Penggunaan Zeolit dari Limbah Sekam Padi sebagai Zat Pembangun (Builder Agent)
pada Deterjen Ramah Lingkungan
BIDANG KEGIATAN :
PKM PENELITIAN
Diusulkan oleh :
MEDAN
OKTOBER 2021
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Air merupakan sumber daya alam yang mempunyai fungsi sangat penting bagi
kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya serta sebagai modal dasar dalam
pembangunan. Sekarang ini, memenuhi kebutuhan air bersih sangat mahal. Hal ini
dikarenakan telah banyak terjadi pencemaran limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah
dari kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan lainnya (Herlambang,
2015). Beberapa bahan pencemar seperti bahan mikrobiologik (bakteri, virus, parasit), bahan
organik (pestisida, deterjen), beberapa bahan inorganik (garam, asam, logam) serta bahan
kimia lainnya sudah banyak ditemukan dalam air yang kita pergunakan (Mason dalam
Halang, 2004). Salah satu faktor air tercemar yaitu limbah domestik yang berasal dari limbah
deterjen, seperti limbah rumah tangga, laundry, dan rumah makan (Herlambang, 2015).
Berbagai penelitian mengenai zeolit untuk menggantikan peran fosfat sebagai builder
deterjen telah banyak dilakukan guna mengatasi masalah lingkungan tersebut (Sulastri,
2019). Zeolit merupakan material berpori yang penggunaannya sangat luas. Kegunaan zeolit
ini didasarkan atas kemampuannya melakukan pertukaran ion (ion exchanger), adsorpsi
(adsorption) dan katalisator (catalyst) (Putranto, 2015).
Zeolit merupakan material silikat kristal dengan struktur yang sangat teratur dan
porositasnya tinggi. Rumus umum zeolit adalah Mx/n {(AlO2)x(SiO2)y}z.H2O (M: kation yang
bervalensi n di luar kerangka yang dapat dipertukarkan) (Putranto, 2015). Zeolit adalah
mineral kristal alumina silika tetrahidrat berpori yang mempunyai struktur kerangka tiga
dimensi, terbentuk oleh tetrahedral [SiO4]4- (silikat) dan [AlO4]5- (aluminat) yang saling
terhubungkan oleh atom-atom oksigen sedemikian rupa (Sulastri, 2019). Jenis zeolit sintetik
yang telah dikembangkan sebagai builder deterjen adalah zeolit jenis A, X, dan P. Zeolit jenis
A memiliki kemampuan dalam selektifitas adsorpsi yang tinggi terhadap mineral penyebab
kesadahan air (ion Ca2+ dan Mg2+) serta memiliki diameter pori-pori sebesar 4,1 Å, volume
pori 47% dengan rasio Si/Al mendekati 1 (Jha dalam Sulastri, 2019).
Peranan silika pada sintesis zeolit sebagai bahan dasar sangat penting disamping peran
alumina. Salah satu sumber di alam yang kaya akan silika adalah sekam padi. Sekam padi
merupakan produk samping yang melimpah dari hasil penggilingan padi, dan selama ini
hanya digunakan sebagai bahan bakar untuk pembakaran batu merah, pembakaran untuk
memasak, atau dibuang begitu saja. Penanganan sekam padi yang kurang tepat akan
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan (Sulastri, 2019). Sebagai sumber silika, abu
sekam padi mempunyai kandungan silika sebagai komponen utama dengan persentase paling
tinggi (85 - 98 %) (Putranto, 2015). Abu sekam padi hasil pembakaran yang terkontrol pada
suhu tinggi (500 0C – 600 0C) akan menghasilkan abu silika yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai proses kimia (Putro, 2007).
Azizi & Yousefpour (2010) manfaatkan abu sekam padi sebagai bahan baku pembuatan
material zeolit dengan metode hidrotermal (Dalam Putranto, 2015). Begitu pula penelitian
Arnelli dalam Sulastri (2019) dilakukan penelitian mengenai penggunaan zeolit sebagai
pembangun surfaktan dalam proses detergensi dari abu sekam padi, dimana diperoleh hasil
yaitu semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan maka semakin tinggi kemampuan
detergensi zeolit sintetik. Konsentrasi tertinggi NaOH 6,67 M memungkinkan untuk
mencapai deterjensi 94,31%.
Masyarakat dapat menanggulangi kesadahan air yang biasa didapatinya. Air tidak
banyak tercemar dengan bahan-bahan kimia deterjen, maka dari itu masyarakat mampu
memperoleh air yang lebih bersih.
1.3.3. Bagi Pemerintah
Memanfaatkan limbah sekam padi, yang diperoleh secara melimpah dari penggilingan
padi dan belum optimal pengaplikasiannya, sebagai bahan dasar pembuatan zeolit yang akan
digunakan sebagai zat pembangun (builder agent) deterjen ramah lingkungan.
Pemanfaatan zeolite dari abu sekam padi sebagai zat pembangun (builder agent) dalam
pembuatan deterjen ramah lingkungan memiliki kualitas dan tingkat ramah lingkungan yang
baik. Selain itu stabilitas busa lebih stabil yang mengindikasikan pembersihan nodal pada
pencucian lebih baik.
1.6. Kontribusi Penelitian terhadap Ilmu Pengetahuan Sesuai dengan Bidang Ilmu
Kimia
Diperolehnya deterjen ramah lingkungan dari zeolite sekam padi yang mengurangi
tingkat kesadahan air. Selain itu, penelitian ini menghasilkan suatu informasi baru
berdasarkan penelitian yang dilakukan, sebagai pengetahuan baru dan dapat dijadikan
referensi untuk penelitian berikutnya yang membahas mengenai zeolite sebagai zat
pembangun (builder agent) deterjen ramah lingkungan.
1. Laporan kemajuan
2. Laporan akhir
3. Artikel ilmiah dan deterjen ramah lingkungan dengan zat pembangun (builder agent)
dari zeolite berbahan dasar sekam padi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deterjen
Deterjen adalah surfaktan anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 – C15) atau garam
dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari natrium (RSO3- Na+ dan ROSO3- Na+) yang
berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi parafin dan olefin). Perbedaan
suatu deterjen adalah dilihat dari komposisi dan bahan tambahannya (aditif) (Arifin, 2008).
Deterjen dalam kerjanya memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran,
baik yang larut dalam air maupun yang tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan bahwa
deterjen, khususnya molekul surfaktan (surface active agent) berfungsi menurunkan tegangan
permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan.
Salah satu ujung dari molekul surfaktannya lebih suka minyak, akibatnya bagian ini
menetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air, bagian
inilah yang berperan mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran sehingga
tidak kembali menempel pada kain (Setiawan, 2008).
Deterjen adalah bahan pembersih yang merupakan campuran dari beberapa zat kimia,
berupa surfaktan sebagai zat aktif permukaan (surface active agent), pembangun (builder)
yang biasanya menggunakan senyawa fosfat, sitrat, asetat, atau silikat (zeolit), pengisi (filler),
serta zat aditif seperti pewangi, pewarna, pemutih, dan lain-lain (Sulastri, 2019).
1. Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung
berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang
menempel pada permukaan bahan. Surfaktan ini baik berupa anionic (Alkyl Benzene
Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS),
Kationik (Garam Ammonium), Non-ionic (Nonyl phenol polyethoxyle), Amphoterik
(Acyl Ethylenediamines) (Hidayati, 2007).
2. Builder (Permbentuk/Zat Pembangun) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari
surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air (ion Ca2+ dan
Mg2+). Baik berupa Phosphate, Asetat (NTA, EDTA), Silikat (Zeolit), dan Sitrat (asam
sitrat) (Hidayati, 2007).
Banyak deterjen yang beredar di masyarakat menggunakan sodium tripolifosfat (STPP)
dan tetra sodium pirofosfat (TSPP) sebagai builder (zat pembangun), namun builder jenis
tersebut dapat menyebabkan deposit fosfat dalam air sehingga mengakibatkan eutrofikasi
yang dapat menyebabkan ledakan Cyanophyta yang menimbulkan masalah rasa dan bau
pada air serta mengganggu populasi ikan di air (Sulastri, 2019).
3. Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan
meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat memadatkan dan
memantapkan, contoh : Sodium sulfate.
4. Aditif adalah bahan tambahan agar produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut,
pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan daya cuci
deterjen. Aditif ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi. Contoh : Enzyme,
Borax, Sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran yang
telah dibawa oleh detergent ke dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu
mencuci (anti Redeposisi).
1. Phospat
3. Karbonat
Terdiri dari natrium karbonat atau soda abu, natrium bikarbonat. natrium sesqui
karbonat, kalsium karbonat (Kurniati, 2009).
Bahan pelepas oksigen yang ditambahkan dalam detergent bubuk yaitu natrium
perborat. Bahan ini ditambahkan karena dapat menambah karakteristik alkaliniti dan
buffer dari detergent (Kurniati, 2009).
Davidshon dan Milwidsky dalam Kurniati (2009) menyebutkan bahan tambahan lain
pada deterjen terdiri dari sequestering atau chelating agent yang merupakan zat pelunak air
yang bila digabung dengan ion logam termasuk garam Ca atau Mg dalam air sadah akan
membentuk senyawa kompleks yang dapat larut, zat penggembung serabut, zat yang dapat
meningkatkan sifat aktif permukaan, zat inhibitor, florescent brightening agent atau optical
brightening, zat penstabil busa, zat anti redeposisi, zat pewangi, dan zat anti bakteri.
Proses pembuatan detergent memiliki tiga proses utama yaitu alkilasi, sulfonasi dan
netralisasi (Fessenden dalam Kurniati 2009).
1. Alkilasi
Pada proses alkylasi terjadi kondensasi gugus alkyl dengan gugus benzene. Pada
pembuatan aryl sulfonate, tingkat proses alkilasi ini boleh dikatakan sebagai proses yang
paling penting. Sebab alkylasi ini sangat menentukan alkil aril sulfonatnya.
2. Sulfonasi
Merupakan reaksi pembuatan alkil benzene. Pada proses ini terjadi proses substitusi
gugus asam sulfonat (SO2OH) ke dalam alkil benzene sulfonate. Sifat detergent yang baik
didapat dari kekuatan yang seimbang dari kedua sifat saat proses subtitusi menggunakan
asam sulfat (H2SO4). Proses sulfonasi lebih disukai memakai oleum 20%, yang dikerjakan
dengan 1,25 berat ratio dari oleum terhadap hidrokarbon pada 77°F.
3. Netralisasi
Pada proses Inl yang merupakan kelanjutan dari proses sulfonasi dengan reaksi
sebagai berikut: C12H25C6H4SO3H + NaOH C12H25C6H4SO3Na + H2O. NaOH yang
dipakai adalah 20 – 50%
Salah satu faktor pencemaran lingkungan di perairan yaitu limbah domestik yang
berasal dari limbah deterjen, seperti limbah rumah tangga, laundry, dan rumah makan
(Herlambang, 2015). Detergen mengandung bahan-bahan aktif seperti surfaktan Alkil
Benzena Sulfonat (ABS) dan Linear Alkil Sulfonat (LAS) yang menimbulkan dapak negatif
terhadap lingkungan dan makhluk hidup karena sulit diuraikan oleh mikroorganisme dan
dapat mencemari lingkungan khusunya air sungai (Radiansyah dalam Widayati, 2018).
Deterjen jenis ABS (alkyl benzene sulphonate) merupakan deterjen yang tergolong
keras. Deterjen tersebut sukar dirusak oleh mikroorganisme (nonbiodegradable) sehingga
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Rubiatadji dalam Halang, 2004). Tidak tertutup
kemungkinan bahwa kadar deterjen jenis ABS atau lainnya di suatu perairan, terutama di
sekitar pemukiman padat, melebihi ambang, sehingga menimbulkan efek negatif berupa
kematian biota (Halang, 2004).
Dalam pembuatan detergen terdapat beberapa penggunaan bahan kimia yang berbahaya
dan dapat merusak lingkungan, bahan-bahan itu antara lain seperti Surfaktan (bahan
pembersih), NTA (Nitril Tri Acetate), EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate), STPP
(Sodium Tri Poly Phosphate), ABS (Alkil Benzene) yang dapat berdampak buruk pada
lingkungan (Sutrisno, 2018). Sementara itu, zat pembangun yang biasa dipakai dalam
deterjen seperti phospat, silikat dan karbonat (Kurniati, 2009).
Banyak deterjen yang beredar di masyarakat menggunakan sodium tripolifosfat (STPP)
dan tetra sodium pirofosfat (TSPP) sebagai builder (zat pembangun) (Sulastri, 2019). Builder
yang berfungsi untuk meningkatkan daya cuci, seperti trinatriumpolifosfat (TSPP),
trinatriumfosfat terklorinasi, DEA (dietanolamina), dan senyawa fosfat kompleks yang dapat
menyebabkan eutrofikasi (pengkayaan unsur hara yang berlebihan) (Herlambang, 2015).
Builder jenis tersebut dapat menyebabkan deposit fosfat dalam air sehingga mengakibatkan
eutrofikasi yang dapat menyebabkan ledakan pertumbuhan Cyanophyta yang dapat
menimbulkan masalah rasa dan bau pada air, dapat terjadi penurunan populasi ikan sebagai
akibat dari menurunnya konsentrasi oksigen terlarut, serta pertumbuhan gulma akuatik yang
dapat mengganggu kenyamanan dan kegunaan danau lainnya (Sulastri, 2019). STTP atau
yang di sebut juga phosphate tidak memiliki daya racun akan tetapi dapat menyebabkan
pengkayaan unsur hara eutrofikasi yang berlebihan sehingga pertumbuhan algea tidak
terkendali dapat berakibat pada kepunahan biota yang hidup di dalam air (Sutrisno, 2018).
2.3. Zeolit
Zeolit berasal dari kata Yunani zein yang berarti membuih dan lithos yang berarti
batu. Zeolit merupakan mineral hasil tambang yang bersifat lunak dan mudah kering. Warna
dari zeolit adalah putih keabu-abuan, putih kehijau-hijauan, atau putih kekuning-kuningan.
Ukuran kristal zeolit kebanyakan tidak lebih dari 10-15 mikron (Mursi Sutarti, 1994). Zeolit
merupakan material berpori yang penggunaannya sangat luas. Kegunaan zeolit ini didasarkan
atas kemampuannya melakukan pertukaran ion (ion exchanger), adsorpsi (adsorption) dan
katalisator (catalyst) (Putranto, 2015).
Zeolit adalah mineral kristal alumina silika tetrahidrat berpori yang mempunyai
struktur kerangka tiga dimensi, terbentuk oleh tetrahedral [SiO4]4- (silikat) dan [AlO4]5-
(aluminat) yang saling terhubungkan oleh atom-atom oksigen sedemikian rupa (Sulastri,
2019). Zeolit merupakan material silikat kristal dengan struktur yang sangat teratur dan
porositasnya tinggi. Rumus umum zeolit adalah Mx/n {(AlO2)x(SiO2)y}z.H2O (M: kation yang
bervalensi n di luar kerangka yang dapat dipertukarkan) (Putranto, 2015). Zeolit merupakan
mineral kristal alumina silika tetrahidrat berpori yang mempunyai struktur kerangka tiga
dimensi, terbentuk oleh tetrahedral [𝑆𝑖𝑂4]4-dan [𝐴𝑙𝑂4]5- yang saling terhubungkan oleh atom-
atom oksigen sehingga membentuk kerangka tiga dimensi terbuka yang mengandung kanal-
kanal dan rongga-rongga yang di dalamnya terisi oleh ion-ion logam, biasanya adalah logam-
logam alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas (Dewi, 2010).
Zeolit mempunyai kerangka yang bersifat anionik yang disebabkan oleh adanya
perbedaan elektronegatifitas alumina dan silika dapat diseimbangkan oleh adanya kation-
kation seperti ion natrium, kalium, kalsium, magnesium, serta kation golongan alkali dan
alkali tanah lainnya. Zeolit mempunyai struktur yang berongga dapat diisi oleh air dan
memiliki ukuran pori tertentu. Oleh karena itu zeolit dapat dimanfaatkan sebagai
penyaring molekul, penukar ion, adsorben, dan katalisator (Wicaksono, 2012).
Menurut Saputra (2006), Zeolit pada dasarnya memiliki tiga variasi struktur yang
berbeda, antara lain:
1. Struktur seperti rantai (chain-like structure), dengan bentuk kristal acicular dan
prismatik. Contoh: Natrolit.
2. Struktur seperti lembaran (sheet-like structure), dengan bentuk kristal platy atau
tabular biasanya dengan basal cleavage baik. Contoh: Heulandit.
3. Struktur rangka, dimana kristal yang ada memiliki dimensi yang hampir sama.
Contoh: Kabasit.
Menurut Saputra (2006), berdasarkan pada asal zeolitnya dapat dibedakan menjadi
dua, antara lain:
a. Zeolit alam. Pada umumnya, zeolite dibentuk oleh reaksi dari air pori dengan berbagai
material seperti gelas, poorly cristaline clay, plagioklas, ataupun silika. Bentukan
zeolite mengandung perbandingan yang besar dari M2+ dan H+ pada Na+, K+ dan Ca+.
Pembentukan zeolite ala mini tergantung pada komposisi dari bantuan induk,
temperature, tekanan, tekanan parsial dari air, pH dan aktivitas dari ion-ion tertentu.
Umumnya zeolite alam digunakan untuk pupuk, penjernihan air, dan diaktifkan untuk
dimanfaatkan sebagai katalis dan adsorben.
b. Zeolit sintesis. Mineral zeolite sintesis yang dibuat tidak persis sama dengan mineral
zeolite alam, walaupun zeolite sintesis mempunyai sifat fisis yang jauh lebih baik.
Beberapa ahli menamakan zeolite sintesis sama dengan nama mineral zeolite alam
dengan menambahkan kata sintesis di belakangnya. Dalam dunia perdagangan,
muncul nama zeolite sintesis seperti zeolite A, zeolite K-C dan lain-lain. Zeolite
sintesis terbentuk ketika silika gel yang ada terkristalisasi pada temperature kamar
hingga 200 °C pada tekanan atmosferik.
Mineral zeolit telah diketahui sejak tahun 1756 oleh ahli mineralogi berkebangsaan
Swedia bernama F.A.F Constedt. Di alam banyak dijumpai zeolit dalam lubang-lubang
batuan lava dan dalam batuan sedimen terutama sedimen piroklastik halus. Telah
diketahui lebih dari 40 jenis mineral zeolit di alam, dari jumlah tersebut hanya 20 jenis
yang terdapat dalam batuan sedimen terutama sedimen piroklastik (Wicaksono, 2012).
1. Dehidrasi
Sifat dehidrasi dari zeolit akan berpengaruh terhadap sifat adsorpsinya. Zeolit dapat
melepaskan molekul air dari dalam rongga permukaan yang menyebabkan medan listrik
meluas ke dalam rongga utama dan akan efektif berinteraksi dengan molekul yang akan
diadsorpsi.
2. Adsorpsi
Dalam keadaan normal ruang hampa dalam kristal zeolit terisi oleh molekul air
bebas yang berada di sekitar kation. Bila mineral zeolit dipanaskan pada suhu 300 °𝐶
hingga 400 °𝐶 maka air tersebut akan keluar sehingga zeolit dapat berfungsi sebagai
penyerap gas atau cairan. Selain mampu menyerap gas atau cairan, zeolit juga mampu
memisahkan molekul dan kepolarannya, meskipun ada 2 molekul atau lebih yang dapat
melintas tetapi hanya sebuah saja yang dapat lolos. Hal ini dikarenakan faktor
selektivitas dari mineral zeolit tersebut yang tidak ditemukan pada adsorben padat
lainnya.
3. Penukar Ion
Ion-ion pada rongga atau kerangka elektrolit berguna untuk menjaga kenetralan
zeolit. Ion-ion ini dapat bergerak bebas sehingga pertukaran ion yang terjadi tergantung
dari ukuran dan muatan maupun jenis zeolitnya.
4. Katalis
Ciri paling khusus dari zeolit yaitu adanya ruang kosong yang akan membentuk
saluran didalam struktur zeolit sehingga dapat digunakan untuk menentukan sifat mineral
zeolit. Apabila zeolit digunakan pada proses penyerapan atau katalis maka akan terjadi
difusi molekul ke dalam ruang bebas diantara kristal. Zeolit merupakan katalisator yang
baik karena mempunyai pori-pori yang besar dengan permukaan yang maksimum.
5. Penyaring atau Pemisah
Media berpori yang dapat digunakan sebagai penyaring atau pemisah campuran
uap atau cairan sangat banyak, tetapi distribusi diameter dari pori-pori media tersebut
tidak cukup efektif, seperti halnya penyaring molekular zeolit yang mampu memisahkan
campuran berdasarkan perbedaan ukuran, bentuk dan polaritas dari molekul yang
disaring. Contohnya pori-pori zeolit A berbentuk silinder dapat memisahkan n-parafin
dari campuran hidrokarbon.
Zeolit dapat memisahkan molekul gas atau zat lain dari suatu campuran tertentu
karena mempunyai ruang hampa yang cukup besar dengan garis tengah yang bermacam-
macam berkisar antara 2Ǻ hingga 8Ǻ, tergantung dari jenis zeolit. Zeolit alam telah
digunakan sebagai adsorben yang efektif untuk menghilangkan berbagai logam berat dan
zat warna (Wang et al., 2011).
Sekam merupakan hasil samping saat proses penggilingan padi dan menghasilkan
limbah yang cukup banyak, yakni sebesar 20% dari berat gabah (Somaatmadja, 1980).
Produksi sekam padi di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan
mencapai lebih dari 13 juta ton pada tahun 2010. Pemanfaatan sekam padi secara komersial
masih relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh karakteristik sekam padi yaitu bersifat kasar,
bernilai gizi rendah, memiliki kerapatan yang rendah, dan kandungan abu yang cukup tinggi
(Houston, 1972). Sekam padi secara umum digunakan sebagai media bercocok tanam,
sebagai sumber energi dalam bentuk briket arang sekam, alas pakan ternak, atau
dimusnahkan dengan cara pembakaran yang tidak dikendalikan. Sekam padi memiliki
kandungan silika yang cukup tinggi yaitu sebesar 18-22% (Luh,1991). Oleh sebab itu sekam
padi merupakan bahan baku yang cukup potensial sebagai sumber bio-silika dari sumber
terbarukan dan sekaligus mampu meningkatkan nilai tambah sekam padi. Silika banyak
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dengan berbagai ukuran tergantung aplikasi yang
dibutuhkan seperti dalam industri ban, karet, gelas, semen, beton, keramik, tekstil, kertas,
kosmetik, elektronik, cat, film, pasta gigi, adsorben, dan lain-lain (Kirk-Othmer, 1984; Sun,
2001). Silika yang terdapat di dalam sekam padi memiliki sifat amorf, memiliki ukuran ultra
fine, dan sangat reaktif (Chandrasekhar, 2003). Dengan demikian penggunaan bio-silika akan
menghasilkan produk yang memiliki sifat yang berbeda dengan kualitas yang lebih baik.
Penambahan silika amorf ke dalam adonan keramik mampu memberikan kekuatan keramik
yang lebih baik dibandingkan dengan penambahan silika kristalin (Hanafi, 2010).
Peranan silika pada sintesis zeolit sebagai bahan dasar sangat penting disamping peran
alumina. Salah satu sumber di alam yang kaya akan silika adalah sekam padi. Sekam padi
merupakan produk samping yang melimpah dari hasil penggilingan padi, dan selama ini
hanya digunakan sebagai bahan bakar untuk pembakaran batu merah, pembakaran untuk
memasak, atau dibuang begitu saja. Penanganan sekam padi yang kurang tepat akan
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan (Sulastri, 2019). Sebagai sumber silika, abu
sekam padi mempunyai kandungan silika sebagai komponen utama dengan persentase paling
tinggi (85 - 98 %) (Putranto, 2015). Abu sekam padi hasil pembakaran yang terkontrol pada
suhu tinggi (500 0C – 600 0C) akan menghasilkan abu silika yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai proses kimia (Putro, 2007).
Azizi & Yousefpour (2010) manfaatkan abu sekam padi sebagai bahan baku pembuatan
material zeolit dengan metode hidrotermal (Dalam Putranto, 2015). Begitu pula penelitian
Arnelli dalam Sulastri (2019) dilakukan penelitian mengenai penggunaan zeolit sebagai
pembangun surfaktan dalam proses detergensi dari abu sekam padi, dimana diperoleh hasil
yaitu semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan maka semakin tinggi kemampuan
detergensi zeolit sintetik. Konsentrasi tertinggi NaOH 6,67 M memungkinkan untuk
mencapai deterjensi 94,31%.
BAB 3
METODE PENELITIAN
Jenis riset yang digunakan dalam penelitian yaitu penelitian empirik menggunakan
prosesdur penelitian serta memakai alat-alat laboratorium. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian eksperimen (Metode
Kuantitatif). “Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan
untuk mencari pengaruh treatment (perlakuan) tertentu” (Sugiyono, 2010).
Adapun tahapan kegiatan yang akan dilakukan oleh peneliti di dalam kegiatan ini, yiaitu:
Alat yang dipakai dalam penelitian ini yaitu oven, furnace, ayakan 180 mesh, sinar-
X (XRF JEOL Element Analyzer JSX-3211), difraksi sinar-X (XRD instrument PW3 710
Shimadzu XRD 6000), dan spektrofotometri inframerah (FTIR Shimadzu-8201 PC),
magnetic stirrer, autoclave, penaring Buchner, pH meter, piknometer, viscometer, blender,
labu ukur, desikator, dan gelas piala
Sementara itu bahan yang digunakan adalah sekam padi, HCl, NaOH, Al(OH) 3,
akuades, natrium lauril sulfat (NLS), gliserin, asam sitrat, parfum, pewarna, kaolin,
feriklorida, karbon hitam, bensin, lemak sapi, dan kain putih.
Preparasi abu sekam padi (ASP) dilakukan dengan mencuci 1 kg sekam padi dengan
air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Sekam padi dikeringkan di
bawah sinar matahari dilanjutkan pengeringan dengan oven pada suhu 105 °C untuk
menghilangkan kadar airnya kemudian dibakar pada suhu 700 0C selama 6 jam
menggunakan furnace. Abu sekam padi diayak menggunakan ayakan 180 mesh kemudian
dicuci menggunakan HCl 2 M (rasio berat per volume = 1:5). Abu sekam padi yang telah
dinetralkan dan dikeringkan selanjutnya ditimbang beratnya serta diuji karakteristiknya
dengan fluoresensi sinar-X (XRF JEOL Element Analyzer JSX-3211), difraksi sinar-X
(XRD instrument PW3 710 Shimadzu XRD 6000), dan spektrofotometri inframerah (FTIR
Shimadzu-8201 PC).
3.3.3. Sintesis Zeolit dari Abu Sekam Padi dan Karakterisasi Zeolit yang
Terbentuk
Zeolit dari abu sekam padi berasal dari penggabungan dua senyawa yaitu, natrium
silikat dan natrium aluminat. Pembuatan natrium silikat dilakukan dengan mengambil 10
gram abu sekam padi yang diaktivasi dengan HCl dan larutkan dalam 6,67 M NaOH 100
ml. Larutan kemudia dipanaskan pada suhu 80°C selama 2 jam hingga didapat larutan
natrium silikat.
Deterjen yang dibuat memiliki 3 variasi, dimana ketiga variasi masing-masing akan
digunakan sebagai deterjen Kontrol, deterjen uji dan deterjen pembanding.
1. Deterjen Kontrol
Natrium lauril sulfat (NLS) dicampur dengan air hingga homogen. Kemudian
ditambah gliserin dan asam sitrat. Setelahnya ditambahkan perfum dan pewarna. Semua
proses pencampuran ini di lakukan pada suhu 60 – 80 °C.
2. Deterjen Uji
Natrium lauril sulfat (NLS) dicampur dengan air hingga homogen. Zeolit juga
dicampur dengan air hingga homogen. Kedua larutan ini kemudian dicampur hingga
homogen dan campurannya ditambahkan gliserin dan asam sitrat. Setelahnya
ditambahkan parfum dan pewarna. Semua proses pencampuran ini di lakukan pada
suhu 60 – 80 °C.
3. Deterjen Pembanding
Natrium lauril ulfat (NLS) dicampur dengan air hingga homogen. STPP juga
dicampur dengan air hingga homogen. Kedua campuran lalu dicampur hingga
homogen, kemudian ditambahkan gliserin dan asam sitrat. Setelahnya ditambahkan
parfum dan pewarna. Semua proses pencampuran ini di lakukan pada suhu 60 – 80 °C.
Ada 5 karakteristik deterjen yang perlu diuji dalam penelitian ini, antara lain pH,
bobot jenis, viskositas, daya pembuasaan dan stabilitas busa, serta daya deterjensi.
1. pH
Hal yang sama dilakukan dengan mengganti air destilata dengan sampel dan beratnya
dicatat sebagai C. Bobot jenis sampel diperoleh dengan perhitungan berikut:
BJsampel = C/Vpiknometer
3. Viskositas
Larutan sampel 0,1% sebanyak 200 ml diblender pada kecepatan level satu
selama tiga detik, kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur 500 ml. Volume busa
dicatat setelah didiamkan selama 0,5 menit dan 5,5 menit. Nilai daya pembusaan adalah
volume busa setelah pendiaman selama 0,5 menit. Stabilitas busa adalah perbandingan
volume busa pada saat 5,5 menit terhadap volume busa saat 0,5 menit.
5. Daya Deterjensi
Uji daya deterjensi. Dilakukan dengan cara menyiapkan substrat kain katun putih
10 × 10 cm (bobot A). Kain dimasukkan ke dalam gelas piala 1 L yang berisi kotoran
standar sambil diaduk-aduk hingga rata selama 30 menit. Setelah kotoran menempel
pada kain, kain diangkat dan diangin-anginkan selama kurang lebih 30 menit. Setelah
kering, kain kemudian dipanaskan di oven pada suhu 105°C selama 3 jam hingga
diperoleh berat yang konstan (bobot B). Kain kotor dicuci masing-masing dengan
menggunakan deterjen kontrol, deterjen pembanding serta deterjen dengan variasi
zeolit (15 – 25 %) selama 30 menit menggunakan stirrer dengan kecepatan mekanik 4
rpm. Setelah 30 menit, kain diangkat dan didiamkan selama 30 menit, lalu dipanaskan
di oven pada suhu 105°C selama 30 menit. Kain ditimbang di dapat berapa hasilnya
(bobot C). Daily terjanji dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
bobot B-bobot C
D aya Deterjensi ( % ) = × 100%
bobot A
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini ialah dengan metode
eksperimen, dimana komponen abu sekam padi, zeolit dan media penyaring didapatkan
bahwa proses penyaringan menggunakan media penyaring mampu menurunkan kadar
kekeruhan dan warna terhadap pencemaran air.
Analisis abu sekam padi yang telah dikeringkan dan dinetralkan menggunakan
fluoresensi sinar-X (XRF JEOL Element Analyzer JSX-3211), difraksi sinar-X (XRD
instrument PW3 710 Shimadzu XRD 6000), dan spektrofotometri inframerah (FTIR
Shimadzu-8201 PC). Analisis karakteristik zeolite yang tebentuk dari abu sekam padi
menggunakan FTIR dan XRD. Untuk analisis karakteristik detergen yang telah mengandung
zeolite hasil sintesis, dipakai menggunakan pH meter untuk pengukuran pH. Menggunakan
piknometer dan hasilnya dihitung dengan rumus bobot jenis untuk menghitung bobot jenis
deterjen, menggunakan viscometer untuk mengukur viskositasnya, menguji daya pembusaan
dengan volume busa yang terbentuk, dan menghitung daya deterjensi dengan rumus persen
daya deterjensi.
Analisis kristal dengan XRD dan FTIR pada abu sekam padi dan karakteristik zeolite
digunakan untuk menentukan kristalinitas dan kemurnian bahan. Analisis dilihat dari puncak-
puncak difraksi yang dihasikan dalam proses. Semakin besar maka semakin baik. Untuk
analisis karakteristik deterjen berpatokan kepada SNI yang telah diberikan pemerintah.
Dimana pH < 10,5; SNI bobot jenis (05-4075-1996) yaitu 1,0-1,2 g/mL; untuk viskositas,
daya pembusaan dan stabilitis busa, serta daya deterjensi detergen ramah lingkungan
dibandingkan dengan detergen pembanding yang menggunakan STTP.
Biodata Ketua
Biodata Anggota 1
Biodata Anggota 2
Biodata Ketua
A. Identitas Diri
A. Identitas Diri
4 NIM 4193331006
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum, apabila dikemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan PKM-PE.
Anggota
Lampiran 2.
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Pelaksana dan Pembagian Tugas
NIM : 4193331013
Dengan ini menyatakan bahwa proposal PKM-PE saya dengan judul “ Penggunaan Zeloit
dari Limbah Sekam Padi Sebagai Agen Pembangunan (Builder Agent) pada Deterjen Ramah
Lingkungan” yang disusulkan untuk tahun anggaran 2022 adalah hasil karya kami dan belum
pernah dibiayai oleh lembaga atau sumber dana lain.
Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan in, maka saya
bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mengembalikan
seluruh biaya yang sudah diterima atas Negara.
Yang menyatakan,
NIM. 4193331013