Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
A. Latar Belakang
Kegiatan reaksi kimia secara kuantitatif dapat memberikan informasi yang lebih jelas
tentang perubahan kimia yang terjadi dan perubahan mengikuti hukum-hukum dasar ilmu
kimia. Bidang kimia yang mempelajari atau memberikan hubungan-hubungan kuantitatif
merupakan antara pereaksi dan hasil reaksi dikenal sebagai Stoikiometri.
Salah satu cara dalam penentuan kadar larutan asam basa adalah dengan melalui
proses titrasi asidi-alkalimetri. Cara ini cukup menguntungkan karena pelaksanaannya
mudah dan cepat, ketelitian dan ketepatannya juga cukup tinggi. Titrasi asidi-alkalimetri
dibagi menjadi dua bagian besar yaitu asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri adalah titrasi
dengan menggunakan larutan standar asam untuk menentukan basa. Asam-asam yang
biasanya dipergunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat. Sedangkan
alkalimetri merupakan kebalikan dari asidimetri yaitu titrasi yang menggunakan larutan
standar basa untuk menentukan asam.
Kurva titrasi pH asam polibasis bergantung pada nilai relatif pK untuk disosiasi
berturut-turut (Haryadi, 1990). Asam polibasis adalah asam yang mempunyai dua atau
lebih gugus karboksil per molekul dan menghasilkan lebih dari satu garam. Kurva titrasi
asam polibasis menunjukkan lebih dari satu titik akhir. Misalnya H3PO4 merupakan asam
tribasi di mana pada kurva titrasinya memiliki tiga titik akhir (Underwood, 1999).
Dalam bidang farmasi, titrasi asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar
suatu obat dengan teliti karena dengan titrasi ini, penyimpangan titik ekivalen lebih kecil
sehingga lebih mudah untuk mengetahui titik akhir titrasinya yang ditandai dengan suatu
perubahan warna, begitu pula dengan waktu yang digunakan seefisien mungkin. Asam
polibasis merupakan asam yang mengandung lebih dari satu ionisasi proton per molekul.
B. Tujuan
1. Mampu menjelaskan prinsip reaksi asam polibasis.
2. Mampu menjelaskan cara penentuan titik ekivalen.
1
C. Manfaat
Dapat mengetahui bagaimana prinsip dari reaksi asam polibasis serta mampu
mengetahui bagaimana cara menentukan titik ekivalen saat melakukan percobaan dengan
titrasi asam basa.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
umum diterima dalam kimia, yaitu definisi Arrhenius, Brnsted-Lowry, dan Lewis.
(Irfan, Anshory. 2000).
2. Bronsted-Lowry
Asam adalah donor proton dan sebaliknya basa disebut sebagai aseptor proton.
Kemudian teori ini lebih dikenal sebagai teori asam basa Bronsted-Lowry sebagai
penghargaan bagi mereka berdua. Konsep asam basa Bronsted-Lowry tidak
menentang konsep asam-basa Arrhenius akan tetapi bisa dikatakan sebagai perluasan
dari konsep tersebut. Ion hidroksida dalam konsep Arrhenius tetap menjadi basa
dalam konsep Bronsted-Lowry disebabkan ion hidroksida dapat menerima H+
(aseptor proton) untuk membentuk H2O. (Underwood. 1999)
Contoh:
HCl dan HNO3 adalah asam Bronsted-Lowry disebabkan kedua spesies ini mampu
memberikan ion H+ (proton H+) kepada air dengan reaksi sebagai berikut:
5
HCl(aq) + H2O(l) H3O+(aq) + Cl-(aq)
HNO3(aq) + H2O H3O+(aq) + NO3-(aq)
NH3 dan ion OH- adalah basa menurut Bronsted-Lowry disebabkan kedua spesies ini
adalah aseptor proton. NH3 dapat bereaksi dengan air untuk membentuk NH4+ dan
OH- dapat bereaksi dengan H+ membentuk air.
NH3(g) + H2O(l) NH4+(aq) + OH-(aq)
OH-(aq) + H+(aq) H2O(l)
Salah satu keunggulan teori asam-basa Bronsted-Lowry adalah konsep ini bisa
menjelaskan mengenai sifat asam basa reaksi yang reversible. Contoh jenis reaksi ini
adalah reaksi disosiasi asam lemah CH3COOH.
CH3COOH(aq) + H2O
H3O+(aq) + CH3COO-(aq)
Sekarang perhatikan reaksi yang hanya berjalan ke kanan
CH3COOH(aq) + H2O(l) H3O+(aq) + CH3COO-(aq)
CH3COOH adalah asam sebab spesies ini mendonorkan proton pada H2O
H2O adalah basa sebab spesies ini menerima proton dari CH3COOH
H3O+ adalah asam sebab spesies ini mendonorkan proton pada CH3COO-
CH3COO- adalah basa sebab spesies ini menerima proton pada H3O+
Artinya reaksi reversible dari asam lemah diatas memiliki 2 asam dan 2 basa yang
saling berpasangan yang kita sebut sebagai pasangan asam basa konjugasi. Pada teori
Bronsted-Lowry CH3COOH adalah asam konjugasi dari CH3COO- atau CH3COO-
adalah basa konjugasi dari CH3COOH. Keduanya berpasangan sehingga dinamakan
asam basa konjugasi Bronsted-Lowry. (Zulkarnaen, 1991)
3. Lewis
Asam adalah zat yang dapat menerima pasangan elektron.Basa adalah zat
yang dapat mendonorkan pasangan elektron.Semua zat yang didefinisikan sebagai
asam dalam teori Arrhenius juga merupakan asam dalam kerangka teori Lewis karena
6
proton adalah akseptor pasangan elektron. Dalam reaksi netralisasi proton membentuk
ikatan koordinat dengan ion hidroksida.
Keuntungan utama teori asam basa Lewis terletak pada fakta bahwa beberapa
reaksi yang tidak dianggap sebagai reaksi asam basa dalam kerangka teori Arrhenius
dan Bronsted Lowry terbukti sebagai reaksi asam basa dalam teori Lewis. Sebagai
contoh reakasi antara boron trifluorida BF3 dan ion fluorida F-. (Zulkarnaen, 1991)
8
BAB III
PEMBAHASAN
Titrasi merupakan suatu metode penentuan kadar atau konsentrasi suatu larutan
dengan laruatan lain yang telah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan
reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang
melibatkan reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan
pembentukkan reaksi kompleks dan sebagainya. Titrasi asam basa melibatkan asam maupun
basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar
larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titran
ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara
stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut titik ekuivalen. (Sodiq,
2005)
Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat
volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data
volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran. Titik
akhir titrasi merupakan keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan yang biasanya ditandai
dengan pengamatan visual melalui perubahan warna indikator. Indikator yaitu senyawa
organik asam atau basa lemah yang mempunyai warna molekul (asam) berbeda dengan warna
ion (basa) dimana ion memperlihatkan perubahan warna pada pH tertentu. Indikator yang
ditambahkan ke dalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator
tidak mempengaruhi Ph larutan, dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi
perubahan warna juga seminimal mungkin. Indikator yang biasa digunakan pada percobaan
yaitu fenoftalin (PP). Indikator ini memiliki trayek pH 8,3 10,5. Pada asam indikator ini
akan berwarna bening, sedangkan pada basa indikator ini akan berwarna merah muda.
(Anshory, 2000)
Larutan standar dalam titrasi memegang peranan yang sangat penting, hal ini
disebabkan karena larutan ini telah diketahui konsentrasinya secara pasti. Larutan standar
merupakan istilah kimia yang menunjukkan bahwa suatu larutan telah diketahui
konsentrasinya. Terdapat dua macam larutan standar yaitu larutan standar primer dan larutan
9
standar sekunder. Larutan standar primer yaitu larutan yang konsentrasinya telah diketahui
secara pasti, sehingga tidak distandarisasi. Ciri-ciri dari larutan standar primer yaitu antara
lain mudah didapat, konsentraasinya tinggi, berat molekul tinggi, dan tidak bersifat
higroskopis. Contoh dari larutan standar primer yaitu HCl. (Khoppar, 1990).
Larutan standar sekunder yaitu larutan yang konsentrasinya telah diketahui, tetapi
belum tetap sehingga harus distandarisasi lagi. Ciri-ciri dari larutan standar sekunder yaitu
antara lain sulit didapat, konsentrasinya rendah, berat molekul rendah, dan bersifat
higroskopis. Contoh dari larutan standar sekunder yaitu NaOH. NaOH bersifat higroskopis,
maksudnya mudah bereaksi dengan udara sehingga kalau terbuka terus maka lama-kelamaan
akan habis. Analisa kualitatif digunakan pada saat kita mengamati proses perubahan warna
pada larutan yang dititrasi. Sedangkan analisa kuantitaif digunakan pada saat kita menghitung
konsentrasi larutan yang distandarisasi berdasarlkan data dari hasil percobaan. (Jerome,1994).
10
Gambar III.1 penetesan titrasi (Underwood. 1999)
B. Syarat Syarat Titrasi
1. Reaksi antara titran dengan analit harus stoikiometri. Artinya reaksi keduanya dapat
ditulis dalam persamaan reaksi yang telah diketahui dengan pasti. Jadi produk reaksi
antara titran dan analit diketahui secara pasti sehingga kita dapat menulis dan
menyetarakan reaksinya. Sebagai contoh reaksi antara HCl dengan KOH dapat ditulis
secara pasti sebagai berikut: HCl + KOH -> KCl + H2O
2. Reaksi antara titran dan analit harus berlangsung dengan cepat, hall ini untuk
memastikan proses titrasi cepat berlangsung dan titik equivalent cepat diketahui.
3. Tidak ada reaksi lain yang mengganggu reaksi antara titran dan analit. Bila ada zat-zat
pengganggu maka zat tersebut harus dihilangkan. Sebagai contoh bila kita melakukan
titrasi asam asetat dengan NaOH maka tidak boleh ada asam lain seperti H2SO4 yang
nantinya akan mengganggu reaksi antara asam asetat dan NaOH
4. Bila reaksi antara titran dengan analit telah berjalan dengan sempurna (artinya titran
dan analit sama-sama habis bereaksi) maka harus ada sesuatu yang dapat
dipergunakan untuk penanda keadaan ini. Perubahan ini bisa berupa berubahnya
warna larutan, perubahan arus listrik, ataupun perubahan sifat fisik larutan yang lain.
Perubahan ini dalam titrasi asam basa bisa dipergunakan indicator tapi yang perlu
diingat jarak antara titik akhir titrasi dengan titik ekuivalen harus berdekatan.
5. Kesetimbangan reaksi harus mengarah jauh ke pembentukan produk sehingga dapat
diukur secara kuantitatif. Bila reaksi tidak mengarah jauh ke pembentukan produk
maka akan sulit untuk menentukan titik akhir titrasi. (Underwood, 2002).
11
memiliki indikator asam lemah HIn dimana bentuk takterionisasinya berwarna merah
sedangkan bentuk terionisasinya berwarna kuning.
Perubahan warna HIn terjadi pada kisaran pH tertentu. Perubahan ini tampak
bergantung pada kejelihan penglihatan orang yang melakukan titrasi. Untuk warna
indikator yang terjadi akibat terbentuknya dari transisi kedua warna (misal HIn
berubah dari warna merah ke kuning maka kemungkinan warna transisinya adalah
oranye), maka umumnya hanya satu warna yang akan teramati jika perbandingan
kedua konsentrasi adalah 10:1 jadi hanya warna dengan konsentrasi yang paling
tinggi yang akan terlihat.
2. Indikator Pengendapan dan Adsorpsi.
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi presipitimetri seperti
pada Argentometri. Dalam Titrasi Argentometri dibedakan menjadi 3 macam cara
berdasar indikator yang dipakai untuk titik akhir titrasi, yaitu : cara Mohr, cara Fajans,
dan cara Volhard.
Jadi dalam tiga cara tersebut titrant masing-masing tertentu, indikator dan pH
untuk cara Mohr dan Volhard tertentu, sedang dalam cara Fajans tidak harus tertentu
dan pH disesuaikan dengan indikator.
3. Indikator Redoks
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri baik untuk zat
anorganik maupun organik.Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial,
sehingga reaksi redoks dapat menggunakan perubahan potensial untuk mengamati
titik akhir satu titrasi. Selain itu cara sederhana juga dapat dilakukan dengan
menggunakan indikator. Titrasi redoks melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara
titrant dan analit.Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam
atau senyawa yang bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang
industri misalnya penentuan sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan
iodine, atau penentuan kadar alkohol dengan menggunakan kalium dikromat.
Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat dengan menggunakan
permanganate, penentuan besi (II) dengan serium(IV), dan sebagainya.
Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor yang dipergunakan dalam titrasi
redoks, maka dikenal beberapa jenis titrimetri redoks seperti iodometri, iodimetri
danm permanganometri.
12
D. Tingkat ionisasi asam asam polibasis
Asam asam polibasis adalah asam asam yang bervariasi lebih dari satu dalam
larutan mengalami proses ionisasi beberapa tingkat, misalnya : asam sulfat (H2SO4)
dalam larutan mengalami dua tingkat ionisasi, dimana pada tingkat pertama proses
ionisasi hamper sempurna, sedang pada tingkat kedua hanya sebagian kecil ion H+ yang
terbebaskan, kecuali dalam larutan yang sangat encer. Menurut Bransted dan Lowry,
Asam adalah suatu zat (baik molekul maupun ion) yang dapat memberikan proton (zat
pemberi proton) ; sedang basa adalah suatu zat (baik molekul maupun ion) yang dapat
menerima proton (zat pemberi proton). Jenis jenis asam dan basa menurut Bronsted dan
Lowry Sesuai dengan batasan Bronsted dan Lowry.
Dimaksud dengan asam adalah :
1. Molekul tidak bermuatan seperti halnya menurut teori dissosiasi klasik, misalnya :
HCl, HNO3, H2SO4, CH3-COCH dan lain lain.
2. Anion anion yang terdapat dalam garam garam asam misalnya : anion bisulfat :
HSO4 - ; anion bikarbonat : HCO3 - ; anion bifosfat : H2PO4 - ; anion bioksalat :
HC2O4 dan lain lain.
3. Ion ammonium dan Ion Hidroxonium, karena kedua ion tersebut mempunyai
kecenderungan memberikan proton, yaitu : NH4 + NH2 + H + H3O + H2O + H+
4. Kation kation dimaksud terhidrat seperti misalnya ion Almunium hidrat.
13
Pada umumnya cara kedua lebih dipilih karena kemudahan dalam pengamatan,
tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis, walaupun tidak seakurat
dengan pH meter. Gambar berikut merupakan perubahan warna yang terjadi jika
menggunakan indikator fenolftalein :
Gambar III.2 Perubahan warna menggunakan indikator fenolftalein saat menentukan titik
ekuivalen (Anshory, 2000)
14
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Titrasi merupakan metode analisa kimia secara kuantitatif yang biasa digunakan
dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan.
2. Berdasarkan banyaknya ion hidrogen yang dihasilkan maka larutan asam dapat dibagi
menjadi 2, yaitu : asam monobasis dan asam polibasis. Monobasis adalah asam yang
dalam larutan air akan menghasilkan satu ion hidrogen (H+), sedangkan polibasis
adalah asam yang dalam larutan air akan menghasilkan satu ion hidrogen (H+).
3. Indikator yang digunakan dalam titrasi, yaitu : Indikator Asam Basa, Indikator
Pengendapan dan Adsorpsi, Auto indikator, Indikator Redoks, Indikator dalam,
Indikator luar, Indikator Metal.
4. Cara menentukan titik ekivalen, yaitu : Memakai pH meter untuk memonitor
perubahan pH selama titrasi dilakukan, Memakai indikator asam basa.
B. Saran
Dalam melakukan titrasi mahasiswa harus mengerti bagaimana cara menentukan titik
ekivalen dengan tepat agar tidak terjadi kesalahan saat praktikum berlangsung dan
memahami dasar teori dari titrasi asam basa beserta prinsip reaksi asam polibasis dan
monobasis.
15
DAFTAR PUSTAKA
Khoppar, SM 1990. Konsep Dasar Kimia Organik. Jakarta: Universitas Indonesia Press,
SMTI.