : Kimia sains
Kelompok : VI (Enam)
telah diperiksa dan dikoreksi oleh asisten dan koordinator asisten sehingga
laporan ini dinyataakan diterima

Makassar, April 2019


Koordinator Asisten, Asisten,

Nur Asmin Nur Asmin


NIM. 1513141008 NIM. 1513141008

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab,

Dr. Mohammad Wijaya M, S.Si. M.Si.


NIP. 19730927 199903 1 001
A. JUDUL PERCOBAAN
Sistem Tiga Komponen Diagram Fase Sistem Terner
B. TUJUAN PERCOBAAN
Pada akhir percobaan mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menggambarkan diagram fase sistem terner. Sistem terner yang dimaksud
adalah sistem yang membentuk sepasang zat cair yang bercampur sebagian
yaitu campuran kloroform-air dan asam asetat.
2. Memperhatikan dan menentukan letak “pleit point” atau titik jalin pada
diagram fasenya.
C. LANDASAN TEORI
Kesetimbangan kimia merupakan bagian esensial dalam kimia, karena
mendasari konsep kimia lanjut misalnya kesetimbangan larutan,
kesetimbangan fasa, dan kesetimbangan reaksi sel elektrokimia. Menurut
Kousathana dan Tsaparlis, konsep esensisal dalam kesetimbangan kimia
adalah mol dan stoikhiometri, konsentrasi dan tetapan kesetimbangan, prinsip
Le Chatelier’s, dan reaksi fasa gas dan hukum gas ideal (Muti’ah, 2014: 28).
Untuk suatu sistem dalam kesetimbangan, potensi kimiawi dari
masing-masing unsur harus sama di mana-mana dalam sistem. Jika ada
beberapa fase, potensi kimia masing-masing substansi harus memiliki nilai
yang sama di setiap fase di mana substansi itu muncul.Untuk sistem satu
komponen, fJ = Gin; membagi persamaan fundamental dengan n, kita
mendapatkan
dfJ = - S dT + V dp,
di mana S dan V adalah entropi molar dan volume molar. Dengan hukum
ketiga termodinamika, entropi suatu zat selalu positif. Fakta ini
dikombinasikan dengan persamaan tersebut yang menunjukkan berbanding
terbalik (Castellan, 1983: 259).
Fasa adalah bagian yang serbasama dari suatu sistem yang dapat
dipisahkan secara mekanik. Serbasama dalam hal komposisi kimia dan sifa-
sifat fisika. Jadi suatu sistem yang mengandung cairan dan uap masing-masing
mempunyai bagian daerah yang sama. Dalam fasa uap kerapatannya
serbasama dibagian uap tersebut, tetapi nilai kerapatan berbeda dengan uap
yang di fasa uap. Contoh lainnya adalah air yang berisi pecahan-pecahan es
merupakan suatu sistem yang terdiri atas dua fasa, yaitu fasa yang berwujud
padat (es) dan fasa yang berwujud cair (air). Sistem yang hanya terdiri atas
campuran wujud gas saja hanya ada satu fasa pada kesetimbangan, sebab gas
selalu bercampur secara homogen, Dalam sistem yang hanya terdiri atas
wujud cairan-cairan pada kesetimbangan biasa terdapat satu fasa atau lebih,
tergantung pada kelarutannya. Padatan biasanya mempunyai kelarutan yang
lebih teratas dan pada suatu sistem padat yang setimbang biasa terdapat fasa
padat yang berbeda (Rohman, 2004: 162).
Sistem tiga komponen untuk fase tunggal, terdapat derajat kebebasan.
F=C–P+2
=3–1+2
= 4 (temperature, tekanan, susunan 2 dan 3 komponen)
Untuk menggambarkan grafik demikian sangat sukar, karena itu sistem tiga
komponen biasanya diselidiki pada tekanan tetap dan temperature tetap.
Dengan ini dapat digambarkan fase yang menyatakan susunan dua komponen.
Diagram ini digambarkan sebagai segitiga sama sisi.

B C
Untuk campuran komponen A, B, dan C diagramnya adalah seperti gambar
diatas. Sudut-sudut A, B, C menyatakan susunan komponen murni. Campuran
antara A dan B, A dan C serta B dan C, terletak pada sisi-sisi segitiga.
Sehingga untuk campuran antara A, B, dan C terletak di dalam segitiga. Suatu
campuran yang berisi 30% A, dan 20% B dan juga 50% C terletak pada titik
D (Sukardjo, 1989: 273-274).
Sistem tiga komponen, derajat kebebasan, f=3-p+2=5-p. Untuk p=1,
ada 4 derajat kebebasan. Tak mungkin menyatakan system seperti ini dalam
bentuk grafik yang lengkap dalam tiga dimensi, apalagi dalam dua dimensi.
Oleh karena itu biasanya system dinyatakan pada suhu dan tekanan yang
tetap , dan derajat kebebasannya menjadi f=3-p, jadi derajat kebebasannya
paling banyak adalah dua, dan dapat dinyatakan dalam suatu bidang. Pada
suhu dan tekanan yang tetap, variable yang dapat digunakan untuk
menyatakan keadaan sistem tinggal komposisi yakni XA, XB, XC yang
dihubungkan melalui XA+ XB + XC = 1. Komposis salah satu komponen sudah
tertentu jika dua komponen lainnya diketahui. Untuk menyatakan dalam suatu
grafik, Gibbs dan Rozenboom menggunakan suatu segitiga samasisi. Titik A,
B, C pada setiap sudut segitiga masing-masing menyatakan 100% A, 100% B,
dan 100% C. Setiap titik dalam segitiga tersebut jika dihubungkan secara
tegak lurus ke sisi-sisinya akan diperoleh penjumlahan ketiga garis ini selalu
konstan, sama dengan tinggi segitiga tersebut (Rohman, 2004: 203).
Ada tiga metode biasa yang diterapkan untuk mempelajari diagram fase
terner. Metode terpenting adalah aproksimasi berdasarkan pada diagram grid
diagram fase. Segitiga dibagi menjadi grid halus dari pengukuran komponen
yang akurat. Metode kedua adalah metode ketinggian yang digunakan ketika
diagram fase tidak memiliki garis kisi di mana untuk menentukan komposisi
ketiga komponen. Ketinggian atau ketinggian segitiga diatur ke 100% dan
jarak terpendek ditentukan dari tempat tujuan ke masing-masing dari tiga sisi
atau tepi segitiga. Konten dari masing-masing komponen dapat diperkirakan
berdasarkan jarak yang dihitung. Metode ketiga adalah 'metode persimpangan
yang didasarkan pada jumlah pengukuran yang lebih besar.
(Dhoot, dkk, 2018: 133).
Diagram fase dari sistem ternar NaBr + KBr + H2O pada 323 dan 348 K
telah dilaporkan. Tampaknya, diagram tiga fase memiliki bentuk yang sangat
mirip, masing-masing dari mereka memiliki titik invarian, dua kurva
univarian, dan dua daerah kristalisasi. Fase padat kesetimbangan dalam sistem
terner NaBr + KBr + H2O adalah kalium bromida (KBr) dan natrium bromida
dihidrat (NaBr⋅2H2O) pada 313 K dan 323 K, dan itu adalah kalium bromida
(KBr) dan natrium bromida (NaBr) pada 348 K.Gambar 2 menunjukkan
hubungan antara massa fraksi NaBr dan densitas dalam larutan. Dengan
meningkatkan konsentrasi NaB, kepadatan pertama kali meningkat dan
kemudian kepadatan setelah itu menurun. Di yang invarian titik S, kepadatan
mencapai nilai maksimum.
(Chen, 2017: 3).
Menurut (Dhoot, dkk, 2018: 136) Ada Aplikasi terkini diagram
fase ternary di farmasi diantara lain yaitu:
1. Muhammad Naeem et al. Telah Bekerja pada pengembangan dan
optimalisasi formulasi mikroemulsi Lornoxicam dan menggunakan diagram
fase terner untuk pemilihan komponen-komponen mikroemulsi dan
rentangnya juga pemilihan area mikroemulsi.
2. Sheikh Shafiq-un-Nabi et al. telah bekerja pada pengembangan
nanoemulsion dan pengoptimalannya. Mereka membangun diagram fase
terner menggunakan metode titrasi air untuk studi mereka.
3. Haroon k. Syed et al. menggunakan diagram fase terner untuk
mengidentifikasi dan memilih campuran minyak dan surfaktan yang optimal
dan mempelajari perilaku fase mereka. Ini juga membantu mereka untuk
menentukan berbagai jenis dispersi yang terbentuk pada konsentrasi
komponen yang berbeda.
4. Peter J. Dowding et al. telah bekerja pada inti minyak yang mengandung
mikrokapsul kulit polimer yang mereka gunakan diagram ternar untuk
mempelajari fase perilaku campuran terner dari polystyrene, hexadecane dan
diklorometana dan tentukan titik pemisahan fasa yang memberikan daerah di
mana cangkang polimer padat terbentuk.
5. Hayder Kadhim Drais et al. telah bekerja pada nanoemulsion carvidelol
sebagai bentuk sediaan cairan oral. Mereka membuat diagram fase terner
menggunakan metode titrasi air untuk mendapatkan wilayah aktivitas
pengemulsi nano yang lebih baik.19 6. Hany M. El-Banna telah bekerja pada
dispersi padat dan menggunakan diagram fase ternar dari Aspirin,
Acetaminophen dan Sistem Urea dalam studinya.
Penggunaan diagram terner yaitu pada campuran kloroform air dan
asam asetat glasial. Asam asetat lebih suka pada air dibandingkan kepada
kloroform oleh karenanya dengan bertambahnya kelarutan kloroform dakam
air lebih cepat dibandingkan kelarutan air dalam kloroform. Penambahan asam
asetat berlebih lebih lanjut akan membawa sistem bergerak kearah satu fase
(fase tunggal), namun demikian saat komposisi mencapai titik Cl3 masih ada
dua lapisan walaupun sedikit. Setelah penambahan asam asetat diteruskan,
pada suatu larutan akan menjadi satu fase titik yaitu P. Titik P disebut pleit
point atau titik jalin, yaitu berupa titik kritis. Misalkan pada lapisan itu hilang
(menjadi satu fase dititik P) asam asetat yang ditambahkan dari buret beratnya
5 gram, maka komposisi campuran dititik P adalah kloroform 6 gram air 4
gram dan asam asetat 5 gram. Letak titik P dalam diagram dapat ditentukan.
Pengerjaan yang sama dapat dilakukan terhadap campuran kloroform dan air
dengan kompisisi yang beda (Tim Dosen Kimia Fisik, 2019: 14-15).
D. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Labu Erlenmeyer 100 mL 3 buah
b. Labu erlenmeyer 250 mL 2 buah
c. Statif dan klem 2 buah
d. Gelas ukur 50 mL 1 buah
e. Gelas ukur 10 ml 1 buah
f. Buret 50 mL 2 buah
g. Corong biasa 1 buah
h. Botol semprot 1 buah
i. Spatula 1 buah
j. Piknometer 50 mL 3 buah
k. Pipet tetes 3 buah
l. Lap kasar 1 buah
m. lap halus 1 buah
2. Bahan
a. Larutan Kloroform (CHCl3)
b. Larutan asam asetat glasial (CH3COOH)
c. Aquades (H2O)
d. Etanol (C2H5OH)
e. Tissu
E. PROSEDUR KERJA
1. Penentuan Massa Jenis Asam Asetat Glasial, Kloroform dan Air.
a. Piknometer dicuci.
b. Piknometer dibilas dengan etanol.
c. Piknometer dikeringkan menggunakan hairdryer.
d. Ditimbang berat kosong piknometer.
e. Diisi piknometer dengan asam asetat glasial dan ditentukan massa
jenisnya dengan rumus .

