Anda di halaman 1dari 13

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Daun Mangga
Daun mangga (Mangifera indica, L.) adalah salah satu struktur dari tanaman
mangga. Tanaman ini kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara termasuk
Malaysia dan Indonesia. Daun mangga berasal dari famili Anarcadiaceae, genus
Mangifera, species Mangifera indica., genus dari keluarga Anacardiaceae yang
berasal dari Asia Tenggara tercatat ada 62 spesies. 16 spesies diantaranya memiliki
buah yang dapat dimakan, tetapi hanya spesies Mangifera caesia, Jack., Mangifera
foetida, Lous., Mangifera odorata, Grift., dan Mangifera indica, L. yang biasa
dimakan. Diantara keempat spesies mangga yang dapat dimakan tersebut, yang
memiliki jenis paling banyak adalah Mangifera indica, L. sebagian dari mangga
tersebut terpenting memiliki aroma yang cukup kuat (Oktavianto, dkk., 2015: 92).
Daun mangga (Mangifera indica, L.) tergolong tunggal, dengan letak tersebar,
tanpa daun penumpu. Panjang tangkai daun bervariasi dari 1,25-12,5 cm, bagian
pangkalnya membesar dan pada sisi sebelah atas ada alurnya. Aturan letak daun pada
batang (phylloyaxy) biasanya 3/8, tetapi makin mendekati ujung, letaknya makin
berdekatan sehingga nampaknya seperti dalam lingkaran. Helai daun bervariasi
namun kebanyakan berbentuk jorong sampai lanset, 2-10 × 8-40 cm, agak liat seperti
kulit, hijau tua berkilap, berpangkal melancip dengan tepi daun bergelombang dan
ujung meluncip, dengan 12-30 tulang daun sekunder (Oktavianto, dkk., 2015: 92).

4
5

Gambar 2.1 Bagian-bagian daun mangga


(Sumber: Pusat Kajian Buah Tropika)
Beberapa variasi bentuk daun mangga (Mangifera indica, L.) yaitu lonjong
dan ujungnya seperti mata tombak; berbentuk bulat telur, ujungnya runcing seperti
mata tombak; berbentuk segi empat, tetapi ujungnya runcing; berbentuk segi empat,
ujungnya membulat. Daun yang masih muda biasanya bewarna kemerahan, keunguan
atau kekuningan; yang di kemudian hari akan berubah pada bagian permukaan
sebelah atas menjadi hijau mengkilat, sedangkan bagian permukaan bawah berwarna
hijau muda. Umur daun bisa mencapai 1 tahun atau lebih (Oktavianto, dkk., 2015:
92-93).
B. Metabolit Sekunder
Senyawa metabolit adalah suatu senyawa produk hasil metabolisme.
Metabolit adalah senyawa organik yang digunakan dalam rekasi kimia yang terjadi di
setiap sel organisme hidup. Proses ini dikenal sebagai metabolisme, senyawa
metabolit bertanggung jawab dalam memproses bahan makanan dan bahan kimia
lainnya menjadi energi dan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk kesehatan,
pertumbuhan dan reproduksi. Metabolisme juga bertanggung jawab untuk
menghilangkan zat beracun dari tubuh. Senyawa metabolit terbagi menjadi dua yaitu
senyawa metabolit primer dan senyawa metabolit sekunder. Metabolit primer adalah
substansi yang dihasilkan oleh organisme melalui metabolisme dasar, digunakan
untuk pertumbuhan dan perkembangan organisme yang bersangkutan. Metabolit
6

sekunder adalah senyawa-senyawa hasil biosintetik turunan dari metabolit primer


yang umumnya diproduksi oleh organisme yang berguna untuk perta hanan diri dari
lingkungan maupun dari serangan organisme lain. Sedangkan Senyawa metabolit
sekunder ini antara lain senyawa flavonoid, alkaloid, steroid, terpenoid dan tannin
(Windayani, 2014: 21-22).
1. Flavonoid

Flavonoid merupakan metabolit sekunder dari polifenol, ditemukan secara


luas pada tanaman serta makanan dan memiliki berbagai efek bioaktif termasuk anti
virus, anti inflamasi, kardioprotektif, anti diabetes, anti kanker, anti penuaan, anti
oksidan dan lain-lain. Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai
15 atom karbon yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 (Arifin dan Ibrahim, 2018:
21). Struktur flavonoid adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2 Struktur Flavonoid


(Sumber: media.neliti.com)
Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga dapat ditemukan
pada setiap ekstrak tumbuhan. Flavonoid ditemukan pada tanaman yang berkontribusi
memproduksi pigmen berwarna kuning, merah, orange, biru dan warna ungu dari
buah, bunga dan daun. Bioaktif flavonoid dianggap sebagai fitokimia terpenting
dalam makanan. Dalam bentuk glikosilasi atau metilasi pada tanaman, struktur-
7

strukturnya lebih stabil, mudah didapatkan serta mudah dalam bioaktivitasnya (Arifin
dan Ibrahim, 2018: 21-22).
2. Alkaloid
Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam.
Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar dalam berbagai jenis
tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat dan pahit biasanya

mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada


akar, biji, ranting dan kuit kayu.

Gambar 2.3 Struktur Alkaloid


(Sumber: media.neliti.com)
Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya
bersifat basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari
cincin heterosiklik (Windayani, 2014: 23).
3. Tanin
Tanin merupakan suatu senyawa polifenol yang memiliki berat molekul besar
dan terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa karboksil. Senyawa tanin dibagi menjadi
dua kelompok yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Kedua jenis tanin ini
terdapat dalam tumbuhan, tetapi yang paling dominan terdapat dalam tanaman adalah
tanin terkondensasi (Sari, dkk., 2015: 28).
8

Gambar 2.4 Struktur Tanin


(Sumber: media.neliti.com)

4. Terpenoid
Terpenoid adalah kelompok senyawa alam yang terbesar bila dilihat dari
jumlah senyawa maupun variasi kerangka dasar strukturnya. Terpenoid ditemukan
berlimpah dalam tanaman tingkat tinggi, meskipun demikian diketahui bahwa jamur,
organisme laut dan serangga juga menghasilkan terpenoid. Selain dalam bentuk
bebasnya, triterpenoid di alam juga dijumpai dalam bentuk glikosida, glikosil ester,
dan iridoid (Apriyanto, 2016 : 9).

Gambar 2.5 Struktur Terpenoid


(Sumber: media.neliti.com)
5. Saponin
Saponin mempunyai bagian utama berupa turunan triterpen dengan sedikit
steroid. Residu gula dihubungkan oleh gugus-OH biasanya C3-OH dari aglikon
9

(monodesmoside saponin) dan jarang dengan 2 gugus OH atau satu gugus OH dan
satu gugus karboksil. Saponin dapat diketahui dengan penambahan air. Timbulnya
busa menunjukkan adanya glikosida yang mampu membentuk buih dalam air.
Senyawa glikosida terhidrolisis menjadi glukosa dan aglikon (Windayani, 2014: 24).

Gambar 2.6 Struktur Saponin


(Sumber: media.neliti.com)
6. Fenolik
Senyawa fenolik adalah metabolit sekunder bioaktif yang terdistribusi secara
luas di tanaman terutama disintesis oleh asam sikamat, pentosa fosfat dan jalur
fenilpropanol. Secara struktural, senyawa fenolik mencakup sejumlah senyawa yang
memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil dan dapat bervariasi
dari molekul sederhana hingga polimer kompleks. Senyawa fenolik dibagi menjadi
subkelompok asam fenolat, flavonoid, tanin, dan stilben berdasarkan jumlah gugus
fenolik hidroksil yang melekat dan elemen struktural yang menghubungkan cincin
benzena. Senyawa fenolik ini mempengaruhi sifat sensoris makanan dan utamanya
tanin berkontribusi pada astringency dalam makanan (Daniah dan Lee, 2020: 92).
10

Gambar 2.7 Struktur Fenol dan Ion Fenolat


(Sumber: media.neliti.com)
Senyawa metabolit sekunder merupakan komponen aktif dalam tumbuhan
yang banyak dimanfaatkan di bidang kedokteran atau farmakologi dan pertanian.
Salah satu khasiat dari metabolit sekunder digunakan sebagai anti hiperglikemik atau
anti diabetes melitus (Windayani, 2014: 25).
C. Fraksinasi
Fraksinasi pada prinsipnya adalah proses penarikan senyawa pada suatu
ekstrak dengan menggunakan dua macam pelarut yang tidak saling bercampur.
Pelarut yang umumnya dipakai untuk fraksinasi adalah n-heksan, etil asetat, dan
metanol. Untuk menarik lemak dan senyawa non polar digunakan n-heksan, etil asetat
untuk menarik senyawa semi polar, sedangkan metanol untuk menarik senyawa-
senyawa polar. Dari proses ini dapat diduga sifat kepolaran dari senyawa yang akan
dipisahkan. Sebagaimana diketahui bahwa senyawa-senyawa yang bersifat non polar
akan larut dalam pelarut yang non polar sedangkan senyawa senyawa yang bersifat
polar akan larut dalam pelarut yang bersifat polar juga. Metode yang umum
digunakan untuk memisahkan komponen-komponen senyawa yaitu metode
kromatografi. Untuk tujuan kualitatif dapat digunakan kromatografi lapis tipis (KLT)
sedangkan untuk pemisahan senyawa dalam jumlah besar dapat digunakan
kromatografi kolom (Sudarwati dan Fernanda, 2019: 30).
Ekstrak metanol yang akan dipisahkan terlebih dahulu dianalisis dengan
kromatografi lapis tipis (KLT) untuk mencari eluen yang sesuai sebagai fasa gerak
11

pada pemisahan kromatografi kolom. Selanjutnya ekstrak metanol sebanyak 1 gram


di pisahkan dengan kromatografi kolom dengan fase diam silika gel GF60 dan dielusi
berturut-turut menggunakan pelarut organik seperti n-heksan, metanol, etil asetat
dengan perbandingan tertentu. Fraksi-fraksi yang diperoleh dari tahapan kromatografi
kolom dilakukan proses kromatografi lapis tipis kembali untuk mengabungkan fraksi-
fraksi yang sama harga Rf-nya. Pola noda akan terbentuk pada setiap fraksi. Jika

isolat tetap menunjukan pola noda tunggal, maka isolat telah murni (Sudarwati dan
Fernanda, 2019: 31).
D. Kromatografi
Kromatografi merupakan metode pemisahan secara fisik yang utama dengan
komponen yang akan dipisahkan terdistribusi antara dua fase, satu diantaranya tidak
bergerak (fasa diam) dan satu lagi bergerak melalui fasa diam dengan arah tertentu
(fasa gerak) (Apriyanto, 2016: 21).
1. Kromatografi Lapis Tipis

Pemisahan dengan kromatografi didasarkan pada kesetimbangan komponen-


komponen campuran di antara fasa gerak (fasa mobil) dan fasa diam (fasa stasioner).
Kesetimbangan ini dapat dijelaskan secara kuantitatif dengan istilah koefisien partisi.
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-
komponennya. Pelaksanaan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan sebuah
lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam
atau plastik yang keras. Gel silika merupakan fase diam. Fasa diam untuk KLT
seringkali mengandung substansi yang dapat berpendar dalam sinar UV (Windayani,
2014: 36).
12

Adsorben yang paling banyak digunakan dalam kromatografi lapis tipis


adalah silika gel dan alumunium oksida. Silika gel umumnya mengandung zat
tambahan kalsium sulfat untuk mempertinggi daya lekatnya. Zat ini digunakan
sebagai adsorben universal untuk kromatografi netral, asam dan basa. Kromatografi
lapis tipis sekarang digunakan secara universal dan karena kecepatannya dan
kebutuhan akan senyawa yang sangat kecil merupakan prosedur analitik yang ideal

untuk laboratorium apotik (Windayani, 2014: 36).


KLT digunakan untuk memantau kemajuan reaksi dan untuk mengenali
komponen tertentu, teknik ini sering dilakukan dengan lempeng gelas atau plastik
yang dilapisi oleh fase diam dan fase gerak adalah pelarut. Campuran yang akan
dianalisis diteteskan pada dasar lempengan dan pelarut akan bergerak naik oleh gaya
kapiler. Jarak tempuh ke atas lempengan merupakan cerminan polaritas senyawa.
Peningkatan polaritas pelarut akan menurunkan interaksi senyawa dengan fase diam
sehingga memungkinkan senyawa dalam fase gerak bergerak lebih jauh pada
lempeng (Windayani, 2014: 37).
2. Kromatografi Kolom

Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu fasa
diam (stationary) dan yang lain fasa bergerak (mobile), pemisahan-pemisahan
tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini. Cara-cara kromatografi dapat
digolongkan dengan sifat-sifat dari fasa diam yang dapat berupa zat padat atau zat
cair. Pada prinsipnya kromatografi kolom adalah suatu teknik pemisahan yang
didasarkan pada peristiwa adsorpsi. Sampel yang biasanya berupa larutan pekat
diletakkan pada ujung atas kolom. Eluen atau pelarut dialirkan secara kontinyu ke
dalam kolom. Dengan adanya gravitasi atau karena bantuan tekanan maka eluen
13

pelarut akan melewati kolom dan proses pemisahan akan terjadi (Windayani, 2014:
37-38).
Fase gerak yang paling cocok untuk pemisahan harus ditentukan melalui cara
kromatografi lapis tipis terlebih dahulu. Kecepatan pergerakan suatu komponen
tergantung pada kemampuannya untuk tertahan atau terhambat oleh penyerap di
dalam kolom. Jadi suatu senyawa yang diserap lemah akan bergerak lebih cepat

daripada yang diserap kuat. Kolom dengan fase terbalik bergerak dalam arah
berlawanan, fase diam mempunyai afinitas lebih besar terhadap senyawa tak polar
sehingga makin tak polar fase gerak, makin cepat senyawa melintasi kolom
(Windayani, 2014: 38).
Alat yang digunakan dalam kromatografi kolom berbentuk pipa kaca vertikal
(kolom) yang diisi dengan serbuk alumina aktif atau sejenisnya. Zat yang akan
dipisahkan atau dianalisis dituangkan dari atas kolom, kemudian secara perlahan
diikuti dengan menuangkan pelarut melalui kolom tersebut. Cara ini dikenal dengan
sebutan elusi. Zat yang mengelusi (pelarut) disebut eluen. Kecepatan komponen
pelarut melewati alumina bergantung pada daya serap alumina terhadap komponen
itu. Makin kuat daya serap alumina terhadap komponen itu, makin lambat komponen
itu lewat melalui kolom ((Windayani, 2014: 38).
E. Kromatografi Kolom Cair Vakum
Kromatografi kolom cair vakum merupakan salah satu kromatografi vakum
khusus yang biasanya menggunakan silika gel sebagai adsorben. Kelebihan KKCV
jika dibandingkan dengan kromatografi kolom biasa terletak pada kecepatan proses
(efesiensi waktu) karena proses pengelusisan dipercepat dengan memvakumkan
kolom. Selain itu KKCV Juga dapat memisahkan sampel dalam jumlah banyak.
14

Pemilihan jenis silika gel yang tepat sangat penting untuk mendapatkan hasil
pemisahan yang baik. Ukuran partikel silika gel yang terlalu kecil akan
menyebabakan proses elusi berjalan sangat lambat (Apriyanto, 2016 : 25).

Gambar 2.8 Rangkaian Alat KKCV


(Sumber: media.neliti.com)
Pemilihan sistem pelarut untuk kromatografi kolom vakum cair dapat
dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu penelusuran pustaka, mencoba menerapkan
data KLT pada pemisahan dengan kolom dan pemakaian elusi dari pelarut non polar
yang tidak menggerakan zat terlarut sampai pelarut polar yang menggerakan zat
terlarut. Sistem elusi dapat dilakukan dengan metode gradient pelarut atau dengan
sistem isokratik. Elusi gradient (variasi kepolaran pelarut) dilakukan apabila
campuran senyawa cukup kompleks sedangkan elusi isokratik dilakukan jika
campuran senyawa yang akan dipisahkan sederhana. Sampel dilarutkan dalam pelarut
yang sesuai atau sampel dibuat serbuk bersama adsorben (impregnasi) dan dimasukan
ke bagian atas kolom dan dihisap perlahan-lahan (Apriyanto, 2016 : 25-26).
Kolom dielusi dengan pelarut yang sesuai, dimulai dengan pelarut yang
paling polar. Kolom dihisap sampai kering pada setiap pengumpulan fraksi.
15

Kromatografi kolom cair vakum, fraksi-fraksi yang ditampung biasanya bervolume


jauh lebih besar dibandingkan dengan fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom
biasa. Langkah pemisahan biasanya dilakukan pada tahap awal pemisahan
(pemisahan terhadap ekstrak kasar yang diperoleh langsung dari proses ekstraksi)
jenis pompa vakum yang sering banyak dipakai sekarang yaitu pompa jenis
reciprocating pompa ini terdiri dari ruangan kecil tempat pelarut yang dipompa

dengan cara gerakan piston maju-mundur yang dijalankan oleh motor. Piston berupa
batang gelas dan berkontak langsung dengan larutan (Apriyanto, 2016 : 25-26).
F. Pelarut Organik
Pemilihan sistem pelarut untuk kromatografi kolom vakum cair dapat
dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu penelusuran pustaka, mencoba menerapkan
data KLT pada pemisahan dengan kolom dan pemakaian elusi dari pelarut non polar
yang tidak menggerakan zat terlarut sampai pelarut polar yang menggerakan zat
terlarut. Sistem elusi dapat dilakukan dengan metode gradient pelarut atau dengan
sistem isokratik. Elusi gradient (variasi kepolaran pelarut) dilakukan apabila
campuran senyawa cukup kompleks sedangkan elusi isokratik dilakukan jika
campuran senyawa yang akan dipisahkan sederhana. Sampel dilarutkan dalam pelarut
yang sesuai atau sampel dibuat serbuk bersama adsorben (impregnasi) dan dimasukan
ke bagian atas kolom dan dihisap perlahan-lahan (Apriyanto, 2016 : 25-26).
Kolom dielusi dengan pelarut yang sesuai, dimulai dengan pelarut yang
paling polar. Kolom dihisap sampai kering pada setiap pengumpulan fraksi.
Kromatografi kolom cair vakum, fraksi-fraksi yang ditampung biasanya bervolume
jauh lebih besar dibandingkan dengan fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom
biasa. Langkah pemisahan biasanya dilakukan pada tahap awal pemisahan
16

(pemisahan terhadap ekstrak kasar yang diperoleh langsung dari proses ekstraksi)
jenis pompa vakum yang sering banyak dipakai sekarang yaitu pompa jenis
reciprocating pompa ini terdiri dari ruangan keciltempat pelarut yang dipompa
dengan cara gerakan piston maju-mundur yang dijalankan oleh motor. Piston berupa
batang gelas dan berkontak langsung dengan larutan (Apriyanto, 2016 : 25-26).

Anda mungkin juga menyukai