Anda di halaman 1dari 7

Perbedaan Elektrofil & Neuklofil

Elektrofil adalah atom atau molekul yang dapat menerima pasangan elektron dari spesies
kaya elektron dan membentuk ikatan kovalen. Elektrofil adalah atom atau molekul bermuatan
positif atau netral yang memiliki orbital bebas untuk elektron yang masuk. Elektrofil disebut Asam
Lewis karena kemampuan mereka untuk menerima elektron. Elektrofil dibuat ketika atom atau
molekul tidak memiliki elektron untuk mematuhi aturan oktet atau memiliki muatan positif yang
perlu dinetralkan agar menjadi stabil.

Misalnya, ion Hidronium (H3HAI+) adalah elektrofil. Ia memiliki muatan positif dan atom
hidrogen memiliki ruang bebas untuk elektron yang masuk. Oleh karena itu, ia dapat menerima
pasangan elektron dari basis Lewis seperti –OH untuk membentuk H2O molekul.

Nukleofil adalah atom atau molekul yang dapat menyumbangkan pasangan elektron, dan
karena kemampuannya, ia juga disebut Pangkalan Lewis. Nukleofil dapat menyumbangkan
elektron ke elektrofil. Molekul yang memiliki ikatan pi atau atom atau molekul yang memiliki
pasangan elektron bebas bertindak sebagai nukleofil. Nukleofil biasanya bermuatan negatif.
Bahkan molekul bermuatan netral dengan atom kaya elektron dapat berperilaku sebagai nukleofil.
Nukleofil juga menunjukkan reaksi spesifik seperti penambahan Nukleofilik dan reaksi substitusi
Nukleofilik.

Kekuatan Nuklelofil

Secara struktur, antara basa dan nukleofilik memiliki kemiripan, yakni sama-sama memiliki
lone pair atau sebuah ikatan phi. Hanya saja, perbedaan antara nukelofilik dengan basa hanya pada
objek reaksi. Jika basa objek reaksinya adalah proton, sedangkan nukelofilik lebih pada atom yang
kekurangan elektron (biasanya karbon). Oleh karena itu, secara umum,, dapat dikatakan jika basa
kuat adalah nukleofilik yang kuat.
Nukleofilitas vs Sifat Kebasaan

Nukelofilik dan sifat kebasaan saling berhubungan dalam 3 hal :

1) Untuk 2 nukleofil dengan atom nukleofil yang sama, basa yang lebih kuat, memiliki
nukleofil yang juga lebih kuat
Secara relative, nukleofilitas OH- dan CH3COO-, 2 nukleofil atom oksigen,
ditentukan melalui membandingkan nilai masing-masing pKa asam konjugasi (H2O
dan CH3COOH), CH3COOH (pKa = 4,8) memiliki keasamaan yang lebih kuat
dibandingkan H2O (pKa = 15,7), jadi OH- lebih basa dan lebih nukleofil dibandingkan
CH3COO-
2) Nukleofil yang bermuatan negatif selalu lebih kuat dibandingkan dengan asam
konjugasinya
-
OH adalah sebuah basa yang lebih kuat dan lebih nukleofil dibandingkan dengan H2O
3) Dari kanan ke kiri dalam table periodic, nukleofilitas akan mengalami peningkatakan
seperti peningkatan kebasaannya

Membandingkan perbedaan ukuran nukleofil (Efek pelarut)


Kekuatan nukleofilik juga bergantung pada pelarut yang digunakan dalam reaksi subtitusi. Seperti
yang kita ketahui, reaksi subtitusi mengandung senyawa polar, sehingga untuk melarutkannya
digunakan pelarut polar. Ada dua jenis pelarut polar yang akan dibahas dalam menjelaskan efek
pelarut dalam sifat nukleofil ini, yakni pelarut polar protik, dan pelarut polar aprotik.
Pelarut Polar Protik
Sebagai tambahan dalam interaksi dipol-dipol, pelarut polar protik merupakan pelarut polar yang
memiliki ikatann hydrogen, karena mengandung suatu ikatan O-H atau N-H. Pelarut polar protik
yang paling umum adalah air dan alcohol. Seperti yang ada pada gambar 7.6. Pelarut polar protik
dapat melarutkan kation dan anion secara baik.
Seperti contoh, jika garam NaBr digunakan sebagai sumber nukleofilik Br- dalam H2O, kation Na+
akan dilarutkan oleh interaksi ion dipol dengan molekul H2O, dan anion Br- akan dilarutkan oleh
kuatmya interaksi ikatan hidrogen.
Bagaimana pelarut polar protik mempengaruhi nukleofilitas ? Dalam pelarut polar protik, kekuatan
nukleofilik meningkat sejalan dengan urutan tabel periodik secara menurun seperti peningkatan
ukuran anion. Namun, hal ini berlwanan dengan sifat kebasaannya. Sebuah keelektronegatifan
anion seperti F- itu lebih bagus dalam terlarut menggunakan ikatan hidrogen.

Pelarut Polar Aprotik


Dalm pelarut polar aprotik juga terdapat interkasi dipol-dipol, tetapi pelarut polat aprotik tidak
memiliki ikatan O-H atau N-H, sehingga mereka tidak memiliki ikatan hydrogen. Contoh pelarut
polar aprotik ditunjukkan dalam gambar 7.7. Pelarut polar aprotik hanya melarutkan kation secara
baik.
Ketika garam NaBr dilarutkan dalam aseton, kation Na+ terlarut oleh interaksi ion dipol dengan
molekul aseton, tetapi, dengan tidak adanya kemungkinan ikatan hydrogen, anion Br- tidak dapat
terlarut dengan baik. Seringkali hal ini diistilahkan sebagai anion nakal karena mereka tidak terikat
karena sukar berinteraksi dengan pelarut.
Bagaimana polar aprotik mempengaruhi nukleofilitas ? Karena anion tidak terlarut secara baik
dalam pelarut polar aprotik, mereka tidak butuh untuk mempertimbangkan apakah molekul pelarut
dapat secara efektif menyembunyikan satu anion disbanding yang lain. Nukleofilitas dalam pelarut
polar aprotik ini berhubungan dengan sifat basa, dimana semakin basa, maka sifat nekluofilik akan
semakin baik.

Laju Reaksi

Sebuah reaksi SN2 menujukkan reaksi ordo ke 2, karena reaksi terjadi antara 2 molekul, yakni
alkilhalide dengan senyawa nukleofil, sebagai contoh reaksi antara CH3Br dengan CH3COO-,
sehingga didapatkan persamaan laju reaksi :

r = k[CH3Br][CH3COO–]
ketika konsentrasi diubah, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan laju. Selain itu, reaksi
dengan ordo 2 ini memiliki fokus reaksi pada pemutusan ikatan dan pembentukan ikatan yang
terjadi dalam waktu yang bersamaan, seperti yang ditunjukkan dalam gambar.

Namun, dalam proses reaksi tersebut, ada factor yang menjadi penentu cepat atau lambatnya
proses SN2 yang terjadi, diantaranya adalah efek sterik.

Ada perbedaan yang sangat besar pada laju di mana berbagai jenis alkil halida metil, primer,
sekunder, atau tersier mengalami substitusi nukleofilik, yang ditunjukkan oleh tabel dibawah ini :

menunjukkan reaksi serangkaian alkil bromida:

laju substitusi nukleofilik dari serangkaian alkil bromida berbeda menurut faktor
lebih dari 106 ketika membandingkan anggita kelompok yang paling reaktif (metil bromide) dan
anggota yang paling tidak reaktif (tert-butyl bromide).

Perbedaan laju yang besar antara metil, etil, isopropil, dan tert-butil bromide mencerminkan
hambatan sterik yang masing-masing ditawarkan dalam serangan nukleofilik. Nukleofil harus
mendekati alkil halide dari sisi yang berlawanan ikatan menuju gugus yang meninggalkan, seperti
yang diilustrasikan pada gambar dibawah ini, dan pendekatan ini dihambat oleh subtituen alkil
pada karbon yang akan diserang. 3 hidrogen metil bromide melakukan sedikit perlawanan saat
nukleofil mendekat, dan reaksi cepat terjadi. Penggantian salah satu hydrogen oleh kelompok meti
dapat sedikit melindungi karbon dari serangan nukleofil, sehingga menyebabkan etil bromide
menjadi kurang reaktif dibandingkan dengan metil bromide. Penggantian 3 hidrogen metil
bromide, dapat membuat penyerangan nukleofilik terhambat secara keseluruhan, sehingga
mencegah tejadinua subtitusi nukleofilik. Secara ringkas, dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Kelompok alkil pada atom karbon yang berdekatan dengan titik serangan nukleofilik juga dapat
mengurangi laju reaksi SN2. Bandingkan tingkat substitusi nukleofilik pada
rangkaian alkil bromida primer yang ditunjukkan pada Tabel 8.3. Menjadikan etil bromida sebagai
standar dan berturut-turut mengganti hidrogen C-2 oleh kelompok metil, membuat kita dapat
melihat bahwa dalam kelompok metil yang mengalami penambahan, dapat mengurangi laju
perpindahan bromida oleh iodida.

Efeknya sedikit lebih kecil daripada untuk gugus alkil yang terpasang langsung ke car-
bon yang menyandang kelompok yang pergi, tetapi masih substansial. Ketika C-2 sepenuhnya
digantikan oleh gugus metil, seperti dalam neopentyl bromide [(CH3) 3CCH2Br], kita melihat
kasus yang tidak biasa dari alkil halida primer yang secara praktik bersifat inert untuk tersubtitusi
oleh mekanisme SN2 karena adanya hambatan sterik.

Anda mungkin juga menyukai