Anda di halaman 1dari 18

HULONTHALO LIPU'U

Thursday, 11 June 2015


PERCOBAAN 6. FARMASI FISIKA : KOMPLEKSASI OBAT
BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang


Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki daya larut
dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang relatif tidak
dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna, atau
tidak menentu sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum. Daya larut
yang ditingkatkan dari senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan
lebih banyak turunan yang larut, seperti garam dan ester dengan teknik seperti
mikronisasi obat atau kompleksasi.
Pengetahuan tentang kelarutan sangat penting bagi farmasis karena dapat
membantu memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi
obat, membentuk mengatasi kesulitan dalam membuat larutan farmasetis dan
bertindak sebagai standar atau uji kemurnian.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain
adalah pH, temperatur, jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel zat, konstanta
dielektrik pelarut, dan adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks
ion sejenis dan lain-lain
Untuk mengetahui suatu pengaruh dari suatu zat tambahan terhadap kelarutan
suatu bahan obat dapat dilakukan dengan beberapa metode. Salah satu
diantaranya adalah dengan metode spektrofotometri.

I.2 Maksud dan Tujuan


I.2.1 Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami cara penetapan kelarutan suatu zat dengan


penambahan zat pengkompleks.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Menetapkan kelarutan kofein dalam larutan dengan penambahan sulfonamida
menggunakan metode spektrofotometer.
I.3 Prinsip Percobaan
Penetapan kelarutan koffein dalam larutan dengan adanya penambahan
sulfonamida dengan konsentrasi yang berbeda-beda didasarkan pada kompleks
yang terjadi antara kofein dengan sulfonamida yang diukur dengan menggunakan
spektrofotometer UV.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum


Pengertian persenyawaan kompleks sudah mulai timbul sejak teori ion dikemukakan
oleh Arrhenius dalam tahun 1884. Mula-mula sudah dikenal adanya garam rangkap
yaitu zat-zat yang mengkristal dan terbentuk oleh dua dua macam garam yang
dalam larutannya akan memberikan ion-ion yang sama dengan ion-ion garam
tunggal pembentuknya. Sedangkan garam kompleks adalah garam rangkap yang

dalam larutannya memberikan ion-ion berbeda dengan ion-ion garam tunggal


pembentuknya. Ion kompleks ialah suatu senyawa bermuatan yang terbentuk oleh
suatu ion sederhana dengan ion lain atau molekul netral (1).
Dalam artian luas senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk karena
penggabungan dua atau lebih senyawa sederhana, yang masing-masingnya dapat
berdiri sendiri (2).
Kendatipun hampir semua hasil reaksi kimia dapat dianggap sebagai senyawa
kompleks. Menurut Werner, orang yang pertama kali berhasil mengkaji senyawa
kompleks ini, beberapa ion logam cenderung berikatan koordinasi dengan zat-zat
tertentu membentuk senyawa kompleks yang mantap. Zat-zat tertentu itu disebut
ligan (2).
Reaksi pembentukan kompleks bergantung pada persenyawaan ion-ion bukan ion
hidrogen atau ion hidroksida, untuk membentuk suatu ion atau suatu senyawa yang
dapat larut, dan sedikit terdisosiasi (3).
Dengan ion-ion logam tertentu yang dengan mudah terhidrolisa, mungkin perlu
untuk menambahkan ligan pengkompleks agar mencegah pengendapan hidroksida
logam. Seperti dikatakan di atas seringkali larutan-larutan didapar, dan anion atau
molekul netral dapar, seperti asetat atau amoniak dapat membentuk ion-ion
kompleks dengan logam (4).
Kelarutan suatu garam juga akan dipengaruhi oleh penambahan ion asing.
Bertambahnya kelarutan dapat disebabkan oleh dua hal yang berbeda (5):
-

Pembentukan ion kompleks,

Berkurangnya koefisien aktivitas.

Sebagian besar kation logam cenderung untuk membentuk kompleks. Sifat


ini dapat digunakan untuk pemisahan, penentuan kadar dan untuk membuat kation
tidak dapat bereaksi (5).
Gaya antar molekul yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah
gaya Van Der Waals dari dispersi polar induksi / dipolar dari tipe dipolar induksi.
Ikatan hidrogen dapat memberikan gaya bermakna dalam beberapa kompleks
molekuler, dan kovalen koordinat dalam kompleks logam (6).
Suatu sifat fisika dan kimia yang penting dari suatu obat adalah
kelarutan, terutama kelarutan sistem dalam air agar manjur secara terapi. Agar
suatu obat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik, ia
pertama-tama harus berada dalam larutan. Senyawa-senyawa yang relatif tidak
dapat dilarutkan seringkali menunjukkan absorpsi yang tidak sempurna atau tidak
menentu. Jika kelarutan dari zat obat kurang dari yang diinginkan, pertimbangan

harus diberikan untuk memperbaiki keadaan kelarutannya. Metode ini bergantung


pada sifat kimia dari obat tersebut dan tipe produk obat dibawah pertimbangan (7).
Sebagai contoh, jika zat obat di bawah pertimbangan. Sebagai contoh,
jika zat obat atau basa, kelarutan dapat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan
dalam pH. Tetapi, untuk banyak zat penyesuaian pH bukan merupakan suatu cara
efektif dalam memperbaiki kelarutan.. Penyesuaian pH biasanya mempunyai efek
kecil terhadap kelarutan nonelektrolit. Dalam banyak hal, dikehendaki untuk
menggunakan kosolven atau teknik-teknik lain seperti kompleksasi, mikronisasi,
atau dispersi padatan untuk memperbaiki kelarutan dalam air (7).

II.2 Uraian Bahan


1. Air suling (8:96)
Nama resmi

: Aqua destillata

Nama lain

: Aquadest, air suling

RM / BM
Pemerian
tidak berbau

: H2O / 18,02
: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan

: Sebagai pelarut

2. Koffein (8:175)
Nama resmi

: Coffeinum

Nama lain

: Kofeina

RM / BM
RB

: C8H10N4O2 / 194,19
:

Pemerian
: Serbuk atau hablur berbentuk jarum
mengkilap, biasanya menggumpal, putih, tidak berbau, rasa pahit.
Kelarutan
: Agak sukar larut
dalam air dan dalam etanol
(95%)P, mudah larut dalam kloroform P dan sukar larut dalam eter P.

3.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik.

Khasiat

: Stimulan syaraf pusat, kardiotonikum.

Kegunaan

: Sebagai sampel

Sulfanilamid (8:587)
Nama resmi

: Sulfanilamidum

Nama lain

: Sulfanilamida

RM / BM
RB

: C6H8N2O2S / 172, 21
:
H- N

SO2NH2

Pemerian
: Hablur, serbuk hablur atau butiran, putih; tidak berbau,
rasa agak pahit, kemudian manis.
Kelarutan
: Larut dalam 200 bagian air, sangat mudah larut
dalam air mendidih; agak sukar larut dalam etanol (95%)P; sangat sukar dalam
kloroform P, dalam eter P, dan dalam benzene P; larut dalam gliserol P, dalam asam
klorida P, dan dalam alakali hidroksida.
Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik, terlindung cahaya

Kegunaan

: Sebagai pengompleks.

II.3 Prosedur Kerja (9)


a.

Larutan Standar

1.

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2.

Ditimbang 2,5 g kofein

3.
Kofein dilarutkan dengan air suling dalam labu ukur 100,0 mL dan
dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
4.
Dipipet 1 mL larutan dengan pipet volume 1,0 mL, dimasukkan ke dalam labu
ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
5.
Dipipet 1 mL larutan dengan pipet volume, dimasukkan ke dalam labu ukur
50,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 50 mL.
6.
Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume, kemudian dimasukkan ke
dalam tabung reaksi.
7.
Larutan tersebut kemudian diukur serapannya pada spektrofotometer dengan
panjang gelombang yang sesuai.
b.

Larutan Sampel

1.

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2.

Ditimbang 2,5 g kofein.

3.
Dibuat larutan, dimana 2,5 g kofein dilarutkan dengan air suling dalam labu
ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya.
4.
Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volume 5,0mL, dimasukkan ke dalam labu
ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
5.
Dipipet 10 mL larutan dengan pipet volume 10,0 mL, dimasukkan ke dalam
labu ukur 100,0 mL lalu dicukupkan volumenya dengan air suling hingga 100 mL.
6.
Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume lalu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi.
7.
Dibuat larutan dengan cara yang sama menggunakan kofein 2,5 g dengan
penambahan sulfanilamida sebanyak 0,5 g; 1,0 g; 1,5 g dan 2,0 g.
8.
Larutan sampel tersebut kemudian diukur serapannya pada spektrofotometer
dengan panjang gelombang yang sesuai.
c.

Larutan Blangko
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Dibuat larutan dengan melarutkan 0,5 g sulfanilamid dengan air suling


dalam labu ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
3. Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volume lalu dimasukkan ke dalam labu ukur
100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL

4. Dipipet 10,0 mL larutan tersebut dengan pipet volume lalu dicukupkan


volumenya dengan air suling dalam labu ukur 100,0 mL.
5. Dipipet 10 mL larutan tersebut lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
6.
g

Dibuat larutan dengan cara yang sama untuk sulfanilamid 1,0 g ; 1,5g; dan 2,0

7. Semua larutan yang telah dibuat tersebut diukur serapannya pada


spektrofotometer UV dengan panjang gelombang yang sesuai.

BAB III
METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan


III.1.1 Alat-alat yang digunakan
-

Batang pengaduk

Beker gelas 250 mL

Botol semprot

Labu ukur 50 mL dan 100 mL

Pipet volume 1,0 mL, 5,0 mL dan 10,0 mL

Rak tabung

Sendok tanduk

Spektrofotometer UV

Tabung reaksi

Timbangan
III.1 2 Bahan-bahan yang digunakan

Aquadest

Kertas Saring

Kertas timbang

Koffein

Sulfanilamida

Tissu rol

III.2 Cara Kerja


a. Larutan Standar
1.

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2.

Ditimbang 2,5 g kofein

3.
Kofein dilarutkan dengan air suling dalam labu ukur 100,0 mL dan dicukupkan
volumenya hingga 100 mL.
4.
Dipipet 1 mL larutan dengan pipet volume 1,0 mL, dimasukkan ke dalam labu
ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
5.
Dipipet 1 mL larutan dengan pipet volume, dimasukkan ke dalam labu ukur
50,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 50 mL.
6.
Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume, kemudian dimasukkan ke
dalam tabung reaksi.
7.
Larutan tersebut kemudian diukur serapannya pada spektrofotometer dengan
panjang gelombang yang sesuai.
b. Larutan Sampel
1.

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2.

Ditimbang 2,5 g kofein.

3.
Dibuat larutan, dimana 2,5 g kofein dilarutkan dengan air suling dalam labu
ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya.
4.
Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volume 5,0mL, dimasukkan ke dalam labu
ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
5.
Dipipet 10 mL larutan dengan pipet volume 10,0 mL, dimasukkan ke dalam
labu ukur 100,0 mL lalu dicukupkan volumenya dengan air suling hingga 100 mL.

6.
Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume lalu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi.
7.
Dibuat larutan dengan cara yang sama menggunakan kofein 2,5 g dengan
penambahan sulfanilamida sebanyak 0,5 g; 1,0 g; 1,5 g dan 2,0 g.
8.
Larutan sampel tersebut kemudian diukur serapannya pada spektrofotometer
dengan panjang gelombang yang sesuai.
c. Larutan Blangko
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibuat larutan dengan melarutkan 0,5 g sulfanilamid dengan air suling
dalam labu ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
3. Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volume lalu dimasukkan ke dalam labu ukur
100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL
4. Dipipet 10,0 mL larutan tersebut dengan pipet volume lalu dicukupkan
volumenya dengan air suling dalam labu ukur 100,0 mL.
5. Dipipet 10 mL larutan tersebut lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
6. Dibuat larutan dengan cara yang sama untuk sulfanilamid 1,0 g ; 1,5 g; dan 2,0 g
7. Semua larutan yang telah dibuat tersebut diukur serapannya pada
spektrofotometer UV dengan panjang gelombang yang sesuai

DAFTAR PUSTAKA

1.
S. Susanti dan Yeanny Wunas, Analisa Kimia Farmasi Kwantitatif, Lembaga
Penerbitan Universitas Hasanuddin: Makassar hal 148.

2.

Rivai, Harrizul, (1994), Asas Pemeriksaan Kimia, UI Press: Jakarta hal 183.

3.
Bassett, J, dkk, (1994), Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik,
Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta hal 261.

4.
Underwood, A.L., (1993), Analisa kimia Kuantitatif, Erlangga : Jakarta hal
203.

5.
Roth, Hermann J., (1988), Analisis Farmasi, Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta hal 128, 129.

6.

Martin, Alfred, (1990), Farmasi Fisik 1, UI Press: Jakarta

7.
Ansel, Howard C., (1989), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat,
UI Press: Jakarta hal 153.

8.

