Anda di halaman 1dari 15

TITRASI PEMBENTUKAN SENYAWA KOMPLEKS

Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks


(ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi
dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi
reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan
penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup
luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh
reaksi titrasi kompleksometri :
Ag+ + 2 CN- Ag(CN)2
Hg2+ + 2Cl- HgCl2
(Khopkar, 2002).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit
terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi
ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks
antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang
banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina
tetraasetat (dinatrium EDTA). Senyawa ini dengan banyak kation membentuk kompleks
dengan perbandingan 1 : 1, beberapa valensinya:
Kestabilan dari senyawa kompleks yang terbentuk tergantung dari sifat kation dan pH dari
larutan, oleh karena itu titrasi dilakukan pada pH tertentu.
Pada larutan yang terlalu alkalis perlu diperhitungkan kemungkinan mengendapnya
logam hidroksida.
Penetapan titik akhir titrasi digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat
membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator dan ion
logam harus lebih lemah dari pada ikatan kompleks antara larutan titer dan ion logam.
Larutan indikator bebas mempunyai warna yang berbeda dengan larutan kompleks indikator.
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan
ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi.
Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal
sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat
pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah
satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat

berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksilnya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per
molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA)
yang mempunyai dua atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang
dalam molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar
ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak
asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam,
yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam
larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang
ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba
dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan
indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya
mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut
indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T;
pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam
salisilat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002).
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adala
ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion
perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks peraksianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi
pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk
kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu
(Rival, 1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai
tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan
pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga
sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan
akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya
selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau
tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleksindikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin
agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke
kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas
dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus
sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi
sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan
dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T. Pada

pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh
Ca2+ dengan indikator murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan
penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen
maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil
dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat
diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan
kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA
distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).
Reaksi-reaksi yang melibatkan pembentukan kompleks dipergunakan oleh kimiawan
dalam prosedur titrimetrik maupun gravimetrik. Molekul yang bertindak sebagai ligan
biasanya memiliki atom elektronegatif, misalnya nitrogen, oksigen, atau salah satu dari
halogen. Ligan yang hanya mempunyai sepasang electron tak dipakai bersama, misalnya
NH3, dikatakan unidentat. Ligan yang mempunyai dua gugus yang mampu membentuk dua
ikatan dengan atom sentral dikatakan bidentat. Suatu contoh adalah etilendiamin
NH2CH2CH2NH2 dengankedua atom nitrogen mempunyai pasangan electron tak terpakai
bersama. Ion tembaga (II) membentuk kompleks dengan dua molekuletilendiamin
seperti berikut :
Cincin heterosiklik terbentuk oleh interaksi suatu ion logam dengan dua atau lebih
gugus fungsioanal dalam ligan dinamakan cincin khelat; molekul organiknya pereaksi
pembentuk khelat, dan kompleksnya dinamakan khelat atau senyawa khelat. Penggunaan
analitik didasarkan pada penggunaan pereaksi khelat sebagai titran untuk ion-ion logam telah
menunjukan pertumbuhan menarik.
Kompleksometri merupakan metoda titrasi yang pada reaksinya terjadi pembentukan
larutan atau senyawa kompleks dengan kata lain membentuk hash berupa kompleks. Untuk
dapat dipakai sebagai dasar suatu titrasi, reaksi pembentukan kompleks disamping harus
memenuhi persyaratan umum amok titrasi, make kompleks yang terjadi hams stabil. Titrasi
ini biasanya digunakan untuk penetapan kadar logam polivalen atau senyawanya dengan
menggunakan NaaEDTA sebagai titran pembentuk kompleks (Tim Penyusun, 1983).

Tabel. Kompleksometri
Logam

Ligan

Kompleks

Bilangan
koordinasi
Logam

Geometri

Reaktivitas

Ag+

NH3

Ag(NH3)2+

Liniar

Labil

HgC12

Liniar

Labil

Cu(NH3)42+

Tetrahedral

Labil

Hg

2+

Cu2+

Cl

NH3

Ni2+

CN-

Ni(CN)42-

Co2+

H2O

CO(H2O)62+

Co3+

NH3

Cr3+
Fe 3+

Labil

Persegi
planar
Oktahedral

Co(NH3)63+

Oktahedral

Inert

CN-

Cr(CN)63-

Oktahedral

Inert

CN-

Fe(CN)63-

Oktahedral

Inert

Labil

Hanya beberapa ion logam seperti tembaga, kobal, nikel, seng, cadmium, dan merkuri
(II) membentuk kompleks stabil dengan nitrogen seperti amoniak dan trine. Beberapa ion
logam lain, misalnya alumunium, timbale, dan bismuth lebih baik berkompleks dengan ligan
dengan atom oksigen sebagai donor electron. Beberapa pereaksi pembentuk khelat, yang
mengandung baik oksigen maupun nitrogen terutama efektif dalam pembentukan kompleks
stabil dengan berbagai logam. Dari ini yang terkenal ialah asam etilendiamintetraasetat,
kadang-kadang dinyatakan asam etilendinitrilo, dan sering disingkat sebagai EDTA :
Istilah chelon telah disarankan sebagai nama umum untuk seluruh golongan peereaksi,
termasuk poliamin seperti trine, asam poliamino karboksilat seperti EDTA, dan senyawa
sejenis membentuk kompleks 1:1 dengan ion logam, larut dalam air dan karenanya dapat
dipergunakan sebagai titran logam dan titrasinya disebut titrasi khelometrik.
Kilon praktis telah membuat suatu revolusi pada kimia analitik dari banyak unsur logam
dan merupakan hal yang sangat penting dalam banayak lapangan. Reaksi pengkomplekan
dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu molekul pelarut atau lebih yang
terkoordinasi dengan gugus-gugus nukleofilik lain, gugus yang terikat oleh pada ion pusat
disebut ligan. Ligan dapat berupa sebuah molekul netral atau sebuah ion bermuatan, ligan
dapat dengan baik diklasifikasi atas dasar banyaknya titik lekat kepada ion logam. Ligan
sederhanaseperti ion-ion halide atau molekul-molekul H 2O atau NH 3 adalah
monodentat, yaitu ligan yang terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh
penyumbangan atau pasangan elektron kepada logam, bila ion ligan itu mempunyai dua
atom, maka molekul itu mempunyai dua atom penyumbang untuk membentuk
dua ikatan koordinasi dengan ion logam yang lama, ligan itu disebut bidentat.
Ligan multidental mempunyai lebih dari dua atom koordinasi per molekul, kestabilan
termodinamik dari satu spesi merupakan ukuran sejaidi mana spesi iniakan terbentuk dari
spesi-spesi lain pada kondisi tertentu, jika sistem itiu dibiarkan mencapai kesetimbangan
(Vogel, 1994).
Ikatan pada EDTA, yaitu ikatan N yang bersifat basa mengikat ion H + dari ikatan
karboksil yang bersifat asam. Jadi dalam bentuk Ianitan pada EDTA ini terjadi reaksi
intra molekuler (maksudnya dalam molekul itu sendiri), maka rumus senyawa tersebut
disebut "zwitter ion". EDTA dijual dalam bentuk garam natriumnya, yang jauh lebih
mudah larut daripada bentuk asamnya (Syafei, 1998)

Reaksi pengkomplekan dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu molekul
pelarut atau lebih yang terkoordinasi dengangugus-gugus nukleofilik lain, gugus yang
terikat oleh pada ion pusat disebut ligan. Ligan dapat berupa sebuah molekul netral atau
sebuah ion bermuatan, ligan dapat dengan baik diklasifikasi atas dasar banyaknya titik lekat
kepada ion logam. Ligan sederhana seperti ion-ion halide atau molekul-molekul H 20 atau
NH3 adalah monodentat, yaitu ligan yang terikat pada ion logam hanya pada satu titik
oleh penyumbanganatau pasangan elektron kepada logam, bila ion ligan itu mempunyai
dua atom, maka molekul itu mempunyai dua atom penyumbang untuk membentuk
dua ikatan koordinasi dengan ion logam yang sama, ligan itu disebut bidentat.
Ligan multidentat mempunyai lebih dari dua atom koordinasi per molekul,
kestabilan termodinamik dari satu spesi merupakan ukuran sejauh mana spesi ini
akan terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi tertentu, jika sistern itu dibiarkan mencapai
kesetimbangan
Ligan dapat berupa suatu senyawa organik seperti asam sitrat,EDTA, maupun senyawa
anorganik seperti polifosfat. Untuk memperoleh ikatan metal yang stabil, diperlukan
ligan yang mampu membentuk cincin 5-6 sudut dengan logam misalnya
ikatan EDTAdengan Ca. Ion logam terkoordinasi dengan pasangan electron dari atomatom N-EDTA dan juga dengan keempat gugus karboksil yangh terdapat pada
molekul EDTA (Winarno, 1982).
Ligan dapat menghambat proses oksidasi, senyawa ini merupakan sinerjik anti oksidan
karena dapat menghilangkan ion-ion logam yang mengkatalisis proses oksidasi (Winarno,
1982).
1. Titrasi Khelometrik
EDTA merupakan ligan seksidentat yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi dengan ion
logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan empas gugus karboksil. Dalam hal-hal lain,
EDTA mungkin bersikap sebagai suatu ligan kuinkedentat atau kuadridentat yang mempunyai
satu atau dua gugus karboksilnya bebas dari interaksi yang kuat dengan logamnya. Untuk
memudahkan, bentuk asam EDTA bebas sering kali disingkat H4Y. Dalam larutan yang cukup
asam, protonasi sebagian dari EDTA tanpa kerusakan lengkap dari kompleks iogam mungkin
terjadi, yang menyebabkan terbentuknya zat seperti CuHY -; tetapi pada kondisi biasa semua
empat hidrogen hilang, apabila ligan dikoordinasikan dengan ion logam. Pada harga-harga
pH sangat tinggi, ion hidroksida mungkin menembus lingkungan koordinasi dari logam dan
kompleks seperti Cu(OH) Y3- dapat terjadi.
2. Efek Kompleks
Zat-zat lain dari titran kilon yang mungkin ada dalam larutan ion logam dapat membentuk
kompleks dengan logamnya dan dengan demikian bersaing dengan reaksi titrasi yang
diinginkan. Sebenarnya pembentukan kompleks demikian kadang-kadang dengan
pertimbangan digunakan untuk mengatasi interferensi, yang dalam hal ini efek dari
pengompleks disebut penutupan. Dengan ion-ion logam tertentu yang dengan mudah

terhidrolisa, mungkin perlu untuk menambahkan ligan pengompleks agar mencegah


pengendapan hidroksida logam. Jika tetapan stabilitas untuk semua kompleks diketahui,
maka efek pembentukan kompleks terhadap reaksi titrasi EDTA dapat dihitung.
3. Efek Hidrolisa
Hidrilisa ion logam mungkin bersaing dengan proses titran khelometrik. Peningkatan pH
membuat efek ini lebih jelek dengan penggeseran kekeseimbangan yang benar dari jenis
M2+ + H2O M(OH)+ H+
Hidrolisa
secara
ekstensif
dapat
mengakibatkan
pengendapan
hidroksida
yang hanya bereaksi dengan EDTA secara perlahan-lahan, bahkan apabilapertimbanganpertimbangan keseimbangan menguntungkan pembebtukkankhelonat logam. Sekali pun
seringkali tetapan hidrolisa yang cocok untuk ion-ion logam tidak tersedia, dan karenanya
pengaruh ini sering tidak dapat dihitung dengan teliti.
4. Cara-cara Titrasi EDTA
Titrasi secara khelatometri telah dilakukan dengan baik terhadap semua kation biasa.
Jenis-jenis titrasinya adalah :
a. Titrasi langsung, dapat dilakukan terhadap sedikitnya 25 kation dengan menggunakan indicator
logam. Pereaksi pembentukan kompleks, seperti sitrat dan tartrat, sering ditambahkan untuk
pencegahan endapan hidroksida logam. Buffer NH3-NH4Cl dengan pH 9 sampai 10 sering
digunakan untuk logam yang membentuk kompleks dengan amoniak (Underwood, 1994).
b. Titrasi kembali, digunakan apabila reaksi antara kation dengan EDTA lambat atau apabila
indicator yang sesuai tidak ada. EDTA berlebih ditambahkan berlebih dan yang bersisa
dititrasi dengan larutan standar Mg dengan menggunakan calmagnite sebagai indicator.
Kompleks Mg-EDTA mempunyai stabilitas relative rendah dan kation yang ditentukan tidak
digantikan dengan magnesium. Cara ini dapat juga untuk menentukan logam dalam endapan,
seperti Pb di dalam PbSO4 dan Ca dalam CaSOa (Underwood, 1994).
c. Titrasi substitusi, berguna bila tidak ada indicator yang sesuai untuk ion logam yang
ditentukan. Sebuah larutan berlebih yang mengandung kompleks Mg-EDTA ditambahkan dan
ion logam, misalnya M2+, menggantikan magnesium dari kompleks EDTA yang relative
lemah itu (Underwood, 1994).
d. Titrasi secara tidak langsung, beberapa jenis telah dilaporkan, antara lain penentuan sulfat
dengan menambahkan larutan baku barium berlebihan dan menitrasi kelebihan tersebut
dengan EDTA. Juga pospat sudah ditentukan setelah pengendapan sebagai MgNH4PO4 yang
tidak terlalu sukar lanrt lalu menitrasi kelebihan Mg (Underwood, 1994).
e. Cara titrasi alkalimetri, dengan menambahkan larutan Na2H2Y berlebihan kepada larutan
analat yang bereaksi netral. Ion hydrogen yang dibebaskan dititrasi dengan larutan baku basa.
(Underwood,1994)
5. Kestabilan Kompleks

Kestabilan
suatu
kompleks
jelas
akan
berhubungan
dengan
(a)
kemampuan mengkompleks dari ion logam yang terlihat, dan (b) dengan cirri khas ligan
itu, yang penting untuk memeriksa faktor-faktor ini dengan singkat.
(a) Kemampuan mengkompleks logam-logam digambarkan dengan baik menurut klasifikasi
Schwarzenbach, yang dalam ganis besarnya didasarkan atas pembagian logam menjadi asam
lewis (penerima pasangan electron) kelas A dan kelas B. Logam kelas A dicirikan oleh larutan
afinitas (dalam larutan air) terhadap halogen, dan membentuk kompleks yang paling stabil
engan anggota pertama grup table berkala. Kelas B lebih mudah berkoordinasi dengan
I- daripada dengan fdalam larutan air dan membentuk kompleks terstabil dengan atom
penyumbang kedua dari masing-masing grup itu yakni Nitrogen, Oksigen, dan F, Cl, C,
P.
Konsep asam basa keras dan lunak adalah berguna dalam menandai ciri-ciri perilaku
penerima pasangan electron kelas A dan kelas B (Vogel, 1994).
(b) Ciri-ciri khas ligan, dapat mempengaruhi kestabilan kompleks diman aligan itu terlibat,
adalah (i) kekuatan basa dari ligan itu, (ii) sifat-sifat penyepitan, jika ada, dan (iii) efek-efek
sterik (ruang). Efek sterik yang paling umum adalah efek oleh adanya suatu gugusan besar
yang melekat pada atau berada berdekatan dengan atom penyumbang. (Vogel, 1994).
6. Indikator Logam
Indikator logam adalah suatu indicator terdiri dari suatu zat yang umumnya senyawa
organic yang dengan satu atau beberapa ion logam dapat membentuk senyawa kompleks
yang warnanuya berlainan dengan warna indikatornya dalam keadaan bebas. Warna indicator
asam basa akan tergantung, pada pH larutannya, sedangkan warna indicator logam sampai
batas tertentu bergantung pada pM. Oleh karena itu indicator logam sering disebut sebagai
"pM-slustive indicator" atau metalochrome-indikator (syafei, 1998).
Beberapa macam indicator logam yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Eriochrome Black T
Eriochrome Black T merupakan indikator kompleksometri yang merupakan bagian dari titrasi
kompleksometri, misalnya dalam proses penentuan kekerasan air. Ini adalah dye.It azo juga
dikenal sebagai ET-00. Dalam bentuk terprotonasi nya, Eriochrome Black T biru. Ternyata
merah ketika membentuk kompleks dengan kalsium, magnesium, atau ion logam lainnya.
Rumus kimianya dapat ditulis sebagai HOC10H6N = NC10H4 (OH) (NO2) SO3Na.
Eriochrome Black T adalah biru, tapi ternyata merah di hadapan logam.
Ketika digunakan sebagai indikator dalam titrasi EDTA, akhir biru karakteristik titik-tiba saat
EDTA memadai telah ditambahkan dan membentuk kompleks ion logam dengan EDTA

bukan Eriochrome.Eriochrome Black T juga telah digunakan untuk mendeteksi keberadaan


logam tanah .
H2In- HIn2- pKa= 6,3
biru
HIn2- In3- pKa= 11,6
jingga kekuningan

Kelemahan indikator ini, tak stabil dalam larutan,sehingga larutan tidak dapat disimpan lama

b. Murexide

Kelat Murexide dengan logam berwarna merah muda dan indikator bebasnya berwarna ungu.
Seperti halnya Calcon, Murexide sangat cocok untuk titrasi penetapan Ca pada pH tinggi, pH
11-13 tanpa gangguan ion Mg++. Perubahan warnanya dari warna merah muda menjadi
ungu. Disini tidak diperlukan Masking Agent untuk menentukan kesadahan Ca karena ion
Mg dan logam lainnya tidak menggangu pada pH diatas 11. Logam-logam tadi mengendap
dalam bentuk hidroksida.

c.

Xylanol Orange (XO)

Indikator ini dibuat dengan mereaksikan o-kresolsulfonftalein dengan formaldehid dan asam
iminodiasetat,
sehingga
diadisikan
satu
atau
dua
gugus
pengkelat.
Sebagai Indikator asam-basa, Xylenol orange berwarna kuning lemon dalam larutan asam
(pH < 5,4) dan merah pada pH 5,5 7,4. Sedangkan kelat indikator logam berwarna violet
atau merah. Indikator ini dipakai pada pH rendah (< 5,4) atau dalam HNO3 0,2 M untuk
titrasi kelat EDTA yang kuat. Misal untuk Bi dan Th sevara langsung pada pH 1,5 3,0 dan
tak langsung untuk Zr dan Fe (III).

d. Calmagite

Calmagite merupakan indikator kompleksometri digunakan dalam kimia analitik untuk


mengidentifikasi keberadaan ion logam dalam larutan. Seperti dengan ion logam calmagite
indikator lain akan berubah warna saat itu pasti akan ion. Calmagite akan merah anggur bila
terikat pada ion logam dan mungkin biru, merah, atau oranye jika tidak terikat pada ion
logam. Calmagite sering digunakan dalam hubungannya dengan EDTA, bahan pengikat kuat
logam.
Seperti halnya Erio T, calmagite mengkompleks banyak ion logam. Daerah kerjanya
mencakup pH 8,1 12,4 dan warna indikator bebasnya biru. Larutan Calmagite stabil, tetapi
dalam hal-hal lain sifatnya sama dengan Erio T, antara lain mengalami blocking oleh Cu, Ni,
Fe (III), dan Al. Sifat asam basa Calmagite dapat disajikan secara ringkas sebagai berikut :
pH pH
H2Ind- Hind= Ind3- 8,1 12,4

(merah) (Biru) (Jingga)

e.

Arsenazo I
Indikator ini dipakai untuk Ca maupun Mg, sehingga dalam titirasi Ca ++tidak perlu
penambahan Mg++. Selain itu, keuntungan besar ialah, indikator ini tidak diblock oleh Cu (II)
dan Fe (III) dalam jumlah kecil. Keuntungan lain bereaksi cepat sehingga perubahan warna
juga cepat.
Arsenazo I merupakan indikator jitu untuk titrasi logam alkali tanah dan Th (IV) dengan
EDTA.

f.

NAS
Warna NAS merah-violet dalam larutan yang sangat asam dan merah-jingga pada pH 3,5
keatas. Daerah kerja NAS kira-kira pH 3 9. Kelatnya dengan Cu, Zn, dan Pb berwarna
kuning pucat, dan dengan beberapa ion logam lain kuning atau jingga pucat.
Penggunaan NAS cukup luas dan dianjurkan untuk tittrasi Cu, Co (II), Cd, Ni, Zn,.Al, dan
beberapa kation lain dengan EDTA. Dalm banyak penggunaannya, perlu atau membantu
sekali ditambahkan sedikit Cu (II) supaya bereaksi dengan indikator. Indikator-Cu ini baru
terurai kembali bila titrasi sudah selesai. Penambahan Cu (II) mendekati akhir titrasi, tanpa
Cu pun tampak perubahan warna dari jingga menjadi merah.
g. Pyrocatechol Violet

Indikator ini asam berbasa tiga, tetapi karena ion H+ pertama mengion hampir sempurna,
hanya dalam keadaan asam sekali terdapat dalam bentuk molekul bebas dengan warna merah.
Antara pH 2 dan 6 karena pengionan SO3H, berwarna kuning, antara pH 7 10 violet dan
diatas pH 10 warna purpur. Kebanyakan kelat logamnya berwarna biru, sehingga baik dipakai
pada pH 2 dan 6. Dengan indikator ini dapat ditentukan campuran Bi-Pb dengan jalan
menitrasi pertama pada pH 2 untuk Bi , terjadi warna biru menjadi kuning dan pH dinaikkan
menjadi 5, titirasi dilanjutkan untuk Pb dengan perubahan warna dari biru menjadi kuning.
h.

Calcon

Calcon merupakan garam natrium dari Eriochrom Blue Black R, yang disebut juga
Pontachrome Blue Black R. Molekul indikator yang netral, H3In, berwana hijau dan hanya
terdapat dalam larutan asam kuat. Pada pH 7 warna menjadi merah sampai pH 10, lalu biru
sampai pH 13,5 dan diatas itu jingga.
Kelat calcon dengan logam berwarna merah dan sangat cocok untuk titrasi Ca pada pH 12,5
13 tanpa terganggu oleh Mg. Perubahan warna pada titik akhir titrasi dari warna merah ke
biru murni. Dengan indikator ini kesadahan air oleh Ca saja dapat ditentukan.

Indikator yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah:


a.

Hitam eriokrom

Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8 -10
senyawa ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu
sendiri berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12.
Umumnya titrasi dengan indikator ini dilakukan pada pH 10.
b. Jingga xilenol
Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana
alkali. Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada titrasi
dalam suasana asam.
c. Biru Hidroksi Naftol

Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH 12 13


dan menjadi biru jernih jika terjadi kelebihan edetat.
Titrasi kompleksometri umumnya dilakukan secara langsung untuk logam yang dengan cepat
membentuk senyawa kompleks, sedangkan yang lambat membentuk senyawa kompleks
dilakukan titrasi kembali.
7. Indikator untuk Titrasi Khelometrik
Pada dasarnya indikator metalokhromik merupakan senyawa organik berwama, yang
membentuk khelat dengan ion logam. Khelatnya harus mempunyai warna lain dari warana
indikator bebasnya, dan jika suatu kosong indikator harus dihindari dan titik akhir yang
tajam diperoleh, maka indicator harus melepaskan ion logamnya kepada titran EDTA pada
suatu harga pM sangat dekat dengan titik ekivalen. Indicator metalokhromik biasa juga
mempunyai sifat asam-basa dan tanggap sebagai indikator pH maupun sebagai indikator
terhadap PM.

Tetapan setimbang ionisasi diatas akan menentukan trayek pH dimana terjadi perubahan
warna yaitu kurang lebih antara pKln-1 hingga pKln+1. Indikator digunakan untuk
menentukan titik akhir titrasi. Pemilihan indikator tergantung kekuatan asam atau basa yang
akan ditentukan. Penggunaan suatu indikator yang tepat dan benar dapat menentukan
hasilnya. Indikator akan berubah secara beraturan sehingga diperoleh jarak perubahan
warna antar pH rendah sampai pH tinggi.
Dalam percobaan akan dipelajari cara pemilihan yang tepat untuk penetapan secara
asidimetri dan alkalimetri dengan menggunakan larutan asam dan basa. Alkalimetri adalah
analisis volumetri yang berdasarkan pada banyaknya mL larutan asam yang diperlukan dan
diketahui konsentrasinya (sebagai penitar) untuk menetralkan suatu larutan basa sehingga
dapat diketahui konsentrasinya. Sebaliknya jika penitarnya adalah larutan basa maka
disebut asidimetri.

Alat
1.
2.
3.
4.

Buret
Erlenmeyer
Statip
Pipet ukur

Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

HCl 0, N
NaOH 0,1 N
CH3COOH 0,1 N
NH4OH 0,1 N
Indikator fenolftalin (PP)
Bromotymol blue (BT)
Merah metil (MM)
Metil orange (MO)

Cara

Kerja

Titrasi Asam Kuat dan Basa Kuat


1.
Masukkan sebanyak 25 mL HCl kedalam erlenmeyer 100 mL.
2.
Tambahkan indikator fenolftalin (PP) 2-3 tetes.
3.
Titrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
larutan (dilakukan 3 kali).
4.
Diulangi cara nomer 1 sampai 3 dengan mengganti indikator bromo tymol
blue (BT), merah metil (MM) dan metil orange (MO).
Titrasi Asam Lemah dan Basa Kuat
Cara sama dengan dengan nomer 1 diatas hanya HCl 0,1 N diganti dengan
CH3COOH 0,1 N.
Titrasi Basa Lemah dengan Asam Kuat
Cara sama dengan nomer 1 diatas hanya NaOH 0,1 N diganti dengan NH4OH 0,1
N yang dititrasi dengan menggunakan HCl 0,1 N.

Pembahasan
Titrasi merupakan cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu

dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya dan mengukur


volumenya secara pasti. Bila titrasi menyangkut titrasi asam basa maka disebut dengan
titrasi adisi-alkalimetri. Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran.
Jika asam ditetesi basa maka pH larutan naik sebaliknya jika larutan basa ditetesi asam
maka pH larutan akan turun. Pada proses titrasi asam basa ini penentuannya menggunakan
indikator juga. Sedangkan indikator adalah senyawa yang peka terhadap perubahan pH.
Didalam proses titrasi terdapat 2 istilah penting untuk penentuan yaitu titik ekuivalen dan titik
akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah keadaan dimana jumah mol asam tepat habis bereaksi
denga jumlah mol basa. Sedangkan titik akhir titrasi adalah titik dalam titrasi yang ditandai
dengan perubahan warna indikator.
Indikator digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi. Pemilihan indikator tergantung
kekuatan asam dan basa yang ditentukan. Penggunaan suatu indikator yang tepat dan
benar dapat menentukan hasilnya. Indikator akan berubah secara beraturan sehingga
diperoleh jarak perubahan warna antara pH rendah sampai pH tinggi. Berikut range pH
masing-masing indikator yanga digunakan dalam praktikum ini:
Indikator
Fenolftalin (PP)
Bromotymol
blue
(BT)
Metil merah (MM)
Metil orange (MO)
3,1-4,4

Trayek
8,3-10,0
6,0-7,6
4,5-5,2
merah-kuning

pH

Perubahan warna
bening-merah muda
kuning-biru
merah-hijau

Hasil praktikum menunjukkan bahwa pada titrasi asam kuat dan basa kuat didapat hasil bila
indikator yang mendekati titik ekuivalennya yaitu 7 adalah indikator fenolftalein dengan nilai
pH=3,3. Rentang yang sangat jauh ditimbulkan antara pH setelah titrasi dengan titik
ekuivalennya disebabkan oleh faktor kesalahan pada saat melakukan titrasi seperti
kelebihan larutan titrasn sehingga menimbulkan kesalahan data. Hal lain yang mungkin
terjadi karena konsentrasi arutan standar yang dipakai kurang tepat. Dan kalau
dibandingkan dengan trayek pH secara teori seharusnya indikator PP bersifat basa tetapi
pada hasil percobaan bersifat asam yaitu 3,3, padahal trayek sesungguhnya antara 8,310,0. Warna perubahan dari indikator PP ini awa mulanya sebelum dititrasi berwarna bening,
namun setelah dititrasi berwarna merah muda, hal ini sesuai dengan teori yang sudah ada.
Untuk titrasi asam lemah dan basa kuat didapat hasil bila indikator yang mendekati titik
ekuivalennya yang sebesar 8,07 adalah indikator PP yaitu sebesar 6,7407. Hasil percobaan
juga belum sesuai dengan trayek pH pada teori yaitu antara 8,3-10,0, tetapi hampir
mendekati trayek teori. Hal ini dapat disebabkan karena kesalahan pada saat melakukan
titrasi, kekurang telitian sehingga kemungkinan meebihi dari titik akhir titrasi.
Hal lain yang mungkin terjadi adalah konsentrasi larutan standar yang kurang tepat.
Kesalahn pada penentuan warna perubahan juga mempengaruhi hasil yang didapat dari
proses titrasi ini seperti pada percobaan kali ini, trayek perubahan warna secara teori adalah
bening kemerah muda untuk indikator PP, untuk indikator BT trayek perubahan warnanya
dari kuning ke biru, tetapi pada praktikum ini saat warna masih hijau titrasi sudah dihentikan
hal ini sangat mempengaruhi hasil atau data yang didapat sehingga data yang didapat tidak
valid. Pada indikator metil merah trayek perubahan warna secara teori adalah dari merah ke
hijau tetapi saat kuning tua mendekati ke hijau sudah dihentikan proses titrasinya. Untuk
indikator metil orange trayek perubahan warnanya dari merah ke kuning tetapi saat
praktikun warnya sudah berwarna oranye maka kelebihan larutan titran, hal ini harus selalu
diperhatikan dari sisi kehati-hatian sehingga menimbulkan data yang lebih akurat lagi.
Untuk titrasi basa lemah dengan asam kuat indikator yang paling mendekati titik ekuivalen
yaitu 5,3 adalah indikator MO yaitu sebesar 9,2379. Rentang yang terjadi sangat jauh dan
bila dibandingkan juga dengan trayek pH MO adalah 3,1-4,4 yaitu asam sedangkan hasil
yang
diproleh
adaah
9,2379
yang
berarti
basa.

Indikator yang tepat adalah indikator yang mendekati titik ekuivalennya. Untuk titrasi asam
kuat dan basa kuat indikator yang dapat dipakai adalah BT atau bisa juga menggunakan
indikator PP. untuk titrasi asam lemah dan basa kuat dapat dipakai indikator PP. sedangkan
untuk titrasi basa lemah dan asam kuat menggunakan indikator MM.

Kesimpulan
Dari hasil percobaan pemilihan indikator untuk titrasi asam basa dapat dismpulkan bahwa
indikator yang cocok digunakan adalah indikator yang mendekati titik ekuivalennya. Untuk
titrasi asam kuat dan basa kuat dapat digunakan indiaktor bromotymol blue (BT) dan
fenolftaein (PP). untuk titrasi asam lemah dan basa kuat dapat dipakai indikator PP.
sedangkan untuk titrasi basa lemah dan asam kuat menggunakan indikator metil merah
(MM).

Daftar

Pustaka

Underwood,
2001,
Analisi
Kimia
Kuantitatif,
Jakarta,
Erlangga.
Vogel, 1990, Analisis Anorganik Kualitatif, Jakarta, Kalman Media Pustaka.
Huda, Thorikul, 2011, Panduan Praktikum Kimia Analisis 1, Yogyakarta, Universitas Islam
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai