Anda di halaman 1dari 29

1

LAPORAN LENGKAP
PRAKTIKUM PREPARASI SENYAWA ORGANIK
(Sintesis Etil Asetat)

OLEH

NAMA : ANISA RAHMADANIA


NIM : 60500118048
KELOMPOK : I1 (DUA)
ASISTEN : KARTIKA FATIMAH

DOSEN PENANGGUNG JAWAB : AISYAH, S.Si., M.Si

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2021

1
2

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Preparasi Senyawa Organik dengan Judul “Sintesis Etil


Asetat” yang disusun oleh:
Nama : Anisa Rahmadania
NIM : 60500118048

Kelompok : II (Dua)
telah diperiksa oleh Asisten dan dinyatakan dapat diterima.

Gowa, Mei 2021

Asisten Praktikan

Kartika Fatimah Anisa Rahmadania


NIM: 60500118037 NIM: 60500118048
3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia termasuk negara yang kaya akan keanekaragaman tumbuhan.
Kenakeragaman tersebut dapat menghasilkan bahan-bahan kimia kimia yang dapat
diproses secara kimia. Sehingga manusia sangat berkaitan erat dengan ilmu kimia.
Ilmu kimia sangat erat kaitannya dengan riset atau penelitian yang berhubungan sifat
suatu unsur, atom dan senyawa dalam hal pembentukannya, berikatan antara satu
dengan lainnya, kegunaannya, dan reaksi yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan
manusia. Salah satu yang dapat menjadi riset atau penelitian adalah sintesis
(pembuatan) suatu senyawa ester dari senyawa asam karboksilat dan alkohol (Fadlila,
2011: 1).
Asam karboksilat disebut senyawa yang memiliki gugus karboksil (-COOH).
Ester, aldehid dan keton serta senyawa lainnya dapat dibuat atau diseintesis dari asam
karboksilat. Salah satu senyawa yang dapat disintesis dari asam karboksilat adalah
etil asetat. Etil asetat adalah senyawa organik yang berwujud cair, tidak berwarna dan
memiliki aroma yang khas. Senyawa etil asetat merupakan salah satu pelarut polar
menengah atau semipolar yang mudah menguap, tidak beracun dan tidak higroskopis.
Kelarutan yang dimiliki etil asetat dapat meningkat suhu pada suatu larutan, dan
ternyata etil asetat jika berada dalam air mengandung basa atau asam mengakibatkan
etil asetat tidak stabil (Annisa, 2021: 1).
Sintesis etil asetat berasal dari reaksi senyawa antara senyawa asam asetat
dengan etanol dengan bantuan katalis asam berupa asam sulfat inilah disebut dengan
reaksi esterifikasi dimana etil asetat merupakan senyawa ester dan menghasilkan hasil
4

samping yaitu air. Etil asetat dalam proses sintesisnya bila reaksi yang berlangsung
sangat lama bahkan melewati yang semestinya maka hasil reaksi akan kembali
menjadi reaktan disebut reaksi hidolisis. Reaksi hidrolisis ini membuat etil asetat
yang telah jadi strukturnya dipecah oleh air mengakibatkan etil asetat kembali
menjadi asam asetat dan etanol. Jadi didalam mensintesis etil asetat harus dikontrol
dengan baik (Irawan, 2017: 14).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan percobaan sintesis etil


asetat dengan tujuan untuk mengetahui proses sintesis etil asetat dari asam asetat dan
alkohol menggunakan katalis asam sulfat (H2SO4) melalui reaksi esterifikasi dan
untuk mengetahui rendemen etil asetat yang dihasilkan dari asam asetat dan alkohol
menggunakan katalis asam sulfat (H2SO4) melalui reaksi esterifikasi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara sintesis etil asetat dari asam asetat dan alkohol menggunakan
katalis asam sulfat (H2SO4) melalui reaksi esterifikasi?
2. Berapa rendemen etil asetat yang dihasilkan dari asam asetat dan alkohol
menggunakan katalis asam sulfat (H2SO4) melalui reaksi esterifikasi?
C. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses sintesis etil asetat dari asam asetat dan alkohol
menggunakan katalis asam sulfat (H2SO4) melalui reaksi esterifikasi.
2. Untuk mengetahui rendemen etil asetat yang dihasilkan dari asam asetat dan
alkohol menggunakan katalis asam sulfat (H2SO4) melalui reaksi esterifikasi.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Senyawa Ester
Ester diturunkanhasil reaksi asam karboksilat dengan alkohol. Sebuah asam
karboksilat mengandung gugus -COOH, dan pada sebuah ester hidrogen di gugus ini
digantikan oleh sebuah gugus hidrokarbon dari beberapa jenis. Ester diturunkan dari
asam alkanoat dengan menggantikan gugus karboksil (-OH) dan gugus –OR,
sehingga ester mempunyai rumus umum R-COO-R. Suatu ester asam karboksilat
ialah suatu senyawa yang menggandung gugus –CO2R dengan -R dapat berbentuk
alkil maupun aril (Annisa, 2021: 2).

Gambar 2.1 Contoh Ester


(Sumber: Siswapelajar.com)
Suatu ester dapat dibentuk dengan reaksi langsung antara suatu asam
karboksilat dan suatu alkohol, yang disebut reaksi esterifikasi. Esterifikasi Fisher
adalah reaksi alkohol dengan asam karboksilat berkatalasis asam. Ester memiliki titik
didih yang lebih rendah dari asam karboksilat dan dapat larut dalam pelarut organik.
Ester mempunyai aroma yang harum dan banyak terdapat pada buah-buahan. Ester
digunakan sebagai pengharum (essen), analgesik, dan bahan pembuatan mentega
(Aisyah, 2013: 132).
6

Menurut Irawan (2017: 12), ester yang diturunkan dari asam karboksilat pada
umumnya mempunyai sifat yang berlawanan dari zat asalnya. Sifat fisik senyawa
ester yaitu sebagai berikut:
1. Ester mempunyai bau yang menyenangkan dan sering terdapat pada aroma
buah-buahan dan bunga-bungaan.
2. Molekul-molekul ester bersifat polar namun tidak mampu membentuk ikatan

hidrogen intermolekuler satu dengan yang lain.


3. Ester mempunyai titik didih yang lebih rendah daripada asam karboksilat
isomernya.
4. Titik didih ester terletak antara keton dan eter dengan massa molar yang
sebanding.
5. Molekul-molekul ester dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-
molekul air, ester dengan massa molar rendah larut dalam air. Ester yang
memiliki tiga hingga lima atom karbon larut dengan baik dalam air.
Selain memiliki sifat fisik, ester memiliki sifat kimia bahan diantaranya, ester
dapat mengalami reaksi hidrolisis, ester dapat direduksi dengan H2 menggunakan
katalisator Ni dan dihasilkan dua buah senyawa alkohol. Alkohol ester khususnya
minyak atau lemak bereaksi dengan basa membentuk garam (sabun) dan gliserol.
Reaksi ini dikenal dengan reaksi safonifikasi atau penyabunan. Ester dengan titik
didih rendah (low boiling ester) didistilasi dalam labu distilasi, maka akan keluar
sebagai distilat dengan tingkat kemurnian tinggi, sedangkan ester dengan titik didih
sedang (medium boiling ester) didistilasi dalam sebuah labu distilasi maka ester akan
keluar bersama alkohol, air serta sisa asam, dimana campuran tersebut komposisinya
mempunyai titik didih yang hampir sama dan fraksi mol campuran dalam fase uap
7

dan cair yang sama. Ester dengan titik didih tinggi (high boiling ester) dipisahkan
dengan penguapan dan penambahan benzene sehingga sisa asam, alkohol, dan air
menguap, sedang ester tetap tinggal dalam distilator. Misalnya etil pelargonat, n-oktil
asetat (Irawan, 2017: 12-13).
B. Etil Asetat
Etil asetat (CH3COOC2H5) merupakan senyawa yang dihasilkan dari

pertukaran gugus hidroksil pada asam karboksilat dengan gugus hidrokarbon yang
terdapat pada etanol. Etil asetat seringkali disintesis dengan mengunakan katalisator
cair berupa asam sulfat. Penggunaan katalisator asam sulfat dapat menghasilkan
konversi yang cukup tinggi yaitu dapat mencapai 98%. Tetapi penggunaan asam
sulfat sebagai katalisator mempunyai beberapa kelemahan yaitu pada unit pengolahan
limbah, pengolahan mempunyai beban semakin besar dengan adanya asam sulfat
yang tidak terpisahkan dalam pemurnian dan tingkat korosifitas yang tinggi pada
peralatan. Pada prinsipnya pembuatan etil asetat dari asam asetat dan etanol
mengikuti persamaan reaksi berikut (Nuryoto, 2008: 24-25):
CH3CH2OH + CH3COO CH3COOC2H5 + H2O
Etil asetat bersifat volatil, relatif tidak toksik dan tidak higroskopis. Sifat
fisika dari etil asetat dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini:
Tabel 2.1 Sifat Fisika Etil Asetat

No Sifat Keterangan

1 Berat Molekul 88,105 gr/mol

2 Wujud Cairan Bening


3 Densitas 0,897 gr/ml
4 Titik leleh -83,6 °C
8

5 Titik didih 77,1 °C


-4 °C
6 Titik nyala
(Sumber: Lembar Data Keselamatan Bahan: 2019: 7)

C. Reaksi Esterifikasi
Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol
membentuk ester. Turunan asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat. Ester
asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus -CO2 R dengan R
dapat berupa alkil maupun aril. Esterifikasi dikatalisis asam dan bersifat dapat balik.
Reaksi esterifikasi mengkonversi asam lemak bebas yang terkandung di dalam
trigliserida menjadi metil ester. Namun, membentuk campuran metil ester dan
trigliserida. Reaksi esterifikasi ditunjukkan pada reaksi dibawah ini (Arita, dkk., 2008:
37). Berikut reaksi esterifikasi dari asam karboksilat dan alkohol:

Gambar 2.2 Reaksi Esterifikasi


(Sumber: Siswapelajar.com)
Reaksi esterifikasi berkatalis asam berjalan lebih lambat, namun metode ini
lebih sesuai untuk minyak atau lemak yang memiliki kandungan asam lemak bebas
relatif tinggi. Karena, dari bentuk reaksi di atas, FFA yang terkandung di dalam
trigliserida akan bereaksi dengan metanol membentuk metil ester dan air. Jadi,
semakin berkurang FFA, metanol akan berekasi dengan trigliserida membentuk metil
ester. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Aksoy, Karahman,
9

karaosmanoglu, dan Civelekoglu, menunjukkan bahwa esterifikasi berkatalis asam


dapat digunakan pada bahan baku minyak bermutu rendah atau memiliki kandungan
asam lemak bebas tinggi. Sehingga metode ini lebih sesuai untuk CPO Offgrade.
Laju reaksi esterifikasi sangat dipengaruhi oleh struktur molekul reaktan dan radikal
yang terbentuk dalam senyawa antara (Arita, dkk., 2008: 37).
Data tentang laju reaksi serta mekanismenya disusun berdasarkan karakter

kinetiknya, sedangkan data tentang perkembangan reaksi dinyatakan sebagai


konstanta kesetimbangan. Laju esterifikaasi asam karboksilat tergantung pada
halangan sterik dalam alkohol dan asam karboksilat. Kekuatan asam dari asam
karboksilat hanya mempunyai pengaruh yang kecil dalam laju pembentukan ester.
Secara umum laju reaksi esterifikasi mempunyai sifat sebagai beriku (Arita, dkk.,
2008: 37):
1. Alkohol primer bereaksi paling cepat, disusul alkohol sekunder, dan paling
lambat alkohol tersier.
2. Ikatan rangkap memperlambat reaksi.
3. Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai
batas konversi yang tinggi
4. Makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi atau tidak
terlalu berpengaruh terhadap laju reaksi.
D. Destilasi
Destilasi adalah suatu teknik pemisahan suatu zat dari campurannya
berdasarkan titik didih. Destilasi dilakukan untuk memisahkan suatu cairan dari
campurannya apabila komponen lain tidak ikut menguap (titik didih komponen lain
jauh lebih tinggi). Kolom fraksionasi terdiri atas beberapa plat yang lebih tinggi lebih
10

banyak mengandung cairan yang mudah menguap, sedangkan cairan yang tidak
mudah menguap lebih banyak dalam kondensat. Dalam proses pemanasan dapat
ditambahkan batu didih (boiling chips). Batu didih merupakan benda yang kecil,
bentuknya tidak rata dan berpori yang biasanya dimasukkan ke dalam cairan yang
dipanaskan. Tanpa batu didih, maka larutan yang dipanaskan akan menjadi
superheated pada bagian tertentu, lalu tiba-tiba akan mengeluarkan uap panas yang

bisa menimbulkan letupan atau ledakan (Khasani, 1990: 11).

Gambar 2.3 Rangkaian Alat Destilasi


(Sumber: Basic Of Chemistry, 2002)
Dasar dari pemisahan dengan distilasi adalah jika suatu campuran komponen
diuapkan maka komposisi pada fase uap akan berbeda dengan fase cairnya. Untuk
komponen yang memiliki titik didih lebih rendah maka akan didapatkan komposisi
yang cenderung lebih besar pada fase uapnya, uap ini diembunkan dan dididihkan
kembali secara bertingkat–tingkat maka akan diperoleh komposisi yang semakin
murni pada salah satu komponen. Pada beberapa campuran komponen, untuk
komposisi, suhu dan tekanan tertentu tidak memenuhi kecenderungan tersebut,
artinya jika campuran tersebut dididihkan maka komposisi fase uapnya akan memiliki
komposisi yang sama dengan fase cairnya, keadaan ini disebut kondisi azeotrop,
11

sehingga campuran pada kondisi ini tidak dapat dipisahkan dengan cara distilasi biasa
(Chadijah, 2014: 83-84).
Menurut Chadijah (2014: 94), destilasi dapat dibedakan menjadi 4 yaitu
sebagai berikut:
1. Destilasi Sederhana
Pada destilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik didih

yang jauh atau dengan salah satu komponen bersifat volatil. Jika campuran
dipanaskan maka komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap lebih
dulu. Selain perbedaan titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan
sebuah substansi untuk menjadi gas. Destilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer.
Aplikasi destilasi sederhana digunakan untuk memisahkan campuran air dan alkohol.

Gambar 2.4 Destilasi Sederhana


(Sumber: Basic Of Chemistry, 2002)
2. Destilasi Uap
Destilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang memiliki
titik didih mencapai 200 °C atau lebih. Destilasi uap dapat menguapkan senyawa-
senyawa ini dengan suhu mendekati 100 °C dalam tekanan atmosfer dengan
12

menggunakan uap atau air mendidih. Sifat yang fundamental dari destilasi uap adalah
dapat mendestilasi campuran senyawa di bawah titik didih dari masing-masing
senyawa campurannya. Selain itu destilasi uap dapat digunakan untuk campuran yang
tidak larut dalam air di semua temperatur, tapi dapat didestilasi dengan air. Aplikasi
dari destilasi uap adalah untuk mengekstrak beberapa produk alam seperti minyak
eucalyptus dari eucalyptus, minyak sitrus dari lemon atau jeruk, dan untuk ekstraksi

minyak parfum dari tumbuhan. Campuran dipanaskan melalui uap air yang dialirkan
ke dalam campuran dan mungkin ditambah juga dengan pemanasan. Uap dari
campuran akan naik ke atas menuju ke kondensor dan akhirnya masuk ke labu distilat.

Gambar 2.5 Destilasi Uap Air


(Sumber: Basic Of Chemistry, 2002)

3. Destilasi Vakum
Destilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin didestilasi tidak
stabil, dengan pengertian dapat terdekomposisi sebelum atau mendekati titik didihnya
atau campuran yang memiliki titik didih di atas 150 °C. Metode destilasi ini tidak
dapat digunakan pada pelarut dengan titik didih yang rendah jika kondensornya
menggunakan air dingin, karena komponen yang menguap tidak dapat dikondensasi
13

oleh air. Untuk mengurangi tekanan digunakan pompa vakum atau aspirator.
Aspirator berfungsi sebagai penurun tekanan pada sistem destilasi ini.

Gambar 2.6 Destilasi Vakum


(Sumber: Basic Of Chemistry, 2002)
4. Azeotrop
Azeotrop adalah campuran dari dua atau lebih komponen yang memiliki titik
didih yang konstan. Azeotrop dapat menjadi gangguan yang menyebabkan hasil
destilasi menjadi tidak maksimal. Komposisi dari azeotrop tetap konstan dalam
pemberian atau penambahan tekanan. Akan tetapi ketika tekanan total berubah, kedua
titik didih dan komposisi dari azeotrop berubah. Sebagai akibatnya, azeotrop
bukanlah komponen tetap, yang komposisinya harus selalu konstan dalam interval
suhu dan tekanan, tetapi lebih ke campuran yang dihasilkan dari saling memengaruhi
dalam kekuatan intramolekuler dalam larutan. Azeotrop dapat didestilasi dengan
menggunakan tambahan pelarut tertentu, misalnya penambahan benzena atau toluena
untuk memisahkan air. Air dan pelarut akan ditangkap oleh penangkap Dean-Stark.
Air akan tetap tinggal di dasar penangkap dan pelarut akan kembali ke campuran dan
14

memisahkan air lagi. Campuran azeotrop merupakan penyimpangan dari hukum


Raoult.

Gambar 2.7 Azeotrop


(Sumber: Basic Of Chemistry, 2002)

E. Refluks
Ekstraksi dengan reflux saat ini menjadi metode ekstraksi yang paling banyak
diterapkan. Metode ini dinilai sebagai metode yang murah dan simpel dengan
rendemen yang cukup tinggi, jika dibandingkan dengan metode maserasi atau
perkolasi. Reflux berarti pelarut yang diputar kembali atau di-recycle secara kontinyu
melalui pengkondensasian berulang pada sebuah alat kondensor. Pada metode ini
bahan yang akan diekstrak direndam pada pelarut dalam sebuah bejana/labu yang
biasanya berbentuk bulat yang kemudian ditempatkan pada sebuah pemanas (dapat
menggunakan water bath, heating mantle, atau hot plate). Bagian atas labu ada
sebuah lubang yang dihubungkan dengan alat pendingin balik (kondesor). Lubang
pada bejana tersebut juga berguna untuk memasukkan dan mengeluarkan bahan,
pelarut, maupun hasil ekstraknya. Gambar 2.7 memperlihatkan proses ekstraksi
dengan reflux di atas hot plate sebagai sumber panasnya (Nugroho, 2017: 78).
15

Gambar 2.7 refluks skala kecil


(Sumber: Nugroho, 2017)
Selama proses pemanasan, pelarut akan mendidih dan menguap. Pada fase ini
pelarut panas akan merusak jaringan dan dinding sel yang kemudian berpenetrasi ke
bagian dalam sel dan melarutkan senyawa-senyawa metabolit yang kemudian terlarut
bersama pelarut. Pada saat pelarut mendidih, maka zat-zat yang terlarut akan
tertinggal di dalam labu ekstraksi. Sementara itu, pelarut akan mendidih, menguap
dan mengalir dengan bergerak ke atas menuju kondensor. Pada saat yang sama,
karena dialiri dengan fluida dingin, maka suhu kondensor jauh di bawah suhu uap
pelarut. Dengan demikian uap pelarut akan cepat mengalami kondensasi
(pendinginan dan berubah wujud menjadi cair kembali) yang kemudian mengalir ke
bawah lagi menuju labu ekstraksi (Nugroho, 2017: 79).
Proses ini berlangsung secara kontinyu sampai mekanisme pemanasan
dihentikan. Melalui metode seperti ini, maka akan menghemat penggunaan pelarut,
karena proses ekstraksi dilakukan secara berkelanjutan. Selain itu, rendemen ekstrak
yang dihasilkan juga lebih tinggi, dikarenakan proses ekstraksi berlangsung pada
16

suhu tinggi sehingga mempercepat kerusakan sel dan jaringan tumbuhan serta
mempercepat proses pelarutan. Salah satu kelemahan metode ini adalah pada
penggunaan suhu tinggi yang berpotensi mendegradasi beberapa senyawa yang tidak
stabil pada temperatur tinggi. Selain itu, tentu saja biaya energi yang lebih besar
karena diperlukan dalam proses pemanasan dan juga proses pendinginan pada
kondensor (Nugroho, 2017: 79).

F. Pelarut Organik
Pelarut adalah zat cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas,
yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan
lebih mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk
membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat
dalam jumlah yang lebih besar. Secara umum pelarut yang digunakan adalah metanol,
kloroform, dan n-heksana (Fadlila, 2011: 33).
Metanol atau metil alkohol (CH3OH) bersifat polar dan larut dalam air,
memiliki titik didih 64,7 oC dan titik beku -98oC. Kloroform atau triklormetana
(CHCl3) memiliki titik didih 61,15 oC dan titik beku -63,5 oC. Kloroform merupakan
cairan tak warna, bersifat toksik yaitu dapat merusak hati dan tidak larut dalam air
karena bersifat non polar. n-Heksana merupakan cairan yang tidak berwarna,
memiliki titik didih 69 oC dan titik beku -94,3 oC (Fadlila, 2011: 33).
Jenis pelarut juga memainkan peranan penting dalam menunjang keberhasilan
ekstraksi. Ada banyak jenis pelarut organik yang dapat digunakan dalam ekstraksi
bahan alam seperti hexane, butanol, kloroform, etil asetat, aseton, metanol, etanol,
ataupun akuades. Setiap pelarut memiliki sifat berbeda-beda seperti nilai polaritas,
titik didih, viskositas, dan tingkat kelarutan pada air. Hal ini menjadi pertimbangan
17

utama dalam pemilihan jenis pelarut disesuaikan dengan sifat fisik dan kimia dari
bahan dan metabolit sekunder yang akan diekstrak (Nugroho, 2017: 86).
Secara prinsip, dibutuhkan tingkat kepolaran yang mirip antara pelarut dengan
metabolit yang akan diekstrak, sehingga proses pelarutannya maksimal. Tetapi juga
perlu diperhatikan jenis pelarut yang memiliki daya perusakan yang kuat terhadap
dinding sel dan jaringan sehingga proses ekstraksi juga berjalan lebih optimal. Jika

menginginkan ekstraksi terhadap berbagai macam senyawa metabolit sekunder


dengan spektrum yang luas, maka pelarut dengan sifat kepolaran yang luas atau
berada pada nilai tengah dapat digunakan, seperti metanol, etanol, atau aseton. Pada
tabel di bawah ini ditampilkan sifat-sifat beberapa pelarut organik yang umum
digunakan untuk ekstraksi (Nugroho, 2017: 86).
G. Manfaat dalam Kehidupan Sehari-hari
Etil asetat merupakan larutan bening, tidak ada warna. Zat berupa larutan
polar yang volatile (mudah menguap), toksisitas rendah dan tidak higroskopis yang
digunakan sebagai pelarut tinta, prekat atau resin. Jika dilihat dari pemanfaatannya
etil asetat memiliki manfaat yang lebih banyak dibandingkan etanol termasuk dalam
melarutkan gasoline. Penggunaan etil asetat selain sebagai pelarut, etil asetat
memiliki fungsi lain seperti sebagai bahan aditif untuk meningkatkan bilangan oktan
pada bensin dan dapat berfungsi sebagai bahan baku kimia serba guna. Dalam
pembuatan etil asetat biasanya dilakukan dengan proses esterifikasi (Azura, dkk.,
2015: 1-2).
18

BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat


Percobaan ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 18 Mei 2021 pada pukul
07.00-11.00 WITA dan dilaksanakan secara daring pada aplikasi Google Meet.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah neraca analitik, termometer,
Erlenmeyer, labu alas bulat, labu leher tiga, pipet volume, konsendor bulp, heating
mantle, hotplate, adaptor, kondensor, statif, dan klem.
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah alkohol 96% (-OH), asam
asetat (CH3COOH), asam sulfat pekat (H2SO4), kalsium klorida (CaCl2), kertas saring,
dan tissue.

C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada percobaan ini adalah disiapkan semua alat dan bahan
terutama rangkaian alat refluks dan destilasi. Langkah pertama yang dilakukan adalah
ditimbang asam asetat sebanyak 60,2 gram dan alkohol 96% sebanyak 92 gram
masing-masing pada neraca analitik. Dimasukkan batu didih kedalam labu leher tiga,
kemudian dimasukkan 60,2 gram asam asetat dan 92 gram alkohol 96% kedalam labu
leher tiga. Ditambahkan asam sulfat sebanyak 2 mL kedalam campuran tersebut.
Disisi lain, dilakukan penyusunan rangkaian alat refluks yang berisi campuran.
Selanjutnya dilakukan pemanasan selama 90 menit pada suhu 65 OC. Didinginkan
19

selama 15 menit dilanjutkan dengan pemurnian menggunakan metode destilasi. Pada


proses detilasi, dilakukan penyusunan rangkaian alat destilasi, lalu didestilasi selama
50 menit pada suhu 65 OC. Hasil destilat berupa etil asetat ditambahkan kalsium
klorida (CaCl2) sebanyak 2 gram kemudian disaring dengan menggunakan kertas
saring. Hasil dari proses tersebut, didapatkan hasil etil asetat murni.
20

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Penentuan Bobot Reaksi Esterifikasi

a. Secara Teori
1) Asam asetat (CH3COOH)
Diketahui : Massa etanol (C2H5OH) = 92,0495 gram
Mr etanol (C2H5OH) = 46 gram/mol
Massa asam asetat (CH3COOH) = 60,2292 gram
Mr asam asetat (CH3COOH) = 60,05 gram/mol
Berat botol vial kosong = 25,3324 gram
Berat botol vial + etil asetat = 27,0824 gram
Ditanyakan : a. Massa etil asetat (C4H8O2) = ...?
b. Massa etanol (C2H5OH) = ...?
c. Rendemen etil asetat = ...?
Penyelesaian :

Mol CH3COOH =

= 1 mol
2) Etanol (C2H5OH)
21

Mol C2H5OH =
=

= 2 mol

3) Rendemen etil asetat (C4H8O2)


CH3COOH + C2H5OH CH3COOC2H5 + H2O
Mula-mula : 1 mol 2 mol - -
Bereaksi : 2 mol 2 mol 2 mol 2 mol

Setimbang : 1 mol 0 2 mol 2 mol


Masa etil aseat (C4H8O2) = Mol etil asetat x Mr etil asetat
= 2 mol x 88 gram/mol
= 176 gram
b. Secara Eksperimen
Berat etil aseat (C4H8O2) = (berat botol vial + etil asetat) – berat botol vial
kosong

= 27,0824 gram - 25,3324 gram


= 1,75 gram

%Rendemen = x 100%

= x 100%

= 1%
22

B. Pembahasan
Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol
membentuk ester. Turunan asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat. Ester
asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus -CO2 R dengan R
dapat berupa alkil maupun aril. Esterifikasi dikatalisis asam dan bersifat dapat balik.

Reaksi esterifikasi mengkonversi asam lemak bebas yang terkandung di dalam


trigliserida menjadi metil ester. Namun, membentuk campuran metil ester dan
trigliserida. Reaksi esterifikasi ditunjukkan pada reaksi dibawah ini (Arita, dkk., 2008:
37).
Pada percobaan ini etil asetat dibuat dengan mereaksikan asam asetat dengan
etanol menggunakan katalis asam sulfat pekat. Esterifikasi dikatalisis asam dan
bersifat dapat balik. Beberapa cara yang sering dilakukan untuk mendorong reaksi
kearah kanan, yaitu air yang terbentuk harus dihilangkan dan alcohol yang digunakan
harus berlebih dan penggunaan asam asetat yang berlebih. Variable yang digunakan
adalah perbandingan mol reaktan dengan skala perbandingan mol 1:2.
Pada perbandingan mol 1:2 dimasukan asam asetat sebanyak 60,2292 gram
dan etanol sebanyak 92,0495 gram kedalam labu alas bulat. Kemudian ditambahkan
katalis asam sulfat sebanyak 20 mL. penambahan katalis asam bertujuan untuk
mempercepat reaksi. Setelah itu asam asetat direaksikan dengan etanol di dalam labu
didih sesuai dengan perbandingan mol yang sudah ditetapkan. Setelah kedua bahan
tersebut bercampur, kemudian ditambahkan asam sulfat sebanyak 20 mL yang
berfungsi sebgai katalis untuk mempercepat reaksi.
23

Labu didih alas bulat diletakkan di atas hot plate kemudian disambungkan
dengan kondensor refluks terbalik, air dialirkan dan larutan tersebut direfluks selama
90 menit dengan suhu yang dijaga konstan pada 65oC. Tujuan dilakukan pemanasan
agar reaksi berlangsung lebih cepat. Refluks terbalik bertujuan agar larutan yang
menguap akan masuk ke kondensor kemudian di dalam kondensor itu terjadi
perubahan fasa dari uap menjadi cair kembali.

Setelah 90 menit, larutan didinginkan selama 15 menit. Kemudian larutan


didestilasi pada suhu 65oC selama 50 menit. Proses destilasi ini bertujuan untuk
memisahkan etil asetat dengan air yang merupakan hasil dari reaksi samping dari
esterifikasi berdasarkan perbedaan titik didih larutan. Titik didih etil asetat lebih
rendah dari titik didih air, sehingga etil asetat akan lebih cepat menguap dibandingkan
air. Setelah proses destilasi selesai, etil asetat kemudian ditambahkan dengan CaCl2
anhidrat, penambahan CaCl2 anhidrat bertujuan untuk mengikat air pada ester hasil
destilasi.
Mekanisme yang terjadi ketika pembentukan molekul etil asetat adalah
transfer proton dari katalis asam ke atom oksigen karbonil, sehingga meningkatkan
elektrofilisitas dari atom karbon karbonil. Atom karbon karbonil kemudian diserang
oleh atom oksigen dari alcohol, yang bersifat nukleofilik, sehingga terbentuk ion
oksonium dan terjadi pelepaan proton dari gugus hidroksil milik alcohol,
menghasilkan kompleks teraktivasi, maka akan memprotonasi terhadap salah satu
gugus hidroksil yang diikuti pelepasn molekul air menghasilkan ester.
Berdasarkan hasil percobaan dan analisis diperoleh jumlah % rendemen
larutan etil asetat sebesar 1%. Hal ini menunjukan bahwa hasil tersebut jauh dari
kemurniannya sekitar 75% hasil penelitian orang-orang terdahulu.
24

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Cara yang dilakukan untuk mensintesis etil asetat terbuat dari asam asetat dan
alkohol menggunakan katalis asam sulfat (H2SO4) melalui reaksi esterifikasi
yang melalui proses refluks dan proses destilasi dan dilanjutkan denngan
pengikatan senyawa air mennggunakan kalium klorida anhidrat (CaCl2).
2. Rendemen hasil sintesis etil asetat yang dihasilkan dari asam asetat dan alkohol
menggunakan katalis asam sulfat (H2SO4) melalui reaksi esterifikasi adalah
sebesar 1%.
B. Saran
Saran pada percobaan ini yaitu sebaiknya untuk percobaan selanjutnya
dilakukan optimasi setelah proses esterifikasi, karena efek dari penambahan alkohol
berlebih pada proses esterifikasi akan menghasilkan produk samping dan
menyebabkan terjadinya reaksi trans-esterifikasi.
25

DAFTAR PUSTAKA

Chadijah, Sitti. Pemisahan Kimia. Samata: Alauddin University Press, 2014.


Imam, Khasani. Keselamatan Kerja dalam Laboratorium Kimia. Jakarta: Gramedia,
1990.
Nugroho, A. Buku Ajar Teknologi Bahan Alam. Banjarmasin: Lambung Mangkurat
University Press, 2017.
Nuryoto. “Studi Kinerja Katalisator Lewatit Monoplus s-100 pada Reaksi Esterifikasi
antara Etanol dan Asam Asetat”. Rekayasa Proses 2, no. 1 (2008): h. 24-27.
Irawan. Kimia Organik: Paket Keahlian Kimia Analisis. Jakarta: Erlangga, 2017.
Fadlila, R. N. “ Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Etil
Asetat dari Kulit Batang Nangka”. Skripsi. Makassar: Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2011.
Aisyah. Senyawa Organik Monofungsi. Samata: Alauddin University Press, 2013.
Arita, S., Meta, B. D., Irawan. “Pembuatan Metil Ester Asam Lemak dari CPO Off
dengan Metode Esterifikasi-Transesterifikasi”. Teknik Kimia 15, no. 2
(2008): h. 34-43.
Annisa, N. “Senyawa Asam Karboksilat dan Ester”. Antonius 2, no. 1 (2021): h. 1-9.
Azura, S. L., Reni, S., Iriany. “Pembuatan Etil Asetat dari Hasil Hidrolisis,
Fermentasi dan Esterifikasi Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca L.)”. Teknik
Kimia 4, no. 2 (2015): h. 1-6.
26

SKEMA KERJA

CH3COOH + C2H5OH

- Disiapkan alat dan bahan.


- Ditimbang asam asetat sebanyak 60,2 gram dan alkohol 96% sebanyak
92 gram.
- Dimasukkan batu didih ke dalam labu leher tiga.
- Dimasukkan 60,2 gram asam asetat dan 92 gram alkohol 96% ke dalam labu
leher tiga.
- Ditambahkan asam sulfat sebanyak 2 mL.
- Dilakukan penyusunan rangkaian alat refluks.
- Dilakukan pemanasan selama 90 menit pada suhu 65oC.
- Didinginkan selama 15 menit.
- Dilakukan pemurnian menggunakan metode destilasi.
- Dirangkai alat destilasi.

- Didestilasi selama 50 menit pada suhu 65oC.


- Ditambahkan kalsium klorida anhidrat (CaCl2) sebanyak 2 gram.
- Disaring.
- Diperoleh hasil etil asetat murni.

Hasil
27

LAMPIRAN GAMBAR

Ditimbang 60,2 gram asam asetat Ditimbang 92 gr alkohol

Dimasukkan batu didih ke dalam Dimasukkan 60,2 gr asam asetat


Labu leher tiga ke dalam labu leher tiga
28

Dimasukkan 92 gr alkohol labu leher tiga


Ditambahkan
asam sulfat 2 mL

Dirangkai alat destilasi Dilakukan pemanasan 90 menit


Suhu 65ºC

Didinginkan selama 5 menit Dilakukan destilasi


29

Hasil destilat etil asetat Ditimbang CaCl2 sebanyak 2 gr

Dimasukkan CaCl2 2 gr ke Disaring menggunakan kertas


Dalam Erlenmeyer hasil destilat saring

Etil asetat murni

Anda mungkin juga menyukai