Anda di halaman 1dari 36

B.

SUBSTITUSI ELEKTROFILIK
1. Substitusi Elektrofilik Senyawa Alifatik
Mekanisme Reaksi Substitusi Elektrofilik
Perbedaan mekanisme reaksi substitusi elektrofilik dengan mekanisme
reaksi substitusi nukleofilik, terletak pada spesies penyerang dan gugus pergi.
Pada reaksi substitusi elektrofilik, spesies penyerang dan gugus perginya adalah
suatu elektrofil (asam menurut konsep Lewis ). Pada dasarnya perubahan yang
terjadi pada reaksi substitusi elektrofilik adalah suatu elektrofil (asam menurut
konsep Lewis) membentuk sebuah ikatan baru dengan atom karbon substrat dan
salah satu substituen pada karbon tersebut lepas tanpa membawa pasangan
elektronnya. Elektrofilnya dapat berupa ion positif, atau ujung positif suatu dipol,
atau dipol terinduksi. Secara umum persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai
berikut:

R–X + Y+ → R–Y + X+
Substrat elektrofil hasil substitusi gugus pergi

Mekanisme Reaksi Substitusi Elektrofilik Senyawa Alifatik


Kemampuan melepaskan proton sangat menentukan kereaktifan senyawa
alifatik dalam substitusi elektrofilik. Oleh karena itu gugus pergi yang paling
banyak dijumpai dalam substitusi elektrofilik senyawa alifatik adalah proton.
Senyawa yang mudah mengalami reaksi substitusi elektrofilik, contohnya: atom
hidrogen yang terikat pada atom karbon yang berposisi alpha (Cα ) terhadap
gugus karbonil atau atom hidrogen yang terikat pada atom karbon pada alkuna
terminal ( RC ≡ CH) mudah dilepaskan sebagai proton. Sedangkan atom hidrogen
pada alkana sukar dilepaskan sebagai proton, sehingga alkana sukar mengalami
reaksi substitusi elektrofilik.
Pada reaksi substitusi elektrofilik dikenal empat macam mekanisme yaitu:
SE1, SE2 (depan), SE2 (belakang) dan SEi. SE1 adalah substitusi elektrofilik
unimolekuler sedangkan SE2 dan SEi adalah substitusi elektrofilik bimolekuler.
Mekanisme substitusi elektrofilik unimolekuler (SE1)
Mekanisme reaksi substitusi elektrofilik unimolekuler (SE1) terdiri dari
dua tahap, yaitu tahap ionisasi yang berlangsung lambat dan merupakan tahap
penentu laju reaksi, dan tahap penggabungan karbanion dengan elektrofil yang
berlangsung cepat.
lambat
Tahap 1. R-X R- : + X+
cepat
Tahap 2. R- : + Y+ R–Y
Elektrofil
Laju reaksi yang mengikuti mekanisme SE1 tidak dipengaruhi oleh
konsentrasi elektrofil karena tahap penentu laju reaksi adalah tahap ionisasi
(pembentukan karbanion). Contohnya adalah reaksi brominasi pada atom karbon
yang mengikat gugus penarik elektron yang dikatalisis oleh basa. Pada reaksi
brominasi 2-nitropropana, laju reaksi tidak dipengaruhi oleh konsentrasi brom
tetapi hanya dipengaruhi oleh konsentrasi 2-nitropropana.

Tahap 1:
H
OH-
-
-
-
CH3 C CH3 CH3 C CH3 CH3 C CH3 + H2O:

NO2 N+ N
2-nitropropana O O
-
-O O
-
-

Tahap 2:
Br

CH3 C CH3 + Br Br CH3 C CH3 + Br -

NO2 NO2
2-bromo-2-nitropropana

Produk reaksi yang mengikuti mekanisme SE1 dapat menghasilkan produk


dengan mempertahankan konfigurasi semula (retensi), atau rasemisasi, atau
pembalikan konfigurasi (inversi) sebagian, tergantung pada faktor-faktor
kestabilan karbanion, konsentrasi elektrofil, kekuatan elektrofil, dan konfigurasi
karbanion.
Reaksi akan menghasilkan produk rasemisasi jika :
1). Karbanion terstabilkan oleh delokalisasi dan konsentrasi elektrofil rendah atau
kekuatan elektrofilnya rendah,
2). Karbanion berstruktur datar dan muatan negatif terdelokalisasi sehingga
elektrofil dapat menyerang karbanion dari kedua sisi,
3). Karbanion berstruktur tetrahedral tetapi membentuk campuran kesetimbangan
anion enantiomerik dengan laju yang lebih cepat daripada laju pembentukan
produk.
Karbanion yang berstruktur tetrahedral digambarkan sebagai berikut:

c c

b b
C C
a
a

Contoh reaksi SE1 yang menghasilkan campuran rasemat adalah reaksi


antara anion 2-fenil-2-sianobutanoat dengan metanol:
CN C2H5
O NC
H5 C2 CH3OH C- + CO2
C C
lambat
H5C6 O
C6H5
karbanion datar

C2 H5
NC CN
cepat
C-
+ H-OCH3 C2H5 - C - H + CH3 O-

C6 H5 C6H5

Reaksi SE1 yang berlangsung dengan mempertahankan konfigurasi semula


(retensi) dapat terjadi dengan dua cara:
1). Karbanion berstruktur datar dan tersolvasi secara tidak simetris oleh elektrofil
pada sisi yang sama dengan kedudukan gugus pergi,
2). Karbanion berstruktur tetrahedral dan elektrofil terikat sebelum karbanion
berubah ke struktur enantiomernya.
Contoh reaksi SE1 yang berlangsung dengan mempertahankan konfigurasi
semula adalah:

n-C 6H 5 n-C6 H5
n-C6 H5
(CH3 )2 SO H3C
H3C - H3 C HOCH3 C H
C D + OCH3 C
25 oC
C6 H5 SO2
C6H5 SO2 C 6H 5 SO2
retensi 90 %
enantiomer murni

Reaksi SE1 yang menghasilkan produk dengan pembalikan konfigurasi


(inversi) terjadi pada sistem dengan karbanion berstruktur datar dan tersolvasi
secara tidak simetris sebagai zat antara (intermediate). Anion ini tersolvasi pada
sisi yang sama dengan kedudukan gugus pergi oleh molekul yang terbentuk dari
gugus pergi dan elektrofil menyerang dari sisi yang berlawanan.
Contoh:
Reaksi antara anion 3-fenil-2,3-dimetil-2-pentanol dengan etilena glikol.

C 2 H5
C2 H5 O- H3C O
H3 C 210 oC -
C C CH3 + HOCH2 CH2 OH HOCH2 CH2 O-H C C CH3
C6 H5 (elektrofil)
CH3 C2 H5 CH3

karbanion tersolvasi tak simetris sebagai zat antara


C2H5
CH3
CH3
H - *C + C=O + CH2OHCH2O-
C6H5
CH3

Mekanisme substitusi elektrofilik bimolekuler (SE2 dan SEi)


Mekanisme reksi substitusi elektrofilik bimolekuler pada senyawa alifatik
terjadi melalui pemutusan ikatan antara gugus pergi dengan substrat dan
pembentukan ikatan baru antara elektrofil dengan substrat berlangsung dalam
waktu yang bersamaan. Oleh karena itu laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi
elektrofil dan substrat. Contohnya adalah reaksi perubahan alkil merkuri iodida
menjadi alkil iodida dengan elektrofil ion triiodida dengan mekanisme sebagai
berikut:

- H2O
CH3CH2CH2 Hg I + I I I CH3CH2CH2 I + HgI2 + I-
dioksan

Pada mekanisme SE2, ada dua kemungkinan arah serangan elektrofil


terhadap substrat, yaitu dari arah depan, yang disebut dengan S E2 (depan) dan dari
arah belakang, yang disebut dengan SE2 (belakang) dapat digambarkan sebagai
berikut:

c
c
b
b
C X C Y + X+ (SE 2 depan)

a Y+ a

c c
b b
Y+ C X Y C + X+ (SE 2, belakang)
a
a

Apabila reaksi terjadi pada substrat kiral maka akan terbentuk hasil reaksi
dengan mempertahankan konfigurasi semula (retensi) pada mekanisme SE2
(depan), dan terjadi pembalikan konfigurasi (inversi) pada mekanisme SE2
(belakang). Jika elektrofil menyerang substrat dari arah depan ada kemungkinan
mekanisme yang ketiga, yaitu salah satu bagian elektrofil membantu lepasnya
gugus pergi dan dalam waktu yang bersamaan terbentuk ikatan baru dengan
substrat.
Y Z
a a
b b + X-Z
C X C Y
c
c

Mekanisme ini disebut dengan mekanisme SEi dan menghasilkan produk


dengan mempertahankan konfigurasi semula (retensi).
Ketiga mekanisme reaksi subtitusi elektrofilik bimolekuler tersebut [SE2
(depan), SE2 (belakang) dan SEi] sukar dibedakan. Ketiganya hanya dapat
dibedakan dengan mengakaji secara mendalam aspek stereokimianya.
Kebanyakan reaksi substitusi elektrofilik bimolekuler (orde kedua)
menghasilkan produk dengan mempertahankan konfigurasi semula. Hal ini berarti
bahwa pada umumnya reaksi berlangsung dengan mekanisme dimana elektrofil
menyerang substrat dari arah depan, SE2 (depan) atau SEi.

C2H5 C2H5

CH3 Br C Br + HgBr2
C Hg Br + Br
CH3
H
H

Kenyataan ini berlawanan dengan mekanisme SN2. Pada mekanisme SN2,


nukleofil menyerang atom karbon yang mengikat gugus pergi, sedangkan pada
mekanisme SE2 elektrofil menyerang elektron yang mengikat atom karbon dan
gugus pergi. Oleh karena itu reaksi berlangsung lebih cepat jika elektrofil
menyerang substrat dari sisi yang sama dengan kedudukan gugus pergi daripada
sebaliknya karena adanya halangan sterik.

Substitusi elektrofilik yang disertai dengan perpindahan ikatan rangkap


Penataan ulang akan terjadi pada produk reaksi, jika reaksi substitusi
elektrofilik terjadi pada substrat alilik.

| |
―C = C ―C ― X + Y + ―C = C ―C ― Y + X-
| |
Mekanisme pembentukan produk yang mengalami penataan ulang tersebut dapat
terjadi dengan dua cara yaitu:
1. Reaksi berlangsung seperti pada mekanisme S E1, dimana gugus pergi lepas
lebih dahulu membentuk karbanion yang distabilkan olah resonansi dan diikuti
dengan serangan elektrofil.

| | | -X+ |
C = C ―C ― X ―C = C ―C ― Y + X-
| | |

2. Elektrofil Y+ menyerang substrat lebih dahulu membentuk karbokation dan


diikuti dengan lepasnya X+ sebagai gugus pergi.

-X+ Y+
C= C C X C=C C C C=C Y C C=C

produk

Pada umumnya penataan ulang elektrofilik alilik melibatkan hidrogen


sebagai gugus pergi, meskipun juga dapat terjadi pada senyawa organologam
dengan ion logam sebagai gugus pergi.

C= C C X C C C X C C = C + X+
+
Y Y
Y+ produk

Hubungan antara struktur substrat dan kereaktifannya dalam subtitusi


elektrofilik senyawa alifatik
Pada mekanisme reaksi SE1, memiliki tahap penentu laju reaksi mirip
seperti pelepasan proton dari suatu asam. Oleh karena itu adanya gugus-gugus
pendorong elektron akan mengurangi laju reaksi dan sebaliknya gugus-gugus
penarik elektron akan menambah laju reaksi. Pada mekanisme reaksi SE2
(belakang) kereaktifan substrat seperti halnya pada mekanisme SN2, yaitu semakin
besar gugus alkil semakin besar pula halangan steriknya sehingga laju reaksinya
akan semakin kecil. Jadi urutan kereaktifannya adalah: Me > Et > Pr > i-Pr
> neopentil.
Pada mekanisme reaksi SE2 (depan) laju reaksi bergantung pada jenis
reaksinya. Contohnya adalah reaksi antara : RHgBr + Br2 → RBr + HgBr2 yang
dikatalisis oleh basa diperoleh hasil seperti tercantum pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Laju reaksi relatif RHgBr dengan Br 2


R Laju reaksi relatif
Me 1
Et 10,8
Iso-pr 780
t-bu 3370
iso-bu 1,24
neopentil 0,173

Dari tabel tersebut terlihat bahwa adanya cabang pada posisi α


meningkatkan laju reaksi sedangkan cabang pada posisi β menurunkan laju reaksi.
Bertambahnya laju reaksi oleh bertambahnya cabang pada posisi α karena
pengaruh sifat pendorong elektron dari gugus alkil yang menstabilkan keadaan
transisi yang bersifat kekurangan elektron.

Contoh-contoh reaksi subtitusi elektrofilik pada senyawa alifatik:


1) . Reaksi substitusi hidrogen oleh deuterium atau tritium.

R - H + D+ R - D + H+
R - H + T+ R - T + H+

Substitusi hidrogen yang terikat pada atom C oleh deuterium berlangsung


lebih sukar daripada subtitusi hidrogen yang terikat pada N (trivalen), O atau
Halogen. Hal ini disebabkan molekul-molekul NH3, H2O dan HX (asam halogen)
memiliki pasangan elektron bebas sehingga ion deuterium dengan cepat dapat
mengikatkan diri padanya.
+
D+ + :NH3 D - NH3 D - NH2 + H+

+
D+ + :OH2 D - OH2 D - OH + H+
+
D+ + :Cl-H D - Cl-H D - Cl + H+

Pada alkana tidak terdapat pasangan elektron bebas, sehingga agar dapat
terjadi substitusi oleh deuterium harus didahului dengan proses eliminasi.

H H
_ +
R-C-H R-C + H

H H H
R-C-D

Pemutusan ikatan C-H pada alkana memerlukan energi cukup besar,


sehingga pemutusan tersebut hanya mungkin terjadi jika dibantu oleh adanya
katalis atau bila ikatan C-H diperlemah oleh gugus penarik elektron. Jika atom
C mengikat gugus penarik elektron seperti –NO2 maka ikatan C-H menjadi
lemsah sehingga atom H mudah dilepaskan sebagai proton. Urutan gugus-gugus
penarik elektron berdasarkan keefektifannya dalam mempermudah substitusi
adalah:

\ -2
― NO2 > C=O > ―CN > C=O > ―SO3 > ― Cl
/ |
O-

2) Reaksi substitusi logam dalam senyawa organologam oleh hidrogen, pola


umumnya :

R – L + H+ R–H + L+ ( L = logam)
Contoh: reaksi senyawa organo-magnesium dengan air atau asam,

RMgBr + HOH R–H + Mg(OH)Br


RMgBr + HBr R–H + MgBr2

Reaksi metalasi juga termasuk dalam tipe ini.

C6H6 + C2H5Na C6H5Na + C2H6

Reaksi-reaksi berikut ini sering digunakan untuk mengukur keasaman relatif


hidrokarbon.

C6H5 Na + C6H5CH3 C6H5CH2Na + C6H6

C6H5 CH2Na + ( C6H5)2CH3 (C6H5)2CHNa + C6H5CH3

(C6H5) CHNa + ( C6H5)3CH (C6H5)3CNa + ( C6H5)2CH2

Reaksi-reaksi di atas menunjukkan bahwa urutan keasaman hidrokarbon adalah:

Ar3CH > Ar2CH2 > ArCH3 > ArH > RH

Keasaman toluena terjadi karena adanya stabilisasi resonansi pada anion


yang terbentuk oleh lepasnya proton. Hidrokarbon aromatik lebih asam daripada
alkana karena atom karbon sp2 lebih elektronegatif daripada sp3. Umumnya
dengan bertambahnya karakter s pada orbital hibrida akan menambah kestabilan
pasangan elektron dalam orbital. Alkuna terminal, yang mempunyai hidrogen
yang terikat pada (atom C) orbital sp sehingga bersifat asam. Oleh karena itu
alkuna terminal mudah mengalami reaksi metalasi oleh pereaksi Grignard.

δ+ δ+
CH3C ≡ C – H + C2H5MgBr CH3C≡CMgBr + C2H6

3) Reaksi substitusi logam dalam senyawa oraganologam oleh halogen, pola


umumnya :
R–L + X+ → R–X + L+
Senyawa organologam

Reaksi yang mengikuti tipe reaksi di atas sering dijumpai pada senyawa
organolitium dan organomerkuri yang direaksikan dengan brom. Pada senyawa
organomerkuri, reaksinya berlangsung lebih cepat jika ada katalis (misalnya
piridina) yang membantu pembelahan heterolitik molekul brom. Senyawa alkil
atau arillitium biasanya dibuat dari reaksi antara alkil litium dengan alkil atau aril
halida. Reaksi tersebut memberikan hasil yang sangat baik jika atom karbon
organolitium yang dihasilkan lebih dapat menstabilkan muatan negatif daripada
organolitium semula. Contoh reaksi pembuatan arilitium.

Br Li

CH3CH2CH2Li + CH3CH2CH2Br
+

4) Reaksi karbonasi senyawa orgnologam


Karbonasi senyawa organologam merupakan reaksi subtitusi elektrofilik
pada atom C yang berikatan langsung dengan atom logam, misalnya pada reaksi:
_
O O

R MgX + C R-C + MgX+

O O

5) Reaksi dekarboksilasi pada asam karboksilat atau garam dari asam karboksilat
Reaksi dekarboksilasi dapat terjadi pada asam-asam karboksilat yang
mengikat gugus penarik elektron pada atom Cα yang membebaskan
karbondioksida. Reaksi ini melewati pembentukan zat antara karbanion yang
terstabilkan oleh resonansi.
Contohnya adalah reaksi dekarboksilasi pada asam nitroasetat.
O _O
OH - panas O - +
O2 NCH2 CO2 H O2 N - CH2 C + N CH2
N CH2
-CO2
asam nitroasetat O_ O_
O_
H2 O

CH3 NO2
nitrometana

Reaksi dekarboksilasi pada asam malonat dan asam-asam b-


ketokarboksilat terjadi dengan mekanisme yang serupa melalui pembentukan zat-
antara enolat. Kedua kelompok senyawa tersebut dapat mengalami reaksi
dekarboksilasi dengan membentuk enol yang segera berubah menjadi bentuk
tautomernya yang lebih stabil.

O O OH O

CH3 C C = O CH3 C = CH2 CH3 C CH3

CH2

Reaksi dekarboksilasi pada garam karboksilat, misalnya terjadi pada


garam perak dengan adanya brom.

R + Br Br R Br + CO2 +
C AgBr
O Ag

6) Reaksi pemutusan ikatan karbon-karbon


Reaksi ini terjadi dibawah pengaruh zat yang bertindak sebagai donor
proton dan ditandai adanya pemutusan ikatan C-C melalui substitusi elektrofilik.
Rangkuman
Reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa alifatik dapat berlangsung
denga mekanisme SE1 (Substitusi Elektrofilik Unimolekuler) SE2 (Substitusi
Elektrofilik Bimolekuler). Reaksi yang berlangsung dengan mekanisme SE1 dapat
mengahsilkan produk dengan pembalikan konfigurasi, retensi konfigurasi atau
rasemisasi tergantung pada jenis dan kondisi reaksi. Pada reaksi yang berlangsung
dengan mekanisme SE2/SEi (bimolekuler) umumnya menghasilkan produk dengan
retensi konfigurasi.
Proton merupakan gugus pergi yang paling umum dalam substitusi
elektrofilik senyawa alifatik. Disamping itu juga dikenal gugus pergi berupa ion
logam jika reaksi terjadi pada senyawa organologam.
Contoh-contoh reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa alifatik antara
lain adalah : a) substitusi atom hidrogen oleh deuterium atau tritium, b) substitusi
logam dalam senyawa organologam oleh hidrogen, c) substitusi logam oleh
halogen, d) karbon senyawa organologam, e) dekarboksilasi asam karboksilat atau
garam dari asam karboksilat, dan f) pemutusan ikatan karbon-karbon melalui
reaksi substitusi elektrofilik.

2. Substitusi Elektrofilik Senyawa Aromatik


Kerapatan elektron π yang tinggi pada inti benzena dapat menyebabkan
benzena dapat menarik spesies yang bermuatan positif (elektrofil), sehingga
benzena mudah sekali mengalami reaksi substitusi elektrofilik. Sebagian besar
reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa aromatik berlangsung dengan
mekanisme ion arenium. Dalam mekanisme ini langkah pertamanya adalah
serangan elektrofil pada inti benzena menghasilkan zat – antara (intermediate)
yang bermuatan positif yang disebut dengan ion benzenonium. Pada langkah
kedua terjadi proses lepasnya gugus pergi dari ion benzenonium membentuk
produk.
Pada mekanisme reaksi substitusi elektrofilik senyawa aromatik, jika
spesies penyerang berupa ion positif (misalnya E+) , maka serangan pada senyawa
aromatik (misalnya benzena) akan menghasilkan karbokation yang tahap-
tahapnya adalah sebagai berikut:

Tahap – 1:
H H
H
H E E + E
lambat
+ E+ + +

(1) (2) (3)


ion benzenonium

Pada tahap ini elektrofil mengambil dua elektron dari 6 elektron µ pada inti
benzena dan membentuk ikatan σ dengan salah satu atom karbon cincin benzena.
Pembentukan ikatan ini akan merombak sistem aromatik yang ada karena pada
pembentukan ion benzenonium atom karbon yang membentuk ikatan dengan
elektrofil berubah dari hibridisasi sp2 menjadi sp3 dan tidak lagi memiliki orbital p.
Keempat elektron µ ion benzenonium terdelokalisasi pada kelima orbital p.
Struktur (1), (2) dan (3) adalah struktur resonansi penyumbang pada
struktur ion benzenonium yang sebenarnya. Struktur ion benzenonium yang
sebenarnya merupakan hibrida dari struktur-struktur resonansi tersebut. Struktur
(1) sampai dengan (3) seringkali digambarkan dengan struktur (4) sebagai berikut.
H

+ E

(4)

Ion arenium seringkali disebut juga dengan nama kompleks Wheland atau
kompleks σ (sigma).
Tahap – 2:
H
E
+ E cepat
+ H+

Pada tahap-2 ion benzenonium melepaskan proton dari atom karbon yang
mengikat elektrofil. Atom karbon yang mengikat elektrofil berubah kembali
menjadi hibridisasi sp2 dan inti benzena memperoleh kestabilannya kembali.
Langkah dalam tahap 2 tersebut lebih cepat daripada tahap 1, karena itu langkah
penentu laju reaksinya adalah tahap 1 dan reaksinya merupakan reaksi orde kedua.
Hubungan antara struktur substrat dan kereaktifannya dalam substitusi
elektrofilik senyawa aromatik
Hasil monosubstitusi benzena pada reaksi substitusi elektrofilik, maka
substituen yang telah ada tersebut akan berpengaruh pada laju reaksi dan arah
serangan. Berlangsungnya proses substitusi tersebut dapat lebih cepat atau lebih
lambat daripada benzena. Sedangkan gugus baru mungkin diarahkan pada posisi
orto, meta, atau para.
Gugus-gugus yang meningkatkan laju reaksi dinamakan gugus pengaktif
sedangkan gugus yang memperlambat laju reaksi disebut gugus pendeaktif.
Gugus-gugus yang termasuk kelompok pengarah orto-para sebagian bersifat
pengaktif dan sebagian lainnya bersifat pendeaktif, sedangkan gugus-gugus
pengarah meta semuanya termasuk dalam kelompok pendeaktif. Jika suatu gugus
dikatakan sebagai pengaruh orto-para tidak mutlak diartikan bahwa gugus yang
baru seluruhnya diarahkan keposisi orto dan para. Contohnya reaksi nitrasi pada
toluena menghasilkan isomer orto = 59%, para = 37% dan meta = 4%.
Pada Tabel 5.2 dapat dilihat tentang gugus-gugus yang berperan dalam
reaksi substitusi elektrofilik senyawa aromatik disusun berdasarkan efek orientasi
dan pengaruhnya terhadap kereaktifan inti.

Tabel 5.2 Efek substituen pada substitusi elektrofilik senyawa aromatik


Pengarah Orto-Para Pengarah Meta
Pengaktif kuat Pendeaktif sedang
.. .. ..
– NH2, – NHR, – NR2 – C≡ N , – SO3H, – CO2H,
.. .. – CO2R, –CHO, –COR,
– OH, – O:-
.. .. Pendeaktif kuat
Pengaktif sedang +
.. .. .. .. – NO2, – NR3, – CF3, – CCl3
– NHHCOCH3, – NHCOR, – OCH3, – OR
.. ..
Pengaktif lemah
– CH3, – C2H5, – R, – C6H5,

Pendeaktif lemah
.. .. .. ..
– F: , – Cl: , – Br: , – I:

Contoh-contoh reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa aromatik


Jenis reaksi substitusi elektrofilik yang dapat terjadi pada senyawa-
senyawa aromatik, seperti reaksi-reaksi halogenasi, nitrasi, sulfonasi, alkilasi
Friedel-Crafts dan asilasi Friedel-Crafts.
1) Halogenasi
a. Halogenasi dengan Brom atau Klor
Tanpa adanya asam Lewis dalam campuran reaksinya, bezena tidak dapat
bereaksi dengan brom atau klor. Akibatnya benzena tidak dapat menghilangkan
warna larutan brom dalam karbon tetraklorida. Bila ada asam Lewis maka
benzena dengan cepat bereaksi dengan brom atau klor, dan menghasilkan
bromobenzena atau klorobenzena.

FeCl3 Cl
+ Cl2
+ HCl
25oC
Klorobenzena (90%)

FeCl3 Br
+ Br2
+ HBr
panas
Bromobenzena (75%)

Asam Lewis yang paling umum digunakan pada reaksi klorinasi dan
brominasi adalah: FeCl3, FeBr 3, dan AlCl3.
Mekanisme brominasi benzena dapat dituliskan sebagai berikut:
Tahap 1

Br Br + FeBr + - + -
3 Br Br FeBr3 Br Br
+ FeBr3

ion bromonium
Tahap 2
H H
H
H Br +
Br Br
lambat
+ Br+
+ +

Tahap 3

H Br FeBr3
Br Br
+ + H - Br + FeBr3

Asam Lewis berfungsi dalam pembentukan kompleks dengan Br 2 yang


selanjutnya terurai membentuk ion bromonium dan FeBr4-. Pada tahap 2 ion Br+
menyerang inti benzena membentuk ion benzonium. Pada tahap 3 ion
benzenonium memberikan proton kepada FeBr-4 dan hasil akhir yang diperoleh
adalah bromobenzena dan hidrogen bromida. Pada akhir reaksi katalis FeBr 3
terbentuk kembali.
Reaksi klorinasi benzena dengan katalis asam Lewis berlangsung dengan
mekanisme yang serupa dengan reaksi brominasi. Fungsi asam Lewis dalam hal
ini adalah membantu transfer ion kloronium (Cl+).

b. Halogenasi dengan Fluor


Fluor bereaksi sangat cepat dengan benzena sehingga memerlukan kondisi
dan peralatan khusus. Bahkan sukar membatasi terbentuknya monofluorinasi.
Oleh karena itu monofluorobenzena dibuat dengan cara tidak langsung, yaitu
dengan mereaksikan garam diazonium dengan HBF4 dalam keadaan panas.

+ -
N2 Cl
F
+ HBF4 panas
+ N2 + HCl + BF3

c. Halogenasi dengan Iod


Sebaliknya, iod sangat tidak reaktif terhadap benzena sehingga diperlukan
cara khusus untuk memperoleh iodobenzena. Salah satu cara adalah dengan
menambahkan oksidator seperti asam nitrat dalam campuran reaksinya.

HNO3 I
+ I2
+ HI

(80%)

2) Nitrasi
Benzena bereaksi lambat dengan asam nitrat pekat panas menghasilkan
nitrobenzena. Reaksi berlangsung lebih cepat jika dilakukan dengan memanaskan
benzena bersama-sama dengan campuaran HNO3 pekat dan H2SO4 pekat.

50-55o C NO2
+ HNO3 + H2 SO4 + -
+ H3 O + HSO4

Penambahan asam sulfat pekat dapat menambah laju reaksi melalui


penambahan konsentrasi elektrofil ion nitronium (NO +2), yang terbentuk dengan
tahap-tahap berikut:
Tahap 1

O H O
+ _
HOSO3 H + H O N + H O N+ + HSO4
O_
O_

Tahap 2
O
+ +
H O N + H2O + O=N=O

H O_ ion nitrosonium

Pada tahap 1 asam nitrat memperlihatkan sifat sebagai basa dan menerima
proton dari asam sulfat yang lebih kuat. Pada tahap 2 asam nitrat yang telah
terprotonkan terurai menghasilkan ion nitronium. Selanjutnya terbentuk tahap-
tahap berikut ini.

Tahap 3
O H H
H
NO2 + NO2
N+ lambat NO2
+ +
O

Tahap 4
-
H
O H +
NO2 NO2
H O H
H +
+
H

Pada tahap 3 ion nitronium menyerang inti benzena membentuk ion


benzenonium yang terstabilkan oleh resonansi dan pada tahap 4 ion benzenonium
melepaskan proton menghasilkan nitrobenzena.

3) Sulfonasi
Pada temperatur kamar benzena bereaksi dengan asam sulfat berasap
menghasilkan asam benzena sulfonat. Reaksinya disebut sulfonasi. Asam sulfat
berasap adalah asam sulfat yang mengandung gas SO3. Reaksi sulfonasi juga
dapat berlangsung jika digunakan asam sulfat pekat meskipun reaksinya lebih
lambat.

O O

o S O H
S 25 C
O O H2SO4 pekat O
asam benzena sulfonat (56%)
Dalam reaksi sulforasi benzena, yang bertindak sebagai elektrofil adalah
SO3, baik menggunakan asam sulfat berasap maupun dengan asam sulfat pekat.
Mekanisme reaksi sulfonasi yang menggunakan asam sulfat pekat melalui tahap-
tahap sebagai berikut:

Tahap 1
+ _
2 H2SO4 SO3 + H3O + HSO4

Tahap 2
O
O H _
S O
+ Lambat
S + struktur resonansi
O O O yang lain

Tahap 3
H _
HSO4 _
_ SO3
SO3
cepat + H 2SO4
+

Tahap 4
O O
_
S cepat S O H + H2O
O +
+ H O H
O O
H

Semua tahap dalam reaksi sulfonasi merupakan reaksi kesetimbangan.


Dengan demikian keseluruhan reaksinya juga merupakan reaksi kesetimbangan,
dan secara ringkas dituliskan sebagai berikut:
SO3 H

+ H2SO4 + H2O

Dengan mengetahui bahwa semua tahap dalam reaksi sulfonasi adalah


reaksi kesetimbangan, maka kedudukan kesetimbangan dapat diatur sesuai dengan
kondisi reaksi yang digunakan. Jika digunakan asam sulfat pekat atau asam sulfat
berasap, kedudukan kesetimbangan lebih bergeser kekanan sehingga akan
diperoleh asam benzena sulfonat dalam jumlah yang memadai.
Sebaliknya, jika diinginkan untuk menghilangkan gugus asam sulfonat (-
SO3H) dari inti benzena dapat digunakan asam sulfat encer dan biasanya diikuti
dengan mengalirkan uap air ke dalam campuran reaksi. Pada kondisi seperti ini
(konsentrasi air tinggi) kedudukan kesetimbangan akan bergeser kekiri dan akan
terjadi reaksi desulfonasi.
Reaksi sulfonasi dan desulfonasi banyak digunakan dalam sintesis
senyawa organik tertentu. Hal ini disebabkan karena dengan memasukkan gugus
asam sulfonat (SO3H) kita dapat mempengaruhi alur suatu reaksi dan sebaliknya
jika pengaruhnya sudah tidak diperlukan lagi dapat dihilangkan melalui
desulfonasi.

4) Alkilasi Friedel-Crafts
Pada tahun 1877, dua orang ahli kimia masing-masing Charles Friedel
(Perancis) dan James M.Crafts (Amerika) menemukan metode baru untuk
membuat alkil benzena (ArR) dan asil benzena (ArCOR). Kini reaksi pembuatan
kedua kelompok senyawa tersebut masing-masing dinamakan dengan reaksi
alkilasi Friedel-Crafts dan reaksi asilasi Friedel-Crafts. Secara umum reaksi
alkilasi Friedel-Crafts dituliskan sbb:

R
AlCl3
+ R-X + HX

Salah satu contoh reaksi alkilasi Friedel-Crafts adalah reaksi antara


isopropil klorida dan benzena dengan katalis aluminium klorida yang tahap-
tahapnya dituliskan sbb:
Tahap 1
H3C + -
H3C H3C + - CH + AlCl4
CH - Cl + AlCl3 CH - Cl -AlCl3
H3C H3C
H3C
Tahap 2
H3C
H
CH +
CH CH3
H3C

CH3

Tahap 3

H Cl - AlCl3

+ CH3 CH3
+ HCl + AlCl3
CH CH
CH3 CH3

Pada tahap 1 isopropil klorida dan aluminium klorida membentuk


kompleks yang segera terurai membentuk karbokation isopropil dan AlCl4-. Pada
tahap 2, karbokation isopropil bertindak sebagai elektrofil menyerang inti benzena
membentuk ion benzenonium. Pada tahap 3 ion benzenonium melepaskan proton
membentuk isopropil benzena. Pada tahp ini terbentuk HCl dan dihasilkan AlCl3
kembali.
Jika digunakan alkil halida primer maka karbokation tidak terbentuk tetapi
alkil halida membentuk kompleks dengan aluminium klorida. Kompleks inilah
yang bertindak sebagai elektrofil.
δ+ δ-
RCH2 ----------- Cl:AlCl3

Meskipun kompleks tersebut bukan karbokation tetapi dapat bertindak


seperti karbokation dan dapat mentransfer gugus alkil ke inti benzena.
Reaksi alkil Friedel-Crafts tidak terbatas pada penggunaan alkil halida dan
aluminium klorida tetapi juga dapat menggunakan pereaksi lain yang dapat
menghasilkan karbokation atau spesies lain yang menyerupai karbokation.
Contohnya adalah dengan menggunakan campuran alkena dan suatu asam.
CH(CH3)2
+ CH CH=CH 0o C
3 2
HF
Isopropilbenzena (84%)
Disamping itu juga dapat digunakan campuran alkohol dari suatu asam.

60o C
+ HO
BF3

sikloheksilbenzena (56%)

Meskipun reaksi alkilasi Friedel-Crafts mempunyai arti penting dalam


sintesis alkil benzena, namun reaksi tersebut memiliki beberapa keterbatasan,
yaitu:
a) Jika karbokation yang terbentuk dari alkil halida, alkena atau alkohol dapat
mengalami penataan ulang dan membentuk karbokation yang lebih stabil
maka produk terbanyak adalah yang diperoleh dari reaksi dengan karbokation
yang lebih stabil. Contohnya: jika benzena direaksikan dengan n-butilbromida
ternyata diperoleh hasil sekunder butilbenzena lebih banyak (64-68%) dari
pada n-butilbenzena. Hal ini terjadi karena terjadinya penataan ulang kation
butil dari karbokation primer menjadi karbokation sekunder yang lebih stabil.
b) Reaksi alkilasi Friedel-Crafts sukar berlangsung jika pada inti aromatik
terdapat gugus penarik elektron kuat atau gugus lain seperti –NH 2 atau –NHR
atau –NR2. Adanya gugus penarik elektron akan menyebabkan inti aromatik
menjadi tuna elektron (electron deficient) sehingga sukar mengalami reaksi
subtitusi elektrofilik melalui pembentukan karbokation. Gugus amino (-NH2)
atau derivatnya (-NHR; -NR2) berubah menjadi gugus penarik elektron yang
sangat kuat jika berada dalam campuaran pereaksi Friedel-Crafts karena
bereaksi dengan asam Lewis seperti ditunjukkan pada reaksi berikut:

H H
+ _
H N H N AlCl3

+ AlCl3

c) Aril dan vinil halida tidak dapat digunakan sebagai komponen halida karena
kedua senyawa tersebut tidak dapat segera membentuk karbokation.
d) Dalam reaksi alkilasi Friedel-Crafts sering terjadi polialkilasi. Hal ini terjadi
karena gugus alkil yang bersifat mendorong elektron sehingga keberadaannya
pada inti benzena meningkatkan keaktifan inti benzena terhadap reaksi
subtitusi elektrofilik selanjutnya.

5) Asilasi Friedel-Crafts
Reaksi asilasi adalah reaksi yang mengakibatkan masuknya gugus asil
(R-C=O) kedalam suatu senyawa. Dua buah gugus asil yang lazim dikenal adalah
gugus asetil dan gugus benzoil.
O
O

CH3 C
C
gugus asetil
(etanoil) gugus benzoil

Reaksi asilasi Friedel-Crafts merupakan salah satu cara yang efektif


untuk memasukkan gugus asil ke dalam inti aromatik. Reaksi asilasi sering
dilakukan dengan mereaksikan senyawa aromatik dengan asil halida. Jika
senyawa aromatik tidak sangat reaktif, maka dalam melangsungkan reaksinya
diperlukan asam Lewis (misalnya AlCl3). Hasil reaksi asilasi Friedel-Crafts adalah
suatu aril keton.

O
O
AlCl3 C + HCl
+ CH3 C CH3
Cl 80oC
Asetofenon
Asetil klorida
(metil fenil keton)

Reaksi asilasi Friedel-Crafts juga dapat dilakukan dengan menggunakan


anhidrida asam karboksilat sebagai pengganti asil halida.
Contoh:
O

CH3 C O O

+ CH O AlCl3 C + CH3 C
3 C CH3 OH
O 80oC
Anhidrida asam asetat

Pada sebagian besar reaksi asilasi Friedel-Crafts, elektrofilnya adalah ion


asilium yang terbentuk dari asil halida dengan cara sbb:

Tahap 1
O
H3C
_
R C Cl + AlCl3 +
CH Cl AlCl3
H3C

Tahap 2
O
_ _
+ + +
R C Cl AlCl3 R C=O + AlCl4
R C=O

ion asilium

Tahap-tahap selanjutnya terjadi sbb:


Tahap 3
R H
lambat C R
+ C
+ O
O+

Tahap 4

_
H
AlCl4 C R
C R
+ HCl + AlCl3
+ O
O
Tahap 5

AlCl3 C R
C R
_
O AlCl3
O +
Pada tahap paling akhir aluminium klorida (suatu asam Lewis)
membentuk kompleks dengan keton (suatu basa Lewis), tetapi jika kompleks
tersebut direaksikan dengan air akan diperoleh keton semula menurut persamaan
reaksi berikut:

Tahap 6

C R C R
+ 3 H2O + Al(OH)3 + 3HCl
_
O AlCl O
3
+

Dalam reaksi asilasi Friedel-Crafts tidak dijumpai peristiwa poliasilasi


karena gugus asil bersifat menarik elektron, sehingga mendeaktifkan inti benzena
terhadap serangan elktrofil lebih lanjut.
Berbeda dengan reaksi alkilasi Friedel-Crafts, dalam reaksi asilasi tidak
dijumpai peristiwa penataan ulang karena ion asilium sangat stabil (terstabilkan
oleh resonansi). Oleh karena itu reaksi asilasi Friedel-Crafts merupakan metode
yang lebih baik untuk pembuatan alkil benzena tak bercabang daripada reaksi
alkilasi. Contohnya adalah pada pembuatan n-propilbenzena. Bila n-propilbenzena
dibuat melalui reaksi alkilasi Friedel-Crafts ternyata diperoleh hasil utama
isopropilbenzena sementara n-propilbenzena hanya merupakan hasil minor. Hal
ini disebabkan oleh adanya penataan ulang karbokation n-propil menjadi
karbokation isopropil yang lebih stabil, sehingga akhirnya diperoleh
isopropilbenzena sebagai hasil utama. Masalah tersebut dapat dipecahkan dengan
menerapkan reaksi asilasi Friedel-Crafts, yaitu dengan mereaksikan benzena
dengan propanoil klorida (katalis AlCl3).
O
O
AlCl3 C + HCl
+ CH3 CH2 C CH2CH3
Cl 80oC
etil fenil keton

Teori Substitusi Elektrofilik pada Senyawa Aromatik


1. Kereaktifan inti aromatik
Inti benzena yang mengikat gugus pengaktif akan bereaksi lebih cepat
dalam subtitusi elektrofilik daripada benzena, sedangkan yang mengikat gugus
pendeaktif akan bereaksi lebih lambat. Reaksi yang melewati keadaan transisi
lebih stabil (Ea lebih rendah) berlangsung lebih cepat daripada reaksi yang
melewati keadaan transisi yang kurang stabil (Ea lebih tinggi). Langkah penentu
laju reaksi pada sebagian besar reaksi subtitusi elektrofilik pada benzena yang
tersubtitusi adalah langkah yang mengahsilkan ion benzenonium. Jika substituen
dinyatakan dengan S, maka ion benzenonium yang terbentuk oleh serangan
elektrofil E+ dapat dituliskan sbb:

S S S
 +
+ E+
E
+ + H E H
keadaan transisi ion benzenonium

Dengan cara penulisan tersebut diatas berarti bahwa S dapat berposisi orto,
meta atau para terhadap elektrofil E. Laju reaksi yang diakibatkan oleh adanya S
tergantung apakah S menarik atau mendorong elektron. Jika S gugus pendorong
elektron maka reaksi berlangsung lebih cepat daripada benzena. Sebaliknya jika S
gugus penarik elektron maka reaksi berjalan lebih lambat.

