o
|
sikloheksanol
sikloheksena
H
H
+ H
2
O + HB
Mekanisme II :
H
OH
B
-
H
H
|
o
sikloheksanol sikloheksena
H
+ H
2
O + HB
H
dimana HB adalah katalis yang lepas kembali berupa asam fosfat.
Kedua mekanisme di atas menggambarkan bahwa ion basa lewis menyerang atom H
yang terletak pada karbon- dan pada posisi berlawanan dengan gugus yang akan menjadi
gugus pergi (-OH). Hal ini terjadi sesuai dengan prinsip reaksi eliminasi yaitu prinsip anti-
koplanar. Prinsip anti-koplanar menyatakan bahwa atom H yang diserang adalah atom H
yang terletak pada satu bidang dengan x (-OH) dan jarak yang terjauh. Tujuannya yaitu untuk
menghasilkan sikloheksena dalam posisi trans. Posisi trans lebih stabil dibandingkan dengan
posisi cis.
Dalam praktikum ini, campuran dalam labu yang dipanaskan langsung dihubungkan
dengan kolom fraksinasi dan pendingin Leibeg, yang bertujuan agar sikloheksena yang
terbentuk dapat langsung terpisah dengan campuran. Prinsip pemisahan ini adalah destilasi
bertingkat. Destilasi bertingkat dipilih karena perbedaan titik didih yang dekat antara dua
larutan yang ingin dipisahkan (air dengan titik didih 100
0
C, serta sikloheksena dengan titik
didih 83
0
C). Oleh karena itu, dalam proses destilasi yang terlebih dahulu keluar sebagai hasil
destilasi (destilat) adalah sikliheksena. Sedangkan zat-zat lainnya seperti air, sikloheksanol,
dan asam fosfat yang titik didihnya lebih besar akan menguap kemudian, namun setelah
uapnya mencapai kolom fraksinasi uap tersebut mengalami kondensasi dan turun kembali ke
campuran.
Suhu yang terukur saat destilat menetes adalah 67
0
C, yang terus konstan sampai
campuran yang terdapat dalam labu 3,5 mL. Pemanasan kemudian dihentikan, destilat
didinginkan untuk menghindari penguapan destilat yang diperoleh. Setelah proses
didinginkan, destilat kemudian ditambahkan 10 mL ksilena yang bertujuan untuk
mengekstrak sikloheksena yang ada pada campuran. Ksilena digunakan sebagai zat
pengekstrak sikloheksena karena ksilena dan sikloheksena sama-sama bersifat non polar.
Proses penarikan zat-zat sejenis ini disebut dengan kohesi. Penambahan ksilena menghasilkan
campuran yang saling tidak saling melarut, karena ada dua lisan yaitu lapisan polar dan non
polar. Lapisan non polar (sikloheksena dalam ksilena) ada di bagian atas, sedangkan lapisan
polar (air dan asam fosfat) berada pada bagian bawah. Campuran kemudian didestilasi
kembali, dengan tujuan untuk pemurnian sikloheksena yang diperoleh. Destilasi
dilangsungkan sampai volume larutan sikloheksena dalam ksilena tersisa setengahnya.
Destilat yang diperoleh kemudian dicuci dengan 10 mL air, yang bertujuan untuk
melarutkan ion fosfat yang masih terkandung dalam hasil reaksi dan memisahkan ion fosfat
dengan sikloheksena. Sikloheksena tidak melarut dengan air karena bersifat non polar
sehingga akan terbentuk dua lapisan. Lapisan bawah adalah air yang melarutkana ion fosfat,
sedangkan lapisan atas adalah sikloheksena. Kedua lapisan ini dipisahkan dengan
menggunakan corong pisah.
Untuk memastikan bahwa tidak ada air lagi dalam lapisa sikloheksena tadi, digunakan
zat yang dapat mengikat air yaitu CuSO
4
anhidrat. Penggunaan CuSO
4
sebagai penyerap air
dikarenakan CuSO
4
yang berwarna putih bila menyerap air akan berubah warna menjadi biru.
Setelah air dalam larutan habis, maka CuSO
4
tidak mengalami perubahan warna menjadi biru
lagi (tetap putih). Dengan kata lain, penggunaan CuSO
4
sebagai penyerap air dikarenakan
kemudahan dalam mengamati telah habisnya air, yang ditandai dengan tidak berubahnya
warna CuSO
4
saat dimasukkan ke dalam larutan sikloheksena. Kemudian, larutan didekantasi
untuk memisahkan CuSO
4
yang sudah mengikat air tadi dengan sikloheksena.
Untuk menguji kemurnian sikloheksena, dilakukan uji titik didh dan uji indeks bias.
Titik didih sikloheksena berdasarkan literatur (pada tekanan 1 atm) adalah 83
0
C. Namun pada
praktikum diperoleh suhu dimana mulai diperoleh destilat adalah pada 82
0
C. perbedaan titik
didih ini kemungkinan disebabkan tekanan udara yang lebih rendah dari 1 atm. Sedangkan,
indeks bias yang terukur adalah 1,450 (literature 1,445). Tingginya indeks bias sikloheksanon
yang terukur disebabkan karena suhu kamar saat praktikum lebih dari 25
0
C. Suhu
mempengaruhi indeks bias dari suati zat semakin tinggi suhu maka indeks biasnya semakin
besar pula. Hal ini disebabkan pada suhu yang besar jarak antara molekul semakin meregang.
Tekanan juga mempengaruhi indeks bias semakