SUBSTITUSI ELEKTROFILIK
1. Substitusi Elektrofilik Senyawa Alifatik
Mekanisme Reaksi Substitusi Elektrofilik
Perbedaan mekanisme reaksi substitusi elektrofilik dengan mekanisme
reaksi substitusi nukleofilik, terletak pada spesies penyerang dan gugus pergi.
Pada reaksi substitusi elektrofilik, spesies penyerang dan gugus perginya adalah
suatu elektrofil (asam menurut konsep Lewis ). Pada dasarnya perubahan yang
terjadi pada reaksi substitusi elektrofilik adalah suatu elektrofil (asam menurut
konsep Lewis) membentuk sebuah ikatan baru dengan atom karbon substrat dan
salah satu substituen pada karbon tersebut lepas tanpa membawa pasangan
elektronnya. Elektrofilnya dapat berupa ion positif, atau ujung positif suatu dipol,
atau dipol terinduksi. Secara umum persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai
berikut:
R–X + Y+ → R–Y + X+
Substrat elektrofil hasil substitusi gugus pergi
Tahap 1:
H
OH-
-
-
-
CH3 C CH3 CH3 C CH3 CH3 C CH3 + H2O:
NO2 N+ N
2-nitropropana O O
-
-O O
-
-
Tahap 2:
Br
NO2 NO2
2-bromo-2-nitropropana
c c
b b
C C
a
a
C2 H5
NC CN
cepat
C-
+ H-OCH3 C2H5 - C - H + CH3 O-
C6 H5 C6H5
n-C 6H 5 n-C6 H5
n-C6 H5
(CH3 )2 SO H3C
H3C - H3 C HOCH3 C H
C D + OCH3 C
25 oC
C6 H5 SO2
C6H5 SO2 C 6H 5 SO2
retensi 90 %
enantiomer murni
C 2 H5
C2 H5 O- H3C O
H3 C 210 oC -
C C CH3 + HOCH2 CH2 OH HOCH2 CH2 O-H C C CH3
C6 H5 (elektrofil)
CH3 C2 H5 CH3
- H2O
CH3CH2CH2 Hg I + I I I CH3CH2CH2 I + HgI2 + I-
dioksan
c
c
b
b
C X C Y + X+ (SE 2 depan)
a Y+ a
c c
b b
Y+ C X Y C + X+ (SE 2, belakang)
a
a
Apabila reaksi terjadi pada substrat kiral maka akan terbentuk hasil reaksi
dengan mempertahankan konfigurasi semula (retensi) pada mekanisme SE2
(depan), dan terjadi pembalikan konfigurasi (inversi) pada mekanisme SE2
(belakang). Jika elektrofil menyerang substrat dari arah depan ada kemungkinan
mekanisme yang ketiga, yaitu salah satu bagian elektrofil membantu lepasnya
gugus pergi dan dalam waktu yang bersamaan terbentuk ikatan baru dengan
substrat.
Y Z
a a
b b + X-Z
C X C Y
c
c
C2H5 C2H5
CH3 Br C Br + HgBr2
C Hg Br + Br
CH3
H
H
| |
―C = C ―C ― X + Y + ―C = C ―C ― Y + X-
| |
Mekanisme pembentukan produk yang mengalami penataan ulang tersebut dapat
terjadi dengan dua cara yaitu:
1. Reaksi berlangsung seperti pada mekanisme S E1, dimana gugus pergi lepas
lebih dahulu membentuk karbanion yang distabilkan olah resonansi dan diikuti
dengan serangan elektrofil.
| | | -X+ |
C = C ―C ― X ―C = C ―C ― Y + X-
| | |
-X+ Y+
C= C C X C=C C C C=C Y C C=C
produk
C= C C X C C C X C C = C + X+
+
Y Y
Y+ produk
R - H + D+ R - D + H+
R - H + T+ R - T + H+
+
D+ + :OH2 D - OH2 D - OH + H+
+
D+ + :Cl-H D - Cl-H D - Cl + H+
Pada alkana tidak terdapat pasangan elektron bebas, sehingga agar dapat
terjadi substitusi oleh deuterium harus didahului dengan proses eliminasi.
H H
_ +
R-C-H R-C + H
H H H
R-C-D
\ -2
― NO2 > C=O > ―CN > C=O > ―SO3 > ― Cl
/ |
O-
R – L + H+ R–H + L+ ( L = logam)
Contoh: reaksi senyawa organo-magnesium dengan air atau asam,
δ+ δ+
CH3C ≡ C – H + C2H5MgBr CH3C≡CMgBr + C2H6
Reaksi yang mengikuti tipe reaksi di atas sering dijumpai pada senyawa
organolitium dan organomerkuri yang direaksikan dengan brom. Pada senyawa
organomerkuri, reaksinya berlangsung lebih cepat jika ada katalis (misalnya
piridina) yang membantu pembelahan heterolitik molekul brom. Senyawa alkil
atau arillitium biasanya dibuat dari reaksi antara alkil litium dengan alkil atau aril
halida. Reaksi tersebut memberikan hasil yang sangat baik jika atom karbon
organolitium yang dihasilkan lebih dapat menstabilkan muatan negatif daripada
organolitium semula. Contoh reaksi pembuatan arilitium.
Br Li
CH3CH2CH2Li + CH3CH2CH2Br
+
O O
5) Reaksi dekarboksilasi pada asam karboksilat atau garam dari asam karboksilat
Reaksi dekarboksilasi dapat terjadi pada asam-asam karboksilat yang
mengikat gugus penarik elektron pada atom Cα yang membebaskan
karbondioksida. Reaksi ini melewati pembentukan zat antara karbanion yang
terstabilkan oleh resonansi.
Contohnya adalah reaksi dekarboksilasi pada asam nitroasetat.
O _O
OH - panas O - +
O2 NCH2 CO2 H O2 N - CH2 C + N CH2
N CH2
-CO2
asam nitroasetat O_ O_
O_
H2 O
CH3 NO2
nitrometana
O O OH O
CH2
R + Br Br R Br + CO2 +
C AgBr
O Ag
Tahap – 1:
H H
H
H E E + E
lambat
+ E+ + +
Pada tahap ini elektrofil mengambil dua elektron dari 6 elektron µ pada inti
benzena dan membentuk ikatan σ dengan salah satu atom karbon cincin benzena.
Pembentukan ikatan ini akan merombak sistem aromatik yang ada karena pada
pembentukan ion benzenonium atom karbon yang membentuk ikatan dengan
elektrofil berubah dari hibridisasi sp2 menjadi sp3 dan tidak lagi memiliki orbital p.
Keempat elektron µ ion benzenonium terdelokalisasi pada kelima orbital p.
Struktur (1), (2) dan (3) adalah struktur resonansi penyumbang pada
struktur ion benzenonium yang sebenarnya. Struktur ion benzenonium yang
sebenarnya merupakan hibrida dari struktur-struktur resonansi tersebut. Struktur
(1) sampai dengan (3) seringkali digambarkan dengan struktur (4) sebagai berikut.
H
+ E
(4)
Ion arenium seringkali disebut juga dengan nama kompleks Wheland atau
kompleks σ (sigma).
Tahap – 2:
H
E
+ E cepat
+ H+
Pada tahap-2 ion benzenonium melepaskan proton dari atom karbon yang
mengikat elektrofil. Atom karbon yang mengikat elektrofil berubah kembali
menjadi hibridisasi sp2 dan inti benzena memperoleh kestabilannya kembali.
Langkah dalam tahap 2 tersebut lebih cepat daripada tahap 1, karena itu langkah
penentu laju reaksinya adalah tahap 1 dan reaksinya merupakan reaksi orde kedua.
Hubungan antara struktur substrat dan kereaktifannya dalam substitusi
elektrofilik senyawa aromatik
Hasil monosubstitusi benzena pada reaksi substitusi elektrofilik, maka
substituen yang telah ada tersebut akan berpengaruh pada laju reaksi dan arah
serangan. Berlangsungnya proses substitusi tersebut dapat lebih cepat atau lebih
lambat daripada benzena. Sedangkan gugus baru mungkin diarahkan pada posisi
orto, meta, atau para.
Gugus-gugus yang meningkatkan laju reaksi dinamakan gugus pengaktif
sedangkan gugus yang memperlambat laju reaksi disebut gugus pendeaktif.
Gugus-gugus yang termasuk kelompok pengarah orto-para sebagian bersifat
pengaktif dan sebagian lainnya bersifat pendeaktif, sedangkan gugus-gugus
pengarah meta semuanya termasuk dalam kelompok pendeaktif. Jika suatu gugus
dikatakan sebagai pengaruh orto-para tidak mutlak diartikan bahwa gugus yang
baru seluruhnya diarahkan keposisi orto dan para. Contohnya reaksi nitrasi pada
toluena menghasilkan isomer orto = 59%, para = 37% dan meta = 4%.
Pada Tabel 5.2 dapat dilihat tentang gugus-gugus yang berperan dalam
reaksi substitusi elektrofilik senyawa aromatik disusun berdasarkan efek orientasi
dan pengaruhnya terhadap kereaktifan inti.
Pendeaktif lemah
.. .. .. ..
– F: , – Cl: , – Br: , – I:
FeCl3 Cl
+ Cl2
+ HCl
25oC
Klorobenzena (90%)
FeCl3 Br
+ Br2
+ HBr
panas
Bromobenzena (75%)
Asam Lewis yang paling umum digunakan pada reaksi klorinasi dan
brominasi adalah: FeCl3, FeBr 3, dan AlCl3.
Mekanisme brominasi benzena dapat dituliskan sebagai berikut:
Tahap 1
Br Br + FeBr + - + -
3 Br Br FeBr3 Br Br
+ FeBr3
ion bromonium
Tahap 2
H H
H
H Br +
Br Br
lambat
+ Br+
+ +
Tahap 3
H Br FeBr3
Br Br
+ + H - Br + FeBr3
+ -
N2 Cl
F
+ HBF4 panas
+ N2 + HCl + BF3
HNO3 I
+ I2
+ HI
(80%)
2) Nitrasi
Benzena bereaksi lambat dengan asam nitrat pekat panas menghasilkan
nitrobenzena. Reaksi berlangsung lebih cepat jika dilakukan dengan memanaskan
benzena bersama-sama dengan campuaran HNO3 pekat dan H2SO4 pekat.
50-55o C NO2
+ HNO3 + H2 SO4 + -
+ H3 O + HSO4
O H O
+ _
HOSO3 H + H O N + H O N+ + HSO4
O_
O_
Tahap 2
O
+ +
H O N + H2O + O=N=O
H O_ ion nitrosonium
Pada tahap 1 asam nitrat memperlihatkan sifat sebagai basa dan menerima
proton dari asam sulfat yang lebih kuat. Pada tahap 2 asam nitrat yang telah
terprotonkan terurai menghasilkan ion nitronium. Selanjutnya terbentuk tahap-
tahap berikut ini.
Tahap 3
O H H
H
NO2 + NO2
N+ lambat NO2
+ +
O
Tahap 4
-
H
O H +
NO2 NO2
H O H
H +
+
H
3) Sulfonasi
Pada temperatur kamar benzena bereaksi dengan asam sulfat berasap
menghasilkan asam benzena sulfonat. Reaksinya disebut sulfonasi. Asam sulfat
berasap adalah asam sulfat yang mengandung gas SO3. Reaksi sulfonasi juga
dapat berlangsung jika digunakan asam sulfat pekat meskipun reaksinya lebih
lambat.
O O
o S O H
S 25 C
O O H2SO4 pekat O
asam benzena sulfonat (56%)
Dalam reaksi sulforasi benzena, yang bertindak sebagai elektrofil adalah
SO3, baik menggunakan asam sulfat berasap maupun dengan asam sulfat pekat.
Mekanisme reaksi sulfonasi yang menggunakan asam sulfat pekat melalui tahap-
tahap sebagai berikut:
Tahap 1
+ _
2 H2SO4 SO3 + H3O + HSO4
Tahap 2
O
O H _
S O
+ Lambat
S + struktur resonansi
O O O yang lain
Tahap 3
H _
HSO4 _
_ SO3
SO3
cepat + H 2SO4
+
Tahap 4
O O
_
S cepat S O H + H2O
O +
+ H O H
O O
H
+ H2SO4 + H2O
4) Alkilasi Friedel-Crafts
Pada tahun 1877, dua orang ahli kimia masing-masing Charles Friedel
(Perancis) dan James M.Crafts (Amerika) menemukan metode baru untuk
membuat alkil benzena (ArR) dan asil benzena (ArCOR). Kini reaksi pembuatan
kedua kelompok senyawa tersebut masing-masing dinamakan dengan reaksi
alkilasi Friedel-Crafts dan reaksi asilasi Friedel-Crafts. Secara umum reaksi
alkilasi Friedel-Crafts dituliskan sbb:
R
AlCl3
+ R-X + HX
CH3
Tahap 3
H Cl - AlCl3
+ CH3 CH3
+ HCl + AlCl3
CH CH
CH3 CH3
60o C
+ HO
BF3
sikloheksilbenzena (56%)
H H
+ _
H N H N AlCl3
+ AlCl3
c) Aril dan vinil halida tidak dapat digunakan sebagai komponen halida karena
kedua senyawa tersebut tidak dapat segera membentuk karbokation.
d) Dalam reaksi alkilasi Friedel-Crafts sering terjadi polialkilasi. Hal ini terjadi
karena gugus alkil yang bersifat mendorong elektron sehingga keberadaannya
pada inti benzena meningkatkan keaktifan inti benzena terhadap reaksi
subtitusi elektrofilik selanjutnya.
5) Asilasi Friedel-Crafts
Reaksi asilasi adalah reaksi yang mengakibatkan masuknya gugus asil
(R-C=O) kedalam suatu senyawa. Dua buah gugus asil yang lazim dikenal adalah
gugus asetil dan gugus benzoil.
O
O
CH3 C
C
gugus asetil
(etanoil) gugus benzoil
O
O
AlCl3 C + HCl
+ CH3 C CH3
Cl 80oC
Asetofenon
Asetil klorida
(metil fenil keton)
CH3 C O O
+ CH O AlCl3 C + CH3 C
3 C CH3 OH
O 80oC
Anhidrida asam asetat
Tahap 1
O
H3C
_
R C Cl + AlCl3 +
CH Cl AlCl3
H3C
Tahap 2
O
_ _
+ + +
R C Cl AlCl3 R C=O + AlCl4
R C=O
ion asilium
Tahap 4
_
H
AlCl4 C R
C R
+ HCl + AlCl3
+ O
O
Tahap 5
AlCl3 C R
C R
_
O AlCl3
O +
Pada tahap paling akhir aluminium klorida (suatu asam Lewis)
membentuk kompleks dengan keton (suatu basa Lewis), tetapi jika kompleks
tersebut direaksikan dengan air akan diperoleh keton semula menurut persamaan
reaksi berikut:
Tahap 6
C R C R
+ 3 H2O + Al(OH)3 + 3HCl
_
O AlCl O
3
+
S S S
+
+ E+
E
+ + H E H
keadaan transisi ion benzenonium
Dengan cara penulisan tersebut diatas berarti bahwa S dapat berposisi orto,
meta atau para terhadap elektrofil E. Laju reaksi yang diakibatkan oleh adanya S
tergantung apakah S menarik atau mendorong elektron. Jika S gugus pendorong
elektron maka reaksi berlangsung lebih cepat daripada benzena. Sebaliknya jika S
gugus penarik elektron maka reaksi berjalan lebih lambat.
S S S
Reaksi
lebih +
+ E+ + cepat
+
E H E H
S pendorong keadaan transisi ion benzenonium
Elektron lebih stabil lebih stabil
S S S
Reaksi lebih
+ E+ + lambat
+
+
E H E H
S penarik keadaan transisi ion benzenonium
Elektron kurang stabil kurang stabil
2. Teori Orientasi
Faktor yang dapat mentukan orientasi sifat-sifat gugus penarik dan
pendorong elektron dalam reaksi substitusi senyawa aromatik yaitu: efek induksi
dan resonansi. Efek induksi adalah efek yang diakibatkan oleh perbedaan
keelektronegatifan antara dua atom atau gugus. Contohnya, atom halogen lebih
elektronegatif daripada atom karbon sehingga halogen memberikan efek induksi
menarik elektron. Disamping itu terdapat gugus-gugus lain yang memberikan efek
induksi karena adanya muatan positif atau parsial positif pada atom yang terikat
pada inti benzena.
+ -
S (S = F, Cl, Br)
-
X O O-
+ ↑+ - ∕∕ │
→―NR3 ( R = alkil atau H) →―C →― X→― N+ →―S―OH
↓ | ║
X- O- O
O O-
║ │
→―C―G ↔ →―C+―G (G = H, R, OH atau OR)
Efek menarik atau mendorong elektron dari suatu gugus melalui ikatan pi
dinamakan efek resonansi. Contohnya, subtituen-subtituen nitro, siano dan
karbonil bersifat pendeaktif karena menyebabkan bergesernya elektron pi pada
inti benzena kearah subtituen tersebut. Akibatnya, inti benzena menjadi tuna
elektron. Struktur-struktur resonansi untuk nitrobenzena dan benzaldehida
digambarkan sbb:
_ _ _
O O O
O
+
N+ N+ N+
N
+ +
O _ O _ O _
O _
Nitrobenzena
_ _ _
O O O
O
+
C C
C C
+ +
H H
H H
Benzaldehida
_
R R R
+ +
+ O
O R O O
_
_
+ +
+ NR2
NR2 NR2 NR2
_
_
a. Gugus Pengarah Meta
Semua gugus pengarah meta mempunyai muatan positif atau parsial
positif pada atom yang terikat langsung dengan inti benzena. Contohnaya adalah –
CF3, dimana atom C pada guigus tersebut bermuatan parsial positif karena
mengikat tiga atom F yang sangat elektronegatif.
Gugus –CF3 merupakan gugus pendeaktif kuat dan pengarah meta dalam
reaksi subtitusi elektrofilik senyawa aromatik. gugus ini mempengaruhi kerektifan
inti aromatik dengan mengakibatkan keadaan transisi yang mengarahkan pada
pembentuka ion arenium yang sanagat tidak stabil. Gugus ini menarik elktron dari
karbokation yang terbentuk sehingga menambah muatan posistif pada inti
benzena.
+
CF3 +
CF3 +
CF3
+ E+ +
+
+
E H E H
Trifluorometilbenzena keadaan transisi ion benzenonium
+ E+ +
+
E H E H E
H
Serangan para:
CF3 CF3 CF3 CF3
+ +
+ E+
E E E +
H H H
H2SO4
+ HNO3
NO2
Trifluorometilbenzena (~ 100%)
lebih stabil
Serangan meta:
NH2 NH2 NH2
NH2
+ +
+ E+ E E
E
+
H H H
Serangan Para:
NH2 NH2 NH2
+ NH2 NH2
+
+ E+
+ +
E H H E H E E H
lebih stabil
Terdapat empat struktur resonansi pada ion benzenonium hasil serangan
orto dan para, sedangkan dari serangan meta hanya tiga struktur resonansi. Hal ini
menunjukkan bahwa ion benzenonium hasil serangan orto dan para lebih stabil.
Tetapi hal yang lebih penting adalah kestabilan struktur-struktur penyumbang
hibrida ion benzenonium hasil serangan orto dan para. Diantara struktur-struktur
penyumbang tersebut ada yang memiliki ikatan ekstra yang terbentuk dari
pasangan elektron bebas pada nitrogen dengan atom karbon inti. Struktur ini
sangat stabil karena semua atom (kecuali atom H) memiliki elektron oktet
(delapan elektron). Kestabilan struktur-struktur penyumbang tersebut
menyebabkan kontribusinya terhadap hibrida resonansi lebih besar. Hal ini berarti
bahwa ion benzenonium yang terbentuk dari serangan orto dan para lebih stabil
daripada serangan meta. Akibatnya elektrofil bereaksi dengan cepat pada posisi
orto dan para.
Halogen termasuk kelompok gugus pengarah orto-para, tetapi gugus ini
mendeaktifkan inti. Kekhususan pada halogen ini dapat dijelaskan dengan asumsi
bahwa efek induksinya mempengaruhi kereaktifan dan efek resonansinya
menentukan orientasi. Pada senyawa klorobenzena, karena atom klor sangat
elektronegatif maka diperkirakan terjadi penarikan elektron pada inti benzena dan
karena itu mendeaktifkan inti benzena dalam reaksi subtitusi elektrofilik.
Cl
lebih stabil
Serangan meta:
Cl Cl Cl Cl
+ +
+ E+ E E
E
+
H H H
Serangan Para:
Cl Cl Cl
+ Cl Cl
+
+ E+
+ +
E H H E H E E H
lebih stabil
R R R
+ E+ +
+
+
E H E H
keadaan transisi ion benzenonium
yang terstabilkan
Pada langkah pembentukan ion benzenonium, energi pengaktifan alkil
benzena lebih rendah daripada benzena sehingga reaksi pada alkil benzena
berlangsung lebih cepat.
Jika serangan orto-meta dan para lewat reaksi substitusi elektrofilik pada
senyawa toluena, menghasilkan struktur-struktur resonansi ion benzenonium
sebagai berikut:
Serangan orto :
CH3 CH3 CH3 CH3
H H
+ H
+ E+ E
+ E E
+
lebih stabil
Serangan meta :
CH3 CH3 CH3
CH3
+ +
+ E+ E E
E
+
H H H
Serangan para :
CH3 CH3 CH3 CH3
+
+ E+
+ +
E H H E H E
lebih stabil
Pada serangan orto dan para terdapat satu struktur resonansi dimana gugus
metil terikat langsung pada atom yang bermuatan positif, dan bersifat lebih stabil
karena pengaruh stabilisasi gugus metil (gugus pendorong elektron) paling efektif.
Struktur tersebut memberikan konstribusi hibrida ion benzenonium yang
terbentuk oleh serangan orto dan para, sedangkan pada serangan meta, tidak
demikian. Ion benzenonium yang terbentuk oleh serangan orto dan para lebih
stabil, maka keadaan transisi yang mengarahkan kepembentukan ion benzenonium
memerlukan energi lebih rendah sehingga reaksi berlangsung lebih cepat.
Rangkuman
Mekanisme ion arenium umumnya berlaku pada reaksi substitusi
elektrofilik pada senyawa aromatik. Mekanisme ion arenium berlangsung dalam
dua tahap. Tahap pertama sebagai tahap penentu laju reaksi merupakan tahap
pembentukan ion arenium yang dihasilkan dari serangan elektrofil pada inti
benzena. Tahap kedua yang berlangsung cepat merupakan tahap lepasnya gugus
pergi yang pada umumnya berupa proton.
Orientasi dan kereaktifan dalam substitusi elektrofilik dipengaruhi oleh
adanya substituen yang terikat pada inti benzena. Orientasi dan kreaktifan tersebut
dikendalikan oleh dua faktor yaitu; efek induksi dan efek resonansi. Substituen
yang berbeda menunjukkan reaksi yang berbeda tergantung pada pengarahan dan
kekuatan kedua faktor tersebut.
Efek substituen dalam reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa aromatik
dapat diringkaskan sebagai berikut :
a. Gugus alkali, memberikan efek induksi penarik elektron sedang dan tidak ada
efek resonansi. Hasilnya, gugus-gugus alkil bersifat pengaktif dan pengarah
orto-para.
b. Gugus hidroksi dan gugus amino (dan turunannya), memberikan efek induksi
penarik elektron sedang. Hasilnya gugus-gugus ini bersiafat pengaktif dan
pengarah orto-para.
c. Halogen, memberikan efek induksi penarik elektron kuat dan efek resonansi
pendorong elektron sedang. Hasilnya halogen bersifat pendeaktif dan
pengarah orto-para.
d. Gugus-gugus nitro, siano, karbonil dan gugus-gugus serupa memberikan efek
resonansi penarik elektron kuat dan efek induksi juga penarik elektron kuat.
Hasilnya gugus-gugus tersebut bersifat pendeaktif dan pengarah meta.
Adanya gugus pengaktif akan meningkatkan laju reaksi substitusi
elektrofilik dan sebaliknya gugus pendeaktif menurunkan laju reaksi.