Anda di halaman 1dari 47

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Lengkap Praktikum Kimia Fisik dengan judul “Sistem Tiga


Komponen Diagram Fase Sistem Terner” disusun oleh:
nama : Nur Mukhlisa
NIM : 1913041024
kelompok : II (Dua)/ (B2)
kelas : Pendidikan Kimia B
telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator Asisten sehingga
laporan ini dinyatakan diterima.

Makassar, April 2021


Koordinator Asisten Asisten,

Sulfiah Nur Suci Indah Sari n


NIM. 1713142004 Nim. 1713440007

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab,

Dr. Jusniar, S.Pd.,M.Pd


NIP. 19720317 200501 2001
A. JUDUL PERCOBAAN
Sistem Tiga Komponen Diagram Fase Sistem Terner
B. TUJUAN PERCOBAAN
Pada akhir percobaan mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menggambarkan diagram fase sistem terner. Sistem terner yang
dimaksudadalah sistem yang membentuk sepasang zat cair yang bercampur
sebagian yaitu campuran kloroform-air dan asam asetat.
2. Memperhatikan dan menentukan letak “pleit point” atau titik jalin pada
diagram fasenya.
C. LANDASAN TEORI
Ada beberapa istilah yang perlu diketahui sebelum dibicarakan apa isi
dari hukum fase, yaitu: sistem, fase, setimbangan sejati, stabil dan metastabil,
jumlah komponen, dan derajat kebebasan. Sistem adalah suatu zat atau
campuran yang diisolasikan dari zat-zat lain dalam suatu bejana inert. Fase
ialah bagian dari sistem, yang fisis berbeda dan dapat dipisahkan secara
mekanis. Dapat dipisahkan secara mekanis artinya fase tersebut dapat
dipisahkan dengan cara filtrasi, sedimentasi, dekantasi dan sebagainya.
Dalam hal ini tidak termasuk pemisahan dengan cara penguapan, destilasi,
adsorpsi, atau ekstraksi (Sukardjo, 2013: 248).
Kata “fasa” berasal dari bahasa Yunani yang berarti pemunculan adalah
keadaan materi yang seragam di seluruh bagiannya, bukan hanya dalam
komposisi kimianya, melainkan juga dalam keadaan fisiknya (kata ini
adalah kata-kata Gibbs). Jadi, kita berbicara mengenai fasa cair, dan gas
suatu zat, dan mengenai berbagai fase padat. Yang dimaksud dengan
komponen adalah yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut
dalam larutan biner (Atkins, 1994: 204).
Fasa adalah bagian yang serbasama dari suatu sistem yang dapat
dipisahkan secara mekanik. Serbasama dalam hal komposisi kimia dan sifa-
sifat fisika. Jadi suatu sistem yang mengandung cairan dan uap masing-masing
mempunyai bagian daerah yang sama. Dalam fasa uap kerapatannya serbasama
dibagian uap tersebut, tetapi nilai kerapatan berbeda dengan uap yang di fasa
uap. Contoh lainnya adalah air yang berisi pecahan-pecahan es merupakan
suatu sistem yang terdiri atas dua fasa, yaitu fasa yang berwujud padat (es) dan
fasa yang berwujud cair (air). Sistem yang hanya terdiri atas campuran wujud
gas saja hanya ada satu fasa pada kesetimbangan, sebab gas selalu bercampur
secara homogen, Dalam sistem yang hanya terdiri atas wujud cairan-cairan
pada kesetimbangan biasa terdapat satu fasa atau lebih, tergantung pada
kelarutannya. Padatan biasanya mempunyai kelarutan yang lebih teratas dan
pada suatu system padat yang setimbang biasa terdapat fasa padat yang
berbeda (Rohman dan Sri, 2004: 155).
Banyaknya fase dalam sistem diberi notasi P. Gas atau campuran gas
adalah fase tunggal, kristal adalah fase tunggal dan dua cairan yang dapat
bercampur secara total membentuk fase tunggal. Es adalah fase tunggal (P=1),
walaupun es itu dapat dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil. Campuran
es dan air adalah sistem dua fase (P=2) walaupun sulit untuk menentukan batas
antara fase-fasenya (Atkins,1994: 204).
Sistem tiga kompenen, derajat kebebasan, f=3-p+2=5-p. Untuk p=1, ada
4 derajat kebebasan. Sistem seperti ini menyatakan dalam bentuk grafik yang
lengkap dalam tiga dimensi, apalagi dalam dua dimensi. Oleh karena itu,
biasanya sistem dinyatakan pada suhu dan tekanan yang tetap dan derajat
kebebasannya menjadi f=3-p, jadi derajat kebebasannya yang banyak adalah
dua dan dapat dinyatakan dalam suatu bidang. Pada suhu dan tekanan tetap,
variable yang dapat digunakan untuk menyatakan keadaan sistem tinggal
komposisi yakni XA, XB, XC yang dihubungkan melalui XA+XB+XC=1.
Komposisi salah satu kompenen sudah tertentu jika dua komponen lainnya
diketahui (Rohman dan Sri, 2004: 203).
Sistem tiga komponen sebenarnya mempunyai banyak kemungkinan
untuk terjadi. Dimana dapat dibedakan menjadi sistem tiga komponen yang
terdiri atas zat cair yang sebagian tercampur dan sistem tiga komponen yang
terdiri atas 2 komponen padat dan 1 komponen cair. Sistem 3 zat cair yang
bercampur sebagian dapat dibagi menjadi: Tipe I yaitu pembentukan sepasang
zat cair yang bercampur sebagian, tipe II yaitu pembentukan dua pasang zat
cair yang bercampur sebagian, dan tipe III yaitu pembentukan tiga pasang zat
cair yang bercampur sebagian. Sedangkan untuk sistem yang terdiri 2 zat
padat 1 komponen cair dibedakan menjadi: Tipe 1 yang mengkristal komponen
murni, tipe II pembentukan senyawa biner, tipe III yaitu pembentukan senyawa
terner, tipe IV yaitu pembetukan larutan padat dan tipe V fase padat bercampur
sebagian (Sukardjo, 2013: 274-278).

Diagram fase terner dengan garis dasi. Pada p dan T konstan, f = 3 - 1= 2


dalam permukaan segitiga dua dimensi, tetapi f = 3 - 2 = 1 pada koeksistensi
melengkung. Secara umum, area di bawah kurva lebih kecil pada suhu
yanglebih tinggi. Penambahan A dapat menyebabkan penangguhan fase fase
bercampur susu tiba-tiba bersih. Sebaliknya, penambahan C ke larutan A dan B
yang diaduk jelas dapat menyebabkannya pergi susu dalam beberapa
konsentrasi. Transisi tiba-tiba dan tajam dan dapat digunakan sebagai titik
akhir titrasi fase (Rogers, 2011: 139).
Contoh sistem tiga komponen kesetimbangan cair-cair adalah sistem
kloroform, air dan asam asetat. Pasangan kloroform-asam asetat, dan air-asam
asetat saling melarutkan dalam segala perbandingan. Sedangkan pasangan
kloroform-air tidak. Titik a dan b menyatakan lapisan cairan konjugasi tanpa
adanya asam asetat.

(Triyono, 2013: 119).


Konstruksi diagram fase terner adalah pendekatan yang terbaik untuk
mempelajari semua jenis formulasi yang dapat dirumuskan dengan mencampur
air, minyak dan surfaktan. Ini memberikan dasar ilmia untuk penyaringan
komponen formulasi yang berbeda dan penentuan kondisi optimal untuk
keberadaan keseimbangan. Ini banyak digunakan dalam penelitian dan
formulasi dan proses farmasi (Dhoot, dkk, 2018: 137).
Air dan asam asetat dapat bercampur seluruhnya, demikian juga dengan
kloroform dan asam asetat. Air dan kloroform hanya dapat bercampur
sebagian. Diagram fase pada sistem terner ini berada pada temperatur dan
tekanan kamar. Diagram fasenya menunjukkan bahwa dua pasangan yang
dapat larut seluruhya membetuk daerah berfase tunggal dan sistem
air/kloroform (sepanjang alas segitiga) mempunyai daerah dua fase. Alas
segitiga yaitu sesuai dengan salah satu garis mendatar dalam diagram fase dua
komponen. Sistem fase tunggalnya terbentuk jika cukup banyak asam asetat
ditambahkan kecampuran biner air/kloroform. Penambahan asam asetat
membawa sistem bergerak dan mempunyai dua fase tetapi terdapat lebih
banyak air dalam fase kloroform dan lebih banyak kloroform didalam air
karena asam asetat membantu keduanya untuk melarut. Diagram fase itu
menunjukkan bahwa didalam fasa yang kaya air terdapat lebih bannyak asam
asetat daripada fase yang lain. Penambahan asam lebih lajut membawa sistem
bergerak menuju satu fase (Atkins, 1999: 218-219).
Sistem koordinat di mana diagram fasa tiga dimensi berada merupakan
WCS, yang didefinisikan menggunakan sistem koordinat tangan kanan.
Sedangkan Viewing Coordinate System (VCS) adalah sistem koordinat, yang
dapat ditentukan titik pandang dan bidang proyeksi. Dan dengan berdiri pada
sudut pandang seperti itu, objek tiga dimensi dapat diproyeksikan ke suatu
bidang proyeksi. SCS merupakan sistem koordinat di mana diagram pada
bidang proyeksiditampilkan di layar. WCS, VCS, dan SCS tersebut saling
berkorelasi. VCS dikembangkan berdasarkan WCS. Objek yang akan
ditampilkan dalam SCS adalah proyeksi objek tiga dimens dalam bidang
proyeksi VCS. Setelah langkah-langkah yang disebutkan di atas ekspresi visual
dari wilayah fase dapat ditampilkan dilayar computer secara
intuitif (Mu dan Hong, 2017: 5).
Tiga fasa adalah gabungan dari tiga buah sistem satu fasa, di mana
terdapat beda fasa antara masing-masing tegangan. Di mana antara arus,
tegangan dan daya dari rangkaian tiga fasa yang seimbang (arus dan tegangan
tiap pasa sama (Siregar 2018: 8). Hasil reaksi keluaran reaktor yang masih
banyak mengandung asam asetat dan campuran terner n-profil asetat/n-
propanol/air dipanaskan dengan preheater sebelum masuk kolom recovery
asam asetat. Produk atas kolom recovery asam asetat adalah campuran
terner n-profil asetat/n-propanol/air yang diumpahkan ke kolom
ekstraktif (Wibowo,dkk, 2018:79).
D. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Buret 50 mL 2 buah
b. Erlenmeyer 250 mL 5 buah
c. Statif dan klem 1 set
d. Piknometer 2 buah
e. Neraca analitik 1 buah
f. Corong biasa 1 buah
g. Gelas ukur 10 mL 2 buah
h. Pipet tetes 2 buah
i. Lap kasar 1 buah
j. Lap halus 2 buah
k. Botol semprot 1 buah
2. Bahan
a. Kloroform (CHCl3)
b. Asam asetat glasial (CH3COOH)
c. Etanol (C2H5OH)
d. Aquades (H2O)
e. Aluminium foil
f. Tissu
E. PROSEDUR KERJA
1. Penentuan massa jenis Asam asetat glasial, kloroform dan air
a. Piknometer dicuci dengan air dan dibilas dengan etanol kemudian
dikeringkan.
b. Piknometer yang telah kering ditimbang dan dicatat sebagai berat
piknometer kosong.
c. Asam asetat glasial dimasukkan kedalam piknometr hingga penuh dan
ditimbang.
m
d. Massa jenis asam asetat glasial dihitung dengan rumus ρ= .
v
e. Langkah a-d diulangi untuk larutan kloroform dan air.
2. Sistem terner asam asetat glasial, kloroform, dan air
a. Larutan asam asetat glasial dan air dimasukkan kedalam buret 50 mL
yang berbeda.
b. Larutan kloroform diukur dengan volume 3 mL, 4 mL , 5 mL, 6 mL
dan 7 mL serta dimasukkan kedalam labu erlenmeyer lalu ditutup
aluminum foil
c. Aquades ditambahkan masing-masing 5 mL , dikocok sebentar dan
akan terbentuk dua lapisan.
d. Larutan dititrasi dengan asam asetat glasial sampai kedua lapisan
membentuk satu fasa. Volume asam asetat glasial yang ditambahkan
dicatat.
e. Perlakuan yang sama untuk labu erlenmeyer kedua diulangi dan
seterusnya.
f. Diagram fasa sistem terner dibuat, terlebih dahulu menghitung dari
komposisi P.
F. HASIL PENGAMATAN
1. Penentuan Massa Jenis
Suhu kamar:
Massa jenis kloroform: m/v ; 72,208 g/50 mL = 1,44416 g/ mL
Massa jenis asam asetat glasial: m/v = 57,888 g/50 mL = 1,15776 g/mL
Massa jenis aquades: m/v = 55,752 g/50 mL = 1,11504 g/mL
2. Sistem Tiga Terner

Volume (mL)
Zat cair I II III IV V
Kloroform 3 4 5 6 7
Aquades 5 5 5 5 5
Asam Asetat Glasial 8,6 9,4 10,5 12,6 11,5
G. ANALISIS DATA
1. Titrasi I
Diketahui:
V CHCl3 = 3 mL
V H2O = 5 mL
V CH3COOH = 8,6 mL
ρ CHCl3 = 1,498 g/mL
ρ H2O = 1,01 g/mL
ρ CH3COOH = 1,05 g/mL
Mr CHCl3 = 119,5 g/mol
Mr H2O = 18 g/mol
Mr CH3COOH = 60 g/mol
Ditanyakan:
X CHCl3 = … ?
X H2O =…?
X CH3COOH =…?
Penyelesaian:
 m CHCl3 = V CHCl3 x ρ CHCl3
= 3 mL x 1,498 g/mL = 4,494 gram
mCHCl3 4,494 gram
n CHCl3 = = = 0,037 mol
Mr CHCl3 119,5 g /mol

 m H2O = V H2O x ρ H2O


= 5 mL x 1,01 g/mL = 5,05 gram
m H2O 5,05 gram
n H2O = = = 0,281 mol
Mr H 2 O 18 g /mol
 m CH3COOH = V CH3COOH x ρ CH3COOH
= 8,6 mL x 1,05 g/mL = 9,03 gram
mCH 3 COOH 9,03 gram
n CH3COOH = = = 0,150 mol
Mr CH 3 COOH 60 g /mol
n total = n CHCl3 + n H2O + n CH3COOH
= 0,037 mol + 0,281 mol + 0,150 mol = 0,468 mol
n CHCl3 0,037 mol
X CHCl3 = = = 0,07
n total 0,468 mol
n H 2 O 0,281 mol
X H2O = = = 0,60
n total 0,468 mol
n CH 3 COOH 0,148 mol
X CH3COOH = = = 0,31
n total 0,468 mol
2. Titrasi II
Diketahui:
V CHCl3 = 4 mL
V H2O = 5 mL
V CH3COOH = 9,4 mL
ρ CHCl3 = 1,498 g/mL
ρ H2O = 1,01 g/mL
ρ CH3COOH = 1,05 g/mL
Mr CHCl3 = 119,5 g/mol
Mr H2O = 18 g/mol
Mr CH3COOH = 60 g/mol
Ditanyakan:
X CHCl3 =…?
X H2O =…?
X CH3COOH =…?
Penyelesaian:
 m CHCl3 = V CHCl3 x ρ CHCl3
= 4 mL x 1,498 g/mL = 5,992 gram
mCHCl3 5,992 gram
n CHCl3 = = = 0,050 mol
Mr CHCl3 119,5 g /mol
 m H2O = V H2O x ρ H2O
= 5 mL x 1,01 g/mL = 5,05 gram
m H2O 5,05 gram
n H2O = = = 0,281 mol
Mr H 2 O 18 g /mol

 m CH3COOH = V CH3COOH x ρ CH3COOH


= 9,4 mL x 1,05 g/mL = 8,952 gram
mCH 3 COOH 8,952 gram
n CH3COOH = = = 0,149 mol
Mr CH 3 COOH 60 g /mol
n total = n CHCl3 + n H2O + n CH3COOH
= 0,050 mol + 0,281 mol + 0,149 mol = 0,48 mol
n CHCl3 0,050 mol
X CHCl3 = = = 0,10
n total 0,48 mol
n H 2 O 0,281mol
X H2O = = = 0,58
n total 0,48 mol
n CH 3 COOH 0,149 mol
X CH3COOH = = = 0,31
n total 0,48 mol
3. Titrasi III
Diketahui:
V CHCl3 = 5 mL
V H2O = 5 mL
V CH3COOH = 10,5 mL
ρ CHCl3 = 1,498 g/mL
ρ H2O = 1,01 g/mL
ρ CH3COOH = 1,05 g/mL
Mr CHCl3 = 119,5 g/mol
Mr H2O = 18 g/mol
Mr CH3COOH = 60 g/mol
Ditanyakan:
X CHCl3 =…?
X H2O =…?
X CH3COOH =…?
Penyelesaian:
 m CHCl3 = V CHCl3 x ρ CHCl3
= 5 mL x 1,498 g/mL = 7,49 gram
mCHCl3 7,49 gram
n CHCl3 = = = 0,062 mol
Mr CHCl3 119,5 g /mol

 m H2O = V H2O x ρ H2O


= 5 mL x 1,01 g/mL = 5,05 gram
m H2O 5,05 gram
n H2O = = = 0,281 mol
Mr H 2 O 18 g /mol

 m CH3COOH = V CH3COOH x ρ CH3COOH


= 10,5 mL x 1,05 g/mL = 11,025 gram
mCH 3 COOH 11,025 gram
n CH3COOH = = = 0,183 mol
Mr CH 3 COOH 60 g/ mol

n total = n CHCl3 + n H2O + n CH3COOH


= 0,062 mol + 0,281 mol + 0,183 mol = 0,562 mol
n CHCl3 0,062 mol
X CHCl3 = = = 0,11
n total 0,526 mol
n H 2 O 0,281 mol
X H2O = = = 0,53
n total 0,526 mol
n CH 3 COOH 0,201 mol
X CH3COOH = = = 0,35
n total 0,526 mol
4. Titrasi IV
Diketahui:
V CHCl3 = 6 mL
V H2O = 5 mL
V CH3COOH = 12,6 mL
ρ CHCl3 = 1,498 g/mL
ρ H2O = 1,01 g/mL
ρ CH3COOH = 1,05 g/mL
Mr CHCl3 = 119,5 g/mol
Mr H2O = 18 g/mol
Mr CH3COOH = 60 g/mol
Ditanyakan:
X CHCl3 =…?
X H2O =…?
X CH3COOH =…?
Penyelesaian:
 m CHCl3 = V CHCl3 x ρ CHCl3
= 6 mL x 1,498 g/mL = 8,988 gram
mCHCl3 8,988 gram
n CHCl3 = = = 0,075 mol
Mr CHCl3 119,5 g /mol
 m H2O = V H2O x ρ H2O
= 5 mL x 1,01 g/mL = 5,05 gram
m H2O 5,05 gram
n H2O = = = 0,281 mol
Mr H 2 O 18 g /mol
 m CH3COOH = V CH3COOH x ρ CH3COOH
= 12,6 mL x 1,05 g/mL = 13,23 gram
mCH 3 COOH 12,6 gram
n CH3COOH = = = 0,21 mol
Mr CH 3 COOH 60 g /mol
n total = n CHCl3 + n H2O + n CH3COOH
= 0,075 mol + 0,281 mol + 0,21 mol = 0,566 mol
n CHCl3 0,075 mol
X CHCl3 = = = 0,13
n total 0,566 mol
n H 2 O 0,281 mol
X H2O = = = 0,49
n total 0,566 mol
n CH 3 COOH 0,21 mol
X CH3COOH = = = 0,37
n total 0,566 mol
5. Titrasi V
Diketahui:
V CHCl3 = 7 mL
V H2O = 5 mL
V CH3COOH = 11,5 mL
ρ CHCl3 = 1,498 g/mL
ρ H2O = 1,01 g/mL
ρ CH3COOH = 1,05 g/mL
Mr CHCl3 = 119,5 g/mol
Mr H2O = 18 g/mol
Mr CH3COOH = 60 g/mol
Ditanyakan:
X CHCl3 = … ?
X H2O =…?
X CH3COOH =…?
Penyelesaian:
 m CHCl3 = V CHCl3 x ρ CHCl3
= 7 mL x 1,498 g/mL = 10,486 gram
mCHCl3 10,486 gram
n CHCl3 = = = 0,087 mol
Mr CHCl3 119,5 g/ mol
 m H2O = V H2O x ρ H2O
= 5 mL x 1,01 g/mL = 5,05 gram
m H2O 5,05 gram
n H2O = = = 0,281 mol
Mr H 2 O 18 g /mol
 m CH3COOH = V CH3COOH x ρ CH3COOH
= 11,5 mL x 1,05 g/mL = 12,075 gram
mCH 3 COOH 12,075 gram
n CH3COOH = = = 0,201 mol
Mr CH 3 COOH 60 g /mol
n total = n CHCl3 + n H2O + n CH3COOH
= 0,087 mol + 0,281 mol + 0,201 mol = 0,569 mol
n CHCl3 0,087 mol
X CHCl3 = = = 0,15
n total 0,569 mol
n H 2 O 0,281 mol
X H2O = = = 0,49
n total 0,569 mol
n CH 3 COOH 0,201 mol
X CH3COOH = = = 0,35
n total 0,569 mol
TITRASI TITIK X CHCl3 X H2O X CH3COOH
I a 0,07 0,60 0,31
II b 0,10 0,58 0,31
III c 0,11 0,53 0,35
IV d 0,13 0,49 0,37
V e 0,15 0,49 0,35
DIAGRAM TERNER

Keterangan:
A = CH3COOH
B = H2O
C = CHCl3

H. PEMBAHASAN
Kata “fasa” berasal dari bahasa Yunani yang berarti pemunculan adalah
keadaan materi yang seragam di seluruh bagiannya, bukan hanya dalam
komposisi kimianya, melainkan juga dalam keadaan fisiknya (kata ini
adalah kata-kata Gibbs). Jadi, kita berbicara mengenai fasa cair, dan gas
suatu zat, dan mengenai berbagai fase padat. Yang dimaksud dengan
komponen adalah yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut
dalam larutan biner (Atkins, 1994: 204).
Fasa adalah bagian yang serbasama dari suatu sistem yang dapat
dipisahkan secara mekanik. Serbasama dalam hal komposisi kimia dan sifa-
sifat fisika. Jadi suatu sistem yang mengandung cairan dan uap masing-masing
mempunyai bagian daerah yang sama. Dalam fasa uap kerapatannya serbasama
dibagian uap tersebut, tetapi nilai kerapatan berbeda dengan uap yang di fasa
uap. Contoh lainnya adalah air yang berisi pecahan-pecahan es merupakan
suatu sistem yang terdiri atas dua fasa, yaitu fasa yang berwujud padat (es) dan
fasa yang berwujud cair (air). Sistem yang hanya terdiri atas campuran wujud
gas saja hanya ada satu fasa pada kesetimbangan, sebab gas selalu bercampur
secara homogen, Dalam sistem yang hanya terdiri atas wujud cairan-cairan
pada kesetimbangan biasa terdapat satu fasa atau lebih, tergantung pada
kelarutannya. Padatan biasanya mempunyai kelarutan yang lebih teratas dan
pada suatu system padat yang setimbang biasa terdapat
fasa padat yang berbeda (Rohman dan Sri, 2004: 155).
Pada percobaan sistem tiga komponen diagram fase
terner, larutan yang digunakan adalah kloroform, air dan
asam asetat glasial. Percobaan ini
menggunakan tiga jenis cairan yaitu air,
kloroform, dan asam asetat glasial yang memiliki sifat
kepolaran yang berbeda dimana air bersifat polar, kloroform
bersifat non polar, dan asam asetat glasial bersifat semi polar.
Percobaan diagram fasa terner menggunakan cairan yang dapat
campur, sebagian yaitu air dan asam asetat dapat campur
seluruhnya, demikian juga dengan kloroform dan asam
asetat. Air dan kloroform hanya dapat campur sebagian. Gambar 2. Labu
Adapun prinsip dasar diagram fasa sistem terner yaitu distribusierlenmeyer
zat terlarutditutup
I2
aluminium foil
ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yaitu air dan kloroform.
Sedangkan prinsip kerjanya yaitu pengukuran, pencampuran, pengocokan,
pemisahan, dan penitrasian.
Dalam percobaan ini volume kloroform yang digunakan adalah 3 mL, 4
mL, 5 mL, 6 mL, dan 7, mL yang ditempatkan ke dalam erlenmeyer yang
kemudian ditutup dengan aluminium foil. Hal ini dilakukan karena kloroform
adalah suatu zat yang bersifat toksik dan mudah menguap.
Selanjutnya kloroform dimasukkan kedalam dimasukkan kedalam
Erlenmeyer kemudian ditambah dengan aquades.
Pada penambahan tersebut, terbentuk dua lapisan
yaitu bagian atas adalah air dan bagian bawah
adalah kloroform (seperti gelembung minyak).
Lapisan ini terbentuk karena sifat kepolaran kedua
zat tersebut berbeda yaitu air bersifa polar dan
Gambar 7. Tutup kelima
labu erlenmeyer kloroform bersifat non polar. Sedangkan yang
dengan aluminium foil menyebabkan air pada lapisan atas yaitu karena
massa jenisnya lebih rendah yaitu 1,01 g/ml (Prawira, 2018: 152) dibandingkan
dengan massa jenis kloroform yaitu 1,498 g/ml (Panjaitan dan Madayanti,
2018: 33). Lalu dikocok agar terbentuk dua lapisan yang jelas dan merata.
Selanjutnya, masing-masing erlenmeyer yang berisi campuran kloroform-air
dititrasi dengan asam asetat glasial. Adapun tujuan dari titrasi ini adalah agar
campuran kloroform-air membentuk satu fasa dan untuk mengetahui volume
asam asetat glasial yang dibutuhkan untuk membentuk satu fasa. Hal ini
dikarenakan asam asetat dapat bercampur seluruhnya dengan air dan
kloroform.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan volume asam
asetat yang digunakan berturut-turut pada 3 mL, 4 mL, 5 mL, 6
mL, dan 7, mL adalah 8,6 mL, 9,4 mL, 10,5 mL, 12,6 mL dan
11,5 mL. Setelah penambahan asam asetat glasial, sistem
menjadi satu fasa yang menghasilkan larutan tidak
Gambar 8. Di titrasi
berwarna. Hal ini menandakan bahwa semakin banyak
menggunakan asam
volume kloroform yang digunakan maka semakin banyak asetat
pula asam asetat glasial yang dibutuhkan untuk
membentuk sistem fasa tunggal sehingga dapat dikatakan bahwa asam asetat
lebih suka pada air dibandingkan dengan klorofom.
Perubahan menjadi satu fasa karena asam asetat glasial yang bersifat
semi polar sehingga dapat bercampur ke dalam kedua pelarut. Titik dimana
sistem menjadi satu fase disebut titik pleit point atau titik jalin pada diagram
sistem terner. Dengan komposisi campuran yang berbeda, maka akan
ditemukan pleit point yang berbeda pula. Rangkaian pleit point ini yang akan
membentuk diagram terner. Penambahan asam asetat digunakan buret agar
hasil yang diperoleh lebih maksimal karena tingkat ketelitian alat yang tinggi.
Hal ini sesuai dengan teori, dimana bertambahnya kelarutan kloroform
dalam air lebih cepat dibandingkan kelarutan air dalam kloroform, penambahan
asam asetat berlebih lebih lanjut akan membawa sistem bergerak ke daerah
satu fase (fase tunggal). Setelah penambahan asam asetat diteruskan, pada
suatu saat larutan akan menjadi satu fase yaitu pada titik P. Titik P disini
merupakan titik jalin atau semacam titik kritis yang menandakan bahwa pada
titik itu terjadi kesetimbangan (Tim Dosen Kimia Fisik I, 2019: 14-15).
Dari hasil analisis data yang diperoleh titrasi mol pada titrasi I hingga V
yaitu untuk titrasi mol H2O 0,60; 0,58; 0,53; 0,49; 0,49; untuk titrasi mol
CH3COOH yaitu : 0,31; 0,31; 0,35; 0,37; 0,35; untuk tetrasi mol CHCl3; 0,07;
0,10; 0,11; 0,13; 0,15; hal ini menunjukkan bahwa tidak terlalu jauh
perbedaannya sehingga dari analisis data, fraksi mol untuk masing-masing
komponen tidak terlalu jauh perbedaannya antara titrasi pertama hingga titrasi
kelima.
I. KESIMPULAN
1. Sistem tiga komponen diagram fasa sistem terner diagramnya
dibuat dari hasil reaksi campuran air-kloroform dan asam asetat dengan
menghubungkan titik fraksi mol dari setiap komponen. Semakin banyak
volume kloroform yang digunakan, semakin banyak pula asam asetat glasial
yang dibutuhkan. Penambahan asam asetat jika diteruskan, akan menjadikan
larutan menjadi satu fasa, yang ditandai dengan hilangnya lapisan pada
campuran tersebut.
2. Pleit point terjadi pada titrasi ke lima dengan volume kloroform 5
ml yaitu: 0,45;0.41;0,14. Berdasarkan diagram fase terner, asam asetat lebih
cenderung terdistribusi ke air dari pada kloroform.
J. SARAN
Untuk praktikan selanjutnya diharapkan agar lebih teliti dalam
mengamati terjadinya satu fase (titrasi asam asetat glasial) pada 2 lapisan, agar
data yang diperoleh dapat lebih akurat sehingga diagram yang diperoleh baik.
Selain itu, melakukan percobaan dengan hati-hati karena kloroform mudah
menguap dan toksik.

DAFTAR PUSTAKA

Atkins. 1994. Kimia Fisik Edisi Keempat jilid 1. Jakarta : Erlangga.


Dhoot, Abhishek Sunil, Anup Naha, Juhi Priya and Neha Xalxo. 2018. Phase
Diagrams For Three Component Mixtures in Pharmaceuticals and its
Applications. J.Young Pharm. Vol. 10. No. 2.

Mu, Yingxue and Hong Bao. 2017. A Three-dimensional Topological Model of


Ternary Phase Diagram. Journal of Physics. ISSN 012005.

Rogers, Donald W. 2010. Concise Physical Chemistry. Canada: Wiley


Rohman, Ijang dan Sri Mulyani. 2004. Kimia Fisika 1. Yogyakarta: JICA.

Sukardjo. 2013. Kimia Fisika. Jakarta: Rineka Cipta.

Siregar, Fadlan Muhammad. 2018. Sistem Pemutus Tiga Fasa Berdasarkan


Pendeteksian Secara Otomatis. Vol. 3. No. 1. ISSN: 2502-3624.

Triyono. 2013. Kesetimbangan Kimia. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Wibowo ,Agung Ari, Cucuk Evi Lusiani, Rizqy Romahdona Ginting, Dhoni
Hartono. 2018. Studi Kasus Distilasi Elekkstraktif Pada Campuran
Terner n-Profil Asetat/n-Propanol/Air. Jurnal Teknik Kimia Dan
Lingkungan. Vol. 2. No. 2. ISSN: 2579-8537.

Anda mungkin juga menyukai