f. Diulangi langkah a-e untuk larutan kloroform dan air.


2. Sistem Terner Asam Asetat Glasial, Kloroform dan Air.
a. Sebanyak 2 buret disiapkan kemudian masing-masing buret diisi
dengan aquades dan asam asetat.
b. Sebanyak 5 buah erlenmeyer 100 mL disiapkan kemudian masing
erlenmeyer diisi dengan 3 mL, 4 mL, 5 mL, 6 mL, dan 7 mL
kloroform.
c. Sebanyak 5 mL aquades ditambahkan ke dalam masing-masing labu
erlenmeyer dikocok sebentar sampai terbentuk 2 lapisan.
d. Campuran dititrasi dengan asam asetat glasial sampai kedua lapisan
membentuk satu fase.
e. Diulangi untuk labu erlenmeyer 2-5.
f. Diagram fase terner dibuat dengan terlebih dahulu menghitung
komposisi P.
F. HASIL PENGAMATAN
No Perlakuan Hasil Pengamatan
.
1. Pengukuran massa jenis
a. Koroform Berat kosong (W0)= 30,557 g
Berat isi (W1) = 103,883 g
Berat kloroform = 73,276 g
𝑚 73,276 𝑔
𝜌= =
𝑉 50 𝑚𝐿
= 1,46552 g/mL
Berat kosong (W0)= 31,186 g
b. Asam asetat
Berat isi (W1) = 82,782 g
Berat asam asetat = 51,596 g
𝑚 51,596 g
𝜌= =
𝑉 50 𝑚𝐿
= 1,03192 g/mL

c. Air Berat kosong (W0)= 31,170 g


Berat isi (W1) = 80,761 g
Berat air = 49,591 g
𝑚 49591 g
𝜌= =
𝑉 50 𝑚𝐿
= 0,9914 g/mL

2. Erlenmeyer 1: 3 mL CHCl3 +5 mL Bening, terbentuk dua fase


H2O
Bening, terbentuk dua fase
Erlenmeyer 2: 4 mL CHCl3 +5 mL
H2O
Bening, terbentuk dua fase
Erlenmeyer 3: 5 mL CHCl3 +5 mL
H2O Bening, terbentuk dua fase

Erlenmeyer 4: 6 mL CHCl3 +5 mL
Bening, terbentuk dua fase
H2O

Erlenmeyer 5: 7 mL CHCl3 +5 mL Volume CH3COOH


H2O

Dititrasi dengan CH3COOH


8,7 mL (Bening)
Erlenmeyer 1 9,7 mL (Bening)
10,3 mL (Bening)
Erlenmeyer 2
11 mL (Bening)
Erlenmeyer 3 11,8 mL (Bening)

Erlenmeyer 4

Erlenmeyer 5

G. ANALISIS DATA
1. Penentuan massa jenis
a. Penentuan massa jenis kloroform (CHCl3)
Diketahui = Berat kosong (W0)= 30,557 g
Berat isi (W1) = 103,833 g
Dit =𝜌 CHCl3 ……..?
Penyelesaian:
W₁−W₀
𝜌 CHCl3 = 𝑉
103,883 𝑔 – 30,557 𝑔 73,276 𝑔
= =
50 𝑚𝐿 50 𝑚𝐿

= 1,46552 g/mL
b. Massa jenis Asam asetat glasial (CH3COOH)
Diketahui : Berat kosong (W0)= 31,186 g
Berat isi (W1) = 82,782 g
Ditanya : 𝜌 CH3COOH ……..?
Penyelesaian:
W1 −W0
𝜌 CH3COOH = 𝑉
82,782 𝑔 –31,186 𝑔 51,596 𝑔
= =
50 𝑚𝐿 50 𝑚𝐿

= 1,03192 g/mL
c. Massa jenis air (H2O)
Diketahui : Berat kosong (W0)= 31,170 g
Berat isi (W1) = 80,761 g
Ditanya : 𝜌 CH3COOH ……..?
Penyelesaian:
W1 −W0
𝜌 CH3COOH = 𝑉
80,761 𝑔 –31,170 𝑔 49,591 𝑔
= =
50 𝑚𝐿 50 𝑚𝐿

= 0,9918 g/mL
2. Sistem Terner Asam Asetat Glasial, Kloroform dan Air
a. Erlenmeyer 1
Diketahui: V CHCl3 = 3 mL
V H2O = 5 mL
V CH3COOH = 8,7 ml
𝜌CHCl3 = 1,46552 g/mL
𝜌 H2O = 0,9918 g/mL
𝜌CH3COOH = 1,03192 g/mL
Mr CHCl3 = 119,5 gr/mol
Mr H2O = 18 gr/mol
Mr CH3COOH = 60 g/mol
Ditanya: X CHCl3 …………?
X H2O……………?
X CH3COOH…….?
Penyelesaian =
m CHCl3 = 𝜌 CHCl3 × V CHCl3
= 1,46552 gr/mL x 3 mL
= 4,39656 gram
𝑚 CHCl₃
n CHCl3 = Mr CHCl₃
4,39656 g
=119,5 𝑔⁄𝑚𝑜𝑙

= 0,036 mol
m H2O = 𝜌 H2O × V H2O
= 0,9918 g/mL x 5 mL
= 4,959 gram
𝑚 H₂O
n H2O = Mr H₂O
4,959 g
=18 𝑔⁄𝑚𝑜𝑙

= 0,275 mol
m CH3COOH = 𝜌 CH3COOH × V CH3COOH
= 1,03192 g/mL x 8,7 mL
= 8,977 g
𝑚 CH₃COOH
nCH3COOH = Mr CH₃COOH
8,977 g
=60 𝑔⁄𝑚𝑜𝑙

= 0,149 mol
n total = n CHCl3 + n H2O + n CH3COOH
= 0,036 mol + 0,275 mol + 0,149 mol
= 0,46 mol
n CHCl₃ 0,036 mol
X CHCl3 = = = 0,0782
n total 0,46 mol
n H₂O 0,275 mol
X H2O = = = 0,597
n total 0,46 mol
n CH₃COOH 0,149 mol
X CH3COOH = = = 0,323
n total 0,46 mol

b. Erlenmeyer 2
Diketahui: V CHCl3 = 4 mL
V H2O = 5 mL
V CH3COOH = 9,7 ml
𝜌CHCl3 = 1,46552 g/mL
𝜌 H2O = 0,9918 g/mL
𝜌CH3COOH = 1,03192 g/mL
Mr CHCl3 = 119,5 gr/mol
Mr H2O = 18 gr/mol
Mr CH3COOH = 60 g/mol
Dit = X CHCl3 …………?
X H2O……………?
X CH3COOH…….?
Penyelesaian =
m CHCl3 = 𝜌 CHCl3 × V CHCl3
= 1,46552 gr/mL x 4 mL
= 5,86208gram
𝑚 CHCl₃
nCHCl3 = Mr CHCl₃
5,7928 g
=119,5 𝑔⁄𝑚𝑜𝑙

= 0,049 mol
m H2O = 𝜌 H2O × V H2O
= 0,9918 g/mL x 5 mL
= 4,959 gram
𝑚 H₂O
n H2O = Mr H₂O
4,959 g
=18 𝑔⁄𝑚𝑜𝑙

= 0,275 mol
m CH3COOH = 𝜌 CH3COOH × V CH3COOH
= 1,03192 g/mL x 9,7 mL
= 10,009 g
𝑚 CH₃COOH
nCH3COOH = Mr CH₃COOH
10,009g
= ⁄
60 𝑔 𝑚𝑜𝑙