Ditjen POM, (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta.

9.
Effendi, M. Idris, (2005), Penuntun Praktikum Farmasi Fisika, Jurusan farmasi
Universitas Hasanuddin: Makassar.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN

IV.1 Data Pengamatan


Panjang gelombang = 290 nm

NO
SAMPEL
ABSORBAN
1.
2.
3.
4.
5.
Kofein 2,5
Kofein + Sulfanilamid 0,5 g
Kofein + sulfanilamid 1,0 g
Kofein + sulfanilamid 1,5 g
Kofein + sulfanilamid 2,0 g
0,4377
1,1151
1,1408
1,2273
1,2041

NO.
BLANGKO
ABSORBAN
1.
2.
3.
4.

5.
Blangko air
Sulfanilamida 0,5 g
Sulfanilamida 1 g
Sulfanilamida 1,5 g
Sulfanilamida 2 g
0,2495
1,2133
1,2885
1,3411
1,3761

IV.2 Perhitungan
Ax

As

Cx =

Dimana

x Cs x fp

: Cx

= Konsentrasi sampel
Ax

= Absorban sampel

As

= Absorben pembanding

Cs

= Konsentrasi pembanding

fp

= Faktor pengenceran

Perhitungan ppm (konsentrasi pembanding) :

Kofein 2,5 gr

100 ml air (25000 ppm)

1 ml

100 ml (250 ppm)

1 ml
Dik: Kofein 2,5 g

50 ml (5 ppm)

100mL air

2,5 g

100 mL

[ ] Kofein =

= 0,025 g/mL
[ ] Kofein dalam ppm = 0,025x 1000000
= 25000 ppm
Kofein 2,5 g = 2500 mg dalam (100x100x50)= 5x105 mL
pengencerannya
2500

5x105

fp =

= 0,005

Konsentrasi sampel :
1,1151
a. C1

x 5 ppm x 0,005 = 0,0065 mg/L


0,4377

1,1408
b. C2

x 5 ppm x 0,005 = 0,008 mg/L


0,4377

1,2273
c. C3

x 5 ppm x 0,005

= 0,007 mg/L

0,4377

1,2041
d. C4

x 5 ppm x 0,005

= 0,068 mg/L

0,4377

BAB V
PEMBAHASAN

Dalam artian luas, kompleks adalah senyawa yang terbentuk karena penggabungan
dua atau lebih senyawa sederhana, yang masing-masingnya dapat berdiri sendiri.

Kompleks atau senyawa koordinasi terjadi akibat dari mekanisme-mekanisme donorakseptor atau reaksi asam basa Lewis. Setiap atom atau ion non logam apakah
bebas atau berada dalam molekul netral atau dalam senyawa ionik, yang dapat
menyumbangkan satu pasang elektron, dapat bertindak sebagai donor. Akseptor
atau konstituen yang diambil bagian dalam pasangan elektron, seringkali dalam
bentuk ion logam.
Pada percobaan ini, ditetapkan kelarutan sampel kofein dalam larutan dengan
penambahan sulfanilamida sebagai zat pengompleks menggunakan metode
spektrofotometer.
Kofein dari segi kelarutan, agak sukar larut dalam air, etanol, eter, akan tetapi
dapat larut dalam kloroform. Dengan melarutkan kofein dengan sulfanilamid, maka
kelarutan kofein bertambah. Kompleksasi dapat terjadi karena adanya ikatan
hidrogen antara oksigen karbonil nukleofil dan suatu hidrogen aktif. Pada molekul
kofein terdapat pusat yang relatif positif sebagai tempat terjadinya kompleksasi.
Molekul kofein dapat menjadi sangat elektrofilik kuat atau asam kuat yang
disebabkan oleh tarikan elektron oleh oksigen. Dengan demikian kompleksasi dapat
terjadi akibat dari interaksi dipol-dipol antara oksigen karbonil nukleofilik dari
sulfanilamid dan nitrogen elektrofilik dari kofein.
Pada percobaan ini, kelarutan kofein oleh adanya zat pengompleks
(sulfanilamid) diukur dengan menggunakan alat spektrofotometer. Spektrofotometer
yang digunakan adalah spektrofotometer UV (ultraviolet) dan visibel (sinar tampak).
Pada spektrofotometer UV, digunakan panjang gelombang 190 nm sampai 380 nm
sedangkan pada spektrofotometer visible digunakan panjang gelombang 380 nm
sampai 780 nm.
Alat spektrofotometer pada dasarnya terdiri dari sumber sinar poliktromatik,
monokromator yang berfungsi untuk mengubah sinar polikromatik menjadi
monokromatik, detektor yang akan mengubah sinar monokromatik dari
monokromator menjadi gelombang listrik, amplifier berfungsi untuk memperkuat
gelombang listrik dan terakhir adalah display sebagai tempat pencatatan nilai
absorban gelombang dari sampel yang diukur.
Pengukuran panjang gelombang sampel berdasarkan pada jumlah absorban
transmittan. Absorban adalah jumlah cahaya yang diserap oleh zat yang diuji pada
saat tereksitasi dari posisi dasar ketingkat yang lebih tinggi. Cahaya atau energi
yang diserap ini kemudian dilepaskan pada saat elektron-elektron dalam sampel
kembali ke posisi awal kemudian akan terbaca pada display. Sedangkan transmittan
adalah cahaya yang tidak terserap oleh sampel sehingga langsung diteruskan.
Selain menggunakan spektrofotometer, kompleksasi juga diukur dengan
menggunakan metode kelarutan. Metode ini diperkenalkan oleh Higuchi dan Lach.
Menurut Higuchi dan kawan-kawan terdapat interaksi antara kofein dengan
sulfanilamid yang disebabkan oleh gaya-gaya dipol-dipol atau ikatan hidrogen

antara gugus karbonil yang terpolarisasi dari kofein dan atom hidrogen dari
sulfanilamid. Kompleks kofein terjadi bukan karena atom H yang ada pada kofein,
tetapi karena pusat kofein relatif sehingga memungkinkan terbentuknya kompleks.
Gaya antar molekuler yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah gaya van
der waals dari dispersi, dipolar dan tipe dipolar induksi. Ikatan H memberikan gaya
yang bermakna dalam beberapa kompleks molekuler. Menurut Higuchi, kelarutan
suatu zat dalam dapat meningkat secara linear oleh karena adanya penambahan
zat pengompleks.
Dari hasil yang diperoleh, terdapat penyimpangan dari teori Higuchi.
Tetapan kestabilan senyawa kompleks akan bertambah dengan penambahan zat
pengompleks. Dari data yang diperoleh, tidak dapat ditarik suatu kesimpulan
karena tidak linear. Hal ini dapat saja disebabkan oleh banyak faktor misalnya
kesalahan yang mungkin mempengaruhi hasil pada percobaan ini diantaranya
adalah ketidaktelitian dalam penimbangan sampel, teknik pengenceran yang tidak
tepat, dan mungkin juga sampel yang mengandung zat pengotor.

BAB VI
PENUTUP

VI.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penambahan
sulfanilamid 0,5 g; 1 g; 1,5 g dan 2 g dapat melarutkan kofein.

VI.2 Saran

Sebaiknya asisten menerangkan perhitungannya agar tidak membingungkan


praktikan..

Posted by arlan imran at 14:35


Email This
BlogThis!
Share to Twitter
Share to Facebook
Share to Pinterest

No comments:
Post a Comment

Newer Post Older Post Home


Subscribe to: Post Comments (Atom)
About Me
My photo
arlan imran

View my complete profile


Blog Archive
2015 (18)
July (3)

June (15)
air terjun monano gorontalo
Gorontalo tempat yg kaya akan budaya dan tempat yg...
gorontalo d guyur hujan
ini gorontalo ku, punyamu mana ?
pesona danau limboto
ngabuburit di sekitar danau limboto
LAPORAN FARMASETIKA DASAR SIRUP DAN ELIKSIR
PERCOBAAN 8. FARMASI FISIKA : STABILITAS OBAT
PERCOBAAN 7. FARMASI FISIKA : MIKROMERITIK
PERCOBAAN 6. FARMASI FISIKA : KOMPLEKSASI OBAT
PERCOBAAN 5. FARMASI FISIKA : KELARUTAN OBAT
PERCOBAAN 4. FARMASI FISIKA : FENOMENA DISTRIBUSI ...
PERCOBAAN 3. FARMASI FISIKA : EMULSIFIKASI
PERCOBAAN 2. FARMASI FISIKA : PENENTUAN DISOLUSI O...
PERCOBAAN 1. FARMASI FISIKA : PENENTUAN BOBOT JENI...
Ethereal template. Template images by rocksunderwater. Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai