Anda di halaman 1dari 18

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Analitik I dengan judul “Titrimetri”


disusun oleh:
nama : Nurul Hildayani Ruslan
NIM : 1813040011
kelas/kelompok : Pendidikan Kimia A/II (Dua)
telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator Asisten, maka laporan
ini dinyatakan diterima.

Makassar, September 2019


Koordinator Asisten Asisten

Dita Rizky Amalia, S.Pd Amelisa Awal i


NIM. 1413141005

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Dr. Muhammad Syahrir, S.Pd, M.Si.


NIP. 19740907200501 1 002
A. JUDUL PERCOBAAN
Titrimetri

B. TUJUAN PERCOBAAN
Akhir percobaan ini praktikan diharapkan dapat memahami dan terampil
dalam :
1. Melakukan standarisasi larutan asam klorida (HCl).
2. Mengetahui cara penentuan campuran karbonat dan bikarbonat.

C. LANDASAN TEORI
Kimia analisis merupakan salah satu ilmu kimia yang mempelajari tentang
pemisahan dan pengukuran unsur atau senyawa kimia. Kimia analitik
mencangkup kimia analisis kualitatif dan kimia analisis kuantitatif. Analisis
kualitatif manyatakan keberadaan (jenis) suatu unsur atau senyawa dalam sampel,
sedangkan analisis kuantitatif menyatakan jumlah atau kuantitas suatu analit
dalam sampel. Analit adalah komponen (unsur atau senyawa) dalam sampel yang
akan ditentukan jenis dan jumlahnya. Perspektif kimia analitik adalah
menyelesaikan masalah. Secara umum, tahapan yang dilakukan dalam
menyelesaikan kimia analitik adalah (1) mengidentifikasi dan mendefinisikan
masalah; (2) merancang prosedur eksperimen; (3) melaksanakan eksperiman dan
mengumpulkan data; (4) menganalisis data hasil eksperiman; dan (5) melaporkan
hasil eksperimen (Pursitasari, 2014: 2).
Penerapan kimia analitik diberbagai bidang menggunakan metode-metode
dalam analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif ini bertujuan untuk mengetahui
kadar suatu unsur dalam suatu senyawa. Dalam penentuan metode-metode yang
cocok dari sederetan metode-metode yang ada dalam analisis kualitatif.
Pilihannya akan ditentukan oleh beberapa faktor seperti kecepatan, ketepatan,
ketelitian, sensitivitas, selektivitas, tersediannya peralatan, jumlah sampel, tingkat
analisis, faktor terakhir ini merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan. Selain
pertimbangan konsentrasi komponen yang akan dianalisis, latar belakang sampel
sebaiknya juga merupakan bahan pertimbangan. Pemilihan suatu metode adalah
salah satu masalah kebijaksanaan. Pengujian kebijaksanaan demikian sulit untuk
diuji dan pengalamanlah yang biasa menentukan. Tidaklah tepat hanya berpegang
pada metode tertentu saja untuk suatu unsur. Pengetahuan konsep fundamental
analisis kimia sudah barang tentu dapat membekali dan mengembangkan
kebijaksanaan tersebut dan sekaligus pengalaman dan latar belakang yang akan
menuntun (Khopkar, 2014: 4-5).
Tujuan utama analisis kuantitatif adalah untuk mengetahui kuantitas dari
setiap komponen yang menyusun analit. Analisis kuantitatif menghasilkan data
numerik yang memiliki satuan tertentu. Data hasil analisis kuantitatif umumya
dinyatakan dalam satuan volume, satuan berat maupun satuan konsentrasi dengan
mengguakan metoda analisis tertentu. Metode analisis kuantitatif umumya
melibatkan proses kimia dan proses fisika. Analisis kuantitatif melibatkan proses
kimia seperti gravimetri dan volumetri. Analisis kuantitatif yang melibatkan
proses fisika umumnya mengunakan prinsip interaksi materi dengan energi pada
proses pengukurannya (Ibnu dkk, 2004: 1-2).
Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari kuantitas dari reaktan dan
produk dalam reaksi. Meskipun satuan yang digunakan untuk reaktan (atau
produk) adalah mol, gram, liter (untuk gas), atau satuan lainnya, kita
menggunakan satuan mol untuk menghitung jumlah produk yang terbentuk dalam
reaksi kimia. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan mol yang berarti bahwa
koefisien stoikiometri dalam persamaan kimia dapat diartikan sebagai jumlah mol
dari setiap zat (Chang, 2005: 74).
Metode titrimetri yang dikenal juga sebagai metode volumetri merupakan
cara analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia.
Setiap metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan
zat pendeteksi yang disebut sebagai titran. Titran tersebut ditambahkan ke dalam
larutan analit menggunakan peralatan khusus yang disebut buret samapi mencapai
jumlah tertentu hingga tercapai titik ekivalen. Istilah titrasi untuk penambahan
titran ke dalam analit didasarkan pada proses pengukuran volume titran untuk
mencapai titik ekivalen. Istilah metode titrimetri lebih cocok diterapkan untuk
analisis kuntittif dibandingkan metode menggunakan volumetri, sebab
pengukuran volume tidak selalu berkaitan dengn titrasi. Metode titrimetri pada
reaksi kimia yang terlibat dalam proses reaksinya terdiri dari tiga yaitu, asidi-
alkalimetri, oksidimetri, kompleksometri, dan pengendapan (Ibnu dkk, 2004: 93).
Titik ekivalen (equivalence point), yaitu titik dimana asam telah bereaksi
secara sempurna atau telah ternetralkan oleh basa. Titik ini biasanya ditandai
dengan perubahan warna indikator yang tajam, yang telah ditambahkan
sebelumnya ke dalam larutan asam. Pada titrasi asam-basa, indikator adalah zat
yang memiliki perbedaan warna yang mencolok dalam medium asam dan basa.
Salah satu indikator yang umum digunakan adalah fenolftalein (PP), yang tidak
berwarna dalam larutan asam dan netral, tapi berwarna merah muda dalam larutan
yang bersifat basa (Chang, 2005: 112).
Menurut Ibnu (2004: 95), agar dihasilakn ketepatan kuantitas analit yang
dianalisis, berbagai reaksi yang terlibat dalam metode titrimetri harus memenuhi 4
(empat) persyaratan pokok yang meliputi:
1. Reaksi kimia yang berlangsung harus mengikuti persamaan reaksi tertentu
dan tidak ada reaksi sampingnya, sehingga prinsip stoikiometri untuk
penetapan hasil reaski dapat dirumuskan dengan tepat.
2. Reaksi pembentukan produk dapat berlangsung sempurna pada titik akhir
titrasi, atau dengan kata lain tetapan kesetimbangan reaksinya harus sangat
besar.
3. Harus ada metode yang tepat untuk menetapkan titik ekivalen. Indikator atau
perangkat instrumen yang tepat harus mampu memberikan tanda-tanda yang
jelas pada saat tercapainya titik ekivalen, misalnya terjadinya perubahan
warna, perubahan nilai pH yang tajam.
4. Reaksi yang terlibat harus berlangsung cepat, sehingga proses titrasi hanya
berlangsung dalam beberapa menit, titik ekivalen segera diketahui dengan
cepat.
Studi kuantitatif mengenai reaksi penetralan asam-basa paling nyaman
apabila dilakukan dengan menggunakan prosedur yang disebut titrasi (titration).
Jika kita mengetahui volume larutan standar dan larutan tidak diketahui yang
digunakan dalam titrasi, maka kita dapat menghitung konsentrasi larutan yang
tidak diketahui itu. Natrium hidroksida adalah salah satu basa yang umum
digunakan dalam laboratorium. Kita dapat menstandarisasi larutan natrium
hidroksida dengan menitrasinya menggunakan larutan asam yang sudah diketahui
konsentrasinya secara tepat (Chang, 2005: 111-112).
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan
konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan
sejumlah contoh tertentu yang akan dianalisis. Alkalimetri termasuk reaksi
netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion
hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral.
Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam)
dengan penerima proton (basa). Titik akhir titrasi yaitu titik dimana saat titrasi
terjadi perubahan warna yang konstan. Titik ekivalen terjadi pada saat terjadinya
perubahan warna indikator, memakai pH meter. Titrasi merupakan jalan yang
paling sederhana untuk standarisasi, maka penting untuk mengetahui sifat-sifat
atau syarat- syarat yang diperlukan untuk bahan primer, yaitu sangat murni,
mudah dimurnikan, dan dikeringkan (Handayani dan Agustina, 2015: 2-3)
Menurut Harjadi (1986: 122), tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai
reaksi titrasi, untuk itu reaksi bisa dikatakan sebagai reaksi titrasi harus mengikuti
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Berlangsung sempurna, tunggal, dan menurut persamaan yag jelas (dasar
teoritis).
2. Cepat dan reversibel (dasar praktis). Bila tidak cepat titrasi akan memakan
waktu terlalu banyak. Lebih-lebih menjelang titik akhir titrasi, reaksi akan
berjalan lambat karena konsentrasi titran mendekati nol. Bila tidak reversibel,
penentuan akhir titrasi tidak tegas.
3. Ada penunjuk akhir titrasi (indikator). Petunjuk itu dapat berupa timbulnya
reaksi dan dapat juga berupa suatu zat (atau suatu alat) yang dimasukkan
kedalam titrat. Zat itu disebut indikator dan menunjukkan titik akhir titrasi.
4. Larutan baku yang direaksikan dengan analat harus mudah didapat dan
sederhana dalam menggunakannya; serta harus stabil sehingga konsentrasinya
tidak mudah berubah bila disimpan.
Titrasi dilakukan dengan tujuan untuk menentukan titik ekivalen, yaitu
titik dimana titrasi mencapai setara secara stoikiometri. Apabila peniter dikurangi,
larutan akan menjadi tidak berwarna. Setelah mencapai titik ekivalensi, terdapat
sisa peniter yang berlebih dalam larutan. Titrasi ekivalensi didefinisikan pada saat
munculnya warna yang pertama (akibat kelebihan peniter) dalam larutan yang
sedang dititer (Sitompul dkk, 2018: 136).
Indikator adalah suatu zat yang warnanya berbeda-beda sesuai dengan
konsentrasi ion-hidrogen. Ia umumnya merupakan suatu asam atau basa organik
lemah, yang diapakai dalam larutan yang sangat encer. Indikator asam-basa
adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk fluoresen atau kekeruhan
pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam-basa terletak pada titik
ekuivalen dan ukuran pH. Zat-zat indikator dapat berupa asam atau basa, larut,
stabil dan menunjukkan perubahan warna yang kuat serta biasanya adalah zat
organik. Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Perubahan
warna terjadi pada larutan asam kuat. Metil-orange tidak larut dalam air. Indikator
lain yang masuk kelas ini adalah metil yellow, metilred dan tropaelino. Indikator
azo menunjukkan kenaikan disosiasi bila temperatur naik. Disini proton ditarik
dari ion amonium tersier meninggalka suatu residu tak bermuatan, seperti R-
NH(CH3) + R-N(CH3) + H+. Pada kenyataannya sedikit pengaruhnya dalam
menahan suatu pemisahan proton (Khopkar, 2014: 46,48).
Menurut Chang (2005: 142-144), titik akhir titrasi terjadi bila indikator
berubah warna. Namun, tidak semua indikator berubah warna pada pH yang sama,
jadi pilihlah indikator untuk titrasi bergantung pada sifat asam dan basa yang
digunakan dalam titrasi (dengan kata lain, apakah mereka kuat atau lemah).
Berikut ini beberapa indikator asam basa yang lazim :
Indikator Warna Kiasaran pH
Dalam asam Dalam basa
Timol biru Merah Kuning 1,2 – 2,8
Bromofenol biru Kuning Ungu kebiruan 3,0 – 4,4

Metil jingga Jingga Kuning 3,1 – 4,4


Metil merah Merah Kuning 4,2 – 6,3
Klorofenol biru Kuning Merah 4,8 – 6,4

Bromotimol biru Kuning Biru 6,0 – 7,6


Kresol merah Kuning Merah 7,2 - 8,8
Fenolftalein Tak berwarna Pink kemerahan 8,3 - 10,0
Larutan standar yang digunakan sebagai titran harus diketahui dengan
tepat konsentrasinya. Biasanya, larutan standar dibuat dengan cara melarutkan
sejumlah berat tertentu bahan kimia pada sejumlah tertentu pelarut yang sesuai.
Zat kimia yang benar-benar murni bila ditimbang dengan tepat dan dilarutkan
dalam sejumlah tertentu pelarut yang sesuai menghasilkan larutan standar primer.
Larutan satndar yang lain yang ditetapkan konsentrasinya melalui titrasi dengan
menggunakan larutan standar primer dikenal sebagai larutan standar sekunder.
Pada titrasi asam basa umumnya larutan standar sekunder yang digunakan untuk
titran dibuat dengan cara melarutkan atau mengencerkan, kemudian dititrasi
dengan menggunakan larutan standar primer untuk menetapkan konsentrasinya
secara tepat (Ibnu dkk, 2004: 97-98).
Larutan standar primer yaitu larutan dimana kadarnya dapat diketahui
secara langsung karena didapat dari hasil penimbangan. Syarat-syarat larutan
standar primer antara lain : mempunyai kemurnian yang tinggi, rumus molekulnya
pasti, tidak mengalami perubahan saat penimbangan, berat ekivalen yang tinggi
serta larutannya stabil dalam penyimpanan. Larutan standar sekunder adalah
larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan standarisasi dengan
larutan standar primer. Syarat-syarat larutan standar sekunder antara lain : derajat
kemurnian lebih rendah dari larutan standar primer, berat ekivalen tinggi serta
larutannya stabil dalam penyimpanan (Tim Dosen Kimia Dasar, 2019: 6-7).
Larutan standar HCl bukan merupakan larutan standar primer maka perlu
distandarisasi. Standarisasi biasanya menggunakan boraks. Menurut reaksi :
Na2B4O7.10 H2O + 2 HCl 2 NaCl + H3BO5 + 5 H2O
( 1mol boraks = 2 grek)
Penentuan campuran karbonat dan bikarbonat selain dengan cara titrasi dua
indikator pp dan MO, dapat juga ditentukan lebih akurat dengan cara mengambil
dua bagian sampel. Bagian pertama dititrasi dengan larutan standar HCl pada
indikator MO langsung, untuk menentukan total basa dalam sampel. Bagian
kedua, ditambahkan dengan BaCl2 berlebih untuk dapat mengendapkan karbonat,
kemudian dititrasi lagi dengan menggunakan larutan standar HCl 0,1 N dengan
menggunakan indikator MO juga, untuk menentukan bikarbonat dalam sampel
tersebut (Tim Dosen Kimia Analitik, 2019: 11-12).
Campuran karbonat dan hidroksida atau karbonat dan bikarbonat, dapat
ditentukan melalui titrasi yang menggunakan indikator fenolftalein dan metil
oranye. Biasanya, ion karbonat dititrasi sebagai basa dengan sebuah titran asam
kuat. Biasanya, sampel-sampel yang mengandung hanya sodium karbonat (soda
abu) dinetralisasi sampai titik metil orange. Campuran karbonat dan bikarbonat
dapat dititrasi dengan HCl standar (Day dan Underwood, 1998: 181-182).

D. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Buret 50 mL (2 buah)
b. Erlenmeyer 250 mL (10 buah)
c. Corong biasa (4 buah)
d. Labu takar 100 mL (1 buah)
e. Pipet volume 25 mL (2 buah)
f. Gelas kimia 50 mL (1 buah)
g. Bulb pipet (1 buah)
h. Statif dan klem (2 buah)
i. Botol semprot (1 buah)
j. Batang pengaduk (1 buah)
k. Spatula (1 buah)
l. Pipet tetes (2 buah)
m. Neraca analitik (1 buah)
n. Lap halus (1 buah)
o. Lap kasar (1 buah)
2. Bahan
a. Boraks (Na2B4O7.10H2O)
b. Larutan standar asam klorida 0,1 N (HCl)
c. Sampel campuran karbonat dan bikarbonat (CO32-) dan (HCO3-)
d. Indikator metil orange (MO)
e. Larutan barium klorida 10% (BaCl2)
f. Aquadest (H2O)
g. Kertas saring
h. Tissue
i. Label

E. PROSEDUR KERJA
1. Standarisasi Larutan HCl
a. Sebanyak 0,400 gram boraks (Na2B4O7.10H2O) ditimbang dan dilarutkan
dengan 10 mL aquades didalam gelas kimia 50 mL.
b. Larutan boraks dimasukkan kedalam labu takar dan diencerkan
menggunakan aquades hingga 100 mL.
c. Larutan boraks diambil dengan menggunakan pipet volume dan
dimasukkan ke dalam 3 labu Erlenmeyer yang berbeda masing-masing
sebanyak 25 mL.
d. Labu Erlenmeyer masing-masing ditambahkan 3 tetes indikator metil
orange (MO).
e. Larutan standar asam klorida (HCl) 0,1 N dimasukkan ke dalam buret 50
mL.
f. Ketiga larutan boraks dititrasi dengan menggunakan larutan standar asam
klorida (HCl) 0,1 N dan volume titran dicatat.
g. Volume rata-rata dari titran yang digunakan dihitung.
h. Normalitas HCl ditentukan.
2. Penentuan Campuran Karbonat dan Bikarbonat
a. Sebanyak 25 mL larutan sampel campuran karbonat dan bikarbonat
diambil menggunakan pipet volume.
b. Sampel campuran karbonat dan bikarbonat yang telah dipipet dimasukkan
ke dalam 6 labu Erlenmeyer masing-masing dimasukkan sebanyak 25 mL.
c. Sebanyak 3 tetes indikator metil orange (MO) ditambahkan ke dalam 3
labu Erlenmeyer.
d. Sebanyak tiga sampel campuran karbonat dan bikarbonat kemudian
dititrasi dengan menggunakan larutan standar asam klorida (HCl) 0,1 N
dan volume titran dicatat.
e. Volume titran rata-rata dicatat sebagai V1 (mL).
f. Labu Erlenmeyer yang lain ditambahkan sebanyak lima tetes larutan BaCl2
10% sampai tidak terbentuk endapan putih lagi.
g. Endapan dibiarkan turun dan kemudian disaring dengan menggunakan
corong yang dilengkapi dengan kertas saring biasa.
h. Filtrat kemudian ditambahkan 3 tetes indikator metil orange (MO).
i. Filtrat dititrasi dengan larutan standar asam klorida (HCl) 0,1 N dan
volume titran dicatat.
j. Volume titran rata-rata dicatat sebagai V2 (mL).
k. Kadar karbonat dan bikarbonat dihitung.

F. HASIL PENGAMATAN
No. Perlakuan Hasil
1. Standarisasi Larutan HCl
a. Boraks ditimbang sebanyak 0,4 gram, Larutan tidak berwarna
kemudian dilarutkan dengan 100 mL
air.
b. Larutan boraks kemudian diambil 25 Larutan berwarna orange
mL dan ditambahkan indikator MO. bening.
Titrasi I Larutan menjadi orange
kemerahan.
Volume = 6,7 mL
Titrasi II Larutan menjadi orange
kemerahan.
Volume = 6,4 mL
Titrasi III Larutan menjadi orange
kemerahan.
Volume = 6,6 mL
2. Campuran Karbonat dan Bikarbonat
a. 25 mL sampel + Indikator MO Larutan berwarna orange
bening.
Titrasi I Larutan berwarna orange
bening.
Volume = 26 mL
Titrasi II Larutan berwarna orange
bening.
Volume = 27 mL
Titrasi III Larutan berwarna orange
bening.
Volume = 25 mL
b. 25 mL sampel campuran + BaCl2 10 Terbentuk endapan
% beberapa tetes sampai endapan tidak berwarna putih.
terbentuk lagi + disaring + Indikator Larutan berwarna orange
MO bening.
Titrasi I Larutan berwarna orange
bening.
Volume = 25 mL
Titrasi II Larutan berwarna orange
bening.
Volume = 25 mL
Titrasi III Larutan berwarna orange
bening.
Volume = 25 mL
G. ANALISIS DATA
1. Standarisasi Larutan HCl
Dik : W = 0,4 gram = 400 mg
BM Boraks = 381 g/mol
V1 = 6,7 mL
V2 = 6,4 mL
V3 = 6,6 mL
(6,7 + 6,4 + 6,6) mL
𝑉= = 6,56 mL
3
Dit : N HCl = …..?
Penyelesaian :
VBoraks WBoraks (mg)
100
×2 × BMBoraks
N HCl =
̅
V
25 ml 400 mg
×2 × mg
100 381
mmol
=
6,56 mL
= 0,08 N
2. Penentuan campuran karbonat dan bikarbonat
Dik : N HCl = 0,093N
V1 = 26 mL
V2 = 25 mL
Dit : a. Kadar HCO3- =….?
b. Kadar CO3- =……?
Penyelesaian:
V2 (ml) × N HCl
a. Kadar HCO3- = 25 mL
25 mL × 0,08 N
= 25 ml

= 0,08 M
= 0,08 mmol/ml
(V1 – V2)×N HCl
b. Kadar CO3 = 2 × 25 ml
(26 − 25)mL × 0,08 N
= 50 mL
1 mL × 0,08 N
= 50 mL

= 0,0016 M
= 0,0016 mmol/mL

H. PEMBAHASAN
Metode titrimetri yang dikenal sebagai metode volumetri merupakan
analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia.
Analisis volumetri juga dikenal sebagai titrimetri, dimana zat yang akan dianalisis
dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan
dari buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit)
kemudian dihitung. Syaratnya adalah reaksi harus brlangsung secara cepat, reaksi
berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi samping. Selain itu reagen penitrasi
yang berlebih dapat diketahui dengan suatu indikator (Khopkar, 2014: 39).
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui standarisasi larutan HCl dan
untuk mengetahui penentuan campuran karbonat dan bikarbonat. Prinsip dasar
dari titrimetri yaitu pencapaian reaksi titik akhir dan ekivalen harus berlangsung
secara stoikiometri. Titik ekivalen adalah titik pada saat senyawa titran yang
ditambahkan telah tepat bereaksi dengan senyawa analit. Biasanya, titik
ekivalen berhimpitan dengan titik akhir titrasi. Titik pada saat terjadi perubahan
warna dinamakan titik akhir titrasi (Pursitasari, 2014: 60). Adapun prinsip kerja
titrimetri adalah titrasi yaitu penambahan sejumlah volume titran kepada analit
hingga mencapai titik akhir titrasi..
1. Standarisasi larutan HCl
Standarisasi adalah proses dimana konsentrasi larutan ditentukan secara
akurat. Lebih umum lagi, sebuah larutan sekunder distandarisasi dengan titrasi,
dimana larutan tersebut bereaksi dengan sejumlah larutan standar primer yang
telah diketahui konsentrasinya. Standarisasi larutan HCl ini dilakukan
menggunakan larutan boraks karena larutan boraks merupakan larutan standar
primer yang memiliki konsentrasi yang tetap dan stabil dalam penyimpanannya.
Alasan lainnya mengapa boraks digunakan sebagai larutan standar primer karena
merupakan basa lemah yang mampu bereaksi dengan larutan HCl yang
merupakan asam kuat, dimana reaksi antara boraks dengan HCl terjadi reaksi
yang sempurna. Asam klorida (HCl) akan bereaksi dengan boraks
(Na2B4O7.10H2O) membentuk garam yang bersifat asam.
Percobaan ini bertujuan untuk menstandarisasi larutan HCl dengan
menggunakan larutan boraks. Adapun metode yang digunakan adalah titrimetri
dimana titrimetri merupakan analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip
stoikiometri reaksi kimia. Setiap metode titrimetri terjadi reaksi kimia antara
komponen analit dengan zat pendeteksi yang disebut titran. Analit adalah
komponen dari larutan sampel yang hendak ditetapkan kuantitasnya. Titran adalah
larutan standar yang telah diketahui dengan tepat konsentrasinya (Ibnu, 2004: 93).
Percobaan tandarisasi ini, larutan HCl bertindak sebagai titran dan boraks
bertindak sebagai titer. Prinsip kerjanya adalah penimbangan, pelarutan,
pengenceran dan titrasi.
Hal yang dilakukan pertama kali pada percobaan ini yaitu boraks
dilarutkan dengan menggunakan aquades dan diencerkan di dalam labu takar
kemudian dikocok agar boraks dapat larut dengan sempurna dan larutan menjadi
homogen. Fungsi dari penambahan aquades yaitu sebagai pelarut untuk
melarutkan boraks. Adapun alasan mengapa labu takar digunakan, karena labu
takar memiliki ketelitian yang lebih akurat dimana diameter labu takar sangat
kecil sehingga dalam melakukan pengenceran larutan boraks digunakan labu
takar. Hasil yang didapatkan yaitu larutan yang tak berwarna. Hal ini berarti
larutan boraks dapat larut sempurna di dalam aquades karena sifat kepolaran yang
sama antara boraks dan aquades, keduanya bersifat polar. Selanjutnya, larutan
boraks ditambahkan dengan indikator metal orange yang berfungsi sebagai
penanda titik akhir titrasi. Indikator metal orange akan memberikan perubahan
warna pada saat akan terjadi titik akhir titrasi yakni dari larutan berwarna orange
menjadi larutan yang berwarna merah. Indikator metal orange digunakan karena
bersifat asam sesuai dengan larutan HCl yang akan distandarisasi. Indikator metil
orange memiliki trayek pH 3,1 – 4,4 dimana akan berwarna merah dalam keadaan
asam dan berwarna kuning dalam keadaan basa. Hasil larutan yang diperoleh
setelah ditambahkan dengan indikator MO yaitu larutan berwarna orange bening.
Larutan kemudian dititrasi dengan larutan standar HCl yang
menghasilkan larutan berwarna orange kemerahan. Hal ini telah sesuai dengan
teori bahwa larutan akan berwarna kuning pada suasana basa dan berwarna merah
pada suasana asam (Chang, 2005: 144). Pada saat titrasi berlangsung, pengocokan
terus dilakukan untuk menghomogenkan larutan yang dititrasi. Proses titrasi
dilakukan tiga kali agar data yang diperoleh lebih akurat. Adapun volume titran
yang masing–masing adalah 6,9 mL; 6,4 mL; dan 6,6 mL. Sedangkan volume
titran rata–rata adalah 6,56 mL dan normalitas HCl sebesar 0,08 N (mmol/mL)
yang artinya bahwa dalam 1 mL larutan terdapat 0,08 mmol HCl. Konsentrasi
yang diperoleh berbeda dengan konsentrasi awal dari larutan HCl karena larutan
HCl merupakan larutan standar sekunder, dimana dalam penyimpanannya tidak
stabil sehingga konsentrasi HCl berubah-ubah dari 0,1 N menjadi 0,08 N yang
dikarenakan HCl bereaksi atau menyerap zat yang ada di udara sehingga jumlah
pelarutnya bertambah dan mengakibatkan konsentrasinya menurun. Adapun
reaksi yang terjadi:
Na2B4O7.10H2O(s) + 2HCl(aq) 2NaCl(aq) + 4H3BO3(aq) + 5H2O(l)
2. Penentuan campuran karbonat dan bikarbonat
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kadar karbonat dan
bikarbonat karena dalam larutan campuran tersebut terdapat karbonat, bikarbonat
dan senyawa lain sehingga harus ditentukan kadar karbonat dan bikarbonat yang
juga dilakukan titrasi dengan metode titrimetri. Penentuan kadar karbonat
dilakukan dengan mereaksikan larutan sampel campuran karbonat dan bikarbonat
dengan indikator metil orange yang menghasilkan larutan orange jernih.
Penambahan indikator metil orange (MO) bertujuan untuk memberikan perubahan
saat titrasi berahir yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada larutan
menjadi orange kemerahan. Metil orange memiliki trayek pH yaitu 3,1 - 4.4 yang
bersifat asam. Larutan kemudian dititrasi dengan larutan standar HCl 0,1 N
menghasilkan larutan yang tetap berwarna orange bening. Hal ini tidak sesuai
dengan teori bahwa larutan akan berwarna kuning pada suasana basa dan
berwarna merah pada suasana asam (Chang, 2005: 144). Hal ini terjadi karena
jumlah volume titran yang ditambahkan belum mencapai titik ekivalen sehingga
indikator metil orange tidak memberikan perubahan warna dan juga akibat
kesalahan praktikan saat melakukan pengocokan yang tidak konstan kecepatannya
pada penambahan setetes demi setetes titran. Pada saat titrasi berlangsung,
pengocokan terus dilakukan untuk menghomogenkan larutan yang dititrasi dan
mempercepat reaksi. Proses titrasi dilakukan tiga kali agar data yang diperoleh
lebih akurat. Adapun volume titran yang masing–masing adalah 26 mL; 27 mL;
dan 25 mL. Sedangkan volume titran rata–rata adalah 26 mL dan dengan kadar
karbonat sebesar 0,08 mmol/mL, artinya terdapat 0,08 mmol karbonat dalam 1
mL larutan. Reaksi yang terjadi adalah:
CO32-(aq) + 2HCl(aq) H2CO3(aq) + 2Cl-(aq)
Penentuan kadar bikarbonat dilakukan dengan mereaksikan larutan
sampel campuran karbonat dan bikarbonat dengan larutan BaCl2 10% yang
berfungsi untuk mengendapkan ion karbonat (CO32-) membentuk endapan BaCO3
sehingga yang tersisa hanya bikarbonatnya. Larutan yang dihasilkan berwarna
putih keruh dan terdapat endapan yang tak lain adalah endapan karbonat. Larutan
dengan endapan putih (karbonat) yang dihasilkan kemudian disaring agar filtrat
dan endapan terpisah sehingga endapan yang ada pada larutan tidak
mempengaruhi proses titrasi yang akan dilakukan. Filtrat yang diperoleh
ditambahkan dengan indikator metil orange yang berfungsi untuk memberikan
tanda perubahan saat titrasi berakhir yang ditandai dengan berubahnya larutan
menjadi larutan berwarna orange kemerahan. Larutan yang diperoleh setelah
penambahan indikator MO berwarna orange bening. Larutan kemudian dititrasi
dengan larutan standar HCl 0,1 N dan menghasilkan larutan yang tetap berwarna
orange bening. Hasil yang didapat tidak sesuai dengan teori bahwa larutan akan
berwarna kuning pada saat suasana basa dan akan berwarna merah pada suasana
asam (Chang, 2005: 144). Hal ini terjadi karena kesalahan praktikan saat
melakukan titrasi, dimana kecepatan pengocokan yang dilakukan saat proses
titrasi tidak konstan sehingga HCl dan bikarbonat tidak bereaksi dengan baik.
Pada saat titrasi berlangsung, pengocokan terus dilakukan untuk
menghomogenkan larutan yang dititrasi. Proses titrasi dilakukan tiga kali agar
data yang diperoleh lebih akurat. Adapun volume titran yang masing–masing
adalah 25 mL; 25 mL; dan 25 mL. Volume titran rata–rata adalah 25 mL dan
dengan kadar bikarbonat sebesar 0,0016 mmol/mL, artinya terdapat 0,0016 mmol
bikarbonat dalam 1 mL larutan. Reaksinya yaitu :
CO32-(aq) + BaCl2(aq) BaCO3(s) + 2Cl-(aq)
HCO3-(aq) + HCl(aq) H2CO3(aq) + Cl-(aq)

I. KESIMPULAN
1. Standarisasi dilakukan untuk mengetahui konsentrasi larutan sebenarnya yang
dihasilkan dalam suatu reaksi dengan menggunakan cara titrasi. Normalitas
dari larutan HCl yang diperoleh dari hasil standarisasi yaitu 0,08 N.

2. Penentuan kadar karbonat dan bikarbonat dengan cara dititrasi dengan larutan
standar HCl diperoleh kadar karbonat dalam larutan sampel campuran yang
digunakan adalah 0,08 mmol/mL yang artinya terdapat 0,08 mmol karbonat
dalam 1 mL larutan. Kadar bikarbonat yang diperoleh sebesar 0,0016
mmol/mL yang artinya terdapat 0,0016 mmol bikarbonat dalam 1 mL larutan.

J. SARAN
1. Diharapkan kepada praktikan selanjutnya agar lebih teliti dalam melakukan
percobaan sehingga percobaan yang dilakukan mendapat hasil yang sesuai
dengan teori.
2. Diharapkan kepada praktikan selanjutnya pada saat melaukan titrasi agar
melakukan pengocokan dengan kecepatan konstan sehingga hasil yang
diperoleh lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Day, R.A., dan A.L Unrderwood. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.

Handayani, Tutut., dan Anita Agustina. 2015. Penetapan Kadar Pemanis Buatan
(Na-Siklamat) Pada Minuman Serbuk Instan dengan Metode Alkalimetri.
Jurnal Farmasi Sains dan Praktis. Vol.1, No.1.

Harjadi. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Ibnu, M. Sodiq., Endang Budiasih., Hayuni Retno Windrti., dan Munzil. 2004.
Kimia Analitik I. Malang: JICA.

Khopkar, S. M. 2014. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-PRESS.

Pursitasari, Indriani Dwi. 2014. Kimia Analitik Dasar dengan Strategi Problem
Solving dan Open-ended Experiment. Bandung: Alfabeta.

Sitompul, Martha R., Fidianto Suryana., dan Donny S. Bhuana. 2018. Ekstraksi
Asam Oksalat pada Umbi Porang (Ammorphophallus Oncophyllus)
dengan Metode Mechanical Separation. Jurnal Teknik ITS. Vol. 7, No.1.

Tim Dosen Kimia Analitik. 2019. Penuntun Kimia Analitik. Makassar:


Universitas Negeri Makassar.

Tim Dosen Kimia Dasar. 2019. Penuntun Kimia Dasar Lanjut. Makassar:
Universitas Negeri Makassar.

Anda mungkin juga menyukai