= 0,166 mol
n total = n CHCl3 + n H2O + n CH3COOH
= 0,049 mol + 0,275 mol + 0,166 mol
= 0,49 mol
n CHCl₃ 0,049 mol
X CHCl3 = = = 0,1
n total 0,49 mol
n H₂O 0,275 mol
X H2O = = = 0,561
n total 0,49 mol
n CH₃COOH 0,166 mol
X CH3COOH = = = 0,236
n total 0,49 mol

c. Erlenmeyer 3
Diketahui: V CHCl3 = 5 mL
V H2O = 5 mL
V CH3COOH = 10,3 mL
𝜌CHCl3 = 1,46552 g/mL
𝜌 H2O = 0,9918 g/mL
𝜌CH3COOH = 1,03192 g/mL
Mr CHCl3 = 119,5 gr/mol
Mr H2O = 18 gr/mol
Mr CH3COOH = 60 g/mol
Dit = X CHCl3 …………?
X H2O……………?
X CH3COOH…….?
Penyelesaian =
m CHCl3 = 𝜌 CHCl3 × V CHCl3
= 1,46552 gr/mL x 5 mL
= 7,3276 gram
𝑚 CHCl₃
nCHCl3 = Mr CHCl₃
7,3276 g
=119,5 𝑔⁄𝑚𝑜𝑙

= 0,061 mol
m H2O = 𝜌 H2O × V H2O
= 0,9918 g/mL x 5 mL
= 4,959 gram
𝑚 H₂O
n H2O = Mr H₂O
4,959 g
=18 𝑔⁄𝑚𝑜𝑙

= 0,275 mol
m CH3COOH = 𝜌 CH3COOH × V CH3COOH
= 1,03192 g/mL x 10,3 mL
= 10,628 g
𝑚 CH₃COOH
nCH3COOH = Mr CH₃COOH
10,628 g
=60 𝑔⁄𝑚𝑜𝑙

= 0,177 mol
n total = n CHCl3 + n H2O + n CH3COOH
= 0,061 mol + 0,275 mol + 0,177 mol
= 0,453 mol
n CHCl₃ 0,061 mol
X CHCl3 = = = 0,134
n total 0,453 mol
n H₂O 0,275 mol
X H2O = = = 0,607
n total 0,453 mol
n CH₃COOH 0,177 mol
X CH3COOH = = = 0,39
n total 0,453 mol

d. Erlenmeyer 4
Diketahui: V CHCl3 = 6 mL
V H2O = 5 mL
V CH3COOH = 11 mL
𝜌CHCl3 = 1,46552 g/mL
𝜌 H2O = 0,9918 g/mL
𝜌CH3COOH = 1,03192 g/mL
Mr CHCl3 = 119,5 gr/mol
Mr H2O = 18 gr/mol
Mr CH3COOH = 60 g/mol
Dit = X CHCl3 …………?
X H2O……………?
X CH3COOH…….?
Penyelesaian =
m CHCl3 = 𝜌 CHCl3 × V CHCl3
= 1,46552 gr/mL x 6 mL
= 8,79312gram
𝑚 CHCl₃
nCHCl3 = Mr CHCl₃
8,79312 g
=119,5 𝑔⁄𝑚𝑜𝑙

= 0,073 mol
m H2O = 𝜌 H2O × V H2O
= 0,9918 g/mL x 5 mL
= 4,959 gram
𝑚 H₂O
n H2O = Mr H₂O
4,959 g
=18 𝑔⁄𝑚𝑜𝑙

= 0,275 mol
m CH3COOH = 𝜌 CH3COOH × V CH3COOH
= 1,03192 g/mL x 11 mL
= 11,35112 g
𝑚 CH₃COOH
nCH3COOH = Mr CH₃COOH
11,35112 g
= 60 𝑔⁄𝑚𝑜𝑙

= 0,189 mol
n total = n CHCl3 + n H2O + n CH3COOH
= 0,073 mol + 0,275 mol + 0,189 mol
= 0,537 mol
n CHCl₃ 0,073 mol
X CHCl3 = = = 0,135
n total 0,537 mol
n H₂O 0,275 mol
X H2O = = = 0,512
n total 0,537 mol
n CH₃COOH 0,189 mol
X CH3COOH = = = 0,351
n total 0,537 mol

e. Erlenmeyer 5
Diketahui: V CHCl3 = 7 mL
V H2O = 5 mL
V CH3COOH = 11,8 ml
𝜌CHCl3 = 1,46552 g/mL
𝜌 H2O = 0,9918 g/mL
𝜌CH3COOH = 1,03192 g/mL
Mr CHCl3 = 119,5 gr/mol
Mr H2O = 18 gr/mol
Mr CH3COOH = 60 g/mol
Dit = X CHCl3 …………?
X H2O……………?
X CH3COOH…….?
Penyelesaian =
m CHCl3 = 𝜌 CHCl3 × V CHCl3
= 1,46552 gr/mL x 7 mL
= 10,25864 gram
𝑚 CHCl₃
nCHCl3 = Mr CHCl₃
10,25864 g
=119,5 𝑔⁄𝑚𝑜𝑙

= 0,085 mol
m H2O = 𝜌 H2O × V H2O
= 0,9918 g/mL x 5 mL
= 4,959 gram
𝑚 H₂O
n H2O = Mr H₂O
4,959 g
=18 𝑔⁄𝑚𝑜𝑙

= 0,275 mol
m CH3COOH = 𝜌 CH3COOH × V CH3COOH
= 1,03192 g/mL x 11,8 mL
= 12,176656 g
𝑚 CH₃COOH
nCH3COOH = Mr CH₃COOH
12,176656 g
= 60 𝑔⁄𝑚𝑜𝑙

= 0,202 mol
n total = n CHCl3 + n H2O + n CH3COOH
= 0,085 mol + 0,275 mol + 0,202 mol
= 0,562 mol
n CHCl₃ 0,085 mol
X CHCl3 = = = 0,151
n total 0,562 mol
n H₂O 0,275 mol
X H2O = = = 0,489
n total 0,562 mol
n CH₃COOH 0,202 mol
X CH3COOH = = = 0,359
n total 0,562 mol

Tabel hubungan X CHCl3, X H2O dan X CH3COOH


Titrasi Titik X CHCl3 X H2O X CH3COOH

I a 0,078 0,579 0,323

II b 0,100 0,561 0,236

III c 0,134 0,607 0,390

IV d 0,135 0,512 0,351

V e 0,151 0,489 0,359

Diagram Fasa sistem terner campuran kloroform-air-asam asetat

H. PEMBAHASAN

Fasa adalah bagian yang serbasama dari suatu sistem yang dapat
dipisahkan secara mekanik. Serbasama dalam hal komposisi kimia dan sifa-
sifat fisika (Rohman, 2004: 162). Fasa dapat terbentuk dari campuran padatan
atau dua cairan yang tidak dapat bercampur sehingga dapat membentuk fasa
yang terpisah, sedangkan pada gas-gas merupakan satu fase karena sistemnya
yang homogen. Ada tiga macam fasa berdasarkan komponennya yaitu sistem
satu komponen, sistem dua komponen, dan sistem tiga komponen (Dogra,
1990: 454). Sistem tiga komponen membentuk sepasang zat cair yang saling
bercamour sebagian yang artinya antara larutan satu dengan larutan lain
membentuk dua fasa tetapi ketika ditambahkan larutan tiga, maka larutan tiga
tersebut akan memperbesar atau memperkecil daya saling larut A dan B.
Diagram terner merupakan diagram yang menggambarkan komposisi tida
campuran yang tidak saling bercampur.
Adapun tujuan dalam percobaan ini adalah menggambarkan diagram
fase sistem terner dan memperhatikan atau menentukan letak “pleit point” atau
titik jalin pada diagram fasenya. Sistem terner yang dimaksud yaitu sistem
yang membentuk sepasang zat cair yang bercampur sebagian yaitu campuran
kloroform-air dan asam asetat. Adapun prinsip dasar pada percobaan ini yaitu
pencampuran suatu cairan yang terdiri dari tiga komponen yang saling larut
dengan sempurna sedangkan prinsip kerjanya yaitu pencampuran suatu zat
dengan cara titrasi.
1. Penentuan massa jenis kloroform, asam asetat glasial dan air
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan massa jenis dari asam
asetat glasial, air, dan juga kloroform. Penentuan massa jenis perlu dilakukan
untuk mempermudah dalam perhitungan fraksi mol setiap larutan. Penentuan
massa jenis larutan dilakukan dengan menggunakan piknometer. Prinsip
piknometer didasarkan atas penentuan massa cairan dan penentuan ruang yang
ditempati larutan tersebut. Percobaan ini dilakukan dengan cara piknometer
dicuci terlebih dahulu dengan aquadest. Hal ini bertujuan untuk membersihkan
piknometer dari zat- zat pengotor yang ada. Selanjutnya, dibilas dengan etanol
yang berfungsi untuk mengikat sisa sisa aquadest dari pencucian tadi, dan juga
zat-zat pengotor yang masih ada. Selanjutnya dikeringkan menggunakan
hairdryer, tujuannya yaitu untuk dapat mengeringkan piknometer secara cepat
agar etanol dan aquadest yang masih terdapat didalam piknometer dapat
menguap seluruhnya hingga diperoleh piknometer yang benar-benar kering.
Piknometer kosong kemudian ditimbang sebagai berat awal, kemudian diisi
dengan larutan CH3COOH, CHCl3 dan H2O lalu ditimbang kembali, massa
yang diperoleh kemudian dikurang dengan massa awal piknmeter kosong.
Massa tersebutlah yang merupakan massa dari masing-masing larutan
CH3COOH, CHCl3 dan H2O. Pada saat pengeringan dan penimbangan
piknometer dijepit menggunakan penjepit kayu, agar berat dari piknometer
tidak terganggu.
Dari penimbangan tersebut dapat diperoleh massa yang digunakan
dalam penentuan massa jenis, dengan rumus . Berdasarkan hasil analisis

data diperoleh massa jenis tiap-tiap larutan yaitu, kloroform sebesar 1,46552
g/mL, air sebesar 0,9918 g/mL, dan asam asetat glasial sebesar 1,0319 g/mL.
Hasil yang diperoleh mendekati teori dimana massa jenis kloroform yaitu 1,49
g/mL (MSDS, 2017: 5), air yaitu 1 g/mL (MSDS, 2012: 3), dan asam asetat
yaitu 1,049 g/mL (MSDS, 2010: 4).
2. Sistem tiga komponen
Ketiga komponen yang digunakan pada percobaan ini adalah
kloroform, air dan asam asetat glasial, yang memiliki sifat kepolaran yang
berbeda-beda. Air (H2O) mempunyai massa jenis senilai 1g/cm3dengan berat
molekul 18 g/mol dan mempunyai sifat kepolaran yaitu polar (MSDS, 2012:
3). Asam asetat (CH3COOH) mempunyai massa jenis senilai 1,049
g/cm3dengan berat molekul 60,05 g/mol dan mempunyai sifat kepolaran yaitu
semipolar (MSDS, 2010: 4). Sedangkan untuk kloroform (CHCl3) mempunyai
massa jenis senilai 1,49 g/cm3dengan berat molekul 119,38 g/mol dan
mempunyai sifat kepolaran yaitu nonpolar (MSDS, 2017: 5). Prinsip dasar
dari percobaan ini adalah pencampuran dua komponen zat yang memiliki
perbedaan sifat kepolaran dengan menggunakan suatu larutan yang dapat larut
dalam kedua komponen zat tersebut (bersifat semi polar) sehingga terbentuk
satu fasa. Sedangkan prinsip kerjanya yaitu penitrasian.
Percobaan ini dilakukan dengan cara, menggunakan air (H2O) dengan
volume yang sama yaitu 5 mL sedangkan kloroform (CHCL3) digunakan
volume yang berbeda-beda yaitu 3 mL, 4 mL, 5 mL, 6 mL, dan 7 mL. Tujuan
dari penggunaan volume yang berbeda-beda pada kloroform duntuk
membandingkan seberapa besar kemampuan distribusi dari asam asetat dan
juga untuk mengetahui pengaruh kloroform terhadap banyaknya volume asam
asetat yang dibutuhkan untuk membentuk satu fasa. Air (H2O) dan kloroform
(CHCl3) yang direaksikan membentuk larutan bening dengan dua lapisan. Hal
ini disebabkan adanya perbedaan sifat kepolaran kedua komponen tersebut,
dimana air bersifat polar dan kloroform bersifat non polar dan juga perbedaan
massa jenisnya, yang dimana air mempunyai massa jenis yang lebih rendah
dari pada kloroform yaitu secara teori senilai 1g/cm3 (MSDS, 2012: 3),
sedangkan kloroform massa jenisnya 1,49 g/cm3 (MSDS, 2017: 5). Sehingga
membentuk 2 lapisan yang dimana air (H2O) berada dilapisan atas, sedangkan
kloroform (CHCl3) pada lapisan bawah. Titrasi air-kloroform harus dilakukan
satu persatu karena kloroform mudah menguap dan bersifat toksik.
Selanjutnya, larutan dititrasi dengan menggunakan asam asetat glasial.
Percobaan ini yang menjadi indikator kesetimbangan adalah pada saat
terjadinya peruabahan fasa. Digunakannya proses titrasi pada saat
penambahan asam asetat ini yaitu agar diketahui volume asam asetat yang
digunakan pada saat membentuk satu fasa. Digunakannya asam asetat glasial
yaitu karena memiliki sedikit kandungan air, sehingga pada saat ditambahkan
kedalam campuran air-kloform tidak terlalu mempengaruhi jumlah komposisi
airnya, dan juga bersifat semi polar yang dapat larut dalam air dan kloroform..
Setelah penambahan asam asetat glasial larutan membentuk satu fasa yang
ditandai dengan terbentuknya larutan bening satu lapisan. Hal ini
menunjukkan telah terjadi kesetimbangan antara ketiga komponen kloroform-
air-asam asetat glasial. Pada proses penitrasian terbentuk larutan keruh yang
kemudian menjadi tidak berwarna kembali dan tidak terlihat adanya lapisan
pemisah antara keduazat. Kekeruhan pada proses titrasi terjadi karena air
dapat campur seluruhnya dengan asam asetat, sedangkan kloroform dan air
hanya campur sebagian. Campur sebagian antara air dan kloroform ini akan
membentuk suatu lapisan yang menyebabkan timbulnya kekeruhan, dengan
tercampurnya zat dapat dilihat dari batas larutan yang menghilang.
Penyebab kloroform larut menjadi satu fasa dengan air karena asam
asetat glasial bersifat semipolar sehingga dapat mencampurkan dua jenis
larutan yang berbeda sifat menjadi satu fasa. Asam asetat lebih suka pada air
dibandingkan kloroform oleh karenanya bertambahnya kelarutan kloroform
dalam air lebih cepat dibandingkan kelarutan air dalam kloroform.
Penambahan asam asetat berlebih lebih lanjut akan membawa sistem bergerak
ke daerah atau satu fasa (fase tunggal). Setelah penambahan asam asetat
diteruskan, pada saat akan menjadi satu fasa yaitu pada titik P. titik P disebut
pleit point atau titik jalin yaitu semacam titik kritis (Tim Dosen Kimia Fisik,
2019: 14-15).
Kesetimbangan pada ketiga komponen tersebut dapat digambarkan
dalam bentuk diagram terner. Diagram ini disebut diagram fasa tiga
komponen yang dapat memperlihatkan titik jalin “pleit point” dan biasa pula
disebut titik kritis. Titik kritis adalah titik dimana larutan yang tidak
bercampur (terdiri atas beberapa fasa) akan berubah menjadi larutan yang
bercampur (satu fasa). Berdasarkan analisis data diperoleh fraksi mol dari
kloroform, air dan asam asetat glasial. Adapun fraksi mol dari ketiga
komponen secara berturut-turut adalah pada titik I adalah 0,078; 0,579; 0,323.
Pada titik 2 adalah 0,100; 0,561; 0,236. Pada titik 3 adalah 0,134; 0,607;
0,390. Pada titik 4 adalah 0,135; 0,512; 0,351. Dan pada titik 5 ialah 0,151;
0,489; dan 0,359. Hasil fraksi mol tersebut dimasukkan kedalam kurva atau
diagram sistem tiga komponen atau yang disebut sistem terner. Titik kritis
atau pleit point dapat diketahui dengan menghubungkan titik titik tersebut.
Bedasarkan diagram terner yang telah dibuat, dapat dilihat hahwa
semakin banyak volume kloroform yang digunakan, maka semakin banyak
pula volume asam asetat glasial yang dibutuhkan untuk mengubah campuran
air-kloroform (dua fasa) menjadi satu fasa. Hal ini disebabkan karena
kemampuan distribusi asam astetat glasial kedalam kloroform semakin
berkurang seiring bertambahnya volume kloroform. Hal ini sesuai dengan
teori bahwa asam asetat lebih suka pada air dibandingkan kloroform oleh
karenanya bertambahnya kelarutan kloroform dalam air lebih cepat
dibandingkan kelarutan air dalam kloroform. Penambahan asam asetat
berlebih lebih lanjut akan membawa sistem bergerak ke daerah atau satu fasa
(fase tunggal). Setelah penambahan asam asetat diteruskan, pada saat akan
menjadi satu fasa yaitu pada titik P. titik P disebut pleit point atau titik jalin
yaitu semacam titik kritis (Tim Dosen Kimia Fisik, 2019: 14-15).
I. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:
a. Kesetimbangan pada ketiga komponen tersebut dapat digambarkan dalam
bentuk diagram terner. Sistem tiga komponen diagram fasa sistem terner,
diagramnya dapat dibuat dengan campuran air, kloroform, dan asam asetat
glasial dengan menghubungkan titik fraksi mol dari setiap komponen.
b. Adapun fraksi mol dari ketiga komponen secara berturut-turut adalah pada
titik I adalah 0,078; 0,579; 0,323. Pada titik 2 adalah 0,100; 0,561; 0,236.
Pada titik 3 adalah 0,134; 0,607; 0,390. Pada titik 4 adalah 0,135; 0,512;
0,351. Dan pada titik 5 ialah 0,151; 0,489; dan 0,359. Hasil fraksi mol
tersebut dimasukkan kedalam kurva atau diagram sistem tiga komponen
atau yang disebut sistem terner. Titik kritis atau pleit point dapat diketahui
dengan menghubungkan titik titik tersebut.
J. SARAN
Kepada praktikan selanjutnya diharapkan agar pada saat melakukan
penimbangan, piknometer harus dalam keadaan yang kering Titrasi air-
kloroform harus dilakukan satu persatu karena kloroform mudah menguap dan
bersifat toksik, serta lebih berhati-hati pada saat melakukan titrasi air maupun
asam asetat agar hasil yang diperoleh dapat sesuai dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA

Castellan, Gilbert W. 1983. Physical Chemistry. Canada: Wesley Publishing


Company, Inc.
Chen, Qing, Jiping She, and Yang Xiao. 2017. Study of Phase Equilibrium of
NaBr + KBr + H2O and NaBr + MgBr2 +H2O at 313.15K. Journal of
Chemistry. Vol. 2017.
Dhoot, Abhishek Sunil, Anup Naha, Juhi Priya, and Neha Xalxo. 2018. Phase
Diagrams for Three Component Mixtures in Pharmaceuticals and its
Applications. Journal of Young Pharmacists. Vol. 10. No. 2.
Muti’ah. 2014. Analisis Miskonsepsi Mahasiswa pada Empat Konsep Esensial
Kesetimbangan Kimia.. Jurnal Pijar MIPA. Vol. VII. No.1,. ISSN 1907-
1744.

Rohman, Ijang Dan Sri Mulyani. 2004. Kimia Fisik 1. Yogyakarta: JICA.

Sukardjo. 1989. Kimia Fisika. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.

Tim Dosen Kimia Fisik. 2017. Penuntun Praktikum Kimia Fisik I. Makassar:
Universitas Negeri Makassar.
Yang, Wenchao, Moumiao Liu, Junli Feng, Jingwu Wu, Jun Mao, Zaixiang Du,
Xiaojun Ke, Xinjiang Zhang and Yongzhong Zhan. 2019. Solid State Phase
Equilibria of an Al–Sn–Y Ternary System. Journal Materials. Vol. 12. No.
444.

Anda mungkin juga menyukai