S S S
Reaksi
lebih  +
+ E+ + cepat

+
E H E H
S pendorong keadaan transisi ion benzenonium
Elektron lebih stabil lebih stabil
S S S
Reaksi lebih
+ E+  + lambat
+
+
E H E H
S penarik keadaan transisi ion benzenonium
Elektron kurang stabil kurang stabil

Gugus-gugus pendorong elektron menyebabkan keadaan transisi lebih


stabil, sedangkan gugus-gugus penarik elektron menyebabkan keadaan transisi
kurang stabil, dalam arti bahwa S berpengaruh terhadap kestabilan keadaan
transisi.
Karena ion benzenonium bermuatan positif, maka gugus pendorong
elektron akan meningkatkan kestabilan, sebaliknya gugus penarik elektron akan
menurunkan kestabilan ion benzenonium tersebut.

2. Teori Orientasi
Faktor yang dapat mentukan orientasi sifat-sifat gugus penarik dan
pendorong elektron dalam reaksi substitusi senyawa aromatik yaitu: efek induksi
dan resonansi. Efek induksi adalah efek yang diakibatkan oleh perbedaan
keelektronegatifan antara dua atom atau gugus. Contohnya, atom halogen lebih
elektronegatif daripada atom karbon sehingga halogen memberikan efek induksi
menarik elektron. Disamping itu terdapat gugus-gugus lain yang memberikan efek
induksi karena adanya muatan positif atau parsial positif pada atom yang terikat
pada inti benzena.
+ -
S (S = F, Cl, Br)

-
X O O-
+ ↑+ - ∕∕ │
→―NR3 ( R = alkil atau H) →―C →― X→― N+ →―S―OH
↓ | ║
X- O- O

O O-
║ │
→―C―G ↔ →―C+―G (G = H, R, OH atau OR)

Efek menarik atau mendorong elektron dari suatu gugus melalui ikatan pi
dinamakan efek resonansi. Contohnya, subtituen-subtituen nitro, siano dan
karbonil bersifat pendeaktif karena menyebabkan bergesernya elektron pi pada
inti benzena kearah subtituen tersebut. Akibatnya, inti benzena menjadi tuna
elektron. Struktur-struktur resonansi untuk nitrobenzena dan benzaldehida
digambarkan sbb:

_ _ _
O O O
O
+
N+ N+ N+
N
+ +
O _ O _ O _
O _

Nitrobenzena
_ _ _
O O O
O
+
C C
C C
+ +
H H
H H

Benzaldehida

Sebaliknya subtituen-subtituen hidroksil, metoksil dan amino bersifat


pengaktif karena menyebabkan bergesernya elektron dari subtituen tersebut ke inti
benzena. Akibatnya kerapatan elektron pada inti benzena bertambah besar.
Struktur-struktur resonansi untuk Ar-OR dan Ar-NHR digambarkan sbb:

_
R R R
+ +
+ O
O R O O
_
_

+ +
+ NR2
NR2 NR2 NR2
_
_
a. Gugus Pengarah Meta
Semua gugus pengarah meta mempunyai muatan positif atau parsial
positif pada atom yang terikat langsung dengan inti benzena. Contohnaya adalah –
CF3, dimana atom C pada guigus tersebut bermuatan parsial positif karena
mengikat tiga atom F yang sangat elektronegatif.
Gugus –CF3 merupakan gugus pendeaktif kuat dan pengarah meta dalam
reaksi subtitusi elektrofilik senyawa aromatik. gugus ini mempengaruhi kerektifan
inti aromatik dengan mengakibatkan keadaan transisi yang mengarahkan pada
pembentuka ion arenium yang sanagat tidak stabil. Gugus ini menarik elktron dari
karbokation yang terbentuk sehingga menambah muatan posistif pada inti
benzena.

+
CF3 +
CF3 +
CF3

+ E+  +
+
+
E H E H
Trifluorometilbenzena keadaan transisi ion benzenonium

Kita dapat memhami bagaimana gugus –CF3 mempengaruhi orientasi


subtitusi elektrofilik jika kita mempelajari struktur-struktur resonansi ion arenium
yang terbentuk oleh serangan elektrofil pada posisi orto, meta dan para dari
trifluorometilbenzena.
CF3 CF3 CF3 CF3
+ +
+ E+ E E
E
+
H H
H

sangat tidak stabil


Serangan meta:
CF3 CF3 + CF3 CF3

+ E+ +
+

E H E H E
H

Serangan para:
CF3 CF3 CF3 CF3
+ +
+ E+
E E E +
H H H

sangat tidak stabil


Pada struktur-struktur resonansi ion arenium yang terbentuk oleh serangan
orto dan para terlihat bahwa salah satu struktur penyumbangnya sangat tiadak
stabil, karena muatan positif berada pada atom karbon inti yang mengikat gugus
penarik elektron. Hal serupa tidak dijumpai pada serangan meta. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahawa ion arenium yang dibentuk oleh serangan
meta paling stabil yang berarti bahawa serangan meta melalui keadaan transisi
yang lebih stabil pula. Hasil eksperimen menunjukkan bahawa gugus –CF 3 adalah
pengarah meta yang kuat.
CF3
CF3

H2SO4
+ HNO3

NO2
Trifluorometilbenzena (~ 100%)

b. Gugus Pengarah Orto-Para


Selain substituen alkil atau fenil, semua gugus pengarah orto-para
mempunyai sekurang-kurangnya satu pasangan elktron bebas (non bonding) pada
atom yang terikat langsung dengan inti benzena.
NH2 OH Cl NHCOCH3

anilin fenol klorobenzena asetanilida

Efek resonansi dapat menyebabkan efek pengarahan gugus-gugus


pengarah orto-para. Efek resonansi terutama berpengaruh terhadap ion arenium
yang berarti juga berpengaruh terhadap keadaan transisi yang membentuknya.
Selain halogen, efek gugus-gugus pengarah orto-para terhadap kereaktifan juga
disebabkan oleh efek resonansi. Seperti halnya pada efek pengarahan, efek ini
juga berpengaruh terhadap keadaan transisi yang membentuk ion arenium.
Contoh efek resonansi adalah efek gugus amino (-NH2) dalam reaksi
substitusi elektrofilik senyawa aromatik. Gugus amino tidak hanya merupakan
gugus pengaktif kuat, tetapi juga gugus pengarah orto-para yang kuat. Efek
tersebut dapat ditunjukkan pada reaksi antara anilina dengan larutan brom pada
temperatur kamar dan tanpa katalis, yang mengahsilkan produk dimana semua
posisi orto dan para tersubtitusi yaitu 2,4,6-tribomoanilina. Efek induksi gugus
amino (-NH2) menyebabkan adanya sedikit penarikan elktron. Seperti kita ketahui
bahwa atom nitrogen lebih elktronegatif daripada karbon, tetapi perbedaan
keelektronegatifan tersebut tidak besar karana atom karbon pada benzena
berhibridisasi sp2 yang lebih elektronegatif daripada sp3.
Dengan adanya efek resonansi ini gugus amino bersifat sebagai pendorong
elektron. Efek ini dapat kita pahami dengan menuliskan struktur-struktur
resonansi ion arenium yang terbentuk oleh serangan elektrofil pada posisi orto,
meta dan para dari anilina.
Serangan orto:
NH2 NH2 NH2
NH2 + NH2
H H
+ H H
+ E+ E
+ E E E
+

lebih stabil

Serangan meta:
NH2 NH2 NH2
NH2

+ +
+ E+ E E
E
+
H H H

Serangan Para:
NH2 NH2 NH2
+ NH2 NH2
+
+ E+
+ +
E H H E H E E H
lebih stabil
Terdapat empat struktur resonansi pada ion benzenonium hasil serangan
orto dan para, sedangkan dari serangan meta hanya tiga struktur resonansi. Hal ini
menunjukkan bahwa ion benzenonium hasil serangan orto dan para lebih stabil.
Tetapi hal yang lebih penting adalah kestabilan struktur-struktur penyumbang
hibrida ion benzenonium hasil serangan orto dan para. Diantara struktur-struktur
penyumbang tersebut ada yang memiliki ikatan ekstra yang terbentuk dari
pasangan elektron bebas pada nitrogen dengan atom karbon inti. Struktur ini
sangat stabil karena semua atom (kecuali atom H) memiliki elektron oktet
(delapan elektron). Kestabilan struktur-struktur penyumbang tersebut
menyebabkan kontribusinya terhadap hibrida resonansi lebih besar. Hal ini berarti
bahwa ion benzenonium yang terbentuk dari serangan orto dan para lebih stabil
daripada serangan meta. Akibatnya elektrofil bereaksi dengan cepat pada posisi
orto dan para.
Halogen termasuk kelompok gugus pengarah orto-para, tetapi gugus ini
mendeaktifkan inti. Kekhususan pada halogen ini dapat dijelaskan dengan asumsi
bahwa efek induksinya mempengaruhi kereaktifan dan efek resonansinya
menentukan orientasi. Pada senyawa klorobenzena, karena atom klor sangat
elektronegatif maka diperkirakan terjadi penarikan elektron pada inti benzena dan
karena itu mendeaktifkan inti benzena dalam reaksi subtitusi elektrofilik.

Cl

Jika klorobenzena diserang elektrofil, atom klor akan menstabilkan ion


benzenonium yang terbentuk pada serangan orto dan para. Klor memberikan
pengaruh seperti yang terjadi pada gugus amino dan hidroksi, dengan cara
menyumbangkan sepasang elektron bebasnya, untuk meningkatkan kestabilan
struktur-struktur resonansi bagi hibrida ion benzenonium hasil serangan orto dan
para.
Serangan orto:
Cl Cl Cl Cl
+ Cl
H H
+ H H
+ E+ E
+ E E E
+

lebih stabil

Serangan meta:
Cl Cl Cl Cl

+ +
+ E+ E E
E
+
H H H

Serangan Para:
Cl Cl Cl
+ Cl Cl
+
+ E+
+ +
E H H E H E E H
lebih stabil

c. Orientasi dan kereaktifan dalam alkil benzena


Semua gugus alkil bersifat pendorong elektron dan termasuk dalam
kelompok gugus pengarah orto-para, oleh karena itu mengaktifkan inti benzena
dalam subtitusi elektrofilik dengan cara menstabilkan keadaan transisi yang
mengarahkan kepembentukan ion benzenonium.

R R R
+ E+  +
+
+
E H E H
keadaan transisi ion benzenonium
yang terstabilkan
Pada langkah pembentukan ion benzenonium, energi pengaktifan alkil
benzena lebih rendah daripada benzena sehingga reaksi pada alkil benzena
berlangsung lebih cepat.
Jika serangan orto-meta dan para lewat reaksi substitusi elektrofilik pada
senyawa toluena, menghasilkan struktur-struktur resonansi ion benzenonium
sebagai berikut:
Serangan orto :
CH3 CH3 CH3 CH3
H H
+ H
+ E+ E
+ E E
+

lebih stabil

Serangan meta :
CH3 CH3 CH3
CH3

+ +
+ E+ E E
E
+
H H H

Serangan para :
CH3 CH3 CH3 CH3

+
+ E+
+ +

E H H E H E
lebih stabil

Pada serangan orto dan para terdapat satu struktur resonansi dimana gugus
metil terikat langsung pada atom yang bermuatan positif, dan bersifat lebih stabil
karena pengaruh stabilisasi gugus metil (gugus pendorong elektron) paling efektif.
Struktur tersebut memberikan konstribusi hibrida ion benzenonium yang
terbentuk oleh serangan orto dan para, sedangkan pada serangan meta, tidak
demikian. Ion benzenonium yang terbentuk oleh serangan orto dan para lebih
stabil, maka keadaan transisi yang mengarahkan kepembentukan ion benzenonium
memerlukan energi lebih rendah sehingga reaksi berlangsung lebih cepat.

Rangkuman
Mekanisme ion arenium umumnya berlaku pada reaksi substitusi
elektrofilik pada senyawa aromatik. Mekanisme ion arenium berlangsung dalam
dua tahap. Tahap pertama sebagai tahap penentu laju reaksi merupakan tahap
pembentukan ion arenium yang dihasilkan dari serangan elektrofil pada inti
benzena. Tahap kedua yang berlangsung cepat merupakan tahap lepasnya gugus
pergi yang pada umumnya berupa proton.
Orientasi dan kereaktifan dalam substitusi elektrofilik dipengaruhi oleh
adanya substituen yang terikat pada inti benzena. Orientasi dan kreaktifan tersebut
dikendalikan oleh dua faktor yaitu; efek induksi dan efek resonansi. Substituen
yang berbeda menunjukkan reaksi yang berbeda tergantung pada pengarahan dan
kekuatan kedua faktor tersebut.
Efek substituen dalam reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa aromatik
dapat diringkaskan sebagai berikut :
a. Gugus alkali, memberikan efek induksi penarik elektron sedang dan tidak ada
efek resonansi. Hasilnya, gugus-gugus alkil bersifat pengaktif dan pengarah
orto-para.
b. Gugus hidroksi dan gugus amino (dan turunannya), memberikan efek induksi
penarik elektron sedang. Hasilnya gugus-gugus ini bersiafat pengaktif dan
pengarah orto-para.
c. Halogen, memberikan efek induksi penarik elektron kuat dan efek resonansi
pendorong elektron sedang. Hasilnya halogen bersifat pendeaktif dan
pengarah orto-para.
d. Gugus-gugus nitro, siano, karbonil dan gugus-gugus serupa memberikan efek
resonansi penarik elektron kuat dan efek induksi juga penarik elektron kuat.
Hasilnya gugus-gugus tersebut bersifat pendeaktif dan pengarah meta.
Adanya gugus pengaktif akan meningkatkan laju reaksi substitusi
elektrofilik dan sebaliknya gugus pendeaktif menurunkan laju reaksi.

Anda mungkin juga menyukai