BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
: Aqua destillata
Nama lain
RM / BM
Pemerian
tidak berbau
: H2O / 18,02
: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan
Penyimpanan
Kegunaan
: Sebagai pelarut
2. Koffein (8:175)
Nama resmi
: Coffeinum
Nama lain
: Kofeina
RM / BM
RB
: C8H10N4O2 / 194,19
:
Pemerian
: Serbuk atau hablur berbentuk jarum
mengkilap, biasanya menggumpal, putih, tidak berbau, rasa pahit.
Kelarutan
: Agak sukar larut
dalam air dan dalam etanol
(95%)P, mudah larut dalam kloroform P dan sukar larut dalam eter P.
3.
Penyimpanan
Khasiat
Kegunaan
: Sebagai sampel
Sulfanilamid (8:587)
Nama resmi
: Sulfanilamidum
Nama lain
: Sulfanilamida
RM / BM
RB
: C6H8N2O2S / 172, 21
:
H- N
SO2NH2
Pemerian
: Hablur, serbuk hablur atau butiran, putih; tidak berbau,
rasa agak pahit, kemudian manis.
Kelarutan
: Larut dalam 200 bagian air, sangat mudah larut
dalam air mendidih; agak sukar larut dalam etanol (95%)P; sangat sukar dalam
kloroform P, dalam eter P, dan dalam benzene P; larut dalam gliserol P, dalam asam
klorida P, dan dalam alakali hidroksida.
Penyimpanan
Kegunaan
: Sebagai pengompleks.
Larutan Standar
1.
2.
3.
Kofein dilarutkan dengan air suling dalam labu ukur 100,0 mL dan
dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
4.
Dipipet 1 mL larutan dengan pipet volume 1,0 mL, dimasukkan ke dalam labu
ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
5.
Dipipet 1 mL larutan dengan pipet volume, dimasukkan ke dalam labu ukur
50,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 50 mL.
6.
Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume, kemudian dimasukkan ke
dalam tabung reaksi.
7.
Larutan tersebut kemudian diukur serapannya pada spektrofotometer dengan
panjang gelombang yang sesuai.
b.
Larutan Sampel
1.
2.
3.
Dibuat larutan, dimana 2,5 g kofein dilarutkan dengan air suling dalam labu
ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya.
4.
Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volume 5,0mL, dimasukkan ke dalam labu
ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
5.
Dipipet 10 mL larutan dengan pipet volume 10,0 mL, dimasukkan ke dalam
labu ukur 100,0 mL lalu dicukupkan volumenya dengan air suling hingga 100 mL.
6.
Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume lalu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi.
7.
Dibuat larutan dengan cara yang sama menggunakan kofein 2,5 g dengan
penambahan sulfanilamida sebanyak 0,5 g; 1,0 g; 1,5 g dan 2,0 g.
8.
Larutan sampel tersebut kemudian diukur serapannya pada spektrofotometer
dengan panjang gelombang yang sesuai.
c.
Larutan Blangko
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
Dibuat larutan dengan cara yang sama untuk sulfanilamid 1,0 g ; 1,5g; dan 2,0
BAB III
METODE KERJA
Batang pengaduk
Botol semprot
Rak tabung
Sendok tanduk
Spektrofotometer UV
Tabung reaksi
Timbangan
III.1 2 Bahan-bahan yang digunakan
Aquadest
Kertas Saring
Kertas timbang
Koffein
Sulfanilamida
Tissu rol
2.
3.
Kofein dilarutkan dengan air suling dalam labu ukur 100,0 mL dan dicukupkan
volumenya hingga 100 mL.
4.
Dipipet 1 mL larutan dengan pipet volume 1,0 mL, dimasukkan ke dalam labu
ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
5.
Dipipet 1 mL larutan dengan pipet volume, dimasukkan ke dalam labu ukur
50,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 50 mL.
6.
Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume, kemudian dimasukkan ke
dalam tabung reaksi.
7.
Larutan tersebut kemudian diukur serapannya pada spektrofotometer dengan
panjang gelombang yang sesuai.
b. Larutan Sampel
1.
2.
3.
Dibuat larutan, dimana 2,5 g kofein dilarutkan dengan air suling dalam labu
ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya.
4.
Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volume 5,0mL, dimasukkan ke dalam labu
ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
5.
Dipipet 10 mL larutan dengan pipet volume 10,0 mL, dimasukkan ke dalam
labu ukur 100,0 mL lalu dicukupkan volumenya dengan air suling hingga 100 mL.
6.
Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume lalu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi.
7.
Dibuat larutan dengan cara yang sama menggunakan kofein 2,5 g dengan
penambahan sulfanilamida sebanyak 0,5 g; 1,0 g; 1,5 g dan 2,0 g.
8.
Larutan sampel tersebut kemudian diukur serapannya pada spektrofotometer
dengan panjang gelombang yang sesuai.
c. Larutan Blangko
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibuat larutan dengan melarutkan 0,5 g sulfanilamid dengan air suling
dalam labu ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
3. Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volume lalu dimasukkan ke dalam labu ukur
100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL
4. Dipipet 10,0 mL larutan tersebut dengan pipet volume lalu dicukupkan
volumenya dengan air suling dalam labu ukur 100,0 mL.
5. Dipipet 10 mL larutan tersebut lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
6. Dibuat larutan dengan cara yang sama untuk sulfanilamid 1,0 g ; 1,5 g; dan 2,0 g
7. Semua larutan yang telah dibuat tersebut diukur serapannya pada
spektrofotometer UV dengan panjang gelombang yang sesuai
DAFTAR PUSTAKA
1.
S. Susanti dan Yeanny Wunas, Analisa Kimia Farmasi Kwantitatif, Lembaga
Penerbitan Universitas Hasanuddin: Makassar hal 148.
2.
Rivai, Harrizul, (1994), Asas Pemeriksaan Kimia, UI Press: Jakarta hal 183.
3.
Bassett, J, dkk, (1994), Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik,
Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta hal 261.
4.
Underwood, A.L., (1993), Analisa kimia Kuantitatif, Erlangga : Jakarta hal
203.
5.
Roth, Hermann J., (1988), Analisis Farmasi, Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta hal 128, 129.
6.
7.
Ansel, Howard C., (1989), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat,
UI Press: Jakarta hal 153.
8.
Ditjen POM, (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta.
9.
Effendi, M. Idris, (2005), Penuntun Praktikum Farmasi Fisika, Jurusan farmasi
Universitas Hasanuddin: Makassar.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
NO
SAMPEL
ABSORBAN
1.
2.
3.
4.
5.
Kofein 2,5
Kofein + Sulfanilamid 0,5 g
Kofein + sulfanilamid 1,0 g
Kofein + sulfanilamid 1,5 g
Kofein + sulfanilamid 2,0 g
0,4377
1,1151
1,1408
1,2273
1,2041
NO.
BLANGKO
ABSORBAN
1.
2.
3.
4.
5.
Blangko air
Sulfanilamida 0,5 g
Sulfanilamida 1 g
Sulfanilamida 1,5 g
Sulfanilamida 2 g
0,2495
1,2133
1,2885
1,3411
1,3761
IV.2 Perhitungan
Ax
As
Cx =
Dimana
x Cs x fp
: Cx
= Konsentrasi sampel
Ax
= Absorban sampel
As
= Absorben pembanding
Cs
= Konsentrasi pembanding
fp
= Faktor pengenceran
Kofein 2,5 gr
1 ml
1 ml
Dik: Kofein 2,5 g
50 ml (5 ppm)
100mL air
2,5 g
100 mL
[ ] Kofein =
= 0,025 g/mL
[ ] Kofein dalam ppm = 0,025x 1000000
= 25000 ppm
Kofein 2,5 g = 2500 mg dalam (100x100x50)= 5x105 mL
pengencerannya
2500
5x105
fp =
= 0,005
Konsentrasi sampel :
1,1151
a. C1
1,1408
b. C2
1,2273
c. C3
x 5 ppm x 0,005
= 0,007 mg/L
0,4377
1,2041
d. C4
x 5 ppm x 0,005
= 0,068 mg/L
0,4377
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam artian luas, kompleks adalah senyawa yang terbentuk karena penggabungan
dua atau lebih senyawa sederhana, yang masing-masingnya dapat berdiri sendiri.
Kompleks atau senyawa koordinasi terjadi akibat dari mekanisme-mekanisme donorakseptor atau reaksi asam basa Lewis. Setiap atom atau ion non logam apakah
bebas atau berada dalam molekul netral atau dalam senyawa ionik, yang dapat
menyumbangkan satu pasang elektron, dapat bertindak sebagai donor. Akseptor
atau konstituen yang diambil bagian dalam pasangan elektron, seringkali dalam
bentuk ion logam.
Pada percobaan ini, ditetapkan kelarutan sampel kofein dalam larutan dengan
penambahan sulfanilamida sebagai zat pengompleks menggunakan metode
spektrofotometer.
Kofein dari segi kelarutan, agak sukar larut dalam air, etanol, eter, akan tetapi
dapat larut dalam kloroform. Dengan melarutkan kofein dengan sulfanilamid, maka
kelarutan kofein bertambah. Kompleksasi dapat terjadi karena adanya ikatan
hidrogen antara oksigen karbonil nukleofil dan suatu hidrogen aktif. Pada molekul
kofein terdapat pusat yang relatif positif sebagai tempat terjadinya kompleksasi.
Molekul kofein dapat menjadi sangat elektrofilik kuat atau asam kuat yang
disebabkan oleh tarikan elektron oleh oksigen. Dengan demikian kompleksasi dapat
terjadi akibat dari interaksi dipol-dipol antara oksigen karbonil nukleofilik dari
sulfanilamid dan nitrogen elektrofilik dari kofein.
Pada percobaan ini, kelarutan kofein oleh adanya zat pengompleks
(sulfanilamid) diukur dengan menggunakan alat spektrofotometer. Spektrofotometer
yang digunakan adalah spektrofotometer UV (ultraviolet) dan visibel (sinar tampak).
Pada spektrofotometer UV, digunakan panjang gelombang 190 nm sampai 380 nm
sedangkan pada spektrofotometer visible digunakan panjang gelombang 380 nm
sampai 780 nm.
Alat spektrofotometer pada dasarnya terdiri dari sumber sinar poliktromatik,
monokromator yang berfungsi untuk mengubah sinar polikromatik menjadi
monokromatik, detektor yang akan mengubah sinar monokromatik dari
monokromator menjadi gelombang listrik, amplifier berfungsi untuk memperkuat
gelombang listrik dan terakhir adalah display sebagai tempat pencatatan nilai
absorban gelombang dari sampel yang diukur.
Pengukuran panjang gelombang sampel berdasarkan pada jumlah absorban
transmittan. Absorban adalah jumlah cahaya yang diserap oleh zat yang diuji pada
saat tereksitasi dari posisi dasar ketingkat yang lebih tinggi. Cahaya atau energi
yang diserap ini kemudian dilepaskan pada saat elektron-elektron dalam sampel
kembali ke posisi awal kemudian akan terbaca pada display. Sedangkan transmittan
adalah cahaya yang tidak terserap oleh sampel sehingga langsung diteruskan.
Selain menggunakan spektrofotometer, kompleksasi juga diukur dengan
menggunakan metode kelarutan. Metode ini diperkenalkan oleh Higuchi dan Lach.
Menurut Higuchi dan kawan-kawan terdapat interaksi antara kofein dengan
sulfanilamid yang disebabkan oleh gaya-gaya dipol-dipol atau ikatan hidrogen
antara gugus karbonil yang terpolarisasi dari kofein dan atom hidrogen dari
sulfanilamid. Kompleks kofein terjadi bukan karena atom H yang ada pada kofein,
tetapi karena pusat kofein relatif sehingga memungkinkan terbentuknya kompleks.
Gaya antar molekuler yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah gaya van
der waals dari dispersi, dipolar dan tipe dipolar induksi. Ikatan H memberikan gaya
yang bermakna dalam beberapa kompleks molekuler. Menurut Higuchi, kelarutan
suatu zat dalam dapat meningkat secara linear oleh karena adanya penambahan
zat pengompleks.
Dari hasil yang diperoleh, terdapat penyimpangan dari teori Higuchi.
Tetapan kestabilan senyawa kompleks akan bertambah dengan penambahan zat
pengompleks. Dari data yang diperoleh, tidak dapat ditarik suatu kesimpulan
karena tidak linear. Hal ini dapat saja disebabkan oleh banyak faktor misalnya
kesalahan yang mungkin mempengaruhi hasil pada percobaan ini diantaranya
adalah ketidaktelitian dalam penimbangan sampel, teknik pengenceran yang tidak
tepat, dan mungkin juga sampel yang mengandung zat pengotor.
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penambahan
sulfanilamid 0,5 g; 1 g; 1,5 g dan 2 g dapat melarutkan kofein.
VI.2 Saran
No comments:
Post a Comment
June (15)
air terjun monano gorontalo
Gorontalo tempat yg kaya akan budaya dan tempat yg...
gorontalo d guyur hujan
ini gorontalo ku, punyamu mana ?
pesona danau limboto
ngabuburit di sekitar danau limboto
LAPORAN FARMASETIKA DASAR SIRUP DAN ELIKSIR
PERCOBAAN 8. FARMASI FISIKA : STABILITAS OBAT
PERCOBAAN 7. FARMASI FISIKA : MIKROMERITIK
PERCOBAAN 6. FARMASI FISIKA : KOMPLEKSASI OBAT
PERCOBAAN 5. FARMASI FISIKA : KELARUTAN OBAT
PERCOBAAN 4. FARMASI FISIKA : FENOMENA DISTRIBUSI ...
PERCOBAAN 3. FARMASI FISIKA : EMULSIFIKASI
PERCOBAAN 2. FARMASI FISIKA : PENENTUAN DISOLUSI O...
PERCOBAAN 1. FARMASI FISIKA : PENENTUAN BOBOT JENI...
Ethereal template. Template images by rocksunderwater. Powered by Blogger.