Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MANDIRI

TEKHNOLOGI SEDIAAN STERIL

OLEH :

NAMA : DELLA LESTARI

STAMBUK : 15020160130

KELAS : C 12

PROGRAM STUDI ILMU FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
1. Jika suatu zat aktif tidak stabil dengan adanya perubahan pH dan sediaan
tersebut akan dipapar pada pH 6,5 dengan menggunakan dapar fosfat
(KH2PO4 dan K2HPO4) hituglah konsentrasi masing-masing bahan jika
sediaan yang akan dibuat sebanyak 10 mL dan kapasitas daparnya adalah
0,01 !
Jawab :
1. Dik :
Target pH = 6,5
pKa dapar fosfat = 7,21
β (kapasitas dapar) = 0,01
Volume sediaan = 10 ml
BM KH2PO4 = 136
BM K2HPO4 = 174

Handerson-Hasselbach
[ Garam ]
pH = pKa + log
[ Asam ]
[ Garam ]
6,5 = 7,21 + log
[ Asam ]
[ Garam ]
-0,71 = log
[ Asam ]
[ Garam ]
= 0,195
[ Asam ]
[Garam]= 0,195 [Asam]

Rumus Van Slyke


Ka = antilog (-pKa)
= antilog (-7,21) = 6,166 x 10−8

¿ = antilog (-pH)
= antilog (-6,5)
= 3,162 x 10−7

β = 2,3 C Ka ¿¿
−8
0,01 = 2,3.C ( 6,166 x 10 ) (3,162 x 10−7 )
¿¿
−15
0,01 = 2,3.C 19,497 x 10
¿¿
−15
0,01 = 2,3.C 19,497 x 10
¿¿
19,497 x 10−15
0,01 = 2,3.C
( 38012,91 x 10−16 )
0,01 = 2,3.C 5,129 x 10−3
0,01 = 11,797 x 10−3 . C
C = 0,848 M

C = [Garam] + [Asam]
0,848 = 0,195 [Asam] + [Asam]
0,848 = 1,195 [Asam]
0,848
[Asam] =
1,195
[Asam] =0,71 M

[Garam]= 0,195 [Asam]


= 0,195 x 0,71
[Garam]= 0,138 M

Berat KH2PO4 (Asam) yang diperlukan :


Berat C KH 2 PO 4 1000
CK2HPO4 = x
BM C KH 2 PO 4 Vol sediaan
Berat C KH 2 PO 4 1000
0,71 = x
136 10 mL
Berat CKH2PO4 = 0,96 g
Berat K2HPO4 (Garam) yang diperlukan :
Berat C K 2 HPO 4 1000
CK2HPO4 = x
BM C K 2 HPO 4 Vol sediaan
Berat C K 2 HPO 4 1000
0,138 = x
174 10 mL
Berat CK2HPO4 = 0,24 g

2. Jelaskan kegunaan bahan pengisotonis dan tuliskan contoh-contohnya !


Jawab :
Bahan pengisotonis adalah bahan yang digunakan untuk
memberikan keadaan isotonis pada suatu sediaan. Jika suatu larutan
bersifat hipotonik, maka untuk mencapai larutan isotonik dapat
ditambahkan natrium klorida atau dextrose. Jika konsentrasi obat yang
dibutuhkan dalam larutan sudah bersifat hipertonis, maka manufaktur
tidak punya pilihan lain, harus membuat larutan injeksi yang hipertonis.
Dengan mengubah rute pemberian atau dengan cara memperlambat
kecepatan pemberian (penyuntikkan) sampai batas tertentu, klinisi
(terutama dokter) dapat menghilangkan (mengurangi) rasa kurang
nyaman akibat penyuntikan larutan injeksi tersebut (Agoes, 2013).

3. Apakah yang akan terjadi jika bahan hipertonis dan hipotonis diinjeksikan
ke dalam tubuh ? Jelaskan !
Jawab :
1. Keluarnya air dari sel menyebabkan menyusutnya sel dan mengerut
atau berlekuk-lekuk. Dalam hal ini larutan garam tersebut disebut
hipertonik dengan kandungan sel darah. Peristiwa ini disebut
plasmolisa (Sinko, 2002).
2. Jika darah dicampur dengan larutan natrium klorida 0,2% atau dengan
air suling, air akan memasuki sel-sel darah, akibatnya sel-sel tersebut
akan membengkak dan akhirnya pecah dengan membebaskan
hemoglobin. Peristiwa ini disebut hemolisa (Sinko, 2002).

4. Tuliskan macam-macam perhitungan tonisitas beserta dengan contohnya !


Jawab :
Metode Kelompok 1
Metode penurunan suhu beku (metode krioskopik)
Penurunan suhu beku dan perhitungan secara teoritis Liso untuk
beberapa obat dan eksipien dapat dilihat pada tabel 6.1
Dengan mengetahui bahwa larutan dengan 0,9% Natrium Klorida adalah
isotonis dan membeku pada suhu -0,5oC, jumlah natrium klorida yang
akan ditambahkan dapat dihitung seperti contoh berikut.
Contoh 1
Hitunglah jumlah natrium klorida yang dibutuhkan untuk membuat 100
mL larutan 2% physostigmin salisilat isotonis.
Penyelesaian:
Penurunan suhu beku larutan 2% physostigmin salisilat adalah 2 x 0,09 oC
= 0,18oC (lihat pada tabel 6.1). penurunan suhu beku yang harus dicapai
dengan penambahan natrium klorida adalah 0,52 oC-0,18oC = 0,9%
menyebabkan penurunan suhu beku -0,52 oC. Persentase natrium klorida
yang dibutuhkan adalah (0,34/0,52oC) x 0,9% = 0,59% gram/100 mL.

Metode ekivalensi (E) natrium klorida

Nilai E untuk obat-baru dapat dihitung dari nilai Liso atau dari penurunan
suhu beku sebagai berikut.
Penurunan suhu beku dari 1g/liter laruta dari obat baru dapat
diekspresikan sebagai berikut.
ΔTf = Liso1 g
BM
Menurut definisi, E gram dari natrium klorida (BM =58,45 dan Liso = 3,4)
dalam 1 liter akan menunjukkan penurunan yang sama sebagai berikut :
ΔTf = 3,4 E gram
58,45
Dari ekuasi (6,18) akan dihasilkan :
E = 17Liso
BM
Wells mengembangkan suatu monogram berdasarkan ekuasi diatas untuk
dapat menghitung nilai e dari BM dan nilai Liso dari obat. Nilai E dari
physostigmin salisilat (BM = 413,46) dihitung menggunakan Liso = 3,4.
Untuk elektrolit univalen digunakan nilai E 0,14 yang dekat dengan 0,16
(nilai E dari tabel 6.1).
Penyimpangan kecil ini disebabkan oleh berbedaan antara nilai Liso untuk
physostigmin salisilat yang ditentukan secara eksperimen (3,9) dengan
nilai teoretis (3,4) untuk elektorlit uni-univalen. Dengan mengetahui nilai
E, larutan dapat diatur isotonis seperti contoh dibawah.

Contoh 2
Hitunglah jumlah natrium klorida yang dibutuhkan untuk membuat 100
ml larutan isotonis physostigmin salisilat 2%.
Physostigmin salisilat (29/100 mL) adalah ekivalen dengan 2 x 0,16 ( E) =
0,32/100 mL natrium klorida. Oleh karena itu, 0,5 gram (0,9-0,32 g)
natrium klorida harus ditambahkan pada 100 mL larutan ini untuk
membuat larutan isotonis.
Catatan : jawaban hasil perhitungan dari 2 metode perhitungan sedikit
agak berbeda, tetapi berdekatan (0,59 gram/100ml dan 0,58
gram/100ml).

Contoh 3
Hitunglah jumlah natrium klorida yang dibutuhkan untuk membuat 100
ml larutan injeksi Iso Sorbit Di Natrium (ISDN) yang mengandung ISDN 1
mg/10 ml jika larutan tersebut menunjukkan osmolaritas 140 mili osmol.
Bahan baku ISDN untuk injeksi diencerkan dengan natrium klorida atau
dekstrosa.
Larutan injeksi 10 mg/100 ml menunjukkan 140 mili osmol per liter.
Larutan isotonis menunjukkan 286 mili osmol per liter.
Kekurangan tonisitas adalah 286 mili osmol per liter – 140 mili osmol per
liter = 146 mili osmol per liter.
Ekivalen terhadap NaCl adalah 146/286 x 900 mg = 459,44 mg per 100
ml larutan injeksi ISDN 1 mg/10 ml.

Metode kelompok II
Metode kelompok II melibatkan perhitungan kuantitas air yang
dibutuhkan untuk membuat suatu larutan isotonik untuk sejumlah
tertentu obat, diikuti dengan pengenceran menggunakan larutan isotonik
sampai tercapai volume yang dibutuhkan. Metode ini memudahkan
pembuatan sediaan parenteral dan obat mata dengan cara sderhana.

Metode White-Vincent

Pada metode ini, pertama-tama obat (W) dikalikan engan natrium


khloridanya (E) untuk memperoleh kuantitas natrium klorida yang secara
osmotik ekivalen terhadap berat per gram obat. Oleh karena jika
melarutkan 0,9 gram natrium klorida dalam 100 ml air akan dihasilkan
larutan isotonik, maka volume larutan isotonik yang dapat dibuat dari
berat per gram obat diberikan oleh ekuasi berikut :

100
V = WE = 111,1 WE
0,9

Jadi, dengan melarutkan berat per gram obat di dalam V ml air akan
dihasilkan larutan isotonik yang slanjutnya dapat diencerkan dengan
larutan isotonik, seperti larutan volume 0,9% natrium klorida atau larutan
isotonik dextrosa, untuk melengkapkan volume.

Contoh 4.

Buatlah 100 ml larutan 2% physostigmen salisilat isotonik dengan


darah. Dengan menggunakan ekuasi (6.21) dan E physostigmen salisilat =
0,16 dari Tabel 6.1 volume air yang dibutuhkan untuk membuat larutan
isotonik adalah V = 2 gram x 0,16 x 111,1 mL/g = 35,55 mL.

Larutan ini dapat diencerkan dengan 64,45 mL larutan isotonik untuk


dapat menghasilkan 100 mL larutan 2% physostigin salisilat. Untuk
memverifikasi hasil ini dapat dilakukan pengecekan perhitungan sebagai
berikut : Jika digunakan larutan isotonik Nacl, maka dibutuhkan 64,45 mL
larutan isotonik. Jumlah ekivalen dari natrium klorida yang ditambahkan
adalh 64,45 x 0,8 gram = 58,09 gram, sesuai dengan hasil perhitungan.

5. Apakah pada sediaan yang mengandung antibiotic, masih emerlukan


pengawet, jelaskan alas an dari jawabanmu !
Jawab :
Penggunaan pengawet pada sediaan yang mengandung antibiotic
diperlukan jika sediaan yang digunakan adalah dosis ganda, tentu saja
untuk menjaga kestabilan dari sediaan mengandung banyak zat tambahan
yang mungkin saja mudah terkontaminasi mikroba dan mencegah
kontaminasi mikroba pada saat tutup sediaan sudah dibuka sehingga pada
sediaan dosis ganda yang mengandung antibiotik tetap memerlukan
pengawet. Sedangkan untuk sediaan dosis tunggal tidak diperlukan
penambahan pengawet pada sediaan yang mengandung antibiotik hanya
diperlukan perlakuan aseptis.

Anda mungkin juga menyukai