∑ niEi
E° =
∑∋¿ ¿
ni= elektron pada reaksi ke−i (perubahan biloks unsur yang ditanya)
Ei= potensial reduksi standar pada reaksi ke−i
Mungkin ada yang menjadi pertanyaan dalam perhitungan di atas, mengapa dalam
perhitungan E° sel biasa berapapun jumlah elektronnya maka nilai E° tidak perlu dikalikan
dengan jumlah elektron (dalam hal ini E° sel adalah besaran intensif, besaran yang tidak
ditentukan oleh faktor lain, seperti suhu, konsentrasi, massa jenis). Dalam perhitungan di atas
o
jumlah elektron turut diperhitungkan. Asal muasal rumus di atas berasal dari ΔG (a +b) = ΔG oa +
Δ Gbo dan ΔG°= –nFE° . Diketahui besaran ΔG° ini merupakan jenis besaran ekstensi yang
ditentukan berdasarkan variabel jumlahnya elektron.
ΔG oa+b = ΔG oa + Δ Gbo
karena
ΔG° = – nFE°
maka
o
−(n a+ nb) FE(a+b )= −n aFEoa + (−n bFEob )
o
(n a+ nb) E(a+b )= n a E0a+ nb Eob
o na E0a +n b E ob
E ( a+b ) =
na +n b
ΔGbo=Δ Goa +b −¿ Δ G oa
o 0
n b E oa = (n a+ nb) E(a+b )−n a Ea
o 0
(n a+ nb ) E(a+ b)−n a E a
Eoa =
nb
Diagram Frost
Diagram Frost itu adalah diagram yang memplotkan nilai ΔG°⁄F atau nE° versus bilangan
oksidasi pada saat nE° = 0. Biasa akan dibuat plot pada keadaan pH = 0 (asam) dan atau pH =
14 (basa).
ΔG° = nFE° → ΔG°/F = nE°
Diagram Frost dapat dibangun dari diagram Latimer. Nilai-nilai yang akan diplot pada sumbu
y diperoleh dengan mengalikan jumlah elektron yang ditransfer selama perubahan keadaan
oksidasi oleh potensial reduksi standar untuk perubahan itu.
Perbedaan utama antara diagram Latimer dan diagram Frost adalah Diagram Latimer
merangkum potensial elektroda standar dari suatu unsur kimia, sedangkan diagram Frost
merangkum stabilitas relatif dari bilangan oksidasi yang berbeda dari suatu zat.
Diagram Latimer
nE° = n1 Eo1
Mn2+ Mn, 2E° = 2 (-1,18) = - 2, 36 V
Mn3+ Mn, 3Eo = 1 (1,51) + 2 (-1,18) = -0,85 V
Diagram Frost
Cara pembacaan diagram frost:
Dalam suasana asam Mn2+ merupakan spesi dengan nilai nE° paling rendah untuk
biloks Mn = +2. Mn2+ merupakan spesi relatif lebih stabil dibanding yang lain. Dalam
suasana basa stabil bila biloksnya +3 (Mn2O3), posisinya berada pada posisi
nE° paling rendah.
Baik dalam suasana asam maupun basa MnO4– merupakan spesi dengan daya reduksi
terkuat. MnO4– merupakan spesi dengan nilai nE° paling tinggi, biloks Mn = +7.
MnO4– memiliki daya reduksi terkuat. Pada diagram Frost mangan ini letaknya di
kanan-atas.
Dalam suasana asam spesi yang berada di atas slop (garis merah putus-putus) pada
grafik (seperti HMnO4–, H3MnO4 dan Mn3+) biasanya dapat mengalami
disproporsionasi.
Spesi yang berada di sebelah kiri (Mn) pada diagram Frost merupakan spesi yang
dapat menjadi reduktor cukup baik (sifatnya moderat atau sedang).
Dua spesies akan cenderung proporsional menjadi spesies perantara yang terletak di
bawah garis lurus yang bergabung dengan spesies terminal (pada kurva cekung).
Dari diagram Frost untuk nitrogen bila terdapat tiga spesi yang akan dijadikan perhatian,
NH4+, N2O dan NO3–. Ketiganya dihubungkan dengan suatu garis seperti gambar berikut.
Secara praktis Bila terdapat larutan garam NH4NO3 dengan kondisi tertentu ini zat ini akan
mengalami reaksi komproporsionasi menjadi N2O. Ini contoh penerapan pemanfaatan
diagram Frost.
Bila dari tiga spesi dihubungkan dengan garis dan salah satunya terdapat di bawah garis yang
menghubungkan spesi dengan biloks terendah dan tertinggi maka ada kecenderungan bahwa
dua spesi itu mengalami reaksi komproporsionasi.
Contoh 3. Dengan menggunakan diagram Frost nitrogen suasana asam, manakah zat-zat ini
(N2O, N2, NO, HNO2) yang cenderung mengalami reaksi redoks disproporsionasi?
Jawaban: (N2O, NO, HNO2)
Pembahasan: Spesi akan mengalami reaksi disproporsionasi bila ia berada di atas garis yang
menghubungkan dua spesi di dekatnya (biasa spesi tersebut memiliki biloks di atas dan di
bawah spesi yang dapat mengalami disproporsionasi itu. Selain itu juga perlu
dipertimbangkan bahwa slop spesi-spesi itu positif.
Misal untuk spesi yang HNO2 menghubungkan NO3– dengan N2O. Bila ditarik garis lurus dari
NO3– ke N2O, maka posisi HNO2 akan berada di atas garis ini. Jadi cenderung
HNO2 mengalami reaksi redoks disproporsionasi menjadi NO3– dan N2O.