PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
A. Reaksi Substitusi
Dalam reaksi substitusi alkil halida, halida itu disebut gugus pergi (leaving group)
suatu istilah yang berarti gugus apa saja yang dapat digeser dari ikatannya dengan
suatu atom karbon. Ion halida merupakan gugus pergi yang baik, karena ion-ion ini
merupakan basah yang sangat lemah. Basa kuat seperti misalnya OH , bukan gugus
pergi yang baik.
CH3-:- + CH3-CH2-CH2
l :
C
CH3-CH2-CH2
-CH3 + :
C lC :
Dalam reaksi substitusi alkil halida, ion iodida adalah halida yang paling mudah
digantikan,baru ion bromida dan kemudian klorida. Karena F merupakan basa yang
lebih kuat daripada ion halida lain, dan karena ikatan C-F lebih kuat daripada ikatan CX lain fluorida bukan gugus pergi yang baik. Dari segi praktis hanya Cl, Br, dan I
merupakan gugus pergi yang cukup baik,sehingga bermanfaat dalam reaksi-reaksi
substitusi. Dengan alasan ini, bila disebut RX, maka biasanya berarti alkil klorida,
bromida dan iodida.
RF
RCl
RBr
RI
Naiknya reaktivitas
Spesi yang menyerang suatu alkil halida dalam suatu reaksi substitusi disebut nukleofil
pencinta nukleus. Kebanyakan nukleofil adalah anion, namun beberapa molekul
polar yang netral (seperti HO, CHOH, dan CHNH) dapat juga bertindak sebagai
nukleofil. Subsitusi oleh nukleofil disebut Subsitusi Nukleofil atau Pengganti
Nukleofil.
1 | K i m i a O r g a n i k ( SN 1 dan SN 2)
B. Reaksi Eliminasi
Alkil halida diolah dengan suatu basa kuat, dapat terjadi suatu reaksi eleminasi.
Produk organik suatu reaksi eleminasi suatu alkil halida adalah suatu alkena. Reaksi
eleminasi ini, unsur H dan X keluar dari dalam alkil halida; oleh karena itu reaksi ini
disebut reaksi Dehidrohalogenasi.
CH3
CH3
CH2
Cl + OH
CH3
CH3
C + H2O + Cl
CH3
C. Reaksi-Reaksi Bersaingan
Ion hidroksida atau alkoksida (RO) dapat beraksi sebagai suatu nukleofil dalam suatu
reaksi eleminasi. Tipe reaksi bergantung pada sejumlah faktor, seperti struktur alkil
halida (primer 1,sekunder 2, dan tersier 3) kuat basa, macam pelarut dan temperatur.
Metil halida dan alkil halida primer menghasilkan produk subsitusi, bukan produk
eliminasi. Alkil halida tersier terutama menghasilkan produk eliminasi, bukan produk
subsitusi.
Seperti contoh gambar dibawah ini :
Alkil halida dan sebuah nukleofil atau basa, maka reaksi subsitusi dan reaksi eliminasi
Kebasaan ialah ukuran kemampuan pereaksi untuk menerima sebuah proton dalam
suatu reaksi asam-basa. Oleh karena itu kuat basa relatif dari sederet reaksi ditentukan
dengan membandingkan letak relatif kesetimbangan mereka dalam suatu reaksi asambasa seperti misalnya derajat ionisasi air.
Nukleofilisitas ialah ukuran kemampuan suatu pereaksi untuk menyebabkan
(terjadinya) suatu reaksi subsitusi. Nukleofilisitas relatif dari sederet pereaksi
ditentukan oleh laju relatif reaksi mereka dalam suatu reaksi subsitusi, misalnya suatu
reaksi subsitusi dengan bromoetana.
OH (suatu basa kuat) adalah nukleofil yang lebih baik daripada Cl atau HO (basa
lemah). Karena beberapa alkil halida dapat menjalani reaksi subsitusi dan eliminasi
yang saling bersaingan, pereaksi seperti OH dapat bertindak baik sebagai suatu
nukleofil maupun sebagai suatu basa dalam satu bejana reaksi.
1.2 Tujuan
1. Dapat membedakan antara nukleofilisitas dan kebasaan.
2. Dapat menjelaskan tentang reaksi substitusi nukleofil
3. Dapat membedakan reaksi Substitusi Nukleofil 1 dan Substitusi Nukleofil 2
1.3 Manfaat
1.
BAB II
3 | K i m i a O r g a n i k ( SN 1 dan SN 2)
PEMBAHASAN
2.1 REAKSI SN 1
Alkil halida tersier mengalami substitusi dengan suatu mekanisme yang berlainan yang
disebut Reaksi SN 1 (Substitusi, nukleofilik, uni molekular). Hasil eksperimen reaksi
yang diperoleh dalam reaksi SN 1 cukup berbeda dari hasil pada reaksi S N 2. Disimpulkan
bahwa pada umumnya pengaruh konsentrasi nukleofil pada laju keselurahan reaksi S N 1
sangat kecil (kontras dengan reaksi SN 2, dimana laju berbanding lurus dengan
konsentrasi nukleofil).
Untuk menerangkan hasil eksperimen akan dibuat mekanisme reaksi SN 1 dengan
menggunakan t-butil bromida dan air.
2.1.1 Mekanisme SN 1
Reaksi SN 1 adalah ion. Mekanismenya kompleks karena adanya antaraksi antara
molekul pelarut, molekul RX, dan ion-ion antara yang terbentuk.
Reaksi SN 1 suatu alkil halida tersier adalah reaksi bertahap (stepwise reaction).
Tahap pertama berupa pematahan alkil halida menjadi sepasang ion : ion halida dan
suatu karbo kation (zat antara intermediate dalam reaksi, struktur yang terbentuk dalam
reaksi dan bereaksi lebih lanjut akan menghasilkan produk), suatu ion dimana atom
karbon mempunyai suatu muatan positif. Karena reaksi S N 1 melibatkan ionisasi,
reaksi-reaksi dibantu oleh pelarut polar, seperti (H 2O2 yang dapat menstabilkan ion
dengan cara solvasi).
Tahap 1 :
- Pada tahap 1 (ionisasi) secara khas mempunyai E akt tinggi : pada tahap ini yang
dimaksud tahap lambat dalam proses keseluruhan. Harus tersedia cukup energi
agar alkil halida tersier mematahkan sigma C-X dan menghasilkan karbo kation
serta ion halida.
Reaksi :
Tahap 2 :
Penggabungan karbo kation dengan nukleofil
4 | K i m i a O r g a n i k ( SN 1 dan SN 2)
Reaksi SN 1 berupa reaksi antara karbo kation dengan nukleofil. Karbo kation
dengan nukleofil bereaksi dengan Eakt rendah, jadi menghasilkan suatu reaksi yang
cepat
Reaksi :
Tahap 3 :
Melepasnya H+ dari dalam alkohol berproton, dalam suatu reaksi asam basa yang
Jadi reaksi keseluruhan t-butil bromida dengan air sebenarnya memiliki dua
reaksi yang terpisah :
Reaksi SN 1(ionisasi yang diikuti oleh kombinasi dengan nukleofil)
- Reaksi asam basa
-
disebut reaksi unimolekular, karena hanya memiliki satu partikel (RX0 yang terlibat
dalam keadaan transisi tahap penentu laju (angka 1 dalam SN 1 memiliki arti yang
merujuk ke unimolekular).
Tahap penentu laju :
mengakibatkan terbentuknya karbo kation yang berlainan. Dalam reaksi ini, energi
keadaan transisi yang akan menghasilkan karbo kation sebagian besar ditentukan oleh
kestabilan karbo kation tersebut, yang telah setengah terbentuk dalam keadaan transisi.
Keadaan transisi tersebut mempunyai karakter karbo kation. Oleh karena itu reaksi yang
menghasilkan karbo kation berenergi rendah dan stabil, akan berjalan dengan laju yang
tinggi. Alkil halida tersier menghasilkan karbo kation yang lebih stabil daripada karbo
kation yang berasal dari suatu metil halida atau alkil halida primer, jadi reaksi tersebut
mempunyai laju yang tinggi.
6 | K i m i a O r g a n i k ( SN 1 dan SN 2)
Karbo kation pada reaksi tidak stabil dan dengan cepat bereaksi lebih lanjut.
Tipe-tipe Karbokation yang terlintas dalam pembahasan ini ialah :
Kation Metil (Karbokation yang dihasilkan oleh ionisasi Metil Halida)
Contoh :
CH (metil)
Karbokation Primer (dari alkil halida primer)
Contoh :
CHCH (primer)
Karbokation Sekunder (dari rantai alkil halida sekunder)
Contoh :
(CH)CH (sekunder)
Karbokation Tersier (dari alkil halida tersier)
Contoh :
(CH)C (tersier)
Atom karbon dapat meningkatkan stabilitas yang bermuatan positif karena dapat
menyebarkan muatan positif. Dalam kation alkil, gejala utama yang mendekskripsikan
muatan negatif ialah efek induktif, suatu istilah untuk menggambarkan polarisasi
ikatan oleh suatu atom elektron negatif atau elektro positif didekat ikatan tersebut.
Dalam suatu karbo kation, karbon yang bermuatan positif adalah suatu pusat elektron
positif. Kerapatan elektron dari ikatan ikatan sigma digeser kearah karbon positif.
Untuk menunjukan arah tarikan ini digunakan anak panah sebagai ganti ikatan garis.
Geseran rapatan menciptakan muatan positif parsial ( sebagian ) pada atom-atom yang
berdekatan. Muatan positif parsial selanjutnya mempolarisasi ikatan-ikatan sigma
berikutnya. Dengan cara tersebut muatan positif karbo kation sedikit disebar, dan karbo
kation itu terstabilkan sekadarnya. Gugus alkil mengandung banyak atom dan elektron
daripada dari sebuah atom hidrogen. Makin banyak gugus alkil terikat pada atom
karbon bermuatan positif, berati makin banyak atom yang dapat membantu membagi
muatan positif tersebut dan membantu menstabilkan karbokation. Karena kekurangan
kestabilan, biasanya metil halida dan alkil halida primer tidak membentuk karbokation.
7 | K i m i a O r g a n i k ( SN 1 dan SN 2)
suatu penataan ulang dapat terjadi. Penataan ulang juga dapat terjadi bila sepasang
karbokation memiliki kestabilan yang setara.
2.1.3 Ringkasan mekanisme SN 1 dan SN 2
Reaksi substitusi akil halida dengan nukleofil dapat terjadi oleh suatu jalur SN 1 atau
suatu jalur SN 2. metil halida, alkil halida primer dan sekunder terutama bereaksi dengan
jalur , laju reaksi SN 2 meningkat dengan bertambahnya nukleofilisitas spesies
penyerang. Nukleofil yang lazim baiknya adalah, OH OR dan CN Rintangan yang
meningkat disekitar karbon yang terhalogenkan mengurangi laju reaksi SN 2. Akil
halida tersier terlalu terintangi untuk menjalani reaksi dengan jalur S N 2, namun
menjalani reaksi dengan suatu jalur SN 1 ( lewat suatu karbon-antara suatu nukleofil
8 | K i m i a O r g a n i k ( SN 1 dan SN 2)
seperti H2O atau ROH . metil halida dan akil halida primer sama sekali tidak mengalami
reaksi SN 1. Alkil halida sekunder bereaksi lambat dengan jalur ini.
2.2 REAKSI SN 2
Reaksi bromoetana dengan ion hidroksida yang menghasilkan etanol dan ion bromida
adalah suatu reaksi SN 2 yang khas. Metil halida dan alkil halida beraksi SN 2 dengan
nukleofil yang agak kuat: OH, CN dan lain-lainnya. Metil halida dan alkil halida
primer juga bereaksi dengan nukleofil lemah, seperti HO, tetapi reaksi ini terlalu lambat
sehingga tidak bermanfaat. Alkil halida sekunder dapat beraksi SN 2, tetapi alkil halida
tersier tidak.
2.2.1 Mekanisme reaksi
Mekanisme reaksi adalah pemerian terinci mengenai bagaimana reaksi berlangsung.
Suatu mekanisme reaksi harus bisa menjelaskan semua fakta yang diketahui. Reaksi SN
2 adalah salah satu yang telah dipelajari secara meluas.
Agar beraksi pertama-tama molekul-molekul itu harus saling bertabakan. Kebanyakan
tabrakan antara molekul itu tidak mengakibatkan suatu reaksi, molekul-molekul itu
hanyalah tepental kembali. Agar beraksi, molekul-molekul yang bertabrakan itu harus
mengandung cukup energi potensial agar terjadi pematahan ikatan.
2.2.2 Tahap Tahap Mekanisme SN 2
1). Stereokimia reaksi SN 2
Dalam reaksi SN 2 antara bromoetana dan ion hidroksida, oksigen (dari) ion
hidroksida menabrak bagian belakang karbon ujung dan menggantikan ion bromida:
Bila sebuah nukleofil menabrak sisi belakang suatu atom karbon tetrahedral yang
terikat pada sebuah halogen, dua peristiwa terjadi sekaligus: (1) suatu ikatan baru
mulai terbentuk, dan (2) ikatan C-X mulai patah. Proses ini disebut proses setahap
9 | K i m i a O r g a n i k ( SN 1 dan SN 2)
yang
bertabrakan cukup tinggi, tercapai suatu titik dimana, dilihat dari segi energi,
pembentukan ikatan baru dan pematahan ikatan C-X lama dimudahkan. Ketika
pereaksi diubah menjadi produk , mereka harus melewati suatu keadaan-antara, yang
memiliki energi potensial tinggi, dibandingkan dengan energi pereaksi atau produk.
Keadaan-antara ini disebut keadaan transisi (transition state) atau kompleks
teraktifkan (activated complex). Karena keadaan transisi melibatkan dua pratikel
(Nu dan RX), maka reaksi SN 2 dikatakan bersifat bimolekular.
Suatu keadaan transisi dalam reaksi apa saja adalah penataan berenergi-tinggi dan
sekilas pereaksi berubah menjadi produk. Untuk reaksi SN 2 itu, keadaan transisi
mencakup suatu rehibridisasi sementara (dari) atom karbon ujung, dari sp3 ke sp2 dan
akhirnya kembali ke sp3 lagi.
reaksi bimolekuler adalah dari oerder-kedua dan tidak tiap reaksi order-kedua adalah
bimolekular.
keadaan transisi yang lebih stabil adalah reaksi yang lebih cepat. konsep ini bermanfaat
dalam menganalisis reaksi-reaksi yang bersaing, untuk menentukan mana reaksi yang
menang.
5). Pengaruh Struktur Pada Laju
Kinetika reaksi memberikan suatu cara yang berharga untuk memeriksa efek-efek struktur
terhadap reaktifitas.
Perhatikan dua reaksi tersebut:
Keduanya reaksi SN2 dan keduanya menghasilkan alkohol. Kedua reaksi itu hanya
berbeda dalam bagian alkil dari alkil halida. Perbedaan dalam gugus
alkil ini
mempengaruhi laju reaksi SN2 atau tidak? Untuk menjawab pertanyaan ini, laju kedua
reaksi itu diukur pada kondisi reaksi yang sama (pelatur, konsentrasi dan temperatur
sama). Kemudian atau kedua tetapan laju (k1 atau k2) ditetapkan atau, lebih lazim, laju
relatif ditetapkan.
Dalam suatu studi dijumpai bahwa bromometana bereaksi 30 kali lebih cepat daripada
bromoetana. (jika reaksi bromoetana perlu satu jam untuk selesai separuh, maka reaksi
13 | K i m i a O r g a n i k ( SN 1 dan SN 2)
Tabel 5.2 menunjukan laju relatif rata-rata (dibandingkan etil halida) dari reaksi S N2
sejumlah alkil halida.
TABLE 5.2 laju relatif rata rata beberapa alkil halida dalam reaksi SN2 yang lazim
Alkil halida
CH3X
CH3CH2X
CH3CH2CH2X
CH3CH2CH2CH2X
(CH3)2CHX
(CH3)2CX
laju relatif
30
1
0,4
0,4
0,025
~0
2RX
1RX
CH3X
14 | K i m i a O r g a n i k ( SN 1 dan SN 2)