Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH STRATEGI PEMBELAJARAN KIMIA

“PROBLEM BASED LEARNING”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK : I (Satu)

ANGGOTA : 1. DWI AGUSTINI ANGRAINI (06101381722045)

2. M. RAIHAN FIRDAUS (06101381722046)

3. MOHAMMAD AGUNG SATRIYA (06101381722049)

4. NAURAH AFIFAH (06101381722051)

5. ALFAN THORIQ (06101381722054)

DOSEN PENGASUH :1. DR. ICENG HIDAYAT, M.SC

2. DRA. BETY LESMINI, M.SC

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Melihat perkembangan zaman yang semakin pesat dengan didukung oleh kemajuan

teknologi yang menstimulus pendidikan untuk dapat beradaptasi sesuai dengan tuntutan

zaman. Selain itu, menumbuhkan kesempatan belajar bagi peserta didik (grown

learning). Berbagai macam upaya telah dilakukan dalam dunia pendidikan, seperti

contoh kecilnya tadi adalah terciptanya berbagai model pembelajaran yang memang

dirancang dengan melihat kondisi perkembangan peserta didik dari waktu ke waktu.

Salah satu contoh model pembelajaran yang ditemukan adalah model pembelajaran

berbasis masalah.

Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan

inovasi dalam pembelajaran karena pada model ini kemampuan berpikir siswa betul-

betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis,

sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan

kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Akan tetapi, pada kenyataannya

tidak semua pendidik (guru) memahami konsep dari Model Pembelajaran Berbasis

Masalah ini. Mungkin disebabkan oleh kurangnya keinginan dan motivasi untuk

meningkatkan kualitas keilmuan maupun karena kurangnya dukungan sistem untuk

meningkatkan kualitas keilmuan tenaga pendidik.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu kiranya ada sebuah bahan kajian yang

mendalam tentang apa dan bagaimana Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem

Based Learning) ini untuk selanjutnya diterapkan dalam sebuah proses pembelajaran,

sehingga dapat memberi masukan.


1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalahnya

adalah :

1. Apa yang dimaksud dengan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based

Learning) ?

2. Apa hakikat masalah dalam Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah ?

3. Bagaimanakah tahap atau langkah-langkah dari Pembelajaran Berbasis Masalah

(Problem Based Learning) ?

4. Apa keunggulan dan kelemahan pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based

Learning) ?

5. Bagaimana penerapan strategi pembelajaran berbasis masalah (Problem Based

Learning) dalam pembelajaran kimia ?

1.3. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini, yaitu :

1. Mengetahui tentang Pembelajaran Berbasis Masalah.

2. Mengetahui hakikat masalah dalam Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah.

3. Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah.

4. Mengetahui langkah-langkah serta sintaks dalam Pembelajaran Berbasis

Masalah.

5. Dapat menerapkan strategi pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran

kimia.
BAB II
ISI

2.1. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem based

Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan

suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan

pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya. Pembelajaran Berbasis Masalah

(Problem Based Learning) adalah gaya belajar di mana masalah bertindak sebagai

konteks dan kekuatan pendorong untuk belajar. Semua pembelajaran pengetahuan baru

dilakukan dalam konteks masalah. PBL berbeda dari penyelesaian masalah dalam PBL

masalah yang dihadapi sebelum semua pengetahuan yang relevan telah diperoleh dan

penyelesaian masalah menghasilkan perolehan pengetahuan dan keterampilan

memecahkan masalah. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based

learning / PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan

lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan

(bersangkut-paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan peserta didik memperoleh

pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).

Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan peserta didik dalam proses

pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang

mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri

yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam

lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah

dapat pula dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar peserta didik. peserta didik
menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya di

bawah petunjuk fasilitator (guru).

Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada peserta didik untuk

mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran

berbasis masalah memberikan tantangan kepada peserta didik untuk belajar sendiri.

Dalam hal ini,peserta didik lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan

sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, peserta

didik lebih diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara

terstruktur oleh seorang guru.

Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya disingkat

PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan

kondisi belajar aktif kepada peserta didik. PBL adalah suatu model pembelajaran vang,

melibatkan peserta didik untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode

ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan

masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah.

Pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah perlu

dirancang dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang yang sesuai dengan

kurikulum yang akan dikembangkan di kelas, memunculkan masalah dari peserta didik,

peralatan yang mungkin diperlukan, dan penilaian yang digunakan untuk mencapai hasil

pembelajaran secara optimal. Pengajar yang menerapkan pendekatan ini harus

mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di kelasnya, melalui pendidikan

pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pengajaran

berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses

berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantupeserta didik untuk memproses


informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri

tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan

pengetahuan dasar maupun kompleks.

 Karakteristik Problem Based Learning

Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM) dapat diartikan sebagai

rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian

masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga ciri utama dari SPBM yaitu:

1. SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam

implementasi SPBM adalah sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.

SPBM tidak mangharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mecatat,

kemudian mengahafal materi pelajaran, akan tetapi melalui SPBM siswa aktif

berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya

menyimpulkan.

2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. SPBM

menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya,

tanpa ada masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran.

3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendeka tan berpikir

secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses

berpikir deduktif dan induktif. Proses ber pikir ini dilakukan secara sistematis

dan empiris. Sistematis arti nya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-

tahapan tertentu.
2.2 Hakikat Masalah dalam Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah

Masalah dalam SPBM adalah masalah yang bersifat terbuka. Artinya jawaban

dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa bahkan guru, dapat

mengembangkan kemungkinan jawaban dari masalah tersebut. Dengan demikian

SPBM memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan

dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Tujuan yang ingin dicapai oleh SPBM adalah kemampuan siswa untuk berpikir

kritis, analisis, sistematis dan logis untuk menentukan alternatif pemecahan masalah

melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.

Hakikat masalah dalam SPBM adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata

dan kondisi yang diharapkan. Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya

keresahan, keluhan, kerisauan, atau kecemasan. Oleh karena itu, maka materi

pelajaran atau topik tidak terbatas dari materi pelajaran yang bersumber dari buku

saja, akan tetapi juga dapat bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai

dengan kurikulum yang berlaku. Materi pilihan bahan pelajaran dalam SPBM

memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:

a. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang bisa

bersumber dari berita, rekaman, video, dan yang lainnya.

b. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga

setiap siswa dapat mengikuti dengan baik.

c. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan

orang banyak (universal), sehingga terasa manfaatnya.

d. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang didukung tujuan atau kompetensi

yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
2.3 Tahapan-tahapan dalam Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika memaparkan 6
langkah dalam pembelajaran berbasis masalah ini :
1. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan

dipecahkan.

2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis

dari berbagai sudut pandang.

3. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan ber bagai

kemungkinan pemecahan masalah sesuai dengan pengeta huan yang di

milikinya.

4. Menggumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan meng gambarkan

informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

5. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau meru muskan

kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.

6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa

menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil

pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

Sedangkan menurut David Johnson & Johnson memaparkan 5 langkah melalui

kegiatan kelompok :

1. Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu

yang mengadung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang

akan dikaji. Dalam kehidupan ini guru bisa meminta pendapat dan

menjelaskan siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan.


2. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah,

serta menganalisa berbagai faktor yang dapat mendukung dalam

menyelesaikan masalah. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam diskusi

kelompok kecil, hingga pada akhirnya siswa dapat mengurutkan tindakan-

tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghamba yang

diperkirakan.

3. Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah

dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong

untuk berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang

kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan.

4. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan

tentang strategi mana yang dapat dilakukan.

5. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi akhir. Evaluasi

proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan,

sedangkan evalusi akhir adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan

strstegi yang diterapkan.

Sesuai dengan tujuan SPBM adalah untuk menumbuhkan sikap ilmiah, dari beberapa

bentuk SPBM yang dikemukakan para ahli, maka secara umum SPBM dapat

dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menyadari masalah

Implementasi SPBM harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus

dipecahkan. Pada tahapan ini guru membimbing siswa pada kesadaran adanya

kesenjangan atau gap yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial.
Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa pada tahapan ini adalah siswa dapat

menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena

yang ada. Mungkin pada tahap ini siswa dapat menemukan kesenjangan lebih

dari satu, akan tetapi guru dapat mendorong siswa agar menemukan satu atau dua

kesenjangan yang pantas untuk dikaji baik melalui kelompok besar atau

kelempok kecil atau bahkan individual.

2. Merumuskan masalah

Bahan pelajaran dari bentuk topik yang dapat dicari dari kesenjangan,

selanjutnya difokuskan pada maslah apa yang pantas di kaji. Rumusan maslah

sangat penting, sebab selanjutnya akan berhubungan dengan kejelasan dan

kesamaan persepsi tentang masalah dan kaitan dengan data-data apa yang harus

dikumpulkan untuk menyelesaikannya. Kemampuan yang di harapkan dari siswa

dalam langkah ini adalah siswa dapat menentukan prioritas maslah. Siswa dapat

memanfaatkan pengetahuannya untuk untuk mengkaji, merinci dan menganalisis

maslah yang jelas, spesifik, dan dapat dipecahkan.

3. Merumuskan hipotesis

Sebagai proses berpikir ilmiah yang merupakan perpaduan dari berpikir deduktif

dan induktif, maka merumuskan hipotesis merupakan langkah penting yang tidak

boleh ditinggalkan. Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini

adalah siswa dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin

diselesaikan. Melalui analisis sebab akibat inilah pada akhirnya siswa diharapkan

dapat menentukan berbagai kemungkinan penyelesaian masalah. Dengan

demikian, upaya yang dapat dilakukan selanjutnya adalah mengumpulkan data

yang sesuai dengan hipotesis yang diajukan.


4. Mengumpulkan data

Sebagai proses berpikir empiris, keberadaan data dalam proses berpikir ilmiah

merupakan hal yang sangat penting. Sebab, menentukan cara penyelesaian

masalah sesuai dengan hipotesis yang diajukan harus sesuai dengan data yang

ada. Proses berpikir ilmiah bukan proses berimajinasi akan tetapi proses yang

didasarkan pada pengalaman. Oleh karena itu, dalam tahapan ini siswa didorong

untuk mengumpulkan data yang relevan. Kemampuan yang diharapkan pada

tahap ini adalah kecakapan siswa untuk mengumpulkan dan memilah data,

kemudian memetakan dan menyajikannya dalam berbagai tampilan sehingga

mudah untuk dipahami.

5. Menguji hipotesis

Berdasarkan data yang dikumpulkan, akhirnya siswa menentukan hipotesis mana

yang diterima dan mana yang ditolak. Kemampuan yang diharapkan dari siswa

dalam tahapan ini adalah kecakapan menelaah data dan sekaligus membahasnya

untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji. Di samping itu,

diharapkan siswa dapat mengambil keputusan dan kesimpulan.

6. Menentukan pilihan penyelesaian

Menentukan pilihan penyelesaian merupakan akhir dari proses SPBM.

Kemampuan yang diharapkan dari tahapan ini adalah kecakapan memilih

alternatif penyelesaian masalah yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat

memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan alternatif

yang dipilihnya, termasuk memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap

pilihan.
2.4 Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Sebagai suatu model pembelajaran, model pembelajaran berbasis masalah memiliki


beberapa keunggulan, diantaranya :
1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami
isi pelajaran.
2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik serta
memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi peserta didik.
3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik.
4. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana mentrasfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka
lakukan.
6. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didikuntuk
berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan
dengan pengetahuan baru.
7. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
8. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat peserta didik untuk secara
terus menerus belajar.

Disamping keunggulannya, model ini juga mempunyai kelemahan, yaitu :


1. Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan
merasa enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan
cukup waktu untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin
pelajari.
2.5 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
DALAM PELAJARAN KIMIA

Pokok bahasan : Laju Reaksi

Kompetensi dasar : Menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi

Materi Pokok : Faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi.

Langkah-langkah sebagai berikut:

1. Merumuskan masalah
 kepada siswa diberikan bahan-bahan kimia, dan mereka diminta untuk
mereaksikan zat-zat kimia tersebut, dan memperhatikan hasil reaksi-reaksi kimia
yang mereka peroleh, kemudian mencari masalah dari praktikum yang mereka
lakukan tersebut.
 Kepada siswa itu diberikan:
a. Bahan-bahan kimia yang mengandung kalium klorat, besi, kalsium,
stronsium, litium, tembaga barium, dan kalium yang dicampurkan dalam
tabung yang terbuat dari kertas, kemudian dibakar.
b. Pita magnesium direaksikan dengan larutan asam klorida (HCL 0,1 M) Pita
magnesium direaksikan dengan larutan asam klorida (HCL 0,5 M).
c. Kristal kalsium karbonat (CaCO3) direaksikan dengan asam klorida (HCL
0,5 M) Serbuk kalsium karbonat (CaCO3) direaksikan dengan asam klorida
(HCL 0,5 M).
d. Larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 M dipanaskan sampai dengan suhu
500C kemudian direaksikankan dengan larutan asam klorida (HCL 0,1 M).
Larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 M suhu kamar kemudian
Direaksikan dengan larutan asam klorida (HCL 0,1 M).
2. Menganalisis masalah
Dari hasil pengamatan di atas siswa dapat mencari masalah-masalah yang ada
pada hasil reaksi-reaksi kimia di atas, contohnya kenapa reaksi-reaksi kimia di atas
dapat terjadi dalam waktu yang berbeda-beda. Ada yang terjadi dalam waktu yang
singkat ada yang terjadi dalam waktu yang cukup lama.
3. Merumuskan hipotesis
Siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan masalah dari hasil
pengamatannya di atas, hipotesisnya antara lain adalah:
- Siswa memprediksikan bahwa reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada reaksi pita
magnesium dengan larutan asam klorida karena perbedaan konsentrasi.
- Pada reaksi kristal CaCO3 dan serbuk CaCO3 dengan larutan asam klorida
karena pengaruh konsentrasi dan bentuk kristalnya.
- Pada reaksi natrium tiosulfat (Na2S2O3) dengan larutan asam klorida (HCL)
karena pengaruh konsentrasi dan pemanasan.
4. Mengumpulkan data
Siswa mencatat hasil pengamatan praktikum dalam bentuk tabel.
5. Pengujian hipotesis
Siswa mencoba menguji hipotesis yang diperoleh dari hasil pengamatan di atas
dengan kajian-kajian teoritis dari buku teks, kemudian sekaligus melakukan diskusi
antara mereka agar mendapatkan suatu hipotesa yang benar-benar tepat.
6. Merumuskan rekomendasi masalah dan membuat kesimpulan
Siswa membuat kesimpulan dari hasil pengamatan di atas, kesimpulan yang
diperoleh antara lain adalah:
- Reaksi pita magnesium (Mg) dengan asam klorida (HCL 0,1 M) lebih lambat
dibandingkan dengan asam klorida (HCL 0,5 M) karena pengaruh konsentrasi
ke duanya jika konsentrasi zat yang digunakan tinggi maka laju reaksi semakin
cepat.
- Reaksi kristal CaCO3 dan CaCO3 serbuk dengan larutan asam klorida (HCL
0,5) ke duanya berbeda karena pengaruh dari ukuran partikel, bukan pengaruh
konsentrasi, karena konsentrasi yang digunakan di sana sama. Ukuran partikel
mempengaruhi laju reaksi, karena semakin kecil ukuran partikel maka laju
reaksi akan semakin cepat.
- Reaksi natrium tiosulfat (Na2S2O3) dengan larutan asam klorida dalam
konsentrasi yang sama tetapi dengan suhu yang berbeda.
Pada larutan natrium tiosulfat yang dipanaskan laju reaksinya lebih cepat
dibandingkan dengan natrium tiosulfat pada suhu kamar, di sini dapat disimpulkan
bahwa suhu mempengaruhi laju reaksi.

Kesimpulan

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah: semakin tinggi konsentrasi


maka laju reaksi semakin cepat. Luas bidang permukaan (ukuran partikel) memperluas
bidang permukaan berarti memperkecil ukuran partikel, semakin kecil ukuran partikel
maka laju reaksi semakin cepat.Semakin tinggi suhu maka laju semakin cepat. Sifat zat
ada tiga: mudah larut sukar larut dan tidak bisa larut. Pengadukan dan katalis
berpengaruh terhadap laju reaksi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris
Problem-based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai
dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu
siswa memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.
Strategi pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang
menekankan pada proses penyelesaian masalah. Pembelajaran Berbasis Masalah
melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif,
berpusat kepada peserta didik, yang mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah dan kemampuan belajar mandiri.
Strategi pembelajaran berbasis masalah (SPBM) merupakan salah satu
strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem
pembelajaran. Dalam strategi pembelajaran berbasis masalah (SPBM)
mempunyai enam langkah. Langkahlangkahnya yaitu menyadari masalah,
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji
hipotesis, dan menentukan pilihan penyelesaian.

3.2 Saran

Dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah di


harapkan siswa lebih berpikir kritis. Dengan strategi pembelajaran berbasis
masalah siswa lebih dapat mengembangkan pengetahuannya tentang masalah-
masalah yang ada dilingkungannya baik itu di lingkungan rumah maupun di
lingkungan masyarakat tempat tinggalnya. Dalam pembelajaran berbasis
masalah siswa diharapkan lebih dapat kesempatan untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata, sehingga di dalam
kehidupannya nanti dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.
DAFTAR PUSTAKA

Muhson, A. 2009. Peningkatan Minat Belajar dan Pemahaman Mahasiswa Melalui


Penerapan Problem-Based Learning. Jurnal Kependidikan. Vol. 39, No. 2. PP.
171-182.

Sudarman. 2007. Problem Based Learning : Suatu Model Pembelajaran Untuk


Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah.Jurnal
Pendidikan Inovatif. Vol. 2 no. 2. PP. 68-73

Suyanti, R. D. 2010. Strategi Pembelajaran Kimia. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai