Anda di halaman 1dari 46

UNSUR-NSUR TRANSISI DERET PERTAMA

Unsur-unsur transisi blok d dalam deret pertama terdiri dari unsur-unsur: skan-
dium, titanium, vanadium, kromium, mangan, besi, kobalt, nikel, dan tembaga.

5.1 Definisi Unsur-unsur Transisi


Unsur-unsur transisi didefinisikan sebagai suatu unsur yang atom netralnya
memiliki orbital d atau f yang terisi sebagian. Definisi yang lebih luas mencakup juga
unsur-unsur yang atom dalam senyawanya mempunyai orbital d dan f terisi sebagian.

Gambar 5.1 Unsur-unsur transisi (biru) dalam tabel periodik.

Hal ini berarti bahwa logam-logam mata uang, yaitu: Cu, Ag, dan Au termasuk unsur-
unsur transisi, karena Cu(II) mempunyai konfigurasi [Ar] 3d9, Ag(II) mempunyai
konfigurasi [Kr] 4d9 , dan Au(III) mempunyai konfigurasi [Xe] 4f14 5d8. Dengan de-
mikian, lebih tepat unsur-unsur ini dianggap sebagai unsur transisi karena perilaku
kimiawinya sangat mirip dengan unsur transisi lainnya. Seng mempunyai orbital d
yang sudah penuh, baik pada bentuk netral maupun bentuk Zn(II), sehingga seng tidak
termasuk unsur transisi.

5.2 Kecenderungan Sifat-sifat Unsur-unsur Transisi Deret Pertama Transisi


Unsur-unsur transisi blok d dalam deret pertama terdiri dari unsur-unsur: skan-
dium, titanium, vanadium, kromium, mangan, besi, kobalt, nikel, dan tembaga. Bebe-
rapa sifat-sifat fisika unsur-unsur transisi deret pertama, dapat dilihat dalam Tabel 5.1.

5.2.1 Titik Lebur Unsur-unsur Transisi Deret Pertama


Titik lebur unsur-unsur logam transisi deret pertama ini cukup tinggi. Hal ini
rupanya disebabkan oleh banyaknya orbital kosong dan banyaknya elektron valensi
yang dipunyai unsur-unsur tersebut. Adanya orbital-orbital yang kosong memungkin-

1
kan atom-atom logam transisi ini membentuk ikatan kovalen. Logam-logam yang titik
leburnya relatif rendah disebabkan oleh ikatan logam, sedangkan titik lebur yang tinggi
dari kebanyakan logam transisi ini disebabkan oleh adanya ikatan kovalen antar atom-
atomnya di samping ikatan logam. Jari-jari atomnya tidak banyak berubah.

Tabel 5.1 Beberapa Sifat Fisika Unsur-unsur Transisi Deret Pertama


Jari-jari (Å) Potensial elektroda
Berat
jenis Kekerasan Daya
N.A. Konfigurasi t.l. t.d. (skala hantar M2+ +2e
Unsur Ion pd. 2oC M3+ +3e
(Z) elektron Atom (oC) (oC) Mohs) listrik** M
(M3+) (g.cm-3)  M
Sc 21 2.8.8(1).2 1,44 0,81 1539 3900 3,1 - - - -2,10
…3s2 3p6 3d1
4s2
Ti 22 2.8.8(2).2 1,32 0,76 1725 3130 4,43 - 2 -1,63 -1,21
…3s2 3p6 3d2
4s2
V 23 2.8.8(3).2 1,22 0,74 1730 3530 6,07 - 3 -1,18 -0,85
…3s2 3p6 3d3
4s2
Cr 24 2.8.8(5).1 1,17 0,69 1900 2480 7,19 9,0 10 -0,91 -0,74
…3s2 3p6 3d5
4s1
Mn 25 2.8.8(5).2 1,17 0,66 1247 2087 7,21 5,0 2 -1,18 -0,28
…3s2 3p6 3d5
4s2
Fe 26 2.8.8(6).2 1,16 0,64 1535 2800 7,87 4,5 17 -0,44 -0,04
…3s2 3p6 3d6
4s2
Co 27 2.8.8(7).2 1,16 0,63 1493 3520 8,70 - 24 -0,28 +0,40
…3s2 3p6 3d7
4s2
Ni 28 2.8.8(8).2 1,15 0,62 1455 2800 8,90 - 24 -0,25 -
…3s2 3p6 3d8
4s2
Cu 29 2.8.8(10).1 1,17 - 1083 2595 8,92 - 97 +0,34 -
…3s2 3p6 3d10
4s1

5.2.2 Potensial Elektroda Unsur-unsur Transisi Deret Pertama


Potensial elektroda standar menunjukkan pertambahan harga yang makin po-
sitif sesuai dengan meningkatnya nomor atom sepanjang deret transisi. Kecuali Cu
menjadi Cu2+, seluruh unsur ini lebih mudah teroksidasi dibanding hidrogen. Hal ini
berarti unsur-unsur ini dapat mengganti larutan H+ dengan membentuk gas H2.

5.2.3 Konfigurasi Elektron dan Bilangan Oksidasi unsur Transisi Deret Pertama
Unsur-unsur transisi deret pertama mempunyai konfigurasi elektron dengan
ciri-ciri sebagai berikut.
1. Elektron dalam mempunyai susunan konfigurasi atom argon

2
2. Tujuh anggota deret mempunyai orbital 4s yang berisi dua elektron dan dua
anggota sisanya (Cr dan Cu) mempunyai orbital 4s yang hanya berisi satu elektron
3. Jumlah elektron yang mengisi orbital 3d bervariasi dari satu pada scandium (Sc)
sampai sepuluh pada tembaga (Cu).
Skandium mempunyai konfigurasi elektron [Ar] 3d1 4s2. Kombinasi Sc dengan
unsur-unsur yang lain menyebabkan hilangnya tiga elektron dan terbentuk ion Sc 3+.
Atom Ti, dengan konfigurasi elektron [Ar] 3d2 4s2, dapat menggunakan empat elektron
dalam pembentukan senyawa dan mempunyai bilangan oksidasi +4. Atom Ti dapat
pula membentuk senyawa dengan menggunakan jumlah elektron yang lebih sedikit,
yaitu melalui pelepasan elektron 4s2 membentuk ion Ti2+. Titanium mempunyai dua
ciri, yaitu (a) mempunyai bilangan oksidasi yang bermacam-macam, (b) bilangan
oksidasi maksimumnya sesuai dengan nomor golongan IV-B. Kedua ciri ini juga
terdapat pada vanadium, kromium, dan Mangan dengan bilangan oksidasi maksimum
+5, +6, dan +7. Pada golongan VIII terjadi perubahan sifat Fe, Co, dan Ni yang tidak
menunjukkan variasi bilangan oksidasi seperti unsur-unsur sebelumnya, walaupun
dapat mempunyai berbagai macam bilangan oksidasi. Ketiga unsur tersebut juga tidak
mempunyai bilangan oksidasi maksimum seperti nomor golongannya (VIII). Jika
diurutkan dari nomor atom yang lebih kecil, unsur transisi deret pertama menunjukkan
kenaikan muatan inti, jumlah elektron d, dan energi yang diperlukan untuk ionisasi
elektron d. Penggunaan elektron d yang banyak menyebabkan ketidaksesuaian energi,
sehingga hanya ditemukan bilangan oksidasi yang lebih rendah. Tembaga mempunyai
satu elektron 4s dengan konfigurasi [Ar] 3d10 4s1, sehingga dapat menunjukkan
bilangan oksidasi +1 dan +2.
Tingkat oksidasi unsur-unsur transisi blok d deret pertama yang paling umum,
terutama dalam pelarut air dapat dilihat dalam Tabel 5.2 berikut:

Tabel 5.2 Tingkat Oksidasi Unsur-unsur Transisi Deret Pertama


Unsur Tingkat Oksidasi Sifat-sifat
Sc +3 Hanya satu tingkat oksidasi
Ti +2 Tidak stabil dalam air
+3 Dapat dibuat dari reaksi Ti(IV) dengan logam Zn
+4 Paling stabil
V +2 Mudah teroksidasi
+3 Stabil
+4 Paling stabil dalam keadaan biasa
+5 V2O5 merupakan oksidator
Cr +2 Mudah teroksidasi

3
+3 Paling stabil
+6 CrO42- dan Cr2O72- merupakan oksidator kuat
Mn +2 Paling stabil
+3 Stabil dalam ion kompleks
+4 MnO2 merupakan oksidator kuat
+6 MnO42- dalam larutan basa stabil
+7 MnO4- merupakan oksidator kuat
Fe +2 Stabil tapi mudah teroksidasi menjadi +3
+3 Paling stabil
+6 Jarang didapatkan
Co +2 Paling stabil dalam larutan
+3 Stabil dalam bentuk ion kompleks
Ni +2 Paling stabil
+3 Jarang didapatkan dan merupakan oksidator kuat

Walaupun unsur transisi menunjukkan keragaman bilangan oksidasi, tetapi bilangan


oksidasi yang mungkin tergantung dari bilangan oksidasi yang dapat dicapai dan
kestabilannya. Kestabilan ini tergantung pada factor-faktor: jenis atom yang mengikat
logam transisi, senyawa berbentuk kristal atau larutan, pH dalam air dan sebagainya.
Misalnya, TiCl2 merupakan senyawa yang sudah dikenal dengan baik, tetapi ion Ti2+
tidak stabil dalam air. Larutan Co3+ tidak stabil, tetapi dapat distabilkan melalui
pembentukan ion kompleks dengan ligan yang tepat. Kestabilan bilangan oksidasi yang
tinggi dapat dicapai melalui pembentukan senyawa dengan oksoanion, fluorida, dan
oksofluorida. Kestabilan bilangan oksidasi senyawa fluorida mungkin disebabkan oleh
pengaruh ikatan F – F yang lemah, elektronegativitas F yang tinggi dan ukuran F - yang
kecil, yang mengakibatkan tingginya energi kisi.

5.2.4 Senyawa Ionik dan Kovalen


Seperti telah kita ketahui bahwa unsur-unsur logam golongan I-A dan II-A
dapat membentuk senyawa ionik dengan unsur non logam. Telah kita ketahui pula
bahwa beberapa senyawa logam mempunyai sifat kovalen, misalnya BeCl 2 dan AlCl3
(Al2Cl6). Senyawa logam transisi menunjukkan sifat ionik dan kovalen. Umumnya
senyawa logam transisi dengan bilangan oksidasi rendah bersifat ionik dan dengan
bilangan oksidasi tinggi (misalnya TiCl4) bersifat kovalen.

5.2.5 Warna dan Sifat Kemagnetan


Peralihan elektron yang terjadi pada pengisihan subkulit d menyebabkan
terjadinya warna pada senyawa logam transisi padat maupun larutan. Sebaliknya pada
senyawa logam utama banyak yang tidak berwarna, akibat tidak adanya peralihan
4
elektron. Karena setiap orbital pada subkulit d terisi separuh sebelum membentuk
pasangan elektron, banyak senyawa logam transisi bersifat paramagnetik. Sifat
magnetik khusu ditunjukkan oleh Fe, Co, dan Ni dan beberapa logam campurannya.

5.2.6 Aktivitas Katalitik


Akibat lain dari adanya orbital d pada logam transisi dan senyawanya adalah
aktivitas katalitik. Kemampuan menyerap senyawa berbentuk gas menyebabkan logam
transisi, misalnya Ni dan Pt, merupakan katalis heterogen yang baik. Kemungkinan
tingkat oksidasi yang berbeda menyebabkan ion logam transisi berpengaruh pada
reaksi oksidasi reduksi tertentu. Salah satu sifat khas logam transisi adalah reaksi
homogen yang meliputi pertukaran ligan pada ion kompleks dan pembentukan ion
kompleks. Contoh logam atau senyawa logam transisi yang dapat bertindak sebagai
katalis antara lain Ni, Fe, Pt, V2O5, MnO2 dan sebagainya. Katalisis merupakan kunci
penting pada sekitar 90% proses kimia dalam bidang industri, dan unsur-unsur transisi
sering digunakan sebagai katalisator.

5.2.7 Perbandingan Logam Transisi dan Logam Utama


Pada unsur utama elektron kulit terluar orbital s dan p merupakan penyebab
terpenting pada perubahan ikatan kimia. Partisipasi orbital d tidak terlalu besar pada
unsur periode kedua, logam golongan I-A dan II-A, dan lebih terbatas lagi pada unsur
non logam yang lebih berat. Pada unsur transisi orbital d merupakan penyebab
terpenting pada pembentukan ikatan kimia, sebaliknya orbital s dan p kurang penting.
Kebanyakan perbedaan sifat antara unsur transisi dan unsur utama, yaitu bilangan
oksidasi ganda dan bilangan oksidasi tunggal, pembentukan ion kompleks, warna, sifat
magnetisme dan aktivitas katalitik dapat ditelaah berdasarkan orbital-orbital yang
berperan pada pembentukan ikatan.

5.3 Skandium
Skandium ditemukan di alam bersama-sama dengan unsur-unsur lantanida dan
memiliki sifat yang sama dengan unsur-unsur tersebut. Unsur scandium merupakan
unsur transisi blok d deret pertama yang tingkat oksidasinya hanya +3. Atom skandium
mudah melepaskan 3 elektron, dua dari subkulit 4s dan satu dari subkulit 3d, dan
membentuk ion 3+. Ion Sc3+ menunjukkan banyak kemiripan dengan Al3+, diantaranya
dapat membentuk senyawa Sc(OH)3 yang berupa padatan seperti agar-agar dan bersifat
amfoter, membentuk larutan yang bersifat alkalis, yaitu [Sc(H2O)2(OH)4]-, dapat

5
membentuk senyawa fluoro, Na3ScF6 seperti pada Na3AlF6. Ion Sc3+ tidak berwarna,
sedang ion 3+ logam-logam transisi deret pertama yang lain berwarna. Karena mempu-
nyai konfigurasi elektron gas mulia, ion Sc3+ kehilangan sifat-sifat ion logam transisi.
Skandium merupakan logam yang jarang ditemukan. Kandungan unsur ini
diperkirakan antara 5 sampai 30 ppm, dan hanya ditemukan pada beberapa tambang
mineral. Penggunaan skandium secara komersial sangat terbatas, salah satu diantaranya
adalah sebagai komponen dalam lampu-lampu berintensitas tinggi. Logam skandium
murni dibuat dengan cara elektrolisis campuran cairan ScCl 3 dengan klorida-klorida
lain.

5.4 Titanium
Titanium mempunyai struktur elektron [Ar]3d2 4s2. Energi untuk mengeluarkan empat
elektron begitu besar, sehingga ion Ti4+ tidak ada, dan senyawa titanium (IV) yang ada
bersifat kovalen. Ada kemiripan antara Ti(IV) dan Sn(IV), yaitu TiO 2 (rutile) adalah
isomorf dengan SnO2 (cassiterite), dan keduanya berwarna kuning bila panas. TiCl4
seperti halnya SnCl4 adalah berupa zat cair yang dapat didestilasi, mudah terhidrolisis
oleh air, dan bertindak sebagai asam Lewis.

5.4.1 Terdapatnya di Alam dan Cara Pembuatan


Titanium relatif melimpah dalam kulit bumi (0,6%). Di antara logam-logam
yang terdapat di alam, logam titanium mempunyai kelimpahan nomor tujuh. Jadi lebih
banyak daripada logam seng, tembaga, maupun nikel. Bijih titanium yang utama
adalah rutil,TiO2 dan ilmenit,FeTiO3 atau FeO.TiO2. Oleh karena titanium sangat
elektropositif, titik lelehnya tinggi, dan mudah bersenyawa dengan karbon, maka sa-
ngat sukar membuat logam ini dalam keadaan yang murni.
Produksi logam titanium akhir-akhir ini semakin banyak, hal ini disebabkan
oleh kebutuhan dalam bidang militer dan industri pesawat terbang. Titanium lebih
disukai daripada aluminium atau baja dalam industri pesawat terbang, karena
aluminium akan kehilangan kekuatannya pada suhu tinggi sedangkan baja terlalu berat.
Dalam laboratorium, logam titanium murni dapat diperoleh dengan cara memanaskan
logam yang tidak murni dengan iod pada temperatur 250oC dalam bejana yang berisi
kawat wolfram yang dipanaskan dengan arus listrik sampai temperatur 1100 oC. Pada
keadaan ini, akan terjadi uap TiI4 . Uap ini bila mengenai kawat wolfram akan terurai
menjadi iod dan logam titanium murni yang melekat pada kawat wolfram. Dalam
industri, logam titanium diproduksi dengan menggunakan “Proses Kroll”. Langkah

6
awal proses ini dilakukan dengan cara mengubah bijih rutil, TiO2 menjadi TiCl4 dengan
persamaan reaksi:

TiO2 (s) + C (s) + 2 Cl2 (g)  TiCl4 (l) + CO2 (g)

TiCl4 yang sudah dimurnikan selanjutnya direduksi menjadi logam titanium dengan
menggunakan lelehan logam magnesium pada temperatur sekitar 800oC dalam
lingkungan gas argon (dilakukan dalam lingkungan gas argon atau helium, karena
titanium mudah bereaksi dengan nitrogen dan oksigen bila dalam keadaan panas), dan
reaksi ini dilakukan dalam tabung baja dengan persamaan reaksi sebagai berikut.

800oC
TiCl4 (l) + 2 Mg (s)  Ti (s) + 2 MgCl2 (s)

Senyawa MgCl2 yang terbentuk dielektrolisis menjadi Mg dan Cl2 kemudian keduanya
didaur ulang. Logam titanium didapatkan sebagai padatan yang disebut sepon. Sepon
titanium harus diolah lagi dan dicampur dengan logam lain sebelum dapat digunakan.

5.4.2 Sifat-sifat Kimia


Seperti halnya pada unsur-unsur transisi yang lain, pada suhu rendah titanium
sangat lambat bereaksi dengan zat-zat lain, tetapi pada suhu tinggi sangat cepat bere-
aksi, misalnya dengan oksigen, nitrogen, belerang, halogen, uap air, asam klorida de-
ngan persamaan reaksi sebagai berikut:

Ti (s) + O2 (g)  TiO2 (s)


3 Ti (s) + 2 N2 (g)  Ti3N4 (s)
Ti (s) + 2 S (s)  TiS2 (s)
Ti (s) + X2 (g)  TiX4 (l) (X = F, Cl, Br, atau I)
Ti (s) + H2O (g)  TiO2 (s) + 2 H2 (g)
Ti (s) + 4 HCl (aq)  TiCl4 (l) + 2 H2 (g)

Dalam senyawa-senyawanya, titanium dikenal dengan tingkat oksidasi +2, +3,


dan +4. Titanium dengan tingkat oksidasi +2 dan +3 tidak kekal dan mudah dioksidasi
oleh oksigen yang ada di udara menjadi titanium dengan tingkat oksidasi +4. Titanium
(III),Ti3+ dapat mereduksi secara kuantitatif oksidator-oksidator seperti FeCl3 atau
KMnO4.

FeCl3 (aq) + TiCl3 (aq)  FeCl2 (aq) + TiCl4 (l)

7
Pada reaksi logam titanium dengan unsur-unsur lain, terjadi senyawa titani-
um(IV),Ti4+. Pada pembuatan tabir asap dalam peperangan dipakai senyawa TiCl4
yang oleh air dihidrolisis membentuk asap yang rapat.

TiCl4 (l) + 2 H2O (l)  TiO2 (s) + 4 HCl (g)

TiCl4 yang berupa zat cair disemprotkan ke udara yang lembab dan bereaksi memben-
tuk kabut putih.

5.4.3 Senyawa-senyawa Titanium


Tinanium mepunyai tingkat oksidasi +4 (stabil), +3 (reduktor), dan +2 (meru-
pakan reduktor kuat tetapi kurang penting).

5.4.3.1 Senyawa Titanium(IV)


Titanium(IV) klorida,TiCl4 merupakan senyawa titanium terpenting. Senyawa
ini merupakan bahan baku untuk membuat senyawa titanium yang lain, memegang
peranan penting pada metalurgi titanium dan digunakan dalam pembuatan katalis untuk
produksi polietilena dan plastic lainnya. Titanium(IV) klorida,TiCl4 dapat diperoleh
dengan cara mengalirkan gas klor pada titanium panas atau campuran TiO 2 dan
karbon.

Ti (s) + 2 Cl2 (g)  TiCl4 (l)

TiCl4 merupakan cairan tidak berwarna (t.b. -24oC; t.d. 136oC) yang berikatan kovalen
dan dalam udara lembab akan bereaksi dengan uap airnya menghasilkan asap/kabut
putih.
Titanium dengan bilangan oksidasi +4, seluruh elektron valensi atom Ti
digunakan dalam pembentukan ikatan. Pada tingkat oksidasi ini titanium menunjukkan
kemiripan dengan unsur golongan IV-A. Sifat fisik dan bentuk TiCl4 mirip dengan CCl4
dan SiCl4. Senyawa SiCl4 juga membentuk kabut dalam udara lembab seperti halnya
pada senyawa TiCl4. Titanium(IV) oksida, TiO2 murni dapat diperoleh dengan
melewatkan campuran gas TiCl4 dan O2 melalui tabung silika pada suhu sekitar 700oC
dengan persamaan reaksi:

TiCl4 (g) + O2 (g)  TiO2 (s) + 2 Cl2 (g)

Titanium(IV) oksida, TiO2 merupakan zat padat berwarna putih yang berikatan ion dan
bersifat amfoter (walaupun tidak terlalu larut dalam asam atau basa). TiO2 dapat larut
dalam asam sulfat pekat panas menghasilkan senyawa titanil sulfat,TiOSO 4.
Titanium(IV) oksida berwarna putih cemerlang, tidak tembus cahaya, tidak beracun,

8
dan harganya yang relative murah, sekarang banyak digunakan sebagai zat warna putih
dalam cat (sebagai pengganti timah karbonat basa yang beracun). TiO 2 juga digunakan
sebagai pemutih kertas, kaca, keramik, pelapis lantai, dan kosmetik.

5.4.3.2 Senyawa Titanium(III)


Larutan yang mengandung ion [Ti(H2O)6]3+ dapat diperoleh dengan cara me-
reduksi senyawa titanium(IV) dalam larutan asam dengan logam seng. Misalnya: larut-
an titanium(IV) klorida dalam asam klorida akan direduksi oleh logam seng menjadi
titanium(III) klorida. Ion titanium(III) terhidrat berwarna violet (merah lembayung),
yang tidak stabil dalam udara dan segera berubah menjadi titanium(IV).

5.4.3.3 Senyawa Titanium(II)


Senyawa titanium(II) dapat dianggap kurang penting. Titanium(II) klorida,
TiCl2 dapat diperoleh dengan cara mereduksi titanium(IV) klorida dengan logam ti-
tanium.

TiCl4 (l) + Ti (s)  2 TiCl2 (l)

Seperti senyawa titanium(II) yang lain, TiCl2 merupakan reduktor yang kuat, mudah
dioksidasi oleh udara, asam, dan air, sehingga ion titanium(II) tidak didapat dalam ben-
tuk larutan.

5.4.4 Kegunaan Logam Titanium


Tiga sifat fisik yang menyebabkan logam titanium banyak digunakan adalah:
rapatan rendah, kekuatan struktur yang tinggi, dan tahan terhadap korosi. Dua sifat
pertama menyebabkan titanium banyak digunakan pada industri pesawat terbang, dan
sifat ketiga pada industri kimia, yaitu sebagai pipa, bagian pompa dan bejana pereaksi.
Logam titanium lebih ringan daripada logam lain yang sifat-sifat mekanik dan
termalnya serupa, dan sangat tahan terhadap korosi. Oleh karena itu sangat cocok di-
gunakan untuk mesin turbin, konstruksi pesawat supersonik, kendaraan ruang angkasa,
peralatan kelautan, dan juga pada reaktor-reaktor nuklir.

5.5 Vanadium
Logam vanadium lebih banyak didapatkan di alam daripada logam-logam tem-
baga, seng, timah, dan raksa (kira-kira 0,02% dalam kerak bumi). Logam ini walaupun
tersebar luas tetapi hanya sedikit deposit yang terkonsentrasi. Di alam, antara lain
vanadium diperoleh pada vanadit,Pb3(VO4)2 dan juga sebagai senyawa V2S5. Vanadium
9
juga didapat di alam dalam bijih carnotit yang mengandung unsur-unsur kalium,
uranium, vanadium, dan oksigen. Senyawa ini sangat penting sebagai sumber uranium.
Selain itu vanadium juga terdapat dalam minyak tanah dari Venezuela, dan diperoleh
kembali sebagai V2O5 dari debu asap setelah pembakaran.
Vanadium murni jarang didapatkan, karena seperti titanium, cukup reaktif ter-
hadap oksigen, nitrogen, dan karbon pada suhu tinggi yang digunakan pada proses me-
talurgi. Karena kegunaan utama secara komersial adalah dalam bentuk aliasi baja yang
memberikan sifat dapat diulur dan tahan getaran, maka produksinya terutama sebagai
aliasi besi "ferrovanadium". Dengan reaksi kimia yang komplek, diperoleh vana-
dium(V) oksida,V2O5. Senyawa ini kemudian diubah menjadi aliasi besi vanadium
(ferovanadium) dengan cara mereduksi V2O5 menggunakan logam aluminium dalam
serpihan baja.

s erpihan baja
3 V 2O 5 (s) + 10 Al (s)  6 V (s) + 5 Al2O 3 (s)
s ebagai paduan
dengan bes i

5.5.1 Sifat-sifat dan Pemakaian Vanadium


Vanadium mempunyai titik leleh lebih tinggi daripada titanium. Logam ini me-
nyerupai titanium, yaitu kuat dan tahan korosi pada temperatur biasa, dan dapat
bereaksi dengan oksigen dan nitrogen pada suhu tinggi. Dalam keadaan panas, dapat
bereaksi dengan klorin membentuk senyawa vanadium(IV) klorida (VCl4). Vanadium
tidak bereaksi dengan asam-asam encer yang dingin, tetapi dapat larut secara perlahan
dalam asam nitrat encer yang panas, asam sulfat pekat panas, dan asam klorida pekat
panas.
Vanadium dengan tingkat oksidasi +2 dan +3 menyerupai besi dengan tingat
oksidasi +2 dan +3. Misalnya: kita mengenal senyawa K4V(CN)6 dan K3V(CN)6.
Senyawa oksida dari vanadium dengan tingkat oksidasi +2 dan +3, yaitu VO dan V 2O3
merupakan oksida-oksida basa, VO2 merupakan oksida amfoter, dan V2O5 merupakan
oksida asam. Sifat-sifat senyawa oksida dan beberapa ion vanadium dapat dilihat
dalam Tabel 5.3 berikut.

10
Tabel 5.3 Sifat-sifat Senyawa Oksida dan Beberapa Ion Vanadium
B.O Oksida Sifat Ion(a) Nama Ion Warna Ion

+2 VO basa V2+ vanadium(II) atau vanadit ungu

+3 V2O3 basa V3+ vanadium(III) atau vanadat hijau

VO2+ oksovanadium(IV) atau vanadil biru


+4 VO2 amfoter (b)
hipovanadat atau vanadit coklat
VO2+ dioksovanadium(V)(c) kuning
+5 V2O5 asam
VO43- ortovanadat(d) tidak berwarna

(a) : Beberapa ion-ion ini terhidrasi dalam larutan, misalnya [V(H 2O)6]2+, [V(H2O)6]3+, [VO(H2O)4]2+,
dan [VO2(H2O)4]+.
(b) : Tidak ada anion sederhana dari spesies vanadium(IV). Rumus ion ini adalah V4O92-
(c) : Ion ini hanya didapat pada larutan asam kuat (pH < 1,5)
(d) : Ortovanadat hanya didapat pada larutan basa kuat (Ph > 13). Pada pH lebih rendah, anionnya
bersifat lebih kompleks, misalnya pirovanadat (V2O74-) dari pH 10 sampai 13 dan metavanadat
(VO3-)n dari pH 7 sampai 10.

Contoh persamaan reaksinya adalah sebagai berikut.

4 VO 2 (s) + 2 KOH (aq) K2V4O 9 (aq) + H2O (s)


kalium hipovanadat

VO 2 (s) + 2 HCl (aq) VOCl2 (aq) + H2O (l)


vanadil klorida

VO 2 (s) + H2SO4 (aq) VOSO 4 (aq) + H2O (l)


vanadil sulfat

Sekitar 80% produksi vanadium digunakan untuk pembuatan baja. Baja yang
mengandung vanadium digunakan pada peralatan yang membutuhkan kekuatan dan
kelenturan, seperti pegas dan alat-alat mesin berkecepatan tinggi.

5.5.2 Senyawa-senyawa Vanadium


Vanadium mempunyai tingkat oksidasi +5, +4, +3, dan +2. Senyawa-senyawa-
nya mudah diperlihatkan dengan mengocok larutan amonium metavanadat dalam asam
sulfat encer dan seng amalgam. Warna larutan berubah-ubah dari kuning pucat menjadi
biru, kemudian hijau, dan terakhir menjadi violet seperti dapat dilihat dlam Tabel 5.4.

Tabel 5.4 Warna Senyawa Vanadium dengan Tingkat Oksidasi yang Berbeda-beda

Ion VO3- VO2+ V3+ V2+


Tingkat oksidasi +5 +4 +3 +2
Warna Kuning pucat biru hijau violet

11
Diagram potensial elektrode standar untuk vanadium adalah sebagai berikut.
Dalam larutan suasana asam ([H+] = 1 M):

-1,2 -0,25 0,36 1,0


V V2+ V3+ VO 2+ VO 2+
violet hijau biru kuning

5.5.2.1 Senyawa vanadium(V)


Vanadium(V) oksida,V2O5 dapat diperoleh dengan cara memanaskan amonium
metavanadat, NH4VO3.

2 NH4VO3 (s)  V2O5 (s) + 2 NH3 (g) + H2O (l)

Vanadium(V) oksida merupakan zat padat berwarna orange dan terutama digunakan
sebagai katalisator dalam proses kontak pada pembuatan asam sulfat.
Vanadium(V) oksida jika dilarutkan dalam larutan alkali kuat akan dapat di-
peroleh anion ortovanadat, VO43-. Misalnya, natrium ortovanadat, Na3VO4 dapat diper-
oleh dengan cara mereaksikan vanadium(V) oksida dengan larutan NaOH pekat.

V2O5 (s) + 6 OH- (aq)  2 VO42- (aq) + 3 H2O (l)

Vanadium(V) oksida bila direaksikan dengan asam kuat akan membentuk kation VO2+.

V2O5 (s) + 2 H+ (aq)  2 VO2+ (aq) + H2O (l)

5.5.2.2 Senyawa Vanadium(IV)


Vanadium(IV) oksida,VO2 dapat diperoleh sebagai zat padat berwarna biru
gelap dengan cara mereduksi V2O5 dengan reduktor SO2. Vanadium(IV) oksida cepat
teroksidasi menjadi V2O5 kembali bila dipanaskan di udara.
Larutan vanadil sulfat,VOSO4 dapat diperoleh dengan cara mereduksi amonium
metavanadat yang dilarutkan dalam asam sulfat encer dengan reduktor SO2 .

2 VO3- + 8 H+ + 2 e  2 VO2+ + 4 H2O


SO2 + 2 H2O  SO42- + 4 H+ + 2 e
------------------------------------------------------------------------------------ +
2 VO3-(aq) + 4 H+(aq) + SO2(g)  2 VO2+(aq) + SO42-(aq) + 2 H2O (l)

5.5.2.3 Senyawa Vanadium(III)

12
Vanadium(III) oksida,V2O3 merupakan zat padat berwarna hitam yang mem-
punyai titik leleh tinggi dan dapat diperoleh jika gas hidrogen dialirkan pada senyawa
V2O5 yang panas.

V2O5 (s) + 2 H2 (g)  V2O3 (s) + 2 H2O (l)

Vanadium(III) Oksida,V2O3 bersifat basa, dan dapat larut dalam asam membentuk ion
[V(H2O)6]3+ yang berwarna hijau.
Garam vanadium(III) yang sangat dikenal adalah senyawa vanadium sulfat,
V2(SO4)3. Senyawa vanadium(III) dengan segera dapat berubah menjadi senyawa va-
nadium(IV) bila dibiarkan di udara terbuka, sehingga vanadium(III) juga merupakan
reduktor. Jadi senyawa trioksidanya secara lambat dengan oksigen (dingin) berubah
menjadi dioksida, dan larutan yang mengandung ion V 3+ terhidrat dapat teroksidasi
oleh udara menjadi ion VO2+.

5.5.2.4 Senyawa Vanadium(II)


Vanadium(II) oksida,VO merupakan oksida yang berwarna hitam yang bersifat
basa, dan larut dalam asam membentuk ion [V(H2O)6]2+ yang berwarna lavender.
Larutan yang mengandung ion vanadium(II) dapat diperoleh juga dengan cara men-
campur amonium metavanadat,NH4VO3 dalam asam sulfat encer dan seng amalgam.

2 VO3- + 12 H+ + 6 e  2 V2+ + 6 H2O


3 Zn  3 Zn2+ + 6 e
------------------------------------------------------------------------------------------------------ +
2 VO3-(aq) + 12 H+(aq) + 3 Zn (s)  2 V2+(aq) + 6 H2O(l) + 3 Zn2+(aq)

Larutan yang mengandung ion vanadium(II) terhidrat adalah reduktor kuat dan dapat
bereaksi dengan air menghasilkan gas hidrogen. Jadi larutan ini hanya dapat disimpan
jika ada reduktor, seperti misalnya seng amalgam dalam asam encer.

5.6 Kromium
Walaupun hanya ditemukan sekitar 122 ppm dalam kerak bumi, kromium
merupakan salah satu logam yang terpenting dalam industri logam. Bijih utama di alam
yang mengandung kromium adalah kromit atau ferokromit, FeCr2O4 atau FeO.Cr2O3
dan sebagai timbal kromat,PbCrO4. Kromium dapat diperoleh dengan cara mereduksi
kromium(III) oksida,Cr2O3 menggunakan reduktor aluminium. Prosesnya disebut
proses termit karena reaksinya sangat eksoterm.

13
Cr2O3 (s) + 2 Al (s) 
2 Cr (l) + Al2O3 (s) + 109 kkl

Setelah reaksinya mulai berjalan, suhunya terus meningkat, sehingga kromiumnya


yang terbentuk meleleh.
Kromium dapat juga diperoleh dengan cara mereduksi kromit dengan menggu-
nakan karbon sebagai reduktor. Pembuatan cara ini tidak dapat menghasilkan logam
yang murni, karena akan terjadi aliasi ferrokromium yang mengandung karbon.

FeCr2O4 (s) + 4 C (s) Fe (l) + 2 Cr (l) + 4 CO (g)


Bila diperlukan kromium yang murni, mula-mula kromit direaksikan lebih dahulu de-
ngan lelehan NaOH dan O2 untuk mengubah kromium(III) menjadi CrO42-. Senyawa
yang diperoleh kemudian dilarutan dalam air dan akhirnya diendapkan sebagai natrium
dikromat. Senyawa dikromat yang diperoleh ini kemudian direduksi menjadi
kromium(III) oksida dengan menggunakan karbon.

N a 2 C r 2 O 7 (s) + 2 C (s) 
C r 2 O 3 (s) + N a 2 C O 3 (s) + C O (g )

Oksida yang diperoleh ini kemudian direduksi dengan menggunakan reduktor logam
aluminium.

Cr2O3 (s) + 2 Al (s)  2 Cr (l) + Al2O3 (s)

5.6.1 Sifat-sifat dan Pemakaian Kromium


Kromium mempunyai titik leleh paling tinggi dibanding logam-logam transisi
deret pertama yang lain. Logamnya berwarna putih (mengkilat), keras dan tahan
korosi. Pada suhu kamar tidak mudah bereaksi, tetapi bila dipanaskan dapat bereaksi
dengan unsur-unsur nonlogam, misalnya oksigen, klor, dan umumnya pada kondisi se-
perti ini yang terbentuk adalah senyawa kromium(III). Asam klorida dan asam sulfat
pekat bereaksi secara lambat dengan kromium menghasilkan gas hidrogen dan garam
kromium(III), Cr2+. Ion kromium(II) dalam udara mudah teroksidasi menjadi ion
kromium(III), Cr3+. Bila logam ini dicelupkan dalam asam nitrat akan terjadi senyawa
oksida yang akan melindungi logamnya dengan kuat dan menyebabkan logam ini sukar
bereaksi (menjadi pasif). Beberapa sifat-sifat senyawa oksida dan beberapa ion
kromium dapat dilihat dalam Tabel 5.5 berikut.

14
Tabel 5.5 Beberapa Sifat-sifat Senyawa Oksida dan Beberapa Ion Kromium

Senyawa
B.O Oksida(a) Sifat Ion Nama Ion Warna Ion
Hidrokso

+2 CrO Cr(OH)2 basa Cr2+ (b) Kromium(II) Biru cerah


atau kromit
+3 Cr2O3 Cr(OH)3(c) amfoter Cr3+ (d) Kromium(III) Ungu
atau kromat
Cr(OH)4- (e) Kromit(f) hijau
+6 CrO3 H2CrO4(g) CrO42- Kromat Kuning
asam
H2Cr2O7(h) Cr2O72- dikromat orange

(a) : Oksida CrO2 juga banyak dikenal. Oksida ini merupakan konduktor listrik dan
feromagnetik yang banyak digunakan dalam tape-recorder berkualitas tinggi
(b) : Ion terhidratnya adalah [Cr(H2O)6]2+
(c) : Hidroksida ini mungkin merupakan suatu oksida terhidrat, Cr2O3.xH2O
(d) : Ion terhidrat [Cr(H2O)6]3+ berwarna ungu. Penggantian ligan lain untuk
molekul H2O menyebabkan perubahan warna, misalnya menjadi hijau.
(e) : Ion ini sesungguhnya [Cr(H2O)2(OH)4]- danjuga kadang-kadang muncul dalam
bentuk terhidrasi sebagai CrO2-.
(f) : Suatu nama yang lebih sistematis, yaitu diakuatetrahidroksokromat(III)
(g) : Senyawa hidroksonya adalah [CrO2(OH)2]
(h) : Senyawa hidroksonya adalah [Cr2O5(OH)2]

Kromium banyak dipakai sebagai logam paduan/aliasi, misalnya pada baja


tahan karat (stainless steel) yang terdiri dari 75% besi, 18% kromium, dan 8% logam
nikel. Selain itu, logam kromium juga banyak digunakan untuk melapisi logam lain
atau menyepuh logam lain. Penyepuhan besi atau baja menggunakan kromium
dilakukan dengan larutan yang mengandung CrO3 dan H2SO4 dengan perbandingan
bobot sekitar 100 : 1. Sepuhan yang dihasilkan tipis, berpori dan cenderung memben-
tuk retakan. Dalam praktek, biasanya baja terlebih dahulu disepuh dengan tembaga
atau nikel, yang merupakan lapisan pelindung, kemudian di atasnya disepuh dengan
kromium sebagai lapisan dekoratif.

15
5.6.2 Senyawa-senyawa Kromium
Kromium mempunyai tingkat oksidasi +6 (oksidator), +3 (stabil), dan +2
(reduktor). Seperti halnya pada vanadium, senyawanya mudah diperlihatkan dengan
mereaksikan larutan kalium bikromat berasam dengan seng amalgam. Warna
larutannya akan berubah-ubah dari orange menjadi hijau kemudian menjadi biru
seperti dapat dilihat dalam Tabel 5.6 berikut.

Tabel 5.6 Warna Senyawa Kromium dengan Tingkat Oksidasi yang Berbeda-beda

Ion Cr2O72- Cr3+ Cr2+


Tingkat oksidasi +6 +3 +2
Warna orange hijau biru

Diagram potensial elektrode standar untuk kromium adalah sebagai berikut.


Dalam larutan suasana asam ([H+] = 1 M):

-0,41
Cr -0,91 Cr2+ Cr3+ 1,33 Cr2O 72-

Dalam larutan suasana basa ([OH-] = 1 M):

-1,4 -1,1 -0,13


Cr Cr(OH)2 Cr(OH)3 CrO 42-
-1,2
CrO 2-

5.6.2.1 Senyawa Kromium(VI)


5.6.2.1.1 Kromium(VI) oksida,CrO3
Kromium(VI) oksida dapat diperoleh dengan cara mereaksikan senyawa kalium
bikromat, K2Cr2O7 pekat dengan asam sulfat pekat dalam keadaan dingin. Hasil yang
diperoleh berupa kristal merah dari senyawa kromium(VI) oksida.

K2Cr2O7 (aq) + 2 H2SO4 (aq)  2 KHSO4 (aq) + H2Cr2O7 (aq)


H2Cr2O7 (aq)  2 CrO3 (s) + H2O (l)

Kromium(VI) oksida bersifat sebagai oksida asam, yang dengan air dapat mengha-
silkan asam.

CrO3 (s) + H2O (l) H2Cr2O7 (aq) 2 H+ (aq) + Cr2O72- (aq)

16
Asam dikromat hanya ada dalam bentuk larutan saja, asamnya yang murni tidak dapat
dipisahkan.
Kromium(VI) oksida mempunyai daya untuk mengoksidasi. Bila dipanaskan
akan berubah menjadi kromium(II) oksida dan melepas gas oksigen.

4 CrO3 (s)  2 Cr2O3 (s) + 3 O2 (g)

Kromium(VI) oksida merupakan anhidrida asam dikromat dan asam kromat


yang juga hanya ada dalam bentuk larutan. Bergantung pada pH-nya, CrO3 dalam
larutan basa di atas pH 6 dapat membentuk ion kromat, CrO42- yang berwarna kuning,
sedangkan antara pH 2 dan pH 6, ion HCrO 4- dan ion Cr2O72- yang berwarna merah
jingga (orange) ada dalam kesetimbangan. Pada pH di bawah 1, spesies yang utama
adalah H2CrO4.

-
2 CrO4- + 2 H+ 2 HCrO4 Cr2O72- + H2O
kuning orange

Penambahan asam menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan, dan penambahan


basa pergeseran ke arah kiri. Kesetimbangan yang bergantung pada pH ini cukup labil
pada penambahan kation yang membentuk senyawa kromat yang tidak larut, misalnya
kation Ba2+, Pb2+, Ag+; dalam hal ini yang diendapkan adalah kromat, bukan bikromat-
nya. Jadi bila larutan kalium bikromat ditambahkan dalam larutan timbal asetat,
Pb(CH3COO)2 akan terjadi endapan kuning dari senyawa PbCrO4 dan bukan senyawa
PbCr2O7. Hal ini disebabkan oleh hasil kali kelarutan dari PbCrO4 lebih kecil dari
PbCr2O7. Timbal kromat dapat larut dalam asam nitrat tetapi tidak larut dalam asam
asetat. Struktur ion CrO42- dan Cr2O72- dilukiskan seperti Gambar 5.1 berikut.
O

O O 190 ppm
O
115o
Cr Cr Cr
O O 160 ppm O
O O O
O

Gambar 5.1 Struktur ion CrO42- dan Cr2O72-


Pada ion CrO42-, atom Cr berada pada pusat tetrahedral dan atom O pada keempat
sudutnya. Pada ion Cr2O72-, dua buah tetrahedral digabungkan pada sebuah atom O.
Jarak Cr—O pada ikatan Cr—O—Cr lebih besar dibandingkan jarak Cr—O yang lain.

5.6.2.1.2 Kromat dan Dikromat


17
Dalam industri, senyawa natrium kromat, Na2CrO4 dan natrium dikromat,
Na2Cr2O7 dapat diperoleh dari chromite. Chromite dipanaskan dengan natrium kar-
bonat dalam udara, sehingga akan diperoleh senyawa Na 2CrO4. Senyawa yang dipero-
leh ini lalu dilarutkan dalam air panas dan selanjutnya dipekatkan.

4 FeCr2O4 (s) + 8 Na2CO3 (s) + 7 O2(g)  8 Na2CrO4 (s) + 2 Fe2O3 (s) + 8 CO2(g)

Senyawa natrium dikromat dapat diperoleh dengan cara mengasamkan natrium kromat
dengan asam sulfat. Pada pengkristalan, natrium sulfat dapat dipisahkan lebih dahulu
kemudian baru natrium dikromat.

2 Na2CrO4 (s) + H2SO4 (aq)  Na2Cr2O7 (aq) + Na2SO4 (aq) + H2O (l)

Dalam laboratorium, senyawa natrium kromat dapat diperoleh dengan cara


mengoksidasi garam kromium(III) dengan natrium peroksida.
2 Cr3+ + 16 OH-  2 CrO42- + 8 H2O + 6 e
3 O22- + 6 H2O + 6 e  12 OH-
+
2 Cr (aq) + 4 OH (aq) + 3 O2 (aq)  2 CrO4 (aq) + 2 H2O (l)
3+ - 2- 2-

Natrium peroksida memberikan cukup OH- sehingga tidak perlu menambah larutan
alkali.
Natrium dan kalium dikromat dalam suasana asam dapat dipakai sebagai ok-
sidator. Larutannya yang diasamkan dengan asam sulfat dipakai untuk mengoksidasi
alkohol menjadi lemak. Sepotong kertas saring yang dibasahi dengan larutan dikromat
yang sudah diasamkan dapat dipakai untuk mengidentifikasi gas-gas yang bersifat
reduktor, misalnya SO2 dan H2S. Kertas saring yang mula-mula berwarna orange
berubah menjadi hijau karena terbentuk ion kromium(III).

Cr2O72- (aq) + 8 H+ (aq) + 3 H2S (g)  2 Cr3+ (aq) + 7 H2O (l) + 3 S (s)

Dalam industri, natrium dikromat dipakai sebagai penyamak kulit, sebagai


bahan untuk membuat senyawa kromium yang lain, misalnya kromium(VI) oksida,
sebagai elektrolit dalam "chrome plating", dan sebagai oksidator. Pada proses
penyamakan dengan kromium, kulit dibenamkan dalam larutan Na2Cr2O7, kemudian
direduksi dengan gas SO2 menjadi kromat sulfat basa yang dapat larut, yaitu
Cr(OH)SO4. Kolagen, suatu protein dalam kulit, bereaksi membentuk senyawa

18
kromium yang tidak dapat larut. Dengan cara ini kulit jadi (leather) yang mempunyai
sifat liat, lentur dan tahan terhadap kerusakan biologis.

5.6.2.1.3 Kromil klorida,CrO2Cl2


Bila asam sulfat pekat ditambahkan dalam campuran kalium dikromat padat
dan kalium klorida padat, maka pada pemanasan secara perlahan akan didapatkan
senyawa kromil klorida sebagai uap yang berwarna merah gelap. Jika uap ini dikon-
densasi akan menghasilkan cairan merah gelap berikatan kovalen yang dapat segera
dihidrolisis oleh larutan alkali menghasilkan kromat.

K2Cr2O7(s) + 4 KCl(s) + 3 H2SO4(aq)  2 CrO2Cl2(g) + 3 K2SO4(aq) + 3 H2O (l)


CrO2Cl2 (l) + OH- (aq)  CrO42- (aq) + 2 Cl- (aq) + 2 H2O (l)

Kromil klorida juga dapat terbentuk jika kromium(VI) oksida direaksikan dengan asam
klorida.

CrO3 (s) + 2 HCl (aq)  CrO2Cl2 (l) + H2O (l)

Karena bromida dan iodida tidak memberikan senyawa yang serupa dengan
klorida, maka reaksi di atas dapat digunakan untuk uji yang spesifik bagi ion klorida.

5.6.2.1.4 Kalium Klorokromat, K(CrO3Cl)

Senyawa kalium klorokromat merupakan zat padat ionik berwarna orange yang
dapat diperoleh dengan cara mendidihkan larutan kalium dikromat dengan asam
klorida pekat. Pada pendinginan, akan didapatkan zat padat kalium klorokromat.

Cr2O72- (aq) + 2 HCl (aq)  2 CrO3Cl- (aq) + H2O (l)

5.6.2.1.5 Beberapa kesamaan antara senyawa kromium(VI) dengan senyawa


belerang(VI)

Senyawa kromium(VI) merupakan oksidator kuat dan mempunyai beberapa


kesamaan dengan senyawa belerang(VI). Misalnya, belerang trioksida,SO3 dalam
reaksinya dapat menghasilkan ion sulfat, SO42- dan ion pirosulfat, S2O72-, sedangkan
CrO3 dapat dapat menjadi ion kromat, CrO42- dan ion dikromat, Cr2O72-. Kesamaan lain
adalah terbentuknya sulfuril klorida, SO2Cl2 dan kromil klorida, CrO2Cl2, yang masing-
masing dapat terhidrolisis oleh larutan alkali menghasilkan sulfat dan kromat.
Demikian juga pada kloro sulfat,SO3Cl- dan kloro kromat, CrO3Cl-. Ion-ion itu akan
terhidrolisis oleh alkali menghasilkan ion sulfat dan kromat.

19
5.6.2.2 Senyawa Kromium(III)
5.6.2.2.1 Kromium(III) oksida,Cr2O3
Senyawa kromium(III) oksida dapat diperoleh dengan cara memanaskan
amonium dikromat.

(NH4)2Cr2O7 (s)  Cr2O3 (s) + 4 H2O (l) + N2 (g)

Dalam industri dapat diperoleh dengan cara mereduksi natrium dikromat menggunakan
reduktor karbon.

Na2Cr2O7 (s) + 2 C (s)  Cr2O3 (s) + Na2CO3 (s) + CO (g)

Kromium(III) oksida berupa zat padat berwarna hijau gelap dan mempunyai struktur
ion serupa dengan Al2O3, bersifat amfoter, larut dalam asam menghasilkan ion Cr3+ dan
dalam larutan alkali pekat dapat menghasilkan senyawa kromit.

Cr2O3 (s) + 6 H+ (aq)  2 Cr3+ (aq) + 3 H2O (l)

Cr2O3 (s) + 6 OH- (aq) + 3 H2O (aq)  2 [Cr(OH)6]3- (aq)

Seperti pada kromium(III) oksida, kromium(III) hidroksida bersifat amfoter, larut da-
lam asam dan juga larut dalam larutan alkali pekat.

5.6.2.3 Senyawa Kromium(II)


Senyawa kromium(II) kurang stabil dan mempunyai daya untuk mereduksi.
Kromium(II) klorida, CrCl2 dapat diperoleh dengan cara mengalirkan gas HCl kering
pada kromium yang dipanaskan. CrCl2 merupakan zat padat yang berwarna putih,
larut dalam air menghasilkan ion Cr2+ terhidrat yang berwarna biru dengan rumus
kimia [Cr(H2O)6]2+.
Larutan yang mengandung ion Cr2+ dengan cepat dapat teroksidasi oleh udara
membentuk ion Cr3+. Ion Cr2+ dapat disimpan lama dalam tempat yang bebas udara
atau dalam lingkungan gas inert.

5.7 Mangan
Unsur mangan didapatkan di alam dalam bijih pirolusit, MnO2; manganit,
Mn2O3.H2O, dan juga pada hausmanit, Mn3O4. Di dasar laut, pada kedalaman ribuan
meter, juga telah ditemukan nodul mangan (manganese nodules). Benda ini
menyerupai batuan yang tersusun oleh lapisan logam mangan dan besi oksida dengan
sejumlah kecil logam lain seperti kobalt, tembaga, dan nikel. Nodul biasanya

20
berbentuk bulat dengan diameter antara beberapa milimeter sampai sekitar 15 cm.
Benda ini diduga tumbuh dengan kecepatan beberapa milimeter per sejuta tahun.
Cadangan terbesar yang diketahui adalah didaerah kepulauan Hawai Tenggara.
Mangan yang murni dapat diperoleh dengan cara mereduksi Mn3O4 menggunakan
reduktor logam aluminium. Logam mangan yang dihasilkan lalu didestilasi vacum.

3 Mn3O4 (s) + 8 Al (s)  4 Al2O3 (s) + 9 Mn (s)

Cara lain yang dapat dilakukan untuk memperoleh mangan adalah dengan mereduksi
batu kawi menggunakan reduktor karbon pada suhu 1100 oC. Reaksi ini menghasilkan
logam yang kurang murni dan masih mengandung karbon.

MnO2 (s) + 2 C (s)  Mn (s) + 2 CO (g)

Cara yang lain adalah mereduksi batu kawi dengan logam aluminium. Mula-mula
MnO2 dipanaskan dengan kuat, sehingga didapatkan senyawa Mn3O4. Senyawa yang
didapatkan ini lalu direduksi dengan menggunakan logam aluminium.

MnO2 (s)  Mn3O4 (s) + O2 (g)


3 Mn3O4 + 8 Al (s)  4 Al2O3 (s) + 9 Mn (s)

Seperti pada vanadium dan kromium, kegunaan yang paling penting adalah
dalam produksi baja, dan untuk keperluan ini biasa digunakan logam campuran besi-
mangan, yaitu feromangan. Feromangan diproduksi dengan mereduksi campuran besi
dan oksida mangan dengan karbon. Bijih mangan yang utama adalah pirolusit, MnO2.

MnO2 + 
Fe2O3 + 5 C  Mn + 2 Fe + 5 CO (g)
feromangan

5.7.1 Sifat-sifat dan Pemakaian Mangan


Mangan mempunyai titik leleh yang rendah dibandingkan unsur transisi deret
pertama yang lain, yaitu 1247oC, dan berat jenisnya 7,21. Logamnya keras, getas, pada
temperatur kamar sukar bereaksi dengan udara, tetapi bila dipanaskan sangat reaktif
dengan unsur-unsur nonlogam, misalnya oksigen, nitrogen, klor, belerang, serta dapat
menghasilkan hidrogen jika bereaksi dengan air hangat. Asam-asam encer seperti asam
klorida dan asam sulfat dapat bereaksi dengan logam mangan membentuk
mangan(II), Mn2+ dan membebaskan gas hidrogen.
Karena mangan murni getas dan dapat bereaksi dengan air, maka sedikit
penggunaannya, tetapi dalam industri sangat penting sebagai aliasi dengan besi.

21
Misalnya ferromanganese yang mengandung 80% Mn dan 20% besi. Dengan adanya
mangan, logam ini menjadi keras, kaku, dan tahan aus, serta digunakan sebagai kereta
api dan mesin-mesin buldoser.

5.7.2 Senyawa-senyawa Mangan


Mangan mempunyai tingkat oksidasi +7 (oksidator kuat), +6, +4, +3, dan +2
(paling stabil). Reduksi mangan(VII) menjadi mangan(II) segera terjadi dengan ber-
macam-macam reduktor. Misalnya larutan kalium permanganat berasam akan dapat
direduksi menjadi mangan(II) dengan menggunakan reduktor seng amalgam.

2 MnO4- (aq) +16 H+ (aq) +5 Zn (s)  2 Mn2+ (aq) + 5 Zn2+ (aq) +8 H2O (l)
ungu merah muda pucat
Reaksi kimia yang penting dari senyawa mangan adalah reaksi oksidasi-reduksi, yang
dapat dirangkum melalui diagram potensial elektroda standar sebagai berikut.

Dalam larutan suasana asam ([H+ = 1 M):

Mn -1,20
Mn2+ 1,5
Mn3+ 1,0
MnO2 2,26
MnO42- 0,56
MnO4-
1,239 1,69
merah muda merah hitam hijau ungu

Dalam larutan suasana basa ([OH- = 1 M):

Mn -1,58
Mn(OH)2 -0,2
Mn(OH)3 0,1
MnO2 0,603
MnO 42- 0,558
MnO 4-
0,03 0,588
merah muda coklat hitam hijau ungu

5.7.2.1 Senyawa Mangan(VII)


5.7.2.1.1 Mangan(VII) oksida, Mn2O7

Senyawa mangan(VII) oksida dapat diperoleh dengan cara mereaksikan kalium


permanganat dengan asam sulfat pekat yang dingin. Mangan(VII) oksida merupakan
zat cair, kovalen, dan berwarna gelap, serta terurai secara eksplosif menghasilkan
MnO2 dan gas oksigen.

2 Mn2O7 (l)  4 MnO2 (s) + 3 O2 (g)

Mangan(VII) oksida larut dalam air menghasilkan larutan yang berwarna ungu
dari senyawa asam permanganat, HMnO4 dan asam ini tidak pernah diisolasi.
Senyawanya yang lebih dikenal adalah garam kaliumnya.

22
5.7.2.1.2 Kalium Permanganat,KMnO4
Senyawa mangan(VII) yang paling banyak dikenal adalah dalam bentuk garam
permanganat, yaitu senyawa kalium permanganat, KMnO4. Cara pembuatannya dapat
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: mengoksidasi mangan(IV) oksida,
MnO2 dan KOH panas dengan zat pengoksidasi yang kuat, misalnya kalium klorat,
KClO3 dengan persamaan reaksi sebagai berikut.

3 MnO2 (s) + 6 OH- (aq) + ClO3- (aq)  3 MnO42- (aq) + 3 H2O (l) + Cl- (aq)

Kalium manganat(VI), K2MnO4 merupakan zat padat berwarna hijau yang hanya stabil
dalam larutan basa kuat. Selanjutnya, kalium manganat yang diperoleh dihaluskan,
dilarutkan dalam air dan campuran ini kemudian dididihkan. Pada kondisi ini, kalium
manganat(VI) akan mengalami reaksi disproporsionasi membentuk senyawa kalium
permanganat,KMnO4 dan mangan(IV) oksida, MnO2. Untuk membantu reaksi dispro-
porsionasi ini, gas CO2 dialirkan dalam larutan, sehingga ion hidoksida yang ada bere-
aksi dengan gas CO2 menghasilkan ion hidrogen karbonat. Agar MnO2 terpisah dari
KMnO4, dilakukan penyaringan dengan glass wool, dan hasil yang diperoleh se-
lanjutnya diuapkan sampai terbentuk kristal kalium permanganat.

3 MnO42- (aq) + 2 H2O (l) 2 MnO 4- (aq) + MnO2 (s) + 4 OH- (aq)

4 OH- (aq) + 4 CO2 (g)  4 HCO3- (aq)

Zat pengoksidasi yang sangat kuat seperti PbO2 dan NaBiO3, dapat mengok-
sidasi garam mangan(II) menghasilkan ion permanganat. Reaksi ini dilakukan dalam
keadaan dingin, dalam larutan yang mengandung asam nitrat encer. Reaksi ini sering
digunakan untuk menegaskan pada uji ada tidaknya ion mangan(II).

2 Mn2+ (aq) + 5 BiO3- (aq) +14 H+ (aq)  2 MnO4- (aq) + 5 Bi3+(aq) + 7 H2O (l)

Larutan permanganat pada hakekatnya tidak stabil, terurai secara lambat namun
cukup dapat diamati dalam larutan suasana asam.

4 MnO4- (aq) + 4 H+ (aq)  3 O2 (g) + 2H2O (l) + 4 MnO2 (s)

Dalam larutan netral atau sedikit basa dan dalam tempat gelap, penguraian larutan
permanganat lambat sekali. Penguraian larutan permanganat dikatalisis oleh adanya
cahaya, sehingga larutan baku permanganat harus disimpan dalam botol yang berwarna
gelap.

23
Dalam larutan basa, larutan permanganat merupakan pengoksidasi kuat, yang
dapat ditunjukkan oleh harga potensial elektroda standarnya sebagai berikut:

MnO4- (aq) + 2 H2O (l) + 3 e MnO 2 (s) + 4 OH- (aq) Eo = + 1,23 V

Namun dalam larutan basa kuat dan dengan larutan MnO4- berlebih, dihasilkan ion
menganat.

MnO 4- (aq) + e MnO 42- (aq) Eo = + 0,56 V

Dalam suasana asam, larutan permanganat tereduksi menjadi senyawa mangan(II),


Mn2+ oleh zat pereduksi berlebih.

MnO 4- (aq) + 8 H+ (aq) + 5e Mn2+ (aq) + 4 H2O (l) Eo = + 1,51 V

Bila reaksinya dilakukan dengan menggunakan larutan permanganat yang berlebih,


maka hasil akhirnya adalah MnO2, karena ion permanganat dapat mengoksidasi Mn2+
menjadi MnO2.

2 MnO4- (aq) + 3 Mn2+ (aq) + 2 H2O (l) 5 MnO2 (s) + 4 H+ (aq) Eo = + 0,4 V

5.7.2.1.3 Beberapa Kesamaan Antara Mangan(VII) dengan Klor(VII)


Ada beberapa kesamaan antara senyawa mangan(VII) dengan senyawa klor
(VII), antara lain: mangan(VII) oksida, Mn2O7 dan klorheptoksida,Cl2O7 keduanya
merupakan zat cair, kovalen, dan mudah meledak (eksplosif). Ion permanganat, MnO4-
dan ion perklorat,ClO4- , keduanya merupakan oksidator.

5.7.2.2 Senyawa Mangan(VI)


Kalium manganat, K2MnO4 dapat diperoleh dengan cara memanaskan cam-
puran mangan(IV) oksida, kalium hidroksida, dan kalium klorat.

KClO3 (s) + 6 KOH (s) + 3 MnO2 (s)  KCl (s) + 3 K2MnO4 (s) + 3 H2O (g)

Dalam larutan asam atau netral, ion manganat, MnO42- mudah mengalami reaksi
disproporsionasi menjadi ion permanganat, MnO4- dan mangan(IV) oksida, MnO2,
tetapi hal ini dapat dihindari jika suasana larutannya basa.

3 MnO42- (aq) + 2 H2O (l) 2 MnO4- (aq) + MnO2 (s) + 4 OH- (aq)

Penambahan basa menyebabkan kesetimbangan mengarah ke kiri.

24
5.7.2.3 Senyawa Mangan(IV)
Senyawa yang banyak kegunaannya adalah mangan(IV) oksida, MnO2. Di alam
senyawa ini didapatkan sebagai bijih pirolusit, MnO2 . Mangan(IV) oksida dapat
diperoleh dengan cara memanaskan mangan(II) nitrat, Mn(NO3)2.

Mn(NO3)2 (s)  MnO2 (s) + 2 NO2 (g)

Mangan(IV) oksida merupakan zat padat berwarna hitam yang tidak dapat larut
dalam air dan dianggap mempunyai struktur ionik. Mangan(IV) mempunyai
kemampuan sebagai oksidator, misalnya dengan HCl dapat menghasilkan gas Cl2 dan
ion Mn2+.

MnO2 (s) + 4 HCl (aq)  MnCl2 (aq) + 2 H2O (l) + Cl2 (g)

Mangan(IV) oksida memperlihatkan sifat amfoter lemah.

5.7.2.4 Senyawa Mangan(III)


Mangan(III) oksida, Mn2O3 merupakan zat padat berwarna coklat dan dapat
diperoleh dengan cara memanaskan senyawa mangan(IV) oksida sampai pijar. Pada
suhu sikitar 1000oC mangan(IV) oksida, MnO2 berubah menjadi trimangan tetroksida,
Mn3O4 yang mengandung mangan(II) dan mangan(III). Rumus molekul senyawa
trimangan tetroksida lebih baik ditulis MnIIMnIIIO4 atau MnO.Mn2O3. Garam yang
mengandung mangan dengan tingkat oksidasi +3 yang dikenal dengan baik adalah
MnF3, yang dapat terbentuk sebagai kristal dihidrat jika Mn2O3 direaksikan dengan
HF. Dalam larutan, ion Mn3+ merupakan oksidator kuat dan segera berubah menjadi
Mn2+. Dalam bentuk senyawa kompleks, ion mangan(III) lebih stabil daripada ion
mangan(II), misalnya [Mn(CN)6]4- segera teroksidasi menjadi [Mn(CN)6]3-.

5.7.2.5 Senyawa Mangan(II)


Senyawa mangan pada tingkat oksidasi +2 merupakan senyawa yang paling
stabil. Mangan(II) oksida, MnO merupakan zat padat berwarna hijau abu-abu dan da-
pat diperoleh dengan cara memanaskan mangan(II) oksalat, MnC2O4 dengan persa-
maan reaksi:

MnC2O4 (s)  MnO (s) + CO (g) + CO2 (g)

MnO dapat bereaksi dengan asam tetapi tidak dapat bereaksi dengan larutan alkali,
sehingga MnO merupakan oksida basa.

25
Mangan(II) hidroksida, Mn(OH)2 dapat diperoleh sebagai zat padat berwarna
putih dengan cara mereaksikan larutan natrium hidroksida dengan larutan garam
mangan(II).

Mn2+ (aq) + 2 OH- (aq)  Mn(OH)2 (s)

Mangan(II) sulfida, MnS dapat diperoleh sebagai endapan berwarna merah


muda pucat dengan cara mengalirkan gas hidrogen sulfida, H2S dalam larutan garam
mangan(II) yang mengandung amonium hidroksida dan amonium klorida.
Garam-garam mangan(II) yang larut, misalnya garam klorida, nitrat, dan sulfat,
dapat diperoleh dengan cara mereaksikan senyawa oksida, hidroksida, atau karbonat
dari mangan(II) dengan asam-asam encer yang sesuai, kemudian diuapkan dan
dikristalkan. Dalam larutan, garam-garam ini mengandung ion [Mn(H2O)6]2+ yang
berwarna merah muda.
Garam-garam mangan(II) karbonat dan mangan(II) posfat merupakan senyawa-
senyawa yang tidak dapat larut dalam air.

5.8 Besi
Manusia telah mengenal besi sejak 4000 tahun SM. Pada waktu itu, besi yang
dipakai mula-mula berasal dari meteorit, sebab di alam tidak didapatkan besi dalam
keadaan bebas. Besi dengan produksi tahunan mendekati satu milyar ton merupakan
logam paling penting dalam peradaban modern. Besi ditemukan tersebar luas di
seluruh kerak bumi dengan jumlah sekitar 4,7%. Bijih-bijih yang mengandung besi
terutama adalah hematit (Fe2O3) dan magnetit (Fe3O4). Sedang yang mengandung
karbonat terutama adalah siderit (FeCO3), yang mengandung sulfida adalah pirit
(FeS2).

5.8.1 Cara Pembuatan


Bahan-bahan yang dipakai pada pembuatan besi secara besar-besaran adalah
bijih besi yang berupa Fe2O3 dan Fe3O4, kokas, batu kapur, dan udara. Mula-mula bijih
besi dipanggang untuk mengeringkan dan menguraikan senyawa karbonat serta
mengoksidasi sulfida-sulfida yang biasanya terdapat pada bijih besi. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut:

4 FeCO3 (s) + O2 (g)  2 Fe2O3 (s) + 4 CO2 (g)


4 FeS (s) + 7 O2 (g)  2 Fe2O3 (s) + 4 SO2 (g)

26
Oksida besi yang diperoleh kemudian dicampur dengan kokas atau karbon, batu kapur
(CaCO3) atau pasir (SiO2) dan dimasukkan ke dalam tanur tinggi (tingginya bisa
mencapai 60 meter) untuk direduksi (lihat Gambar5.2 tanur tinggi pengolahan besi).
Dari bawah tanur dihembuskan udara panas dengan tekanan tinggi. Pada keadaan ini
kokas yang ada akan teroksidasi dengan membebaskan panas.

C (s) + O2 (g)  CO2 (g) + panas

Bila gas CO2 ini naik melalui kokas pijar yang ada di atasnya, maka gas CO 2 tersebut
akan tereduksi oleh kokas dengan persamaan reaksi sebagai berikut.

CO2 (g) + C (s)  2 CO (g)

Di bagian bawah, suhu mencapai kira-kira 1600 –1900oC. Makin tinggi dalam tanur,
makin turun suhunya. Di bagian atas, suhu dalam tanur sekitar 250 oC. Reaksi yang
terpenting di bagian ini adalah reduksi Fe2O3 menjadi Fe3O4 (campuran FeO dan
Fe2O3) dengan persamaan reaksi sebagai berikut:

3 Fe2O3 (s) + CO (g)  Fe3O4 (s) + CO2 (g)

Dengan adanya karbon, gas CO2 yang terjadi direduksi lagi menjadi gas CO. Pada
bagian lebih bawah lagi, Fe3O4 yang terjadi direduksi sampai menjadi FeO dengan
persamaan reaksi:

Fe3O4 (s) + CO (g)  3 FeO (s) + CO2 (g)

Di bagian lebih bawah lagi, FeO yang terjadi direduksi sampai menjadi Fe dengan
persamaan reaksi:

FeO (s) + CO (g)  Fe (l) + CO2 (g)

Reaksi-reaksi yang terjadi di atas dapat disingkat menjadi:

Fe2O3 (s) + 3 CO (g) 2 Fe (s) + 3 CO2 (g)

Dengan adanya hembusan gas CO yang terus menerus, kesetimbangan akan bergeser
ke kanan.
Bila bijih besi mengandung pasir, kepadanya ditambahkan CaCO3, dan seba-
liknya bila bijih besi mengandung kapur, perlu ditambah pasir (SiO 2). Jadi selalu
terjadi reaksi-reaksi sebagai berikut:

CaCO3 (s)  CaO (s) + CO2 (g) (480o C)

27
CaO (s) + SiO2 (s)  CaSiO3 (l) (1000o C)
(terak)

Di bagian atas, pada daerah yang bersuhu antara 500 – 800oC, bijih besi
(Fe2O3) telah tereduksi menjadi besi sebelum sampai pada daerah pembentukan terak
(slag). Hal ini menguntungkan karena jika tidak demikian maka sebagian bijih besi
akan bereaksi dengan pasir menjadi senyawa FeSiO3.

FeO (s) + SiO2 (s)  FeSiO3 (s)

Gambar 5.2 Tanur tinggi pengolahan besi

Kira-kira di tengah tanur, temperaturnya cukup tinggi, sehingga besi dan terak menjadi
lebur dan mengalir ke bawah. Oleh karena besi lebih berat daripada teraknya, maka
lapisan atas berupa terak sedang lapisan bawah besinya, sehingga antara besi dan terak
dapat dipisahkan. Lapisan terak juga dapat berfungsi sebagai pelindung besi agar tidak
teroksidasi lagi. Besi yang dihasilkan dari tanur tinggi masih berupa besi kasar yang
disebut bongkah besi atau besi kasar lantakan (pig iron) yang mengandung karbon
kurang lebih 4%. Hasil reaksi antara besi dengan kokas menghasilkan besi karbida
(semintit) dengan reaksi:

28
3 Fe (s) + C (s)  Fe3C (s)

Selain karbon, besi kasar juga mengadung silikon dari hasil reduksi SiO 2 oleh karbon,
aluminium dari hasil reduksi Al2O3, fosfor, mangan, belerang, dan zat-zat yang
biasanya terdapat dalam tanah. Besi kasar yang mempunyai sifat rapuh dan keras bia-
sanya diubah menjadi besi tuang (cast iron) atau baja.
Besi murni titik lelehnya 1535oC, sedang besi kasar dari tanur titik lelehnya
kira-kira 1200oC. Jika besi kasar dilebur lagi dan didinginkan dengan cepat, besi tuang
yang dihasilkan bersifat keras tetapi rapuh. Bila cara mendinginkannya lambat, besi
tuang yang dihasilkan lunak tetapi ulet dan berwarna kelabu. Besi dari tanur tinggi
masih mengandung karbon. Jika karbon di dalam besi berupa Fe 3C, besi yang
dihasilkan bersifat keras dan rapuh, sedang jika berupa karbon bebas, besi yang diha-
silkan kurang rapuh dan juga kurang keras.

5.8.2 Besi Tempa (wrought iron)


Besi tempa merupakan jenis besi yang kurang murni. Besi tempa ini dapat
dihasilkan dengan cara melebur besi kasar (hasil dari tanur tinggi) dengan besi oksida
berlebih untuk mengoksidasi kotoran-kotoran yang berupa karbon, belerang, fosfor,
silikon, mangan, dan lain-lain. Karbon dan belerang dioksidasi menjadi CO2 dan SO2
yang dapat menguap. Fosfor dan silikon dioksidasi menjadi P 4O10 dan SiO2 yang jika
bereaksi dengan FeO atau MnO atau CaCO 3 yang ditambahkan, dapat membentuk
terak. Besi tempa yang dihasilkan ini hanya mengandung 0,2% karbon atau kurang dan
bersifat lunak serta lemas, oleh karena itu mudah dibentuk. Jenis besi ini dipakai untuk
benda-benda yang tahan terhadap tekanan yang tiba-tiba.

5.8.3 B a j a
Sejenis baja yang dinamakan “baja wootz” mula-mula diproduksi di India 3000
tahun yang lalu. Baja ini menjadi terkenal seperti baja Damaskus, yang bersifat mudah
dibentuk, ketajamannya awet, dan sering digunakan dalam pembuatan pedang. Banyak
teknologi maju dibuat sejak jaman itu, termasuk tungku dengan semprotan udara atau
gas (blast furnace) pada sekitar tahun 1300, tungku Bessemer pada tahun 1856, tungku
terbuka pada tahun 1860, dan baru-baru ini tungku oksigen.
Perubahan mendasar yang harus dilakukan dalam setiap proses pengolahan baja
adalah: (1) menurunkan kadar karbon dari 3 sampai 4% dalam besi kasar lantakan
menjadi 0 sampai 1,5% dalam baja; (2) membuang Si, Mn, dan P (yang kadarnya
masing-masing dalam besi lantakan sekitar 1%) melalui pembentukan terak bersama-

29
sama dengan pengotor lainnya; (3) menambah unsur-unsur aliasi atau campuran,
seperti Cr, Ni, Mn, V, Mo, dan W agar baja mendapatkan sifat yang dikehendaki.

5.8.3.1 Proses Pembuatan Baja dengan Tungku Terbuka (open-hearth furnace)


Pada yahun 1860-an dikembangkan tungku terbuka oleh William Siemens di
Inggris. Tungku ini bekerja atas dasar regenerasi. Bahan-bahan yang digunakan pada
proses ini adalah besi kasar dari tanur tinggi, besi tua (mengandung Fe2O3), dan bijih
besi (Fe2O3). Campuran ini ditempatkan ke dalam bak yang dangkal kemudian
dihembuskan gas-gas yang dapat terbakar serta udara untuk mengoksidasi kotoran.
Gas-gas yang dipakai sebelunya dipanaskan terlebih dahulu (lihat gambar tanur
terbuka). Ketika kotoran-kotoran teroksidasi, terjadi pembebasan panas. Hasil oksidasi-
nya adalah gas CO2 dan SO2, leburan SiO2 , MnO, P4O10 dan lain-lain. Jika besi kasar
mengandung silikon, fosfor, dan belerang yang oksidanya bersifat asam, maka dinding
bak yang digunakan perlu dilapis dengan bahan-bahan yang bersifat basa, terutama
MgO dan CaO. Oksida asam yang ada akan bereaksi dengan lapisan dinding bak dan
membentuk garam-garam yang berupa terak. Jika besi kasar mengandung zat-zat yang
bersifat basa, maka lapisan dinding bak di buat dari oksida asam, misalnya pasir atau
senyawa silikon lainnya. Sebelum hasilnya diambil, dibubuhi terlebih dahulu dengan
kromium atau nikel atau mangan untuk memberikan sifat-sifat yang diinginkan. Baja
yang dihasilkan dengan proses ini dipakai pada pembuatan rel, senapan, tank, dan lain-
lain.

Gambar 5.3 Tanur terbuka


5.8.3.2 Proses Bessemer
Pada proses ini, besi kasar dimasukkan dalam tempat yang disebut tungku
Bessemer. Oksigen atau udara dihembuskan ke dalam tungku Bessemer yang
didalamnya terdapat leburan besi kasar melalui sederet lubang (tuyeres) di bagian
bawah. Karbon dan kotoran lainnya serta sebagaian besi akan teroksidasi oleh oksigen.
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam tungku Bessemer adalah sebagai berikut:
Si (s) + O2 (g)  SiO2 (l)
30
2 Mn (s) + O2 (g)  2 MnO (l)
2 Fe (s) + O2 (g)  2 FeO (l)

SiO2 yang terjadi akan bereaksi dengan MnO dan FeO membentuk MnSiO3 dan
FeSiO3 yang berupa terak. Fe3C dan karbon yang bebas juga mengalami oksidasi
dengan persamaan reaksi:
2 Fe3C (s) + O2 (g)  6 Fe (l) + 2 CO (g)

Gambar 5.4 Tungku Bessemer

Gas CO yang terjadi terbakar di udara dan berupa nyala api yang keluar dari mulut
tungku Bessemer. Bila api telah padam, hal ini menunjukkan bahwa hampir semua
karbon telah habis dan penghembusan udara segera dihentikan agar jangan ada besi
yang teroksidasi lagi. Pada keadaan ini hampir semua karbon telah hilang, tetapi kar-
bon dalam jumlah sedikit dapat menambah faedah baja. Oleh karena itu, sejumlah
tertentu karbon perlu ditambahkan lagi pada besi, tergantung pada keperluannya, se-
lain itu juga mangan perlu ditambahkan untuk mereduksi FeO dengan reaksi sebagai
berikut:

Mn (s) + FeO (s)  Fe (l) + MnO (l)

MnO yang terjadi akan bereaksi dengan SiO2 membentuk MnSiO3 yang berupa terak.
Proses Bessemer menghasilkan baja yang mutunya kurang baik, karena itu harganya
lebih murah. Baja Bessemer biasanya dipakai untuk rangka beton bangunan, jembatan,
pipa, dan lain-lain.

5.8.3.3 Tungku Oksigen


Metode paling utama yang digunakan saat ini adalah proses pembuatan baja
dengan tungku oksigen. Metode ini merupakan penyempurnaan dari metode
sebelumnya. Sebagai ganti udara digunakan gas oksigen murni untuk mendukung
reaksi oksidasinya. Proses ini dilakukan dalam tabung yang mirip tungku Bessemer.

31
5.8.3.4 Tungku Listrik
Proses ini sesungguhnya sama dengan proses tanur terbuka, hanya pemanasnya
yang berbeda. Proses listrik menggunakan tenaga listrik sebagai pemanas, dengan
demikian temperaturnya mudah dikontrol. Proses ini dapat menghasilkan baja
campuran yang mempunyai kualitas tinggi.

5.8.3.4 Sifat-sifat Baja


Sifat-sifat baja dapat diatur dengan mengubah-ubah jumlah karbon yang di-
kandungnya. Baja lunak mengandung karbon antara 0,1 - 0,4% dan digunakan untuk
membuat barang-barang seperti karoseri mobil, pelat, mur dan baut, serta pipa. Baja
keras mengandung karbon antara 0,5 - 1,5% dan dapat lebih dikeraskan dengan per-
lakuan panas. Misalnya, jika baja dipanaskan hingga pijar dan sesudah itu didinginkan
perlahan-lahan, maka baja itu menjadi lembek. Kalau pendinginannya tiba-tiba,
misalnya dengan jalan memasukkannya ke dalam air es, maka baja yang terjadi sangat
keras akan tetapi rapuh. Jika dipanaskan sekali lagi sampai temperatur antara 250 –
300oC, maka terjadi baja yang sangat keras dan tidak rapuh. Oleh karena itu cara
memanaskan baja harus hati-hati sekali, karena derajad kekerasan baja dapat diatur
dengan memperhatikan temperatur yang digunakan untuk memanaskan. Hal ini
dilakukan dengan memperhatikan oksida yang terjadi pada permukaan baja itu, jika
berwarna putih kekuningan temperaturnya sekitar 230oC, jika coklat temperaturnya
sekitar 260oC, jika merah temperaturnya sekitar 275oC, dan jika biru temperaturnya
sekitar 300oC. Baja dengan kadar karbon antara 0,5 -1,5% masih dapat dikeraskan,
tetapi bila kadarnya kurang dari 0,5% tidak lagi dapat dikeraskan. Beberapa contoh
aliasi baja dapat dilihat dalam Tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.7 Beberapa Contoh Aliasi dari Besi

Nama aliasi Komposisi () Kegunaan Sifat

73% Fe, 18% Cr, 8% peralatan dapur dll. tahan korosi


Stainless steel
Ni + C
94,5% Fe, 5% W, perkakas untuk keras
Tungsten steel
0,5% C memotong
64% Fe, 36% Ni arloji koefisien pemuai-
Invar
annya kecil
86% Fe, 13% Mn + C pemecah batu, rel Keras, kuat, dan
Manganese steel
kereta api tahan lama

32
78% Ni, 21% Fe + C Electromagnet, Adanya listrik da-
kabel bawah laut pat menimbulkan
Permalloy sifat magnet, bila
aliran putus, sifat
magnetnya hilang
84,3% Fe,14,5% Si, Pipa, ketel, Tahan karat dan
Duriron
0,85 C, 0,35 Mn pendingin tahan asam

5.8.4 Sifat-sifat besi


Besi merupakan logam yang elektropositif dengan diagram potensial elektroda
standar sebagai berikut.

- 0,44 + 0,77
Fe Fe2+ Fe3+

Menurut diagram di atas, Fe2+ tidak akan dioksidasi oleh ion H+ dengan konsentrasi 1
molar, tetapi sebaliknya ion Fe3+ dapat direduksi oleh H2. Dengan asam yang bersifat
oksidator, misalnya asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat, besi akan bereaksi dengan
asam-asam itu membentuk ion Fe2+ dan selanjutnya akan mengalami oksidasi lebih
lanjut menghasilkan ion Fe3+, sedang asam sulfatnya akan mengalami reduksi
membentuk SO2 dan asam nitrat direduksi menghasilkan gas NO2. Asam nitrat yang
kurang pekat dapat direduksi oleh besi menghasilkan gas NO dan gas N2O. Besi yang
dipijarkan dapat bereaksi dengan uap air membentuk senyawa Fe3O4. Reaksi besi de-
ngan udara dan air berjalan lambat dan reaksi ini terjadi pada pembentukan karat besi.
Analisis karat besi menunjukkan adanya campuran besi(III) oksida, hidrat besi(II) dan
besi(III) oksida, serta besi(II) dan besi(III) karbonat basa. Besi tidak akan berkarat
dengan udara yang kering, karena terjadinya karat membutuhkan air.

5.8.5 Senyawa-senyawa Besi


Besi mempunyai tingkat oksidasi +3 (sangat stabil) dan +2 (reduktor). Juga
dikenal besi dengan tingkat oksidasi +6 yang tidak stabil dan merupakan oksidator
kuat. Diagram potensial elektroda standarnya digambarkan sebagai berikut.

Dalam larutan suasana asam ([H+] = 1 M)

-0,41 0,77 2,20


Fe Fe2+ Fe3+ FeO42-
-0,02

Dalam larutan suasana basa ([OH-] = 1 M)

33
-0,86 -0,56 0,72
Fe Fe(OH)2 Fe(OH)3 FeO 42-

5.8.5.1 Senyawa Besi(VI)

Ion ferat(VI) (FeO42-) mengandung besi dengan tingkat oksidasi +6. Kalium
ferat(VI) (K2FeO4) dapat diperoleh dengan cara melebur campuran serbuk besi dengan
kalium nitrat sebagai zat pengoksidasi. Jika K2FeO4 dingin dimasukkan dalam air,
maka akan dihasilkan warna merah gelap dari ion FeO42-. Endapan BaFeO4 yang
berwarna ungu, dapat diperoleh dengan cara mereaksikan ion FeO42- dengan larutan
barium klorida.
Ion ferat(VI) merupakan oksidator kuat, misalnya dapat mengoksidasi ion
kromium(III) menjadi ion kromat (CrO42-). Baik oksidanya (FeO3) maupun asamnya
(H2FeO4) tidak dikenal.

5.8.5.2 Senyawa Besi(III)


5.8.5.2.1 Senyawa besi(III) oksida,Fe2O3
Senyawa besi(III) oksida di alam dikenal sebagai hematit. Di laboratorium,
senyawa ini dapat diperoleh sebagai zat padat yang berwarna seperti karat besi, dengan
cara memanaskan senyawa besi(III) hidroksida atau besi(II) sulfat.

2 FeSO4 (s)  Fe2O3 (s) + SO2 (g) + SO3 (g)

Dalam reaksi di atas, senyawa besi(II) sulfat mengalami oksidasi menjadi senyawa
besi(III) oksida.

5.8.5.2.2 Besi(III) hidroksida, Fe(OH)3 atau Fe2O3.xH2O


Rumus molekul besi(III) hidroksida lebih baik dilambangkan sebagai besi(III)
oksida yang bergabung dengan molekul air dalam jumlah yang tidak tentu. Senyawa
ini dapat diperoleh sebagai endapan seperti agar-agar jika larutan hidroksida dicampur
dengan larutan garam besi(III).

FeCl3 (aq) + 3 NaOH (aq)  Fe(OH)3 (s) + 3 NaCl (aq)

Besi(III) hidroksida mudah bereaksi dengan asam-asam yang encer mengha-


silkan garam besi(III). Senyawa hidroksida ini juga dapat bereaksi dengan larutan al-
kali pekat menghasilkan senyawa ferat(III), misalnya senyawa NaFeO2.

34
Koloid besi(III) hidroksida yang mempunyai warna seperti karat besi, dapat
diperoleh bila larutan besi(III) klorida tetes demi tetes dimasukkan ke dalam air panas
dalam jumlah yang banyak.

5.8.5.2.3 Tribesi Tetroksida, Fe3O4


Senyawa oksida ini didapatkan di alam sebagai bijih magnetit yang bersifat
magnet. Senyawa tribesi tetroksida merupakan zat padat yang berwarna hitam dan
dapat diperoleh bila besi panas pijar direaksikan dengan uap air atau gas karbon diok-
sida, dengan persamaan reaksi sebagai berikut:

3 Fe (s) + 4 H2O (g)  Fe3O4 (s) + 4 H2 (g)


3 Fe (s) + 4 CO2 (g)  Fe3O4 (s) + 4 CO (g)

Jika Fe3O4 direaksikan dengan asam, maka akan terbentuk garam besi(II) dan garam
besi(III) dengan perbandingan 1 : 2.
Hematit, Fe2O3 dan magnetit, Fe3O4 merupakan sumber utama dari besi dan
baja. Besi(III) oksida digunakan sebagai bahan penggosok permata dan sebagai zat
warna.

5.8.5.2.4 Besi(III) halida


Besi(III) fluorida, klorida, dan bromida dapat diperoleh dengan cara mereak-
sikan besi yang panas dengan halogen. Besi(III) klorida, FeCl 3, dan besi(III) bromida,
FeBr3, merupakan zat padat kovalen yang berwarna merah gelap. Dalam bentuk uap
merupakan molekul dimer, Fe2Cl6, dan Fe2Br6, yang strukturnya serupa dengan alu-
minium klorida.
Besi(III) klorida dan besi(III) bromida bila dipanaskan akan mengalami diso-
siasi menghasilkan besi (II) halida dan halogen, dan keduanya mudah larut dalam air
menghasilkan ion [Fe(H2O)6]3+ yang berwarna kuning serta ion halida. Kristalisasi dari
larutannya akan menghasilkan senyawa heksahidrat, misalnya FeCl3.6H2O. Besi(III)
klorida anhidrat, seperti halnya aluminium klorida, dapat dipakai sebagai katalis pada
reaksi Friedel-Crafts, dan reaksi ini bergantung pada terbentuknya ion kompleks FeCl4-
Besi(III) iodida tidak dapat diperoleh dalam keadaan murni, karena larutan
yang mengandung ion besi(III) akan segera mengoksidasi ion iodida menjadi iod.

2 Fe3+ (aq) + 2 I- (aq)  2 Fe2+ (aq) + I2 (s)

5.8.5.2.5 Besi(III) sulfat, Fe2(SO4)3

35
Besi(III) sulfat dapat diperoleh dengan cara memanaskan campuran larutan
besi(II) sulfat berasam dan hidrogen peroksida sebagai oksidator.

2 FeSO4 (aq) + H2SO4 (aq) + H2O2 (aq)  Fe2(SO4)3 (aq) + H2O (l)

Jika larutan di atas dikristalkan, akan diperoleh senyawa hidrat besi(III) sulfat,
Fe2(SO4)3.9H2O.
Besi(III) sulfat membentuk alum, dan senyawa yang paling dikenal adalah
amonium besi(III) sulfat, NH4Fe(SO4).12H2O.

5.8.5.3 Uji Kualitatif untuk Mengenal Ion Besi(III)


Jika larutan yang mengandung ion besi(III) dicampur dengan ion hidroksida,
maka akan terbentuk endapan seperti agar-agar (gel) dari senyawa besi(III) hidroksida
yang berwarna seperti karat.

Fe3+ (aq) + 3 OH- (aq)  Fe(OH)3 (s)

Penambahan larutan kalium heksasianoferat(II) ke dalam larutan yang


mengandung ion besi(III), akan menghasilkan endapan biru gelap (Prussian blue).

K+ (aq) + [Fe(CN)6]4- (aq) + Fe3+ (aq)  KFe[Fe(CN)6] (s)

Larutan kalium heksasianoferat(III), K3[Fe(CN)6] bila ditambahkan dalam


larutan yang mengandung ion besi(III) akan dihasilkan larutan berwarna coklat atau
hijau.

K3[Fe(CN)6] (aq) + Fe3+ (aq)  Fe[Fe(CN)6] (aq) + 3 K+ (aq)

Penambahan larutan kalium tiosianat ke dalam larutan yang mengandung ion


besi(III) akan dapat menghasilkan warna merah yang kuat dari ion [Fe(CNS)]2+.

Fe3+ (aq) + CNS- (aq)  [Fe(CNS)]2+ (aq)

Uji ini sangat sensitif untuk ion besi(III).

5.8.5.4 Senyawa Besi(II)


5.8.5.4.1 Besi(II) oksida, FeO
Besi(II) oksida dapat diperoleh sebagai zat padat yang berwarna hitam bila
besi(II) oksalat dipanaskan. Gas karbon monoksida yang terbentuk dapat berfungsi
untuk melindungi besi (II) okisda agar tidak teroksidasi menjadi besi(III) oksida karena
pengaruh udara.

36
FeC2O4 (s)  FeO (s) + CO (g) + CO2 (g)

Besi(II) oksida yang diperoleh dengan cara seperti di atas akan memijar bila memercik
ke udara. Jika dipanaskan pada temperatur tinggi dalam lingkungan gas inert, ke-
mudian diikuti dengan pendinginan secara perlahan, maka senyawa FeO akan cen-
derung mengalami disproporsionasi menjadi besi dan oksida magnetik dari besi.

4 FeO (s)  Fe (s) + Fe3O4 (s)

5.8.5.4.2 Besi(II) hidroksida, Fe(OH)2


Besi(II) hidroksida jika murni merupakan zat padat berwarna putih, tetapi
umumnya didapatkan sebagai endapan hijau seperti agar-agar/gel bila larutan natrium
hidroksida ditambahkan dalam larutan yang mengandung ion besi(II).

Fe2+ (aq) + 2 OH- (aq)  Fe(OH)2 (s)

Terbentuknya endapan hijau ini mungkin disebabkan oleh adanya besi(III) hidroksida
dalam jumlah yang sedikit, yang terbentuk karena besi(II) hidroksida teroksidasi oleh
udara, atau dapat pula disebabkan oleh adanya ion besi(III) dalam larutan yang
mengandung ion besi(II). Bila besi(II) hidroksida dibiarkan di udara terbuka dalam
jangka waktu lama, maka semuanya akan teroksidasi menjadi besi(III) hidroksida,
terutama besi(III) oksida terhidrat, Fe2O3.xH2O.
Besi(II) hidroksida mudah larut dalam larutan asam encer menghasilkan ion
besi(II) terhidrat, [Fe(H2O)6]2+ yang berwarna hijau. Besi(II) hidroksida juga dapat larut
dalam larutan natrium hidroksida pekat. Hal ini dapat dipandang bahwa besi(II)
hidroksida bersifat sedikit amfoter.

5.8.5.4.3 Besi(II) Halida


Besi(II) klorida anhidrat, FeCl2 dapat diperoleh dengan cara mengalirkan HCl
kering pada besi yang dipanaskan. Besi(II) fluorida anhidrat, FeF 2 dapat diperoleh
dengan cara yang serupa dengan pembuatan FeCl2, yaitu dengan mengalirkan gas HF
kering pada besi yang dipanaskan. Jika yang dialirkan adalah klorin atau fluorin, maka
yang terbentuk adalah senyawa besi(III) halida.
Kedua senyawa halida di atas dapat larut dalam air dan jika larutannya dikris-
talkan akan diperoleh senyawa hidrat, yaitu senyawa FeF 2.8H2O dan FeCl2.6H2O.
Senyawa hidrat ini juga dapat diperoleh dengan cara mereaksikan hidrogen fluorida
37
atau hidrogen klorida encer dengan logam besi. Besi(II) fluorida dan besi(II) klorida
keduanya merupakan zat padat ionik.
Besi(II) bromida, FeBr2 dapat diperoleh dengan cara memanaskan besi berlebih
dalam uap brom. Kelebihan besi dapat digunakan untuk mencegah terbentuknya
besi(III) bromida. Besi(II) iodida, FeI2 dapat diperoleh dengan cara yang serupa dengan
cara memperoleh besi(II) bromida, yaitu dengan cara memanaskan besi dan iod, tetapi
karena tidak terbentuk besi(III) iodida, maka tidak perlu menggunakan besi yang ber-
lebih.

5.8.5.4.4 Besi(II) sulfat, FeSO4


Reaksi antara asam sulfat encer dengan besi dapat dihasilkan larutan besi(II)
sulfat dan gas hidrogen. Jika larutan ini dikristalkan, dapat diperoleh zat padat ber-
warna hijau dari senyawa besi(II) sulfat heptahidrat, FeSO 4.7H2O. Karena garam be-
si(II) mudah teroksidasi oleh udara menjadi garam besi(III), maka cara pembuatannya
dilakukan dilingkungan gas pereduksi.
Bila besi(II) sulfat heptahidrat dipanaskan dengan hati-hati, maka akan dapat
dihasilkan garam anhidrat yang berwarna putih. Pemanasan lebih lanjut akan meng-
hasilkan besi(III) oksida (bukan besi(II) oksida karena senyawa ini mudah teroksidasi),
belerang dioksida, dan belerang trioksida.

FeSO4.7H2O (s)  FeSO4 (s) + 7 H2O (g)


2 FeSO4 (s)  Fe2O3 (s) + SO2 (g) + SO3 (g)

Larutan besi(II) sulfat mengandung ion [Fe(H2O)6]2+ yang berwarna hijau pucat.
Satu molekul air pada ion ini dapat diganti oleh NO menjadi [Fe(H2O)5(NO)]2+. Ion
kompleks ini berwarna coklat gelap, dan reaksi ini merupakan reaksi pembentukan
cincin coklat yang digunakan untuk uji ada tidaknya ion nitrat. Persamaan reaksinya
dapat ditulis sebagai berikut:

3 Fe2+ (aq) + NO3- (aq) + 4 H+ (aq)  3 Fe3+ (aq) + 2 H2O (l) + NO (g)
[Fe(H2O)6]2+ (aq) + NO (g)  [Fe(H2O)5(NO)]2+ (aq) + H2O (l)

Nitrat dalam suasana asam direduksi oleh besi(II) sulfat menghasilkan NO. Gas NO ini
kemudian bereaksi dengan besi(II) sulfat berlebih menghasilkan senyawa yang
berwarna coklat dari [Fe(H2O)5(NO)]2+. Senyawa ini dapat dilihat pada batas antara dua
cat cair sebagai cincin yang berwarna coklat.

38
Besi(II) sulfat merupakan salah satu hasil dari industri kimia yang harganya
sangat murah, dan digunakan untuk membuat senyawa besi(III) oksida (untuk zat
warna), Prussian blue (zat warna), dan untuk tinta.

5.8.5.4.5 Besi(II) Amonium Sulfat, FeSO4(NH4)2SO4.6H2O


Garam rangkap ini sering disebut sebagai garam Mohr. Karena garam ini mu-
dah diperoleh dalam keadaan murni, maka garam ini banyak dipakai di laboratorium,
yaitu sebagai larutan standar primer, yang terutama untuk standarisasi larutan kalium
permanganat.
Garam rangkap ini dapat diperoleh dengan cara mengkristalkan larutan yang
mengandung besi(II) sulfat dan amonium sulfat dalam jumlah yang ekivalen.

5.8.5.4.6 Besi(II) Sulfida, FeS


Besi(II) sulfida merupakan zat padat yang dapat diperoleh dengan cara mema-
naskan campuran besi dan belerang.

Fe (s) + S (s)  FeS (s)

Hasil analisis sampel besi(II) sulfida menunjukan komposisi yang berubah-


ubah, tetapi semuanya kekurangan besi. Dapat dilaporakn bahwa besi(II) sulfida mem-
punyai koposisi yang non-stoikiometrik. Formula dari suatu sampel dilaporkan sebagai
Fe0,858S.
Reaksi garam besi(II) sulfida dengan larutan asam yang encer akan menghasil-
kan hidrogen sulfida, dan reaksi ini merupakan reaksi yang dapat digunakan untuk
memperoleh gas H2S dengan mudah di laboratorium.

FeS (s) + 2 H+ (aq)  Fe2+ (aq) + H2S (g)

5.8.5.5 Uji Kualitatif untuk Mengenal Ion Besi(II)


Penambahan larutan alkali dalam larutan yang mangandung ion besi(II) akan
menghasilkan endapan seperti agar-agar/gel yang berwarna hijau.

Fe2+ (aq) + 2 OH- (aq)  Fe(OH)2 (s)

Penambahan larutan kalium heksasianoferat(II) dalam larutan besi(II) akan


menghasilkan endapan putih yang segera menjadi biru.

K4[Fe(CN)6] (aq) + 2 Fe2+ (aq)  Fe2[Fe(CN)6] (s) + 4 K+ (aq)

39
Penambahan larutan kalium heksasianoferat(III) dalam larutan yang mengan-
dung ion besi(II) akan menghasilkan endapan biru gelap (biru Turnbull's). Warna biru
Turnbull's kelihatannya serupa dengan biru Prussian, dan kemungkinan bahwa besi(II)
mula-mula mereduksi heksasianoferat(III) menjadi heksasianoferat(II) dengan
persamaan reaksi:

Fe2+ (aq) + [Fe(CN)6]3- (aq)  Fe3+ (aq) + [Fe(CN)6]4- (aq)

diikuti oleh reaksi:

K+ (aq) + [Fe(CN)6]4- (aq) + Fe3+ (aq)  KFe[Fe(CN)6]4- (aq)

Penambahan larutan kalium tiosianat dalam larutan yang mengandung ion


besi(II) tidak menghasilkan warna bila ion besi(III) sama sekali tidak ada. Tetapi de-
ngan adanya ion besi(III) dalam jumlah yang sedikit saja dapat mengakibatkan larutan
menjadi berwarna.

5.9 Kobalt
Kobalt merupakan logam yang jarang ditemukan dan diperkirakan sebanyak 20
ppm terdapat dalam kerak bumi. Kobalt ditemukan dalam cadangan yang mengumpul,
sehingga produksi per tahunnya mencapai jutaan ton. Bijih utama yang mengadung
kobalt adalah kobaltit (CoAsS) dan smaltit (CoAs 2). Biasanya bijih-bijih itu didapatkan
bersama-sama dengan unsur lain seperti besi, nikel, tembaga, belerang, dan arsen.
Ekstraksi dari kobalt melalui proses yang rumit dan sebagai hasil akhirnya didapatkan
senyawa trikobalt tetroksida, Co3O4. Oksida ini kemudian direduksi sampai menjadi
logamnya dengan reduktor karbon atau aluminium.

3 Co3O4 (s) + 8 Al (s)  9 Co (s) + 4 Al2O3 (s)

Logam kobalt yang murni dapat diperoleh dengan cara elektrolisis suatu larutan
yang mengandung kobalt(II) sulfat dan amonium sulfat, (NH4)2SO4.

5.9.1 Sifat-sifat dan Kegunaan Kobalt


Kobalt mempunyai titik leleh 1490oC dan berat jenisnya 8,70 g.cm-3. Kobalt
merupakan logam yang keras berwarna putih kebiru-biruan dan tidak reaktif. Logam
kobalt tidak bereaksi dengan udara dan air pada temperatur kamar. Pada temperatur
tinggi, dapat bereaksi dengan oksigen menghasilkan kobalt(II) oksida, CoO dan pada
pemanasan juga dapat bereaksi dengan karbon dan belerang secara langsung. Asam

40
sulfat encer dan asam klorida encer dapat bereaksi secara lambat dengan logam kobalt
menghasilkan ion kobal(II), Co2+ dan membebaskan gas hidrogen. Dengan asam nitrat
pekat logam kobalt menjadi pasif, tetapi dengan asam nitrat encer dapat bereaksi
menghasilkan ion kobalt(II) dan oksida nitrogen.
"Stellite", merupakan aliasi dari kobalt, kromium, dan wolfram, mempunyai
sifat sangat keras meskipun dipanaskan hingga merah. Aliasi ini biasanya digunakan
pada katup-katup pembakaran pada mesin dan alat pemotong. "Alnico", merupakan
aliasi dari logam kobalt, aluminium, dan nikel, yang biasanya digunakan untuk
pembuatan magnet permanen. Logam campuran atau aliasi lain antara lain
"constantan" dan "nichrome", keduanya mengandung kobalt dan nikel. Aliasi ini
digunakan untuk elemen pada pemanas listrik.

5.9.2 Senyawa-senyawa Kobalt


Kobalt mempunyai tingkat oksidasi +3 (mudah membentuk senyawa kompleks)
dan +2 (sangat stabil). Kobalt(III) merupakan oksidator kuat dan mudah tereduksi
menjadi kobal(II), te- tapi dengan adanya zat-zat pembentuk kompleks seperti NH dan
CN , maka kobalt dengan tingkat oksidasi yang lebih tinggi ini menjadi lebih stabil.

5.9.2.1 Senyawa Kobalt(III)


Contoh sederhana dari senyawa kobalt(III) yang banyak dikenal adalah CoF3
dan Co2(SO4)3.18H2O. Kobalt(III) fluorida dapat diperoleh dengan cara mengalirkan
gas fluor pada kobalt yang bersuhu kurang lebih 350oC. Senyawa ini merupakan zat
padat yang berwarna coklat dan dapat bereaksi dengan air membentuk gas oksigen.
Kobal(III) sulfat dapat diperoleh dengan cara mengalirkan gas ozon pada kobalt(II)
sulfat dalam asam sulfat pekat. Kobalt(III) sulfat merupakan zat padat berwarna biru
yang dapat menghasilkan oksigen jika bereaksi dengan air.
Senyawa yang mengandung kobalt dengan tingkat oksidasi +3 dalam bentuk
kompleks lebih stabil dan senyawa-senyawa ini tidak mempunyai kemampuan untuk
mengoksidasi, misalnya senyawa: [Co(NH3)6]3+ , [Co(CN)6]3-, dan [Co(NO2)6]3-.

5.9.2.2 Senyawa Kobalt(II)


Larutan senyawa ini sangat stabil dan dengan adanya zat-zat pembentuk senya-
wa kompleks seperti NH3 dan CN-, maka senyawa kobalt(II) dengan cepat teroksidasi
menjadi senyawa kompleks kobalt(III). Dalam larutan, garam kobalt(II) berwarna pink
dan warna pink ini disebabkan oleh adanya ion [Co(H2O)6]2+.

41
Kobalt(II) oksida, CoO adalah zat padat berwarna hijau zaitun yang dapat
diperoleh dengan cara memanaskan senyawa kobalt(II) karbonat atau kobalt(II) nitrat
dan dilakukan tanpa udara. Adanya udara dapat mengakibatkan terbentuknya Co 3O4
yang merupakan campuran dari kobalt(II) dan kobalt(III).

CoCO3 (s)  CoO (s) + CO2 (g)

2 Co(NO3)2 (s)  2 CoO (s) + 4 NO2 (g) + O2 (g)

Kobalt(II) hidroksida, Co(OH)2 dapat diperoleh sebagai zat padat yang ber-
warna biru jika larutan garam kobalt(II) ditambah dengan larutan NaOH. Jika dibiar-
kan, warna biru ini akan berubah menjadi pink (merah muda).

Co2+ (aq) + 2 OH- (aq)  Co(OH)2 (s)

Kobalt(II) hidroksida dapat larut dalam larutan asam encer menghasilkan ion kobalt(II)
yang berwarna merah muda (pink). Senyawa kobalt(II) hidroksida juga dapat bereaksi
dengan larutan kalium hidroksida pekat panas, dengan demikian senyawa kobalt(II)
hidroksida dapat dipandang memperlihatkan sifat amfoter lemah.
Kobalt(II) sulfida, CoS merupakan zat padat yang berwarna hitam, dan dapat
diperoleh jika larutan garam kobalt(II) yang mengandung amonium hidroksida dan
amonium klorida dialiri gas hidrogen sulfida. Dalam larutan yang bersifat asam, hasil
kali kelarutan senyawa sulfida ini sangat tinggi, sehingga sukar untuk diendapkan.
Garam-garam yang larut yang mengandung ion kobalt(II), misalnya klorida,
nitrat, dan sulfat, dapat diperoleh dengan cara mereaksikan senyawa oksida, hidroksi-
da, atau karbonat dari kobalt(II) dengan larutan asam encer yang sesuai, kemudian
diteruskan dengan penguapan dan pengkristalan.
Larutan garam kobalt(II) mengandung ion [Co(H2O)6]2+ yang berwarna merah
muda. Bila larutan [Co(H2O)6]Cl2 dipanaskan, maka akan terjadi senyawa CoCl2 yang
berwarna biru. Perubahan warna ini juga terjadi bila pada larutan [Co(H2O)6]2+
ditambah HCl. Hal ini rupanya disebabkan oleh terbentuknya (CoCl4)2- yang warnanya
biru.

[Co(H2O)6]2+ (aq) + 4 Cl- (aq)  (CoCl4)2- (aq) + 6 H2O (l)


merah muda biru

42
Pada reaksi di atas, kesetimbangan akan bergeser ke kanan jika ada penambahan ion
Cl-, selain itu juga akan bergeser ke kanan jika temperatur dinaikkan, atau pada pe-
nambahan air maka warna biru akan berubah menjadi merah muda.

5.10 Nikel
Nikel menduduki urutan ke 24 dalam jumlah kandungannya di kerak bumi.
Bijih-bijih nikel biasanya berupa senyawa sulfida atau arsenida yang bercampur
dengan logam-logam lain seperti besi, tembaga, dan kobalt. Misalnya pada penladit,
(Ni,Cu,Fe)S dan pada gernierit, (Ni,Mg)SiO3.xH2O. Cadangan nikel yang besar
ditemukan di Kanada.
Proses pembuatannya melalui beberapa tahap yang rumit, dan hasil akhirnya
diperoleh nikel oksida, NiO. Selanjutnya nikel oksida ini direduksi menjadi nikel de-
ngan cara memanaskan campuran nikel oksida dan karbon.

NiO (s) + C (s)  Ni (s) + CO (g)

Nikel dengan kemurnian 99,99% dapat diperoleh dengan cara mereduksi


nikel(II) oksida dengan reduktor campuran gas CO dan gas hidrogen pada temperatur
sekitar 350oC. Nikel yang belum murni yang telah diperoleh, kemudian dipanaskan
sekitar 60oC dalam aliran gas CO sehingga diperoleh senyawa yang mudah menguap
dari nikel karbonil, Ni(CO)4. Nikel karbonil yang diperoleh ini kemudian dipisahkan
dari hasil samping lain dan jika dipanaskan pada temperatur sekitar 200 C akan dapat
diperoleh nikel yang murni.

350oC
NiO (s) + CO (g)  Ni (s) + CO2 (g)
tidak murni

60oC
Ni (s) + 4 CO (g)  Ni(CO)4 (s)
tidak murni

200oC
Ni(CO)4 (s)  Ni (s) + 4 CO (g)
murni

Metoda untuk memperoleh nikel yang murni ini dikenal dengan nama proses Mond.

5.10.1 Sifat-sifat Nikel

43
Sifat-sifat nikel sangat mirip dengan kobalt, mempunyai titik leleh 1452 oC dan
berat jenis 8,9 g.cm-3. Logam nikel merupakan logam yang tidak reaktif, tidak bereaksi
dengan udara dan air pada temperatur kamar, tetapi bila dipanaskan dapat bereaksi
dengan oksigen menghasilkan nikel(II) oksida, NiO. Asam-asam mineral yang encer
dapat bereaksi secara lambat membentuk ion nikel(II), Ni2+ dan dengan asam nitrat
yang pekat menyebabkan logam nikel ini menjadi pasif. Karena nikel tidak bereaksi
dengan natrium hidroksida lebur, maka krusibel dari bahan nikel tepat sekali jika
digunakan untuk melebur senyawa alkali.
Nikel banyak digunakan sebagai logam campuran/aliasi, misalnya monel me-
rupakan aliasi dari nikel dan tembaga, yang digunakan dalam konstruksi pabrik kimia;
kopronikel juga merupakan aliasi dari nikel dan tembaga, yang digunakan untuk mata
uang "perak"; dan emas putih sebagai pengganti platina merupakan campuran dari
nikel dan emas.

5.10.2 Senyawa-senyawa Nikel


Tingkat oksidasi nikel yang penting adalah +2, tetapi dikenal juga tingkat ok-
sidasi nekel yang lain, yaitu +3 seperti pada senyawa Ni 2O.2H2O dan nikel dengan
tingkat oksidasi +4 seperti pada senyawa NiO2 dan K2NiF6.

5.10.2.1 Senyawa Nikel(II)


Nikel(II) oksida, NiO merupakan zat padat berwarna hijau yang dapat diperoleh
dengan cara memanaskan nikel(II) karbonat atau nikel(II) nitrat.

NiCO3 (s)  NiO (s) + CO2 (g)


2 Ni(NO3)2 (s)  2 NiO (s) + 4 NO2 (g) + O2 (g)

Nikel(II) oksida merupakan oksida basa dan dapat larut dalam larutan asam yang encer
menghasilkan ion [Ni(H2O)6]2+ yang berwarna hijau.
Nikel(II) hidroksida, Ni(OH)2 dapat diperoleh sebagai endapan seperti agar-
agar bila larutan yang mengandung garam nikel(II) ditambah dengan larutan NaOH.

Ni2+ (aq) + 2 OH- (aq)  Ni(OH)2 (s)

Ni(OH)2 dengan cepat dapat bereaksi dengan larutan asam yang encer tetapi tidak
bereaksi dengan larutan basa kuat. Nikel(II) hidroksida dapat larut dalam larutan
amonium hidroksida membentuk larutan yang berwarna biru dari ion kompleks
[Ni(NH3)6]2+ dan [Ni(H2O)2(NH3)4]2+.
44
Ni(OH)2 (s) Ni2+ (aq) + 2 OH- (aq)
+

6 NH3 (aq)

[Ni(NH3)6]2+ (aq)

Nikel(II) sulfida, NiS dapat diperoleh sebagai endapan hitam jika larutan garam
nikel(II) yang mengandung amonium hidroksida dan amonium klorida dialiri gas H2S.
Hasil kali kelarutan NiS sangat tinggi dalam larutan asam, oleh karena itu dalam
larutan asam sukar untuk diendapkan.
Garam-garam nikel(II) yang larut, misalnya senyawa nikel(II) klorida,
NiCl2.6H2O; nikel(II) nitrat, Ni(NO3)2.6H2O; dan Nikel(II) sulfat, NiSO 4.7H2O dapat
diperoleh dengan cara mereaksikan nikel(II) oksida, nikel(II) hidroksida, atau nikel (II)
karbonat dengan larutan asam-asam yang encer yang sesuai, kemudian diikuti dengan
penguapan dan pengkristalan. Nikel(II) sulfat dapat membentuk garam rangkap jika
larutan yang dikristalkan mengandung amonium sulfat dalam jumlah yang ekivalen.
Garam rangkap ini mempunyai rumus (NH4)2SO4.NiSO4.6H2O dan digunakan sebagai
elektrolit dalam "nikel plating" (melapis logam dengan nikel).
Sebuah reaksi yang sangat khusus dari Ni 2+ yang dapat digunakan untuk
analisis kualitatif dan analisis kuantitatif, yaitu pembentukan kompleks netral dengan
dimetilglioksim (DMG). Pada reaksi ini, DMG ditambahkan dalam larutan garam
nikel(II) beramonia yang akan dihasilkan endapan berwarna merah terang dari
senyawa nikel dimetil glioksim, Ni(DMG). Selain terjadi ikatan koordinasi antara atom
N dan Ni2+, terdapat pula ikatan hydrogen dalam senyawa kompleks ini.

2 DMG (aq) + Ni2+ (aq) + 2 OH- (aq)  Ni(DMG)2 (s) + 2 H2O (l)

Struktur nikel dimetil glioksim dapat dituliskan sebagai berikut:

H3 C C C CH3
N N
O O

H Ni H

O 45 O
N N

H3C C C CH3
46

Anda mungkin juga menyukai