Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL PROGRAM KEGIATAN KREATIVITAS MAHASISWA

Penggunaan Zeolit dari Limbah Sekam Padi sebagai Zat Pembangun (Builder Agent)
pada Deterjen Ramah Lingkungan

BIDANG KEGIATAN :

PKM PENELITIAN

Diusulkan oleh :

GRACE C. O. NAINGGOLAN NIM : 4193131015


PETRIN S. TARIGAN NIM : 4193331013
YANI K. SITUMORANG NIM : 4193331006

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

OKTOBER 2021
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..................................................................................................... i


DAFAR ISI ........................................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1. LATAR BELAKANG ............................................................................... 1
1.2. TUJUAN PENELITIAN ............................................................................ 2
1.3. MANFAAT PENELITIAN ....................................................................... 3
1.4. KEUTAMAAN PENELITIAN ................................................................. 3
1.5. TEMUAN YANG DITARGETKAN ........................................................ 3
1.6. KONTRIBUSI PENELITIAN TERHADAP ILMU PENGETAHUAN
SESUAI DENGAN BIDANG ILMU KIMIA ........................................... W
1.7. LUARAN PENELITIAN ........................................................................... H
BAB II TINJAUAN TEORITIS .................................................................................... 4
2.1 DETERJEN ................................................................................................ 4
2.2 PENCEMARAN AIR ................................................................................ 5
2.3 ZEOLIT ...................................................................................................... 7
2.4. SILIKA ....................................................................................................... D
2.5. SEKAM PADI ............................................................................................ J
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................. 9
3.1. JENIS RISET ............................................................................................. 9
3.2. ALAT DAN BAHAN ................................................................................ 9
BAB IV BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN .............................................................. 13
4.1. ANGGARAN BIAYA ............................................................................... 13
4.2. JADWAL KEGIATAN ............................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 14
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang mempunyai fungsi sangat penting bagi
kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya serta sebagai modal dasar dalam
pembangunan. Sekarang ini, memenuhi kebutuhan air bersih sangat mahal. Hal ini
dikarenakan telah banyak terjadi pencemaran limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah
dari kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan lainnya (Herlambang,
2015). Beberapa bahan pencemar seperti bahan mikrobiologik (bakteri, virus, parasit), bahan
organik (pestisida, deterjen), beberapa bahan inorganik (garam, asam, logam) serta bahan
kimia lainnya sudah banyak ditemukan dalam air yang kita pergunakan (Mason dalam
Halang, 2004). Salah satu faktor air tercemar yaitu limbah domestik yang berasal dari limbah
deterjen, seperti limbah rumah tangga, laundry, dan rumah makan (Herlambang, 2015).

Kurangnya pemahaman masyarakat akan bahayanya limbah deterjen menjadi pemicu


masyarakat untuk langsung membuang air bekas cucian ke lingkungan. Tanpa disadari untuk
langsung membuang air bekas cucian (Herlambang, 2015).

Deterjen adalah produk pembersih yang umum digunakan untuk membersihkan


pakaian. Penggunaan detergen selain membantu kegiatan pencucian tetapi juga menimbulkan
efek pencemaran terhadap lingkungan (Widayati, 2018). Deterjen adalah bahan pembersih
yang merupakan campuran dari beberapa zat kimia, berupa surfaktan sebagai zat aktif
permukaan (surface active agent), pembangun (builder) yang biasanya menggunakan
senyawa fosfat, sitrat, asetat, atau silikat (zeolit), pengisi (filler), serta zat aditif seperti
pewangi, pewarna, pemutih, dan lain-lain (Sulastri, 2019).

Detergen mengandung bahan-bahan aktif seperti surfaktan Alkil Benzena Sulfonat


(ABS) dan Linear Alkil Sulfonat (LAS) yang menimbulkan dapak negatif terhadap
lingkungan dan makhluk hidup karena sulit diuraikan oleh mikroorganisme dan dapat
mencemari lingkungan khusunya air sungai (Radiansyah dalam Widayati, 2018).

Zat pembangun (builder) pada deterjen berfungsi untuk meningkatkan efisiensi


pencucian dari surfaktan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air (ion
Ca2+ dan Mg2+). Banyak deterjen yang beredar di masyarakat menggunakan sodium
tripolifosfat (STPP) dan tetra sodium pirofosfat (TSPP) sebagai builder (zat pembangun)
(Sulastri, 2019). Builder yang berfungsi untuk meningkatkan daya cuci, seperti
trinatriumpolifosfat (TSPP), trinatriumfosfat terklorinasi, DEA (dietanolamina), dan senyawa
fosfat kompleks yang dapat menyebabkan eutrofikasi (pengkayaan unsur hara yang
berlebihan) (Herlambang, 2015). Builder jenis tersebut dapat menyebabkan deposit fosfat
dalam air sehingga mengakibatkan eutrofikasi yang dapat menyebabkan ledakan
pertumbuhan Cyanophyta yang dapat menimbulkan masalah rasa dan bau pada air, dapat
terjadi penurunan populasi ikan sebagai akibat dari menurunnya konsentrasi oksigen terlarut,
serta pertumbuhan gulma akuatik yang dapat mengganggu kenyamanan dan kegunaan danau
lainnya (Sulastri, 2019). STTP atau yang di sebut juga phosphate tidak memiliki daya racun
akan tetapi dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara eutrofikasi yang berlebihan sehingga
pertumbuhan algea tidak terkendali dapat berakibat pada kepunahan biota yang hidup di
dalam air (Sutrisno, 2018).

Berbagai penelitian mengenai zeolit untuk menggantikan peran fosfat sebagai builder
deterjen telah banyak dilakukan guna mengatasi masalah lingkungan tersebut (Sulastri,
2019). Zeolit merupakan material berpori yang penggunaannya sangat luas. Kegunaan zeolit
ini didasarkan atas kemampuannya melakukan pertukaran ion (ion exchanger), adsorpsi
(adsorption) dan katalisator (catalyst) (Putranto, 2015).

Zeolit merupakan material silikat kristal dengan struktur yang sangat teratur dan
porositasnya tinggi. Rumus umum zeolit adalah Mx/n {(AlO2)x(SiO2)y}z.H2O (M: kation yang
bervalensi n di luar kerangka yang dapat dipertukarkan) (Putranto, 2015). Zeolit adalah
mineral kristal alumina silika tetrahidrat berpori yang mempunyai struktur kerangka tiga
dimensi, terbentuk oleh tetrahedral [SiO4]4- (silikat) dan [AlO4]5- (aluminat) yang saling
terhubungkan oleh atom-atom oksigen sedemikian rupa (Sulastri, 2019). Jenis zeolit sintetik
yang telah dikembangkan sebagai builder deterjen adalah zeolit jenis A, X, dan P. Zeolit jenis
A memiliki kemampuan dalam selektifitas adsorpsi yang tinggi terhadap mineral penyebab
kesadahan air (ion Ca2+ dan Mg2+) serta memiliki diameter pori-pori sebesar 4,1 Å, volume
pori 47% dengan rasio Si/Al mendekati 1 (Jha dalam Sulastri, 2019).

Peranan silika pada sintesis zeolit sebagai bahan dasar sangat penting disamping peran
alumina. Salah satu sumber di alam yang kaya akan silika adalah sekam padi. Sekam padi
merupakan produk samping yang melimpah dari hasil penggilingan padi, dan selama ini
hanya digunakan sebagai bahan bakar untuk pembakaran batu merah, pembakaran untuk
memasak, atau dibuang begitu saja. Penanganan sekam padi yang kurang tepat akan
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan (Sulastri, 2019). Sebagai sumber silika, abu
sekam padi mempunyai kandungan silika sebagai komponen utama dengan persentase paling
tinggi (85 - 98 %) (Putranto, 2015). Abu sekam padi hasil pembakaran yang terkontrol pada
suhu tinggi (500 0C – 600 0C) akan menghasilkan abu silika yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai proses kimia (Putro, 2007).

Azizi & Yousefpour (2010) manfaatkan abu sekam padi sebagai bahan baku pembuatan
material zeolit dengan metode hidrotermal (Dalam Putranto, 2015). Begitu pula penelitian
Arnelli dalam Sulastri (2019) dilakukan penelitian mengenai penggunaan zeolit sebagai
pembangun surfaktan dalam proses detergensi dari abu sekam padi, dimana diperoleh hasil
yaitu semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan maka semakin tinggi kemampuan
detergensi zeolit sintetik. Konsentrasi tertinggi NaOH 6,67 M memungkinkan untuk
mencapai deterjensi 94,31%.

1.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Menganalisis hasil sintesis zeolit dari sekam padi.


2. Menganalisis efeketivitas deterjen yang menggunakan zeolit hasil sintesis abu sekam
padi sebagai zat pembangunnya (builder agent).
1.3. Manfaat Penelitian
1.3.1. Bagi Peneliti

Peneliti mampu menghasilkan deterjen ramah lingkungan dengan menggunakan


zeolite dari sintesis abu sekam padi sebagai bentuk kepedulian terhadap permasalahan di
lingkungan sehari-hari. Dengan dilakukannya penelitian ini juga, maka hasil penelitian yang
didapat, dapat dijadikan sebagai pengembang penelitian di kemudian hari.

1.3.2. Bagi Masyarakat

Masyarakat dapat menanggulangi kesadahan air yang biasa didapatinya. Air tidak
banyak tercemar dengan bahan-bahan kimia deterjen, maka dari itu masyarakat mampu
memperoleh air yang lebih bersih.
1.3.3. Bagi Pemerintah

Pemerintah dapat menanggulangi permasalahan pencemaran air yang diakibatkan oleh


limbah domestik deterjen. Selain itu, pemerintah dapat meningkatkan SDA nya melakukan
penelitian-penelitian yang mengarah kepada penanggulangan pencemaran air dari limbah
deterjen yang menyebabkan kesadahan air.

1.4. Keutamaan Penelitian

Memanfaatkan limbah sekam padi, yang diperoleh secara melimpah dari penggilingan
padi dan belum optimal pengaplikasiannya, sebagai bahan dasar pembuatan zeolit yang akan
digunakan sebagai zat pembangun (builder agent) deterjen ramah lingkungan.

1.5. Temuan yang Ditargetkan

Pemanfaatan zeolite dari abu sekam padi sebagai zat pembangun (builder agent) dalam
pembuatan deterjen ramah lingkungan memiliki kualitas dan tingkat ramah lingkungan yang
baik. Selain itu stabilitas busa lebih stabil yang mengindikasikan pembersihan nodal pada
pencucian lebih baik.

1.6. Kontribusi Penelitian terhadap Ilmu Pengetahuan Sesuai dengan Bidang Ilmu
Kimia

Diperolehnya deterjen ramah lingkungan dari zeolite sekam padi yang mengurangi
tingkat kesadahan air. Selain itu, penelitian ini menghasilkan suatu informasi baru
berdasarkan penelitian yang dilakukan, sebagai pengetahuan baru dan dapat dijadikan
referensi untuk penelitian berikutnya yang membahas mengenai zeolite sebagai zat
pembangun (builder agent) deterjen ramah lingkungan.

1.7. Luaran Penelitian

Adapun luaran penelitian ini adalah:

1. Laporan kemajuan
2. Laporan akhir
3. Artikel ilmiah dan deterjen ramah lingkungan dengan zat pembangun (builder agent)
dari zeolite berbahan dasar sekam padi.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deterjen

Deterjen adalah surfaktan anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 – C15) atau garam
dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari natrium (RSO3- Na+ dan ROSO3- Na+) yang
berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi parafin dan olefin). Perbedaan
suatu deterjen adalah dilihat dari komposisi dan bahan tambahannya (aditif) (Arifin, 2008).

Deterjen dalam kerjanya memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran,
baik yang larut dalam air maupun yang tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan bahwa
deterjen, khususnya molekul surfaktan (surface active agent) berfungsi menurunkan tegangan
permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan.
Salah satu ujung dari molekul surfaktannya lebih suka minyak, akibatnya bagian ini
menetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air, bagian
inilah yang berperan mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran sehingga
tidak kembali menempel pada kain (Setiawan, 2008).

Deterjen adalah bahan pembersih yang merupakan campuran dari beberapa zat kimia,
berupa surfaktan sebagai zat aktif permukaan (surface active agent), pembangun (builder)
yang biasanya menggunakan senyawa fosfat, sitrat, asetat, atau silikat (zeolit), pengisi (filler),
serta zat aditif seperti pewangi, pewarna, pemutih, dan lain-lain (Sulastri, 2019).

Umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan berikut:

1. Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung
berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang
menempel pada permukaan bahan. Surfaktan ini baik berupa anionic (Alkyl Benzene
Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS),
Kationik (Garam Ammonium), Non-ionic (Nonyl phenol polyethoxyle), Amphoterik
(Acyl Ethylenediamines) (Hidayati, 2007).
2. Builder (Permbentuk/Zat Pembangun) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari
surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air (ion Ca2+ dan
Mg2+). Baik berupa Phosphate, Asetat (NTA, EDTA), Silikat (Zeolit), dan Sitrat (asam
sitrat) (Hidayati, 2007).
Banyak deterjen yang beredar di masyarakat menggunakan sodium tripolifosfat (STPP)
dan tetra sodium pirofosfat (TSPP) sebagai builder (zat pembangun), namun builder jenis
tersebut dapat menyebabkan deposit fosfat dalam air sehingga mengakibatkan eutrofikasi
yang dapat menyebabkan ledakan Cyanophyta yang menimbulkan masalah rasa dan bau
pada air serta mengganggu populasi ikan di air (Sulastri, 2019).
3. Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan
meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat memadatkan dan
memantapkan, contoh : Sodium sulfate.
4. Aditif adalah bahan tambahan agar produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut,
pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan daya cuci
deterjen. Aditif ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi. Contoh : Enzyme,
Borax, Sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran yang
telah dibawa oleh detergent ke dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu
mencuci (anti Redeposisi).

2.1.1. Zat Pembangun (Detergent Builder)

Zat pembangun (builder) pada deterjen berfungsi untuk meningkatkan efisiensi


pencucian dari surfaktan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air (ion
Ca2+ dan Mg2+) (Sulastri, 2019). Detergent yang dijual sebagai powder kira - kira
mengandung 40 % bahan yang aktif sedangkan sisanya merupakan builders yaitu bahan
yang dapat menambah sifat "detergency" atau pembersih (Respati dalam Kurniati, 2009).
Malik dan Dhingra dalam Kurniati (2009) menyatakan bahwa secara umum detergent
builders dapat dibagi menjadi 5 golongan, antara lain: 1) Phospat, 2) Silikat, 3) Karbonat,
4) Bahan pelepas oksigen, dan 5) Bahan Tambahan Lainnya.

1. Phospat

Phospat terdiri dari orthophospat dan phospat kompleks (condensed phospat).


Orthophospat terdiri dari natrium diphospat dan natrium triphospat. Phospat kompleks
(condensed phospat) terdiri dari natrium hexametaphospat, natrium tetra pyrophospat,
natrium tripoliphospat, natrium tetraphospat (Kurniati, 2009).
2. Silikat

Silikat berfungsi untuk (Kurniati, 2009):

a. Menghilangkan korosi pada sintesis steel dan aluminium.


b. Mengendapkan kotoran dalam larutan dan dapat melindungi pakaian dari redeposisi.
c. Mengemulsi beberapa bahan seperti gelas dan kaca sehingga dapat digunakan
sebagai bahan pencuci piring.

3. Karbonat

Terdiri dari natrium karbonat atau soda abu, natrium bikarbonat. natrium sesqui
karbonat, kalsium karbonat (Kurniati, 2009).

4. Bahan Pelepas Okigen

Bahan pelepas oksigen yang ditambahkan dalam detergent bubuk yaitu natrium
perborat. Bahan ini ditambahkan karena dapat menambah karakteristik alkaliniti dan
buffer dari detergent (Kurniati, 2009).

5. Bahan Tambahan Lainnya

Davidshon dan Milwidsky dalam Kurniati (2009) menyebutkan bahan tambahan lain
pada deterjen terdiri dari sequestering atau chelating agent yang merupakan zat pelunak air
yang bila digabung dengan ion logam termasuk garam Ca atau Mg dalam air sadah akan
membentuk senyawa kompleks yang dapat larut, zat penggembung serabut, zat yang dapat
meningkatkan sifat aktif permukaan, zat inhibitor, florescent brightening agent atau optical
brightening, zat penstabil busa, zat anti redeposisi, zat pewangi, dan zat anti bakteri.

2.1.2. Pembuatan Detergent

Proses pembuatan detergent memiliki tiga proses utama yaitu alkilasi, sulfonasi dan
netralisasi (Fessenden dalam Kurniati 2009).
1. Alkilasi

Pada proses alkylasi terjadi kondensasi gugus alkyl dengan gugus benzene. Pada
pembuatan aryl sulfonate, tingkat proses alkilasi ini boleh dikatakan sebagai proses yang
paling penting. Sebab alkylasi ini sangat menentukan alkil aril sulfonatnya.
2. Sulfonasi

Merupakan reaksi pembuatan alkil benzene. Pada proses ini terjadi proses substitusi
gugus asam sulfonat (SO2OH) ke dalam alkil benzene sulfonate. Sifat detergent yang baik
didapat dari kekuatan yang seimbang dari kedua sifat saat proses subtitusi menggunakan
asam sulfat (H2SO4). Proses sulfonasi lebih disukai memakai oleum 20%, yang dikerjakan
dengan 1,25 berat ratio dari oleum terhadap hidrokarbon pada 77°F.

3. Netralisasi

Pada proses Inl yang merupakan kelanjutan dari proses sulfonasi dengan reaksi
sebagai berikut: C12H25C6H4SO3H + NaOH  C12H25C6H4SO3Na + H2O. NaOH yang
dipakai adalah 20 – 50%

2.2. Limbah Air Deterjen

Salah satu faktor pencemaran lingkungan di perairan yaitu limbah domestik yang
berasal dari limbah deterjen, seperti limbah rumah tangga, laundry, dan rumah makan
(Herlambang, 2015). Detergen mengandung bahan-bahan aktif seperti surfaktan Alkil
Benzena Sulfonat (ABS) dan Linear Alkil Sulfonat (LAS) yang menimbulkan dapak negatif
terhadap lingkungan dan makhluk hidup karena sulit diuraikan oleh mikroorganisme dan
dapat mencemari lingkungan khusunya air sungai (Radiansyah dalam Widayati, 2018).

Deterjen jenis ABS (alkyl benzene sulphonate) merupakan deterjen yang tergolong
keras. Deterjen tersebut sukar dirusak oleh mikroorganisme (nonbiodegradable) sehingga
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Rubiatadji dalam Halang, 2004). Tidak tertutup
kemungkinan bahwa kadar deterjen jenis ABS atau lainnya di suatu perairan, terutama di
sekitar pemukiman padat, melebihi ambang, sehingga menimbulkan efek negatif berupa
kematian biota (Halang, 2004).

Dalam pembuatan detergen terdapat beberapa penggunaan bahan kimia yang berbahaya
dan dapat merusak lingkungan, bahan-bahan itu antara lain seperti Surfaktan (bahan
pembersih), NTA (Nitril Tri Acetate), EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate), STPP
(Sodium Tri Poly Phosphate), ABS (Alkil Benzene) yang dapat berdampak buruk pada
lingkungan (Sutrisno, 2018). Sementara itu, zat pembangun yang biasa dipakai dalam
deterjen seperti phospat, silikat dan karbonat (Kurniati, 2009).
Banyak deterjen yang beredar di masyarakat menggunakan sodium tripolifosfat (STPP)
dan tetra sodium pirofosfat (TSPP) sebagai builder (zat pembangun) (Sulastri, 2019). Builder
yang berfungsi untuk meningkatkan daya cuci, seperti trinatriumpolifosfat (TSPP),
trinatriumfosfat terklorinasi, DEA (dietanolamina), dan senyawa fosfat kompleks yang dapat
menyebabkan eutrofikasi (pengkayaan unsur hara yang berlebihan) (Herlambang, 2015).
Builder jenis tersebut dapat menyebabkan deposit fosfat dalam air sehingga mengakibatkan
eutrofikasi yang dapat menyebabkan ledakan pertumbuhan Cyanophyta yang dapat
menimbulkan masalah rasa dan bau pada air, dapat terjadi penurunan populasi ikan sebagai
akibat dari menurunnya konsentrasi oksigen terlarut, serta pertumbuhan gulma akuatik yang
dapat mengganggu kenyamanan dan kegunaan danau lainnya (Sulastri, 2019). STTP atau
yang di sebut juga phosphate tidak memiliki daya racun akan tetapi dapat menyebabkan
pengkayaan unsur hara eutrofikasi yang berlebihan sehingga pertumbuhan algea tidak
terkendali dapat berakibat pada kepunahan biota yang hidup di dalam air (Sutrisno, 2018).

Eutrofikasi merupakan fenomena pengayaan air permukaan dengan unsur hara


tanaman. Bila konsentrasi unsur hara dalam air meningkat, maka akan terjadi pertumbuhan
tanaman lebih banyak sehingga oksigen terlarut dalam air menunjukkan daur harian jenuh
menyebabkan dasar danau (hypolimnion) menjadi kekurangan oksigen kemudian akan terjadi
ledakan pertumbuhan Cyanophyta yang dapat menimbulkan masalah rasa dan bau pada air.
Dapat terjadi pula penurunan populasi ikan sebagai akibat dari menurunnya konsentrasi
oksigen terlarut, serta pertumbuhan gulma akuatik yang dapat mengganggu kenyamanan dan
kegunaan danau lainnya (Sulastri, 2019).

2.3. Zeolit

Zeolit berasal dari kata Yunani zein yang berarti membuih dan lithos yang berarti
batu. Zeolit merupakan mineral hasil tambang yang bersifat lunak dan mudah kering. Warna
dari zeolit adalah putih keabu-abuan, putih kehijau-hijauan, atau putih kekuning-kuningan.
Ukuran kristal zeolit kebanyakan tidak lebih dari 10-15 mikron (Mursi Sutarti, 1994). Zeolit
merupakan material berpori yang penggunaannya sangat luas. Kegunaan zeolit ini didasarkan
atas kemampuannya melakukan pertukaran ion (ion exchanger), adsorpsi (adsorption) dan
katalisator (catalyst) (Putranto, 2015).

Zeolit adalah mineral kristal alumina silika tetrahidrat berpori yang mempunyai
struktur kerangka tiga dimensi, terbentuk oleh tetrahedral [SiO4]4- (silikat) dan [AlO4]5-
(aluminat) yang saling terhubungkan oleh atom-atom oksigen sedemikian rupa (Sulastri,
2019). Zeolit merupakan material silikat kristal dengan struktur yang sangat teratur dan
porositasnya tinggi. Rumus umum zeolit adalah Mx/n {(AlO2)x(SiO2)y}z.H2O (M: kation yang
bervalensi n di luar kerangka yang dapat dipertukarkan) (Putranto, 2015). Zeolit merupakan
mineral kristal alumina silika tetrahidrat berpori yang mempunyai struktur kerangka tiga
dimensi, terbentuk oleh tetrahedral [𝑆𝑖𝑂4]4-dan [𝐴𝑙𝑂4]5- yang saling terhubungkan oleh atom-
atom oksigen sehingga membentuk kerangka tiga dimensi terbuka yang mengandung kanal-
kanal dan rongga-rongga yang di dalamnya terisi oleh ion-ion logam, biasanya adalah logam-
logam alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas (Dewi, 2010).

2.3.1. Struktur Zeolit

Struktur umum zeolite:

Gambar 2.3.1. Struktur


Umum Kerangka Zeolit

(Sumber: Utomo, 2014)

Karakteristik zeolit yaitu mempunyai struktur kristal tiga dimensi, mempunyai


kemampuan untuk menangkap dan menghilangkan air secara bolak-balik dan untuk
menukarkan beberapa unsur tertentu tanpa merubah strukturnya secara nyata. Dalam
bidang industri, zeolit dimanfaatkan sebagai penukar ion, bahan pengisi dalam detergen,
katalis industri pertanian dan peternakan, serta adsorben. Dalam bidang teknologi
pengolahan lingkungan, zeolit telah dikenal luas sebagai bahan adsorben yang handal
(Arfan., 2009).

Zeolit mempunyai kerangka yang bersifat anionik yang disebabkan oleh adanya
perbedaan elektronegatifitas alumina dan silika dapat diseimbangkan oleh adanya kation-
kation seperti ion natrium, kalium, kalsium, magnesium, serta kation golongan alkali dan
alkali tanah lainnya. Zeolit mempunyai struktur yang berongga dapat diisi oleh air dan
memiliki ukuran pori tertentu. Oleh karena itu zeolit dapat dimanfaatkan sebagai
penyaring molekul, penukar ion, adsorben, dan katalisator (Wicaksono, 2012).

Menurut Saputra (2006), Zeolit pada dasarnya memiliki tiga variasi struktur yang
berbeda, antara lain:
1. Struktur seperti rantai (chain-like structure), dengan bentuk kristal acicular dan
prismatik. Contoh: Natrolit.
2. Struktur seperti lembaran (sheet-like structure), dengan bentuk kristal platy atau
tabular biasanya dengan basal cleavage baik. Contoh: Heulandit.
3. Struktur rangka, dimana kristal yang ada memiliki dimensi yang hampir sama.
Contoh: Kabasit.

Zeolit mempunyai kerangka terbuka, sehingga memungkinkan untuk melakukan


adsorbsi Ca bertukar dengan 2 (Na,K) atau CaAl dengan (Na,K)Si. Morfologi dan struktur
kristal yang terdiri dari rongga-rongga yang berhubungan ke segala arah menyebabkan
permukan zeolite menjadi luas. Morfologi ini terbentuk dari unit dasar pembangunan dasar
primer yang membentuk unit dasar pembangunan sekunder dan seterusnya (Saputra, 2006)

2.3.2. Jenis-Jenis Zeolit

Menurut Saputra (2006), berdasarkan pada asal zeolitnya dapat dibedakan menjadi
dua, antara lain:

a. Zeolit alam. Pada umumnya, zeolite dibentuk oleh reaksi dari air pori dengan berbagai
material seperti gelas, poorly cristaline clay, plagioklas, ataupun silika. Bentukan
zeolite mengandung perbandingan yang besar dari M2+ dan H+ pada Na+, K+ dan Ca+.
Pembentukan zeolite ala mini tergantung pada komposisi dari bantuan induk,
temperature, tekanan, tekanan parsial dari air, pH dan aktivitas dari ion-ion tertentu.
Umumnya zeolite alam digunakan untuk pupuk, penjernihan air, dan diaktifkan untuk
dimanfaatkan sebagai katalis dan adsorben.
b. Zeolit sintesis. Mineral zeolite sintesis yang dibuat tidak persis sama dengan mineral
zeolite alam, walaupun zeolite sintesis mempunyai sifat fisis yang jauh lebih baik.
Beberapa ahli menamakan zeolite sintesis sama dengan nama mineral zeolite alam
dengan menambahkan kata sintesis di belakangnya. Dalam dunia perdagangan,
muncul nama zeolite sintesis seperti zeolite A, zeolite K-C dan lain-lain. Zeolite
sintesis terbentuk ketika silika gel yang ada terkristalisasi pada temperature kamar
hingga 200 °C pada tekanan atmosferik.

Mineral zeolit telah diketahui sejak tahun 1756 oleh ahli mineralogi berkebangsaan
Swedia bernama F.A.F Constedt. Di alam banyak dijumpai zeolit dalam lubang-lubang
batuan lava dan dalam batuan sedimen terutama sedimen piroklastik halus. Telah
diketahui lebih dari 40 jenis mineral zeolit di alam, dari jumlah tersebut hanya 20 jenis
yang terdapat dalam batuan sedimen terutama sedimen piroklastik (Wicaksono, 2012).

2.3.3. Sifat-Sifat Zeolit

Sifat-sifat zeolit (Said et al., 2008) yaitu:

1. Dehidrasi

Sifat dehidrasi dari zeolit akan berpengaruh terhadap sifat adsorpsinya. Zeolit dapat
melepaskan molekul air dari dalam rongga permukaan yang menyebabkan medan listrik
meluas ke dalam rongga utama dan akan efektif berinteraksi dengan molekul yang akan
diadsorpsi.

2. Adsorpsi

Dalam keadaan normal ruang hampa dalam kristal zeolit terisi oleh molekul air
bebas yang berada di sekitar kation. Bila mineral zeolit dipanaskan pada suhu 300 °𝐶
hingga 400 °𝐶 maka air tersebut akan keluar sehingga zeolit dapat berfungsi sebagai
penyerap gas atau cairan. Selain mampu menyerap gas atau cairan, zeolit juga mampu
memisahkan molekul dan kepolarannya, meskipun ada 2 molekul atau lebih yang dapat
melintas tetapi hanya sebuah saja yang dapat lolos. Hal ini dikarenakan faktor
selektivitas dari mineral zeolit tersebut yang tidak ditemukan pada adsorben padat
lainnya.

3. Penukar Ion

Ion-ion pada rongga atau kerangka elektrolit berguna untuk menjaga kenetralan
zeolit. Ion-ion ini dapat bergerak bebas sehingga pertukaran ion yang terjadi tergantung
dari ukuran dan muatan maupun jenis zeolitnya.

4. Katalis

Ciri paling khusus dari zeolit yaitu adanya ruang kosong yang akan membentuk
saluran didalam struktur zeolit sehingga dapat digunakan untuk menentukan sifat mineral
zeolit. Apabila zeolit digunakan pada proses penyerapan atau katalis maka akan terjadi
difusi molekul ke dalam ruang bebas diantara kristal. Zeolit merupakan katalisator yang
baik karena mempunyai pori-pori yang besar dengan permukaan yang maksimum.
5. Penyaring atau Pemisah

Media berpori yang dapat digunakan sebagai penyaring atau pemisah campuran
uap atau cairan sangat banyak, tetapi distribusi diameter dari pori-pori media tersebut
tidak cukup efektif, seperti halnya penyaring molekular zeolit yang mampu memisahkan
campuran berdasarkan perbedaan ukuran, bentuk dan polaritas dari molekul yang
disaring. Contohnya pori-pori zeolit A berbentuk silinder dapat memisahkan n-parafin
dari campuran hidrokarbon.

Zeolit dapat memisahkan molekul gas atau zat lain dari suatu campuran tertentu
karena mempunyai ruang hampa yang cukup besar dengan garis tengah yang bermacam-
macam berkisar antara 2Ǻ hingga 8Ǻ, tergantung dari jenis zeolit. Zeolit alam telah
digunakan sebagai adsorben yang efektif untuk menghilangkan berbagai logam berat dan
zat warna (Wang et al., 2011).

2.4. Sekam Padi

Sekam merupakan hasil samping saat proses penggilingan padi dan menghasilkan
limbah yang cukup banyak, yakni sebesar 20% dari berat gabah (Somaatmadja, 1980).
Produksi sekam padi di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan
mencapai lebih dari 13 juta ton pada tahun 2010. Pemanfaatan sekam padi secara komersial
masih relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh karakteristik sekam padi yaitu bersifat kasar,
bernilai gizi rendah, memiliki kerapatan yang rendah, dan kandungan abu yang cukup tinggi
(Houston, 1972). Sekam padi secara umum digunakan sebagai media bercocok tanam,
sebagai sumber energi dalam bentuk briket arang sekam, alas pakan ternak, atau
dimusnahkan dengan cara pembakaran yang tidak dikendalikan. Sekam padi memiliki
kandungan silika yang cukup tinggi yaitu sebesar 18-22% (Luh,1991). Oleh sebab itu sekam
padi merupakan bahan baku yang cukup potensial sebagai sumber bio-silika dari sumber
terbarukan dan sekaligus mampu meningkatkan nilai tambah sekam padi. Silika banyak
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dengan berbagai ukuran tergantung aplikasi yang
dibutuhkan seperti dalam industri ban, karet, gelas, semen, beton, keramik, tekstil, kertas,
kosmetik, elektronik, cat, film, pasta gigi, adsorben, dan lain-lain (Kirk-Othmer, 1984; Sun,
2001). Silika yang terdapat di dalam sekam padi memiliki sifat amorf, memiliki ukuran ultra
fine, dan sangat reaktif (Chandrasekhar, 2003). Dengan demikian penggunaan bio-silika akan
menghasilkan produk yang memiliki sifat yang berbeda dengan kualitas yang lebih baik.
Penambahan silika amorf ke dalam adonan keramik mampu memberikan kekuatan keramik
yang lebih baik dibandingkan dengan penambahan silika kristalin (Hanafi, 2010).

Peranan silika pada sintesis zeolit sebagai bahan dasar sangat penting disamping peran
alumina. Salah satu sumber di alam yang kaya akan silika adalah sekam padi. Sekam padi
merupakan produk samping yang melimpah dari hasil penggilingan padi, dan selama ini
hanya digunakan sebagai bahan bakar untuk pembakaran batu merah, pembakaran untuk
memasak, atau dibuang begitu saja. Penanganan sekam padi yang kurang tepat akan
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan (Sulastri, 2019). Sebagai sumber silika, abu
sekam padi mempunyai kandungan silika sebagai komponen utama dengan persentase paling
tinggi (85 - 98 %) (Putranto, 2015). Abu sekam padi hasil pembakaran yang terkontrol pada
suhu tinggi (500 0C – 600 0C) akan menghasilkan abu silika yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai proses kimia (Putro, 2007).

Azizi & Yousefpour (2010) manfaatkan abu sekam padi sebagai bahan baku pembuatan
material zeolit dengan metode hidrotermal (Dalam Putranto, 2015). Begitu pula penelitian
Arnelli dalam Sulastri (2019) dilakukan penelitian mengenai penggunaan zeolit sebagai
pembangun surfaktan dalam proses detergensi dari abu sekam padi, dimana diperoleh hasil
yaitu semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan maka semakin tinggi kemampuan
detergensi zeolit sintetik. Konsentrasi tertinggi NaOH 6,67 M memungkinkan untuk
mencapai deterjensi 94,31%.
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Jenis riset yang digunakan dalam penelitian yaitu penelitian empirik menggunakan
prosesdur penelitian serta memakai alat-alat laboratorium. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian eksperimen (Metode
Kuantitatif). “Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan
untuk mencari pengaruh treatment (perlakuan) tertentu” (Sugiyono, 2010).

3.2. Tahapan Penelitian


3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian direncanakan akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Anorganik,


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan.

3.2.2. Tahapan Kegiatan Penelitian

Adapun tahapan kegiatan yang akan dilakukan oleh peneliti di dalam kegiatan ini, yiaitu:

1. Tahap preparasi alat dan bahan


2. Tahap preparasi sampel abu sekam padi
3. Tahap sintesis zeolite dari abu sekam padi dan karakterisasi zeolite yang terbentuk
4. Tahap pembuatan deterjen
5. Tahap karakterisasi deterjen
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Preparasi Alat dan Bahan

Alat yang dipakai dalam penelitian ini yaitu oven, furnace, ayakan 180 mesh, sinar-
X (XRF JEOL Element Analyzer JSX-3211), difraksi sinar-X (XRD instrument PW3 710
Shimadzu XRD 6000), dan spektrofotometri inframerah (FTIR Shimadzu-8201 PC),
magnetic stirrer, autoclave, penaring Buchner, pH meter, piknometer, viscometer, blender,
labu ukur, desikator, dan gelas piala
Sementara itu bahan yang digunakan adalah sekam padi, HCl, NaOH, Al(OH) 3,
akuades, natrium lauril sulfat (NLS), gliserin, asam sitrat, parfum, pewarna, kaolin,
feriklorida, karbon hitam, bensin, lemak sapi, dan kain putih.

3.3.2. Preparasi Sampel Abu Sekam Padi

Preparasi abu sekam padi (ASP) dilakukan dengan mencuci 1 kg sekam padi dengan
air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Sekam padi dikeringkan di
bawah sinar matahari dilanjutkan pengeringan dengan oven pada suhu 105 °C untuk
menghilangkan kadar airnya kemudian dibakar pada suhu 700 0C selama 6 jam
menggunakan furnace. Abu sekam padi diayak menggunakan ayakan 180 mesh kemudian
dicuci menggunakan HCl 2 M (rasio berat per volume = 1:5). Abu sekam padi yang telah
dinetralkan dan dikeringkan selanjutnya ditimbang beratnya serta diuji karakteristiknya
dengan fluoresensi sinar-X (XRF JEOL Element Analyzer JSX-3211), difraksi sinar-X
(XRD instrument PW3 710 Shimadzu XRD 6000), dan spektrofotometri inframerah (FTIR
Shimadzu-8201 PC).

3.3.3. Sintesis Zeolit dari Abu Sekam Padi dan Karakterisasi Zeolit yang
Terbentuk

Zeolit dari abu sekam padi berasal dari penggabungan dua senyawa yaitu, natrium
silikat dan natrium aluminat. Pembuatan natrium silikat dilakukan dengan mengambil 10
gram abu sekam padi yang diaktivasi dengan HCl dan larutkan dalam 6,67 M NaOH 100
ml. Larutan kemudia dipanaskan pada suhu 80°C selama 2 jam hingga didapat larutan
natrium silikat.

Pembuatan natrium aluminat dilakukan dengan melarutkan 20 gram NaOH ke dalam


100 ml akuades. Larutan NaOH kemudian ditambahkan Al(OH)3 sebanyak 8,5 gram
sedikit demi sedikit sambal dilakukan pengadukan sehingga terbentuk larutan natrium
aluminat.

Sintesis zeolite dilakukan dengan cara 20 ml larutan natrium silikat direaksikan


dengan larutan 20 ml natrium aluminat, dimana dilakukan terlebih dahulu pengadukan
dengan magnetic stirrer selam 2 jam. Setelah itu campuran kedua larutan dimasukkan ke
dalam autoclave dan dipanaskan dengan oven pada suhu 160°C selama 7 jam. Hasil yang
terbentuk disaring menggunakan penyaring Buchner. Padatan yang terbentuk dicuci
dengan akuades hingga pH filtrat didapat 10 – 11. Padatan kemudian dikeringkan dalam
oven selama 12 jam. Zeolit yang dihasilkan diuji karakteristiknya menggunakan FTIR dan
XRD.

3.3.4. Pembuatan Detetjen

Deterjen yang dibuat memiliki 3 variasi, dimana ketiga variasi masing-masing akan
digunakan sebagai deterjen Kontrol, deterjen uji dan deterjen pembanding.

1. Deterjen Kontrol

Natrium lauril sulfat (NLS) dicampur dengan air hingga homogen. Kemudian
ditambah gliserin dan asam sitrat. Setelahnya ditambahkan perfum dan pewarna. Semua
proses pencampuran ini di lakukan pada suhu 60 – 80 °C.

2. Deterjen Uji

Natrium lauril sulfat (NLS) dicampur dengan air hingga homogen. Zeolit juga
dicampur dengan air hingga homogen. Kedua larutan ini kemudian dicampur hingga
homogen dan campurannya ditambahkan gliserin dan asam sitrat. Setelahnya
ditambahkan parfum dan pewarna. Semua proses pencampuran ini di lakukan pada
suhu 60 – 80 °C.

3. Deterjen Pembanding

Natrium lauril ulfat (NLS) dicampur dengan air hingga homogen. STPP juga
dicampur dengan air hingga homogen. Kedua campuran lalu dicampur hingga
homogen, kemudian ditambahkan gliserin dan asam sitrat. Setelahnya ditambahkan
parfum dan pewarna. Semua proses pencampuran ini di lakukan pada suhu 60 – 80 °C.

3.3.5. Karakterisasi Deterjen

Ada 5 karakteristik deterjen yang perlu diuji dalam penelitian ini, antara lain pH,
bobot jenis, viskositas, daya pembuasaan dan stabilitas busa, serta daya deterjensi.

1. pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pada awal


pengukuran dilakukan pengkalibrasian pH meter. Elektroda dicelupkan ke dalam
sampel dan nilai yang terbaca pada layar digital merupakan pH sampel.
2. Bobot Jenis

Piknometer dibersihkan dan dikeringkan, kemudian ditimbang dan dicatat


beratnya sebagai A, lalu diisi dengan air destilata dan direndam dalam air dingin hingga
suhunya mencapai 25°C. Piknometer berisi air destilata dikeluarkan dari rendaman dan
didiamkan hingga mencapai suhu ruang untuk ditimbang dan dicatat beratnya sebagai
B. Nilai volume pikometer diperoleh dengan perhitungan berikut:

Vpiknometer = (B – A)* BJ air pada suhu pengukuran

Hal yang sama dilakukan dengan mengganti air destilata dengan sampel dan beratnya
dicatat sebagai C. Bobot jenis sampel diperoleh dengan perhitungan berikut:

BJsampel = C/Vpiknometer

3. Viskositas

Sampel diukur viskositasnya menggunakan Viscometer brookfield, spindle nomor


6 dengan kecepatan 10 rpm.

4. Daya Pembusaan dan Stabilitas Busa

Larutan sampel 0,1% sebanyak 200 ml diblender pada kecepatan level satu
selama tiga detik, kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur 500 ml. Volume busa
dicatat setelah didiamkan selama 0,5 menit dan 5,5 menit. Nilai daya pembusaan adalah
volume busa setelah pendiaman selama 0,5 menit. Stabilitas busa adalah perbandingan
volume busa pada saat 5,5 menit terhadap volume busa saat 0,5 menit.

5. Daya Deterjensi

Pembuatan noda standar. Sebanyak 19,32 g kaolin, 600 mg feriklorida, 80 mg


karbon hitam, 5 g bensin, dan 10 g lemak sapi ditimbang. Masing-masing
disuspensikan dengan aseton ke dalam gelas piala 25 ml. Larutan kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml dan ditambahkan aseton hingga tanda batas.
Labu ditutup dan dikocok selama 5 menit hingga tercampur.
Pembuatan substrat. Kain katun putih dipotong-potong dengan ukuran 10 × 10
cm, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu pemanasan kira-kira 105°C selama
kurang lebih 3 jam hingga dicapai berat kain yang konstan. Kain katun dimasukkan
dalam desikator selama 1 jam. Kain kering kemudian ditimbang dan dicatat sebagai
bobot bersih, yang kemudian kain ini disebut sebagai substrat.

Uji daya deterjensi. Dilakukan dengan cara menyiapkan substrat kain katun putih
10 × 10 cm (bobot A). Kain dimasukkan ke dalam gelas piala 1 L yang berisi kotoran
standar sambil diaduk-aduk hingga rata selama 30 menit. Setelah kotoran menempel
pada kain, kain diangkat dan diangin-anginkan selama kurang lebih 30 menit. Setelah
kering, kain kemudian dipanaskan di oven pada suhu 105°C selama 3 jam hingga
diperoleh berat yang konstan (bobot B). Kain kotor dicuci masing-masing dengan
menggunakan deterjen kontrol, deterjen pembanding serta deterjen dengan variasi
zeolit (15 – 25 %) selama 30 menit menggunakan stirrer dengan kecepatan mekanik 4
rpm. Setelah 30 menit, kain diangkat dan didiamkan selama 30 menit, lalu dipanaskan
di oven pada suhu 105°C selama 30 menit. Kain ditimbang di dapat berapa hasilnya
(bobot C). Daily terjanji dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

bobot B-bobot C
D aya Deterjensi ( % ) = × 100%
bobot A

3.4. Luaran dan Indikator Capaian


3.4.1. Luaran Tiap Tahapan
1. Diperoleh larutan natrium silikat dan natrium aluminat dari abu sekam padi.
2. Diperoleh zeolite hasil sintesis abu sekam padi.
3. Diperoleh karakteristik zeolite yang baik untuk digunakan sebagai zat pembangun
deterjen rama lingkungan.
4. Diperoleh deterjen yang di dalamnya telah terdapat kandungan zeolite.
5. Diperoleh karakteristik deterjen dari zeolite abu sekam padi yang baik untuk
mengurangi pencemaran air.
3.4.2. Indikator Capaian
1. Abu sekam padi dan zeolit menunjukkan bahwa penggunaan abu sekam padi bisa
digunakan dalam proses penyaringan sehingga dapat menjernihkan air
2. Ca2+ dan Mn2+ sebagai komponen utama kesadahan air dapat diatasi untuk masalah-
masalah pencemaran air, baik untuk membantu kelangsungan hidup organisme air
maupun kesehatan bagi manusia.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini ialah dengan metode
eksperimen, dimana komponen abu sekam padi, zeolit dan media penyaring didapatkan
bahwa proses penyaringan menggunakan media penyaring mampu menurunkan kadar
kekeruhan dan warna terhadap pencemaran air.

3.6. Analisis Data

Analisis abu sekam padi yang telah dikeringkan dan dinetralkan menggunakan
fluoresensi sinar-X (XRF JEOL Element Analyzer JSX-3211), difraksi sinar-X (XRD
instrument PW3 710 Shimadzu XRD 6000), dan spektrofotometri inframerah (FTIR
Shimadzu-8201 PC). Analisis karakteristik zeolite yang tebentuk dari abu sekam padi
menggunakan FTIR dan XRD. Untuk analisis karakteristik detergen yang telah mengandung
zeolite hasil sintesis, dipakai menggunakan pH meter untuk pengukuran pH. Menggunakan
piknometer dan hasilnya dihitung dengan rumus bobot jenis untuk menghitung bobot jenis
deterjen, menggunakan viscometer untuk mengukur viskositasnya, menguji daya pembusaan
dengan volume busa yang terbentuk, dan menghitung daya deterjensi dengan rumus persen
daya deterjensi.

3.7. Cara Penafsiran

Analisis kristal dengan XRD dan FTIR pada abu sekam padi dan karakteristik zeolite
digunakan untuk menentukan kristalinitas dan kemurnian bahan. Analisis dilihat dari puncak-
puncak difraksi yang dihasikan dalam proses. Semakin besar maka semakin baik. Untuk
analisis karakteristik deterjen berpatokan kepada SNI yang telah diberikan pemerintah.
Dimana pH < 10,5; SNI bobot jenis (05-4075-1996) yaitu 1,0-1,2 g/mL; untuk viskositas,
daya pembusaan dan stabilitis busa, serta daya deterjensi detergen ramah lingkungan
dibandingkan dengan detergen pembanding yang menggunakan STTP.

3.8. Penyimpulan Hasil Penelitian


Kesimpulan penelitian dapat diperoleh setlah analisis dengan baik dilakukan. Apabila
karakteristik deterjen dengan penggunaan bahan zeolite sekam padi diperoleh lebih baik
dibandingkan dengan deterjen yang menggunakan STTP, maka dapat disimpulkan bahwa
deterjen tersebut telah dapat dipakai sebagai solusi penanggulangan pencemaran air dengan
kesadahan air akibat ion Ca2+ dan Mn2+.
BAB 4

BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

4.1. Anggaran Biaya

No Jenis Pengeluaran Biaya


1 Perlengkapan yang diperlukan Rp 2.700.000
2 Bahan Habis Pakai Rp 1.850.000
3 Transportasi Lokal Rp 1.020.000
4 Lain-lain Rp 2.050.000
Jumlah Rp 7.620.000
Tabel 4.1. Tabel Anggaran Biaya

4.2. Jadwal Kegiatan

No Jenis Kegiatan Bulan


1 2 3 4 5
1 Koordinasi dengan Dosen Pembimbing
2 Pengambilan Sampel
3 Persiapan Alat dan Bahan
4 Pembuatan Zeolit Alam
5 Proses Aktivasi Zeolit Alam
6 Pengujian Zeolit Alam Teraktivasi
7 Publikasi dan Pelaporan
Tabel 4.2. Tabel Jadwal Kegiatan
DAFTAR PUSTAKA

Arifin. 2008. Metode Pengolahan Deterjen. Madiun ; Radionuklida


Choiriyah, D., E. Riandini, A. Wulandari, O.D. Indah, A. H. Rachma, & E. Pramono. 2015.
Pembuatan dan Krakterisasi Membran Keramik Micro-Filtrasi dari Zeolit Alam untuk
Filtrasi Zat Warna Procion Red MX8B dan Metilen Biru. Jurnal Penelitian Kimia.
11(1):8-14.
Dahlan, M.H., E.R.J. Pratama, & M. Odina. 2016. Pengaruh Penggunaan Membran Keramik
Berbasis Zeolit dan Gypsum terhadap Emisi Gas CO, NOX Kendaraan Bermotor.
Jurnal Teknik Kimia. 22(2): 10-18.
Fatimah, D. 2006. Pembuatan Zeolit Alam sebagai Keramik Batu pada Suhu Bakar di Bawah
1000°∁. Jurnal Zeolit Indonesia. 5(2): 69-75.
Furqoni, R.A., M.P. Aji., Sulhadi. 2016. Pengembangan Filter Air dengan Bahan Keramik
untuk Peningkatan Kualitas Air Sungai. Prosiding Seminar Nasional Fisika. Jakarta:
Universitas Negeri Jakarta.
Harsono, H. (2002) ‘Pembuatan Silika Amorf dari Limbah Sekam Padi’, Jurnal Ilmu Dasar,
Vol. 3, hal. 98-103.
Isernia, L.F. 2013. FTIR Study of the Relation, between Extra-framework Aluminum Species
and the Adsorbed Molecular Water, and its Effect on the Acidity in ZSM-5 Steamed
Zeolit. Material Reseacrh. 16(4): 792-802.
Messakh, J.J., A. Sabar., I.K. Hadihardaja., & A.A. Chalik. 2015. Kajian Pemenuhan
Kebutuhan Air Minum Unuk Masyarakat di Kawasan Semi-Arid Indonesia. J.Manusia
dan Lingkungan. 22(3): 271-280.
Nasir, S., Budi T.S.A., Silviaty I. 2013. Aplikasi Filter Keramik Berbasis Tanah Liat Alam
dan Zeolit pada Pengolahan Air Limbah Hasil Proses Laundry. Jurnal Bumi Lestari.
13(1): 45-51.
Purwasasmita, B.S., Kurnia, A., Wibowo, A. 2010. Sintesis Material Nanopori Zeolit (ZSM-
5) dari Coal Fly Ash. Jurnal Zeolit Indonesia. 9(1): 40-45.
Said, M., Prawati, A.W., Murenda, E. 2008. Aktifasi Zeolit Alam sebagai Adsorbent pada
Adsorpsi Larutan Iodium. Jurnal Teknik Kimia. 4(15):50-56.
Saraswati, I. 2015. Zeolit-A Synthesis from Glass. Jurnal Sains dan Matematika. 23(4):112–
115.
Sulistyani E., A.S. Budi, & E. Budi. 2014. Membran Keramik Berpori Berbahan Dasar Zeolit
dan Clay dengan Penambahan Zat Aditif. Prosiding Seminar Nasional Fisika. Jakarta:
Universitas Negeri Jakarta.
Wang, Y., P. Han, J. Yang, Y. Liu, & R. Han. 2011. Reuse of Spent Natural Zeolit for
Methylene Blue Adsorption by Microwave Irradiation. Advanced Materials Research.
233(235):2019-2022.
Saputra, R. (2006). Pemanfaatan Zeolit Sintesis sebagai Alternatif Pengolahan Limbah
Industri. Buletin IPT 1, No, IV.
Herlambang, P., & Hendriyanto, O. (2015). Fitoremediasi Limbah Deterjen Menggunakan
Kayu Apu (Pistia stratiotes L.) dan Genjer (Limnocharis flava L.). Jurnal Ilmiah
Teknik Lingkungan, 7(2), 101-114.
Halang, B. (2004). Toksisitas Air Limbah Deterjen Terhadap Ikan Mas (Cyprinus
carprio). Bioscientiae, 1(1).
Widayati, T. W., Yudisai, H., & Devara, I. K. (2018). Sintesis Bio-nanosurfaktan sebagai
Deterjen Ramah Lingkungan dari Kombinasi Ekstrak Getah Pepaya (Carica papaya L)
dan Daun Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen). Prosiding Seminar Nasional
Teknik Kimia “Kejuangan”: Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan
Sumber Daya Alam Indonesia.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota

Biodata Ketua

Biodata Anggota 1

Biodata Anggota 2

Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan

Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Pelaksana dan Pembagian Tugas

Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Pelaksana


Lampiran 1. Biodata Ketua Dan Anggota

Biodata Ketua

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Petrin Suranta Tarigan


2 Jenis Kelamin Laki-laki
3 Program Studi Pendidikan Kimia
4 NIM 4193331013
5 Tempat dan Tanggal Lahir Palipi, 26 Mei 2001
6 Alamat E-Mail petrinsurantatarigan@gmail.com
7 Nomor Telepon 082275775399
B. Kegiatan Kemahasiswaan Yang Sedang/Pernah Diikuti

No Jenis Kegiatan Status Dalam Kegiatan Waktu dan Tempat


1 IKBKK Anggota 2019/Unimed
C. Penghargaan Yang Pernah Diterima

No Jenis Penghargaan Pihak Pemberi Penghargaan Tahun


1
2
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggung jawabkan secara hukum.Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai
ketidak sesuaian dengan kenyataan,saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan PKM-R.

Medan, 8 Oktober 2021


Anggota

Petrin Suranta Tarigan


Biodata Anggota

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Yani Kartini Situmorang

2 Jenis Kelamin Perempuan

3 Program Studi Pendidikan Kimia

4 NIM 4193331006

5 Tempat dan Tanggal Lahir Medan, 17 Oktober 2001

6 Alamat email yanikartini242@gmail.com

7 Nomor telepon/HP 082213838292

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum, apabila dikemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan PKM-PE.

Medan, 07 September 2021

Anggota

Yani Kartini Situmorang

Lampiran 2.
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Pelaksana dan Pembagian Tugas

No Nama/NIM Program Studi Bidang Ilmu Alokasi Waktu Uraian


(Jam/minggu) Tugas
1 Petrin Suranta Pendidikan Kimia 10 jam/minggu Koordinator,
Tarigan Kimia preparasi
4193331013 alat dan
bahan,
preparasi
sampel abu
sekam padi.
2 Grace C. O. Pendidikan Kimia 10 jam/minggu sintesis
Nainggolan Kimia zeolite dari
4193131015 abu sekam
padi dan
karakterisitk
zeolite yang
terbentuk.
3 Yani Kartini Pendidikan Kimia 10 jam/minggu Pembuatan
Situmorang Kimia deterjen, dan
4193331006 karakterisasi
deterjen.

Lampiran 4. Surat Pernytaan Ketua Pelaksana

SURAT PERNYATAAN KETUA TIM PELAKSANA


Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Petrin Suranta Tarigan

NIM : 4193331013

Program Studi : Pendidikan Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dengan ini menyatakan bahwa proposal PKM-PE saya dengan judul “ Penggunaan Zeloit
dari Limbah Sekam Padi Sebagai Agen Pembangunan (Builder Agent) pada Deterjen Ramah
Lingkungan” yang disusulkan untuk tahun anggaran 2022 adalah hasil karya kami dan belum
pernah dibiayai oleh lembaga atau sumber dana lain.

Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan in, maka saya
bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mengembalikan
seluruh biaya yang sudah diterima atas Negara.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan sebenar-benarnya.

Medan, 08 Oktober 2021

Yang menyatakan,

(Petrin Suranta Tarigan)

NIM. 4193331013

Anda mungkin juga menyukai