Kegiatan Belajar 1:
Substitusi elektrofilik alifatik, yang berisi uraian tentang : pengertian, mekanisme,
hubungan antara struktur substrat dan kereaktifannya dan contoh – contoh reaksi substitusi
elektrofilik senyawa alifatik.
Kegiatan Belajar 2 :
Substitusi elektrofilik aromatik, yang berisi uraian tentang : pengertian, mekanisme,
hubungan antara struktur substrat dan kreaktifannya dan contoh-contoh reaksi substitusi
elektrofilik senyawa aromatik.
Dalam setiap kegiatan belajar diatas, terdapat bagian-bagian : uraian, soal-soal latihan
beserta rambu-rambu jawabannya, rangkuman, dan test formatif. Agar anda memperoleh
hasil yang baik dalam memepelajari modul ini maka :
A. Setiap uraian bacalah dengan seksama .
B. Soal-soal latihan yang diberikan pada setiap kegiatan belajar kerjakan dengan teliti tanpa
melihat dulu kunci jawaban.
C. Bila anda belum dapat mengerjakan soal-soal latihan tersebut, bacalah rambu-rambu
jawabannya bila perlu ulangi membaca uraiannya
1 83
D. Bacalah rangkuman materi yang diberikan pada akhir uraian setiap kegiatan belajar
E. Kerjakan soal-soal test formatif yang ada pada bagian akhir setiap kegiatan belajar untuk
memantapkan pemahaman anda. Selamat Belajar !
4. Kegiatan Belajar
4.1 Kegiatan Belajar 1
R–X + Y+ → R–Y + X+
Substrat elektrofil hasil substitusi gugus pergi
Laju reaksi yang mengikuti mekanisme SE1 tidak dipengaruhi oleh konsentrasi
elektrofil karena tahap penentu laju reaksi adalah tahap ionisasi (pembentukan karbanion).
Contohnya adalah reaksi brominasi pada atom karbon yang mengikat gugus penarik
elektron yang dikatalisis oleh basa. Pada reaksi brominasi 2-nitropropana, laju reaksi tidak
2 84
dipengaruhi oleh konsentrasi brom tetapi hanya dipengaruhi oleh konsentrasi 2-
nitropropana.
Tahap 1:
H
OH-
-
-
-
CH3 C CH3 CH3 C CH3 CH3 C CH3 + H2O:
NO2 N+ N
2-nitropropana O O
-
-O O
-
-
Tahap 2:
Br
NO2 NO2
2-bromo-2-nitropropana
Produk reaksi yang mengikuti mekanisme SE1 dapat menghasilkan produk dengan
mempertahankan konfigurasi semula (retensi), atau rasemisasi, atau pembalikan konfigurasi
(inversi) sebagian, tergantung pada faktor-faktor kestabilan karbanion, konsentrasi elektrofil,
kekuatan elektrofil, dan konfigurasi karbanion.
Reaksi akan menghasilkan produk rasemisasi jika :
1). Karbanion terstabilkan oleh delokalisasi dan konsentrasi elektrofil rendah atau kekuatan
elektrofilnya rendah,
2). Karbanion berstruktur datar dan muatan negatif terdelokalisasi sehingga elektrofil dapat
menyerang karbanion dari kedua sisi,
3). Karbanion berstruktur tetrahedral tetapi membentuk campuran kesetimbangan anion
enantiomerik dengan laju yang lebih cepat daripada laju pembentukan produk.
Karbanion yang berstruktur tetrahedral digambarkan sebagai berikut:
c c
b b
C C
a
a
Contoh reaksi SE1 yang menghasilkan campuran rasemat adalah reaksi antara anion 2-
fenil-2-sianobutanoat dengan metanol:
CN C2H5
O NC
H5 C2 CH3OH C- + CO2
C C
lambat
H5C6 O
C6H5
karbanion datar
3 85
C2 H5
NC CN
cepat
C-
+ H-OCH3 C2H5 - C - H + CH3 O-
C6 H5 C6H5
n-C6 H 5 n-C6 H5
n-C6 H5
(CH3)2SO H3C
H3C - H3 C HOCH3 C H
C D + OCH3 C
25 oC
C6 H5 SO2
C6H5 SO2 C 6H 5 SO2
retensi 90 %
enantiomer murni
C 2 H5
C2 H5 O- H3C O
H3 C 210 oC -
C C CH3 + HOCH2 CH2 OH HOCH2 CH2 O-H C C CH3
C6 H5 (elektrofil)
CH3 C2 H5 CH3
karbanion tersolvasi
tak simetris sebagai zat antara
C2H5
CH3
CH3
H - *C + C=O + CH2OHCH2O-
C6H5
CH3
4 86
- H2O
CH3CH2CH2 Hg I + I I I CH3CH2CH2 I + HgI2 + I-
dioksan
Pada mekanisme SE2, ada dua kemungkinan arah serangan elektrofil terhadap
substrat, yaitu dari arah depan, yang disebut dengan S E2 (depan) dan dari arah belakang,
yang disebut dengan SE2 (belakang) dapat digambarkan sebagai berikut:
c
c
b
b
C X C Y + X+ (SE 2 depan)
a Y+ a
c c
b b
Y+ C X Y C + X+ (SE 2, belakang)
a
a
Apabila reaksi terjadi pada substrat kiral maka akan terbentuk hasil reaksi dengan
mempertahankan konfigurasi semula (retensi) pada mekanisme S E2 (depan), dan terjadi
pembalikan konfigurasi (inversi) pada mekanisme SE2 (belakang). Jika elektrofil menyerang
substrat dari arah depan ada kemungkinan mekanisme yang ketiga, yaitu salah satu bagian
elektrofil membantu lepasnya gugus pergi dan dalam waktu yang bersamaan terbentuk
ikatan baru dengan substrat.
Y Z
a a
b b + X-Z
C X C Y
c
c
Mekanisme ini disebut dengan mekanisme SEi dan menghasilkan produk dengan
mempertahankan konfigurasi semula (retensi).
Ketiga mekanisme reaksi subtitusi elektrofilik bimolekuler tersebut [S E2 (depan), SE2
(belakang) dan SEi] sukar dibedakan. Ketiganya hanya dapat dibedakan dengan mengakaji
secara mendalam aspek stereokimianya.
Kebanyakan reaksi substitusi elektrofilik bimolekuler (orde kedua) menghasilkan
produk dengan mempertahankan konfigurasi semula. Hal ini berarti bahwa pada umumnya
reaksi berlangsung dengan mekanisme dimana elektrofil menyerang substrat dari arah
depan, SE2 (depan) atau SEi.
C2H5 C2H5
CH3 Br C Br + HgBr2
C Hg Br + Br
CH3
H
H
Kenyataan ini berlawanan dengan mekanisme SN2. Pada mekanisme SN2, nukleofil
menyerang atom karbon yang mengikat gugus pergi, sedangkan pada mekanisme S E2
5 87
elektrofil menyerang elektron yang mengikat atom karbon dan gugus pergi. Oleh karena itu
reaksi berlangsung lebih cepat jika elektrofil menyerang substrat dari sisi yang sama dengan
kedudukan gugus pergi daripada sebaliknya karena adanya halangan sterik.
| |
―C = C ―C ― X + Y + ―C = C ―C ― Y + X-
| |
Mekanisme pembentukan produk yang mengalami penataan ulang tersebut dapat terjadi
dengan dua cara yaitu:
1. Reaksi berlangsung seperti pada mekanisme SE1, dimana gugus pergi lepas lebih dahulu
membentuk karbanion yang distabilkan olah resonansi dan diikuti dengan serangan
elektrofil.
| | | -X+ |
C = C ―C ― X ―C = C ―C ― Y + X -
| | |
2. Elektrofil Y+ menyerang substrat lebih dahulu membentuk karbokation dan diikuti dengan
lepasnya X+ sebagai gugus pergi.
-X+ Y+
C= C C X C=C C C C=C Y C C=C
produk
Pada umumnya penataan ulang elektrofilik alilik melibatkan hidrogen sebagai gugus
pergi, meskipun juga dapat terjadi pada senyawa organologam dengan ion logam sebagai
gugus pergi.
C= C C X C C C X C C = C + X+
+
Y Y
Y+ produk
6 88
Me 1
Et 10,8
Iso-pr 780
t-bu 3370
iso-bu 1,24
neopentil 0,173
Dari tabel tersebut terlihat bahwa adanya cabang pada posisi meningkatkan laju
reaksi sedangkan cabang pada posisi β menurunkan laju reaksi. Bertambahnya laju reaksi
oleh bertambahnya cabang pada posisi karena pengaruh sifat pendorong elektron dari
gugus alkil yang menstabilkan keadaan transisi yang bersifat kekurangan elektron.
R - H + D+ R - D + H+
R - H + T+ R - T + H+
Substitusi hidrogen yang terikat pada atom C oleh deuterium berlangsung lebih sukar
daripada subtitusi hidrogen yang terikat pada N (trivalen), O atau Halogen. Hal ini
disebabkan molekul-molekul NH3, H2O dan HX (asam halogen) memiliki pasangan elektron
bebas sehingga ion deuterium dengan cepat dapat mengikatkan diri padanya.
+
D+ + :NH3 D - NH3 D - NH2 + H+
+
D+ + :OH2 D - OH2 D - OH + H+
+
D+ + :Cl-H D - Cl-H D - Cl + H+
Pada alkana tidak terdapat pasangan elektron bebas, sehingga agar dapat terjadi
substitusi oleh deuterium harus didahului dengan proses eliminasi.
H H
_ +
R-C-H R-C + H
H H H
R-C-D
Pemutusan ikatan C-H pada alkana memerlukan energi cukup besar, sehingga
pemutusan tersebut hanya mungkin terjadi jika dibantu oleh adanya katalis atau bila ikatan
C-H diperlemah oleh gugus penarik elektron. Jika atom C mengikat gugus penarik elektron
seperti –NO2 maka ikatan C-H menjadi lemah sehingga atom H mudah dilepaskan sebagai
proton. Urutan gugus-gugus penarik elektron berdasarkan keefektifannya dalam
mempermudah substitusi adalah:
\ -2
7 89
― NO2 > C=O > ―CN > C=O > ―SO3 > ― Cl
/ |
O-‾
2. Reaksi substitusi logam dalam senyawa organologam oleh hidrogen, pola umumnya :
R – L + H+ R–H + L+ ( L = logam)
Keasaman toluena terjadi karena adanya stabilisasi resonansi pada anion yang terbentuk oleh
lepasnya proton. Hidrokarbon aromatik lebih asam daripada alkana karena atom karbon sp 2
lebih elektronegatif daripada sp3. Umumnya dengan bertambahnya karakter s pada orbital
hibrida akan menambah kestabilan pasangan elektron dalam orbital. Alkuna terminal, yang
mempunyai hidrogen yang terikat pada (atom C) orbital sp sehingga bersifat asam. Oleh
karena itu alkuna terminal mudah mengalami reaksi metalasi oleh pereaksi Grignard.
+ +
CH3C ≡ C – H + C2H5MgBr CH3C≡CMgBr + C2H6
3. Reaksi substitusi logam dalam senyawa oraganologam oleh halogen, pola umumnya :
R–L + X+ → R–X + L+
Senyawa organologam
Reaksi yang mengikuti tipe reaksi di atas sering dijumpai pada senyawa organolitium
dan organomerkuri yang direaksikan dengan brom. Pada senyawa organomerkuri, reaksinya
berlangsung lebih cepat jika ada katalis (misalnya piridina) yang membantu pembelahan
heterolitik molekul brom. Senyawa alkil atau arillitium biasanya dibuat dari reaksi antara
alkil litium dengan alkil atau aril halida. Reaksi tersebut memberikan hasil yang sangat baik
jika atom karbon organolitium yang dihasilkan lebih dapat menstabilkan muatan negatif
daripada organolitium semula. Contoh reaksi pembuatan arilitium.
8 90
Br Li
CH3CH2CH2Li + CH3CH2CH2Br
+
O O
5. Reaksi dekarboksilasi pada asam karboksilat atau garam dari asam karboksilat.
Reaksi dekarboksilasi dapat terjadi pada asam-asam karboksilat yang mengikat gugus
penarik elektron pada atom C yang membebaskan karbondioksida. Reaksi ini melewati
pembentukan zat antara karbanion yang terstabilkan oleh resonansi.
Contohnya adalah reaksi dekarboksilasi pada asam nitroasetat.
O _O
OH - panas O - +
O2 NCH2 CO2 H O2 N - CH2 C + N CH2
N CH2
-CO2
asam nitroasetat O_ O_
O_
H2 O
CH3 NO2
nitrometana
O O OH O
CH2
Reaksi dekarboksilasi pada garam karboksilat, misalnya terjadi pada garam perak
dengan adanya brom.
R + Br Br R Br + CO2 +
C AgBr
O Ag
9 91
4.1.2 Latihan
Untuk lebih memantapkan pemahaman anda terhadap materi kegiatan belajar 1,
cobalah kerjakan latihan dibawah ini!
Diskusikan dengan teman Anda, mengapa atom H yang terikat pada atom karbon
yang berposisi alfa terhadap gugus karbonil dan atom H yang terikat pada atom karbon
alkuna terminal mudah dilepaskan sebagai proton!
Keasaman atom H yang terikat pada atom karbon alkuna terminal dapat dijelaskan
berdasarkan kepolaran ikatan C-H pada alkuna terminal tersebut. Atom C yang membentuk
ikatan dengan atom H pada alkuna terminal mempunyai keelektronegatifan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan hibridisasi sp2 dan sp3,
4.1.4 Rangkuman
Reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa alifatik dapat berlangsung denga
mekanisme SE1 (Substitusi Elektrofilik Unimolekuler) SE2 (Substitusi Elektrofilik Bimolekuler).
Reaksi yang berlangsung dengan mekanisme SE1 dapat mengahsilkan produk dengan
pembalikan konfigurasi, retensi konfigurasi atau rasemisasi tergantung pada jenis dan
kondisi reaksi. Pada reaksi yang berlangsung dengan mekanisme S E2/SEi (bimolekuler)
umumnya menghasilkan produk dengan retensi konfigurasi.
Proton merupakan gugus pergi yang paling umum dalam substitusi elektrofilik
senyawa alifatik. Disamping itu juga dikenal gugus pergi berupa ion logam jika reaksi terjadi
pada senyawa organologam.
Contoh-contoh reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa alifatik antara lain adalah :
a) substitusi atom hidrogen oleh deuterium atau tritium, b) substitusi logam dalam senyawa
organologam oleh hidrogen, c) substitusi logam oleh halogen, d) karbon senyawa
organologam, e) dekarboksilasi asam karboksilat atau garam dari asam karboksilat, dan f)
pemutusan ikatan karbon-karbon melalui reaksi substitusi elektrofilik.
10 92
5) Bagaimanakah produk reaksi bila substrat alilik mengalami reaksi substitusi
elektrofilik ?
7) Jelaskan mengapa ion deterium (D+) tidak dapat segera menyerang alkana ?
9) Tentukan mana hidrokarbon aromatik berikut ini yang sifat keasamannya paling
tinggi :
A. ArH , B. ArCH3 C. Ar2CH2 D. Ar3CH
Rumus:
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan = ----------------------------------------------- X 100%
10
11 93
Mekanisme Reaksi Substitusi Elektrofilik Senyawa Aromatik
Kerapatan elektron π yang tinggi pada inti benzena dapat menyebabkan benzena
dapat menarik spesies yang bermuatan positif (elektrofil), sehingga benzena mudah sekali
mengalami reaksi substitusi elektrofilik. Sebagian besar reaksi substitusi elektrofilik pada
senyawa aromatik berlangsung dengan mekanisme ion arenium. Dalam mekanisme ini
langkah pertamanya adalah serangan elektrofil pada inti benzena menghasilkan zat – antara
(intermediate) yang bermuatan positif yang disebut dengan ion benzenonium. Pada langkah
kedua terjadi proses lepasnya gugus pergi dari ion benzenonium membentuk produk.
Pada mekanisme reaksi substitusi elektrofilik senyawa aromatik, jika spesies
penyerang berupa ion positif (misalnya E+) , maka serangan pada senyawa aromatik
(misalnya benzena) akan menghasilkan karbokation yang tahap-tahapnya adalah sebagai
berikut:
Tahap – 1:
H H
H
H E E + E
lambat
+ E+ + +
Pada tahap ini elektrofil mengambil dua elektron dari 6 elektron pada inti benzena
dan membentuk ikatan dengan salah satu atom karbon cincin benzena. Pembentukan ikatan
ini akan merombak sistem aromatik yang ada karena pada pembentukan ion benzenonium
atom karbon yang membentuk ikatan dengan elektrofil berubah dari hibridisasi sp 2 menjadi
sp3 dan tidak lagi memiliki orbital p. Keempat elektron ion benzenonium terdelokalisasi
pada kelima orbital p.
Struktur (1), (2) dan (3) adalah struktur resonansi penyumbang pada struktur ion
benzenonium yang sebenarnya. Struktur ion benzenonium yang sebenarnya merupakan
hibrida dari struktur-struktur resonansi tersebut. Struktur (1) sampai dengan (3) seringkali
digambarkan dengan struktur (4) sebagai berikut.
+ E
(4)
Ion arenium seringkali disebut juga dengan nama kompleks Wheland atau kompleks
(sigma).
Tahap – 2:
H
E
+ E cepat
+ H+
12 94
Pada tahap-2 ion benzenonium melepaskan proton dari atom karbon yang mengikat
elektrofil. Atom karbon yang mengikat elektrofil berubah kembali menjadi hibridisasi sp 2 dan
inti benzena memperoleh kestabilannya kembali.
Langkah dalam tahap 2 tersebut lebih cepat daripada tahap 1, karena itu langkah
penentu laju reaksinya adalah tahap 1 dan reaksinya merupakan reaksi orde kedua.
Pada Tabel 5.2 dapat dilihat tentang gugus-gugus yang berperan dalam reaksi
substitusi elektrofilik senyawa aromatik disusun berdasarkan efek orientasi dan pengaruhnya
terhadap kereaktifan inti.
Pendeaktif lemah
.. .. .. ..
– F: , – Cl: , – Br: , – I:
1. Halogenasi
13 95
a. Halogenasi dengan Brom atau Klor
Tanpa adanya asam Lewis dalam campuran reaksinya, bezena tidak dapat bereaksi
dengan brom atau klor. Akibatnya benzena tidak dapat menghilangkan warna larutan brom
dalam karbon tetraklorida. Bila ada asam Lewis maka benzena dengan cepat bereaksi dengan
brom atau klor, dan menghasilkan bromobenzena atau klorobenzena.
FeCl3 Cl
+ Cl2
+ HCl
25oC
Klorobenzena (90%)
FeCl3 Br
+ Br2
+ HBr
panas
Bromobenzena (75%)
Asam Lewis yang paling umum digunakan pada reaksi klorinasi dan brominasi adalah: FeCl3,
FeBr 3, dan AlCl3.
Mekanisme brominasi benzena dapat dituliskan sebagai berikut:
Tahap 1
Br Br + FeBr + - + -
3 Br Br FeBr3 Br Br
+ FeBr3
ion bromonium
Tahap 2
H H
H
H Br +
Br Br
lambat
+ Br+
+ +
Tahap 3
H Br FeBr3
Br Br
+ + H - Br + FeBr3
Reaksi klorinasi benzena dengan katalis asam Lewis berlangsung dengan mekanisme
yang serupa dengan reaksi brominasi. Fungsi asam Lewis dalam hal ini adalah membantu
transfer ion kloronium (Cl+).
14 96
b. Halogenasi dengan Fluor
Fluor bereaksi sangat cepat dengan benzena sehingga memerlukan kondisi dan
peralatan khusus. Bahkan sukar membatasi terbentuknya monofluorinasi. Oleh karena itu
monofluorobenzena dibuat dengan cara tidak langsung, yaitu dengan mereaksikan garam
diazonium dengan HBF4 dalam keadaan panas.
+ -
N2 Cl
F
+ HBF4 panas
+ N2 + HCl + BF3
HNO3 I
+ I2
+ HI
(80%)
2. Nitrasi
Benzena bereaksi lambat dengan asam nitrat pekat panas menghasilkan nitrobenzena.
Reaksi berlangsung lebih cepat jika dilakukan dengan memanaskan benzena bersama-sama
dengan campuaran HNO3 pekat dan H2SO4 pekat.
50-55o C NO2
+ HNO3 + H2 SO4 + -
+ H3 O + HSO4
Penambahan asam sulfat pekat dapat menambah laju reaksi melalui penambahan
konsentrasi elektrofil ion nitronium (NO+2), yang terbentuk dengan tahap-tahap berikut:
Tahap 1
O H O
+ _
HOSO3 H + H O N + H O N+ + HSO4
O_
O_
Tahap 2
O
+ +
H O N + H2O + O=N=O
H O_ ion nitrosonium
Pada tahap 1 asam nitrat memperlihatkan sifat sebagai basa dan menerima proton
dari asam sulfat yang lebih kuat. Pada tahap 2 asam nitrat yang telah terprotonkan terurai
menghasilkan ion nitronium. Selanjutnya terbentuk tahap-tahap berikut ini.
15 97
Tahap 3
O H H
H
NO2 + NO2
N+ lambat NO2
+ +
O
Tahap 4
-
H
O H +
NO2 NO2
H O H
H +
+
H
Pada tahap 3 ion nitronium menyerang inti benzena membentuk ion benzenonium
yang terstabilkan oleh resonansi dan pada tahap 4 ion benzenonium melepaskan proton
menghasilkan nitrobenzena.
3. Sulfonasi
Pada temperatur kamar benzena bereaksi dengan asam sulfat berasap menghasilkan
asam benzena sulfonat. Reaksinya disebut sulfonasi. Asam sulfat berasap adalah asam sulfat
yang mengandung gas SO3. Reaksi sulfonasi juga dapat berlangsung jika digunakan asam
sulfat pekat meskipun reaksinya lebih lambat.
O O
o S O H
S 25 C
O O H2SO4 pekat O
asam benzena sulfonat (56%)
Dalam reaksi sulforasi benzena, yang bertindak sebagai elektrofil adalah SO 3, baik
menggunakan asam sulfat berasap maupun dengan asam sulfat pekat. Mekanisme reaksi
sulfonasi yang menggunakan asam sulfat pekat melalui tahap-tahap sebagai berikut:
Tahap 1
+ _
2 H2SO4 SO3 + H3O + HSO4
Tahap 2
O
O H _
S O
+ Lambat
S + struktur resonansi
O O O yang lain
Tahap 3
16 98
H _
HSO4 _
_ SO3
SO3
cepat + H 2SO4
+
Tahap 4
O O
_
S cepat S O H + H2O
O +
+ H O H
O O
H
+ H2SO4 + H2O
Dengan mengetahui bahwa semua tahap dalam reaksi sulfonasi adalah reaksi
kesetimbangan, maka kedudukan kesetimbangan dapat diatur sesuai dengan kondisi reaksi
yang digunakan. Jika digunakan asam sulfat pekat atau asam sulfat berasap, kedudukan
kesetimbangan lebih bergeser kekanan sehingga akan diperoleh asam benzena sulfonat dalam
jumlah yang memadai.
Sebaliknya, jika diinginkan untuk menghilangkan gugus asam sulfonat (-SO 3H) dari
inti benzena dapat digunakan asam sulfat encer dan biasanya diikuti dengan mengalirkan
uap air ke dalam campuran reaksi. Pada kondisi seperti ini (konsentrasi air tinggi)
kedudukan kesetimbangan akan bergeser kekiri dan akan terjadi reaksi desulfonasi.
Reaksi sulfonasi dan desulfonasi banyak digunakan dalam sintesis senyawa organik
tertentu. Hal ini disebabkan karena dengan memasukkan gugus asam sulfonat (SO 3H) kita
dapat mempengaruhi alur suatu reaksi dan sebaliknya jika pengaruhnya sudah tidak
diperlukan lagi dapat dihilangkan melalui desulfonasi.
4. Alkilasi Friedel-Crafts
Pada tahun 1877, dua orang ahli kimia masing-masing Charles Friedel (Perancis) dan
James M.Crafts (Amerika) menemukan metode baru untuk membuat alkil benzena (ArR) dan
asil benzena (ArCOR). Kini reaksi pembuatan kedua kelompok senyawa tersebut masing-
masing dinamakan dengan reaksi alkilasi Friedel-Crafts dan reaksi asilasi Friedel-Crafts.
Secara umum reaksi alkilasi Friedel-Crafts dituliskan sbb:
R
AlCl3
+ R-X + HX
17 99
Salah satu contoh reaksi alkilasi Friedel-Crafts adalah reaksi antara isopropil klorida
dan benzena dengan katalis aluminium klorida yang tahap-tahapnya dituliskan sbb:
Tahap 1
H3C + -
H3C H3C + - CH AlCl4
CH - Cl + AlCl3 CH - Cl -AlCl3 +
H3C
H3C
H3C
Tahap 2
H3C
H
CH +
CH CH3
H3C
CH3
Tahap 3
H Cl - AlCl3
+ CH3 CH3
+ HCl + AlCl3
CH CH
CH3 CH3
Pada tahap 1 isopropil klorida dan aluminium klorida membentuk kompleks yang
segera terurai membentuk karbokation isopropil dan AlCl4-. Pada tahap 2, karbokation
isopropil bertindak sebagai elektrofil menyerang inti benzena membentuk ion benzenonium.
Pada tahap 3 ion benzenonium melepaskan proton membentuk isopropil benzena. Pada tahp
ini terbentuk HCl dan dihasilkan AlCl3 kembali.
Jika digunakan alkil halida primer maka karbokation tidak terbentuk tetapi alkil
halida membentuk kompleks dengan aluminium klorida. Kompleks inilah yang bertindak
sebagai elektrofil.
+ -
RCH2 ----------- Cl:AlCl3
Disamping itu juga dapat digunakan campuran alkohol dari suatu asam.
18 100
60o C
+ HO
BF3
sikloheksilbenzena (56%)
Meskipun reaksi alkilasi Friedel-Crafts mempunyai arti penting dalam sintesis alkil
benzena, namun reaksi tersebut memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
a) Jika karbokation yang terbentuk dari alkil halida, alkena atau alkohol dapat mengalami
penataan ulang dan membentuk karbokation yang lebih stabil maka produk terbanyak
adalah yang diperoleh dari reaksi dengan karbokation yang lebih stabil. Contohnya: jika
benzena direaksikan dengan n-butilbromida ternyata diperoleh hasil sekunder
butilbenzena lebih banyak (64-68%) dari pada n-butilbenzena. Hal ini terjadi karena
terjadinya penataan ulang kation butil dari karbokation primer menjadi karbokation
sekunder yang lebih stabil.
b) Reaksi alkilasi Friedel-Crafts sukar berlangsung jika pada inti aromatik terdapat gugus
penarik elektron kuat atau gugus lain seperti –NH2 atau –NHR atau –NR2. Adanya gugus
penarik elektron akan menyebabkan inti aromatik menjadi tuna elektron (electron
deficient) sehingga sukar mengalami reaksi subtitusi elektrofilik melalui pembentukan
karbokation. Gugus amino (-NH2) atau derivatnya (-NHR; -NR2) berubah menjadi gugus
penarik elektron yang sangat kuat jika berada dalam campuaran pereaksi Friedel-Crafts
karena bereaksi dengan asam Lewis seperti ditunjukkan pada reaksi berikut:
H H
+ _
H N H N AlCl3
+ AlCl3
c) Aril dan vinil halida tidak dapat digunakan sebagai komponen halida karena kedua
senyawa tersebut tidak dapat segera membentuk karbokation.
d) Dalam reaksi alkilasi Friedel-Crafts sering terjadi polialkilasi. Hal ini terjadi karena gugus
alkil yang bersifat mendorong elektron sehingga keberadaannya pada inti benzena
meningkatkan keaktifan inti benzena terhadap reaksi subtitusi elektrofilik selanjutnya.
5. Asilasi Friedel-Crafts
Reaksi asilasi adalah reaksi yang mengakibatkan masuknya gugus asil (R-C=O)
kedalam suatu senyawa. Dua buah gugus asil yang lazim dikenal adalah gugus asetil dan
gugus benzoil.
O
O
CH3 C
C
gugus asetil
(etanoil) gugus benzoil
Reaksi asilasi Friedel-Crafts merupakan salah satu cara yang efektif untuk
memasukkan gugus asil ke dalam inti aromatik. Reaksi asilasi sering dilakukan dengan
mereaksikan senyawa aromatik dengan asil halida. Jika senyawa aromatik tidak sangat
19 101
reaktif, maka dalam melangsungkan reaksinya diperlukan asam Lewis (misalnya AlCl 3).
Hasil reaksi asilasi Friedel-Crafts adalah suatu aril keton.
O
O
AlCl3 C + HCl
+ CH3 C CH3
Cl 80oC
Asetofenon
Asetil klorida
(metil fenil keton)
CH3 C O O
+ CH O AlCl3 C + CH3 C
3 C CH3 OH
O 80oC
Anhidrida asam asetat
Pada sebagian besar reaksi asilasi Friedel-Crafts, elektrofilnya adalah ion asilium
yang terbentuk dari asil halida dengan cara sbb:
Tahap 1 O
H3C
_
R C Cl + AlCl3 +
CH Cl AlCl3
H3C
O
Tahap 2 _ _
+ + +
R C Cl AlCl3 R C=O + AlCl4
R C=O
ion asilium
Tahap 4
_
H
AlCl4 C R
C R
+ HCl + AlCl3
+ O
O
20 102
Tahap 5
AlCl3 C R
C R
_
O AlCl3
O +
Pada tahap paling akhir aluminium klorida (suatu asam Lewis) membentuk
kompleks dengan keton (suatu basa Lewis), tetapi jika kompleks tersebut direaksikan dengan
air akan diperoleh keton semula menurut persamaan reaksi berikut:
Tahap 6
C R C R
+ 3 H2O + Al(OH)3 + 3HCl
_
O AlCl3 O
+
R R
\ .. _ \
C = O: AlCl3 + 3 H2O C=O: + Al(OH)3 + 3 HCl
/ /
C 6H 5 C 6H5
Dalam reaksi asilasi Friedel-Crafts tidak dijumpai peristiwa poliasilasi karena gugus
asil bersifat menarik elektron, sehingga mendeaktifkan inti benzena terhadap serangan
elktrofil lebih lanjut.
Berbeda dengan reaksi alkilasi Friedel-Crafts, dalam reaksi asilasi tidak dijumpai
peristiwa penataan ulang karena ion asilium sangat stabil (terstabilkan oleh resonansi). Oleh
karena itu reaksi asilasi Friedel-Crafts merupakan metode yang lebih baik untuk pembuatan
alkil benzena tak bercabang daripada reaksi alkilasi. Contohnya adalah pada pembuatan n-
propilbenzena. Bila n-propilbenzena dibuat melalui reaksi alkilasi Friedel-Crafts ternyata
diperoleh hasil utama isopropilbenzena sementara n-propilbenzena hanya merupakan hasil
minor. Hal ini disebabkan oleh adanya penataan ulang karbokation n-propil menjadi
karbokation isopropil yang lebih stabil, sehingga akhirnya diperoleh isopropilbenzena
sebagai hasil utama. Masalah tersebut dapat dipecahkan dengan menerapkan reaksi asilasi
Friedel-Crafts, yaitu dengan mereaksikan benzena dengan propanoil klorida (katalis AlCl3).
O
O
AlCl3 C + HCl
+ CH3 CH2 C CH2CH3
Cl 80oC
etil fenil keton
21 103
berlangsung lebih cepat daripada reaksi yang melewati keadaan transisi yang kurang stabil
(Ea lebih tinggi). Langkah penentu laju reaksi pada sebagian besar reaksi subtitusi elektrofilik
pada benzena yang tersubtitusi adalah langkah yang mengahsilkan ion benzenonium. Jika
substituen dinyatakan dengan S, maka ion benzenonium yang terbentuk oleh serangan
elektrofil E+ dapat dituliskan sbb:
S S S
+
+ E+
E + H
+
E H
keadaan transisi ion benzenonium
Dengan cara penulisan tersebut diatas berarti bahwa S dapat berposisi orto, meta atau
para terhadap elektrofil E. Laju reaksi yang diakibatkan oleh adanya S tergantung apakah S
menarik atau mendorong elektron. Jika S gugus pendorong elektron maka reaksi berlangsung
lebih cepat daripada benzena. Sebaliknya jika S gugus penarik elektron maka reaksi berjalan
lebih lambat.
S S S
Reaksi lebih
+ E+ + cepat
+
+
E H E H
S pendorong keadaan transisi ion benzenonium
Elektron lebih stabil lebih stabil
S S S
Reaksi lebih
+ E+ + lambat
+
E +
H E H
S penarik keadaan transisi ion benzenonium
Elektron kurang stabil kurang stabil
2. Teori Orientasi
Faktor yang dapat mentukan orientasi sifat-sifat gugus penarik dan pendorong
elektron dalam reaksi substitusi senyawa aromatik yaitu: efek induksi dan resonansi. Efek
induksi adalah efek yang diakibatkan oleh perbedaan keelektronegatifan antara dua atom
atau gugus. Contohnya, atom halogen lebih elektronegatif daripada atom karbon sehingga
halogen memberikan efek induksi menarik elektron. Disamping itu terdapat gugus-gugus
lain yang memberikan efek induksi karena adanya muatan positif atau parsial positif pada
atom yang terikat pada inti benzena.
+ -
S (S = F, Cl, Br)
22 104
-
X O O-
+ ↑+ - ∕∕ │
→―NR3 ( R = alkil atau H) →―C →― X→― N+ →―S―OH
↓ | ║
X- O- O
O O-
║ │
→―C―G ↔ →―C+―G (G = H, R, OH atau OR)
Efek menarik atau mendorong elektron dari suatu gugus melalui ikatan pi dinamakan
efek resonansi. Contohnya, subtituen-subtituen nitro, siano dan karbonil bersifat pendeaktif
karena menyebabkan bergesernya elektron pi pada inti benzena kearah subtituen tersebut.
Akibatnya, inti benzena menjadi tuna elektron. Struktur-struktur resonansi untuk
nitrobenzena dan benzaldehida digambarkan sbb:
_ _ _
O O O
O
+
N+ N+ N+
N
+ +
O _ O _ O _
O _
Nitrobenzena
_ _ _
O O O
O
+
C C
C C
+ +
H H
H H
Benzaldehida
+ +
+ NR2
NR2 NR2 NR2
_
_
23 105
dengan mengakibatkan keadaan transisi yang mengarahkan pada pembentuka ion arenium
yang sanagat tidak stabil. Gugus ini menarik elktron dari karbokation yang terbentuk
sehingga menambah muatan posistif pada inti benzena.
+
CF3 +
CF3 +
CF3
+ E+ +
+
+
E H E H
Trifluorometilbenzena keadaan transisi ion benzenonium
Serangan meta:
CF3 CF3 + CF3 CF3
+ E+ +
+
E H E H E
H
Serangan para:
CF3 CF3 CF3 CF3
+ +
+ E+
E E E +
H H H
sangat tidak
stabil
Pada struktur-struktur resonansi ion arenium yang terbentuk oleh serangan orto dan
para terlihat bahwa salah satu struktur penyumbangnya sangat tiadak stabil, karena muatan
positif berada pada atom karbon inti yang mengikat gugus penarik elektron. Hal serupa tidak
dijumpai pada serangan meta. Dengan demikian dapat disimpulkan bahawa ion arenium
yang dibentuk oleh serangan meta paling stabil yang berarti bahawa serangan meta melalui
keadaan transisi yang lebih stabil pula. Hasil eksperimen menunjukkan bahawa gugus –CF 3
adalah pengarah meta yang kuat.
24 106
CF3
CF3
H2SO4
+ HNO3
NO2
Trifluorometilbenzena (~ 100%)
NH2 OH Cl NHCOCH3
lebih stabil
Serangan meta:
25 107
NH2 NH2 NH2
NH2
+ +
+ E+ E E
E
+
H H H
Serangan Para:
NH2 NH2 NH2
+ NH2 NH2
+
+ E+
+ +
E H H E H E E H
lebih stabil
Terdapat empat struktur resonansi pada ion benzenonium hasil serangan orto dan
para, sedangkan dari serangan meta hanya tiga struktur resonansi. Hal ini menunjukkan
bahwa ion benzenonium hasil serangan orto dan para lebih stabil. Tetapi hal yang lebih
penting adalah kestabilan struktur-struktur penyumbang hibrida ion benzenonium hasil
serangan orto dan para. Diantara struktur-struktur penyumbang tersebut ada yang memiliki
ikatan ekstra yang terbentuk dari pasangan elektron bebas pada nitrogen dengan atom
karbon inti. Struktur ini sangat stabil karena semua atom (kecuali atom H) memiliki elektron
oktet (delapan elektron). Kestabilan struktur-struktur penyumbang tersebut menyebabkan
kontribusinya terhadap hibrida resonansi lebih besar. Hal ini berarti bahwa ion benzenonium
yang terbentuk dari serangan orto dan para lebih stabil daripada serangan meta. Akibatnya
elektrofil bereaksi dengan cepat pada posisi orto dan para.
Halogen termasuk kelompok gugus pengarah orto-para, tetapi gugus ini
mendeaktifkan inti. Kekhususan pada halogen ini dapat dijelaskan dengan asumsi bahwa
efek induksinya mempengaruhi kereaktifan dan efek resonansinya menentukan orientasi.
Pada senyawa klorobenzena, karena atom klor sangat elektronegatif maka diperkirakan
terjadi penarikan elektron pada inti benzena dan karena itu mendeaktifkan inti benzena
dalam reaksi subtitusi elektrofilik.
Cl
Jika klorobenzena diserang elektrofil, atom klor akan menstabilkan ion benzenonium
yang terbentuk pada serangan orto dan para. Klor memberikan pengaruh seperti yang terjadi
pada gugus amino dan hidroksi, dengan cara menyumbangkan sepasang elektron bebasnya,
untuk meningkatkan kestabilan struktur-struktur resonansi bagi hibrida ion benzenonium
hasil serangan orto dan para.
Serangan orto:
26 108
Cl Cl Cl Cl
+ Cl
H H
+ H H
+ E+ E
+ E E E
+
lebih stabil
Serangan meta:
Cl Cl Cl Cl
+ +
+ E+ E E
E
+
H H H
Serangan Para:
Cl Cl Cl
+ Cl Cl
+
+ E+
+ +
E H H E H E E H
lebih stabil
Pada langkah pembentukan ion benzenonium, energi pengaktifan alkil benzena lebih
rendah daripada benzena sehingga reaksi pada alkil benzena berlangsung lebih cepat.
Jika serangan orto-meta dan para lewat reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa
toluena, menghasilkan struktur-struktur resonansi ion benzenonium sebagai berikut:
Serangan orto :
27 109
CH3 CH3 CH3 CH3
H H
+ H
+ E+ E
+ E E
+
lebih stabil
Serangan meta :
+ +
+ E+ E E
E
+
H H H
Serangan para :
+
+ E+
+ +
E H H E H E
lebih stabil
Pada serangan orto dan para terdapat satu struktur resonansi dimana gugus metil
terikat langsung pada atom yang bermuatan positif, dan bersifat lebih stabil karena pengaruh
stabilisasi gugus metil (gugus pendorong elektron) paling efektif. Struktur tersebut
memberikan konstribusi hibrida ion benzenonium yang terbentuk oleh serangan orto dan
para, sedangkan pada serangan meta, tidak demikian. Ion benzenonium yang terbentuk oleh
serangan orto dan para lebih stabil, maka keadaan transisi yang mengarahkan
kepembentukan ion benzenonium memerlukan energi lebih rendah sehingga reaksi
berlangsung lebih cepat.
4.2.2 Latihan
Untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi kegiatan belajar 2,
kerjakanlah latihan berikut!
1. Jelaskan mengapa reaksi nitrasi berlangsung lebih cepat dalam campuran asam sulfat
pekat dan asam nitrat pekat daripada dalam asam nitrat pekat saja. Diketahui bahwa
harga rKa asam sulfat dan asam nitrat berturut-turut adalah -9,0 dan -1,3.
2. Reaksi antara neopentil klorida, (CH3)3CCH2Cl dengan benzena dan berkatalis aluminium
klorida akan diperoleh hasil utama 2-metil-2-fenil butana dan bukan neopentil benzena,
jelaskan mengapa demikian ?
3. Tuliskan mekanisme reaksi dari benzena bereaksi dengan n-propanol dengan katalis
boron trifluorida, diperoleh produk isopropilbenzena.
4. Serangan elektrofil pada posisi orto, meta dan para dari benzaldehida akan membentuk
struktur-struktur resonansi ion arenium. Tuliskan semua strukturnya dan tunjukkan
struktur penyumbang yang tidak stabil!
28 110
5. Gugus hidroksil pada fenol bersifat pengaktif dan pengarah orto-para. Jelaskan mengapa
demikian. Uraikan dengan menuliskan ion benzonium yang terbentuk oleh serangan
elektrofil Br+ terhadap fenol pada posisi orto, meta dan para.
6. Senyawa bifenil (CH6CH5-CH6CH5) mengalami nitrasi lebih cepat daripada benzena dan
diperoleh hasil utama 1-nitro-2-fenilbenzena dan 1-nitro-4-fenilbenzena? Jelaskan
mengapa demikian.
4.2.4 Rangkuman
Mekanisme ion arenium umumnya berlaku pada reaksi substitusi elektrofilik pada
senyawa aromatik. Mekanisme ion arenium berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama
sebagai tahap penentu laju reaksi merupakan tahap pembentukan ion arenium yang
dihasilkan dari serangan elektrofil pada inti benzena. Tahap kedua yang berlangsung cepat
merupakan tahap lepasnya gugus pergi yang pada umumnya berupa proton.
Orientasi dan kereaktifan dalam substitusi elektrofilik dipengaruhi oleh adanya
substituen yang terikat pada inti benzena. Orientasi dan kreaktifan tersebut dikendalikan oleh
dua faktor yaitu; efek induksi dan efek resonansi. Substituen yang berbeda menunjukkan
reaksi yang berbeda tergantung pada pengarahan dan kekuatan kedua faktor tersebut.
Efek substituen dalam reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa aromatik dapat
diringkaskan sebagai berikut :
a. Gugus alkali, memberikan efek induksi penarik elektron sedang dan tidak ada efek
resonansi. Hasilnya, gugus-gugus alkil bersifat pengaktif dan pengarah orto-para.
b. Gugus hidroksi dan gugus amino (dan turunannya), memberikan efek induksi penarik
elektron sedang. Hasilnya gugus-gugus ini bersiafat pengaktif dan pengarah orto-para.
c. Halogen, memberikan efek induksi penarik elektron kuat dan efek resonansi pendorong
elektron sedang. Hasilnya halogen bersifat pendeaktif dan pengarah orto-para.
29 111
d. Gugus-gugus nitro, siano, karbonil dan gugus-gugus serupa memberikan efek resonansi
penarik elektron kuat dan efek induksi juga penarik elektron kuat. Hasilnya gugus-gugus
tersebut bersifat pendeaktif dan pengarah meta.
Adanya gugus pengaktif akan meningkatkan laju reaksi substitusi elektrofilik dan
sebaliknya gugus pendeaktif menurunkan laju reaksi.
2) Gugus apakah yang diikat oleh inti benzena bila akan membentuk ion benzenonium
3) Senyawa apakah yang dibentuk oleh reaksi nitrasi terhadap benzena
4) Manakah urutan yang paling tepat tentang kreaktifan senyawa-senyawa berikut terhadap
substitusi elektrofilik
A. fenol > toluena > benzena > benzaldehida
B. toluena > fenol > benzena > benzaldehida
C. benzaldehida > fenol > toluena > benzena
D. fenol > benzaldehida > toluena > benzena
Rumus:
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan = ----------------------------------------------- X 100%
10
30 112
Apabila tingkat penguasaan Anda mencapai 80 % ke atas, bagus! Anda cukup
memahami Kegiatan Belajar 1. Anda dapat meneruskan Kegiatan Belajar 2. Tetapi bila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80 %, Anda harus mengulangi Kegiatan Belajar 1,
terutama bagian yang belum Anda kuasai.
Tes Formatif 1
1. Kereaktifan senyawa alifatik dalam reaksi substitusi elektrofilik ditentukan oleh
kemudahannya melepaskan gugus pergi. Gugus pergi pada reaksi substitusi elektrofilik
adalah proton atau ion positif.
2. SE1 terdiri dari dua tahap yaitu, 1) lepasnya gugus pergi membentuk karbonion sebagai
tahap penentu laju reaksi, dan 2) penggabungan karbonion dengan elektrofil membentuk
produk.
3. Mekanisme SE2 merupakan mekanisme satu langkah dengan pengertian bahwa lepasnya
gugus pergi dan serangan elektrofil terjadi bersamaan, sehingga laju reaksi dipengaruhi
oleh konsentrasi substrat dan elektrofil.
4. Dalam mekanisme SE2 (depan) elektrofil menyerang substrat dari arah yang sama dengan
kedudukan gugus pergi sehingga produk yang terbentuk mempunyai konfigurasi yang
sama dengan konfigurasi substrat.
5. Jika reaksi substitusi elektrofilik terjadi pada substrat alilik dimungkinkan terjadinya
penataan ulang pada produk yang terbentuk.
6. Kereaktifan substrat alifatik dalam mekanisme SE2 (belakang) seperti halnya pada
mekanisme SN2 yaitu semakin besar gugus alkil (keruahan makin tinggi) semakin besar
pula halangan steriknya.
7. Ion deuterium (D’) tidak dapat segara menyerang alkana karena pada alkana tidak
terdapat pasangan elektron bebas.
8. Pada reaksi tersebut terjadi substitusi gugus –MgBr oleh hidrogen. Jadi gugus perginya
adalah MgBr+ dan elektrofilnya adalah H+.
9. Hidrokarbon aromatik yang sifat keasamannya paling tinggi adalah Ar3CH karena
karbonion yang dihasilkan oleh lepasnya proton paling stabil (ada tiga gugus fenil yang
membantu menyebarkan muatan negatif).
10. Fungsi katalis piridina dalam reaksi antara senyawa organomerkuri dengan brom adalah
mempermudah pembelahan heterolitik molekul brom.
Tes Formatif 2
1. Mekanisme yang paling umum dijumpai pada reaksi substitusi elektrofilik senyawa
aromatik adalah mekanisme ion arenium, meskipun dikenal mekanisme lain yang jarang
dijumpai yaitu mekanisme SE1.
2. Ion benzenonium (bermutan positif) adalah ion yang terbentuk jika inti benzena mengikat
elektrofil (spesies bermuatan positif).
3. Pada reaksi nitrasi terjadi pengikatan gugus nitro oleh inti benzena membentuk senyawa
nitrobenzena.
4. Jika benzena mengikat substituen pengaktif meningkatkan kreaktifannya terhadap
substitusi elektrofilik dan sebaliknya substituen pendeaktif menurunkan kereaktifann.
Gugus –OH (pada fenol) merupakan gugus pengaktif kuat dan gugus metil pada toluena
pengaktif lemah, sedangkan gugus karbonil adalah gugus pendeaktif.
31 113
5. Ion nitronium adalah ion yang terbentuk jika asam nitrat yang telah terprotonasi
melepaskan molekul air.
6. Semua gugus pengarah meta mempunyai muatan positif (atau parsialpositif) pada atom
yang terkait langsung dengan inti benzena. Gugus-gugus lain adalah pengarah orto-para.
7. Gugus –CF3 dan –NR3 mendeaktifkan inti secara induksi saja, sedangkan gugus – OH
bersifat pengaktif.
8. Gugus amino pada anilina merupakan gugus pengarah orto-para. Pada reaksi sulfonasi
terjadi pengikatan gugus sulfonat (–SO3H) oleh inti benzena. Jadi senyawa yang terbentuk
adalah asam o-aminobenzena sulfonat dan asam p-aminobenzena sulfonat.
9. Senyawa yang diinginkan adalah senyawa turunan benzena yang mengikat dua
substituen yang berposisi meta. Oleh karena itu gugus pengarah meta harus dimasukkan
lebih dahulu.
10. Laju reaksi lebih cepat terjadi pada senyawa yang mengandung gugus pengaktif.
11. Laju reaksi substitusi paling cepat terjadi pada senyawa turunan benzena yang mengikat
gugus pangaktif. Pada reaksi alkilasi digunakan katalis asam Lewis. Katalis ini dapat
membentuk kompleks dengan gugus amino dan menjadikan gugus amino sebagai gugus
pendeaktif.
12. Pada reaksi ini terjadi penataan ulang karbokation dari sekunder menjadi tersier yang
lebih stabil. Jadi produk utama yang diperoleh adalah yang terbentuk dari serangan
karbokation yang lebih stabil.
Daftar Pustaka
1. Allinger, N. L. et. al, 1976., Organic Chemistry, 2nd edition, Worth Printing, Inc., New York
2. Eliel, E. I., 1981., Stereochemistry of Carbon Compounds, Tata Mc Graw-Hill Publishing
Company Ltd., New Delhi
3. H. Hart/Suminar Achmadi; (1987), Kimia Organik, Suatu Kuliah Singkat. Jakatra: Penerbit
Erlangga.
4. Morrison & Boyd, 1970., Organic Chemistry, 2nd. Ed., Worth Publishers, Inc.
5. R. J. Fessenden, J. S. Fessenden/ A. Hadyana Pudjaatmaka (1986). Kimia Organik,
(terjemahan dari Organic Chemistry, 3rd Edition), Erlangga, Jakarta
6. Solomons, T. W., 1982., Fundamentals of Organic Chemistry., John Willey & Sons. Inc.,
Canada.
7. Wahyudi/Ismono; (2000)., Kimia Organik 3, Depdikbud, Jakarta
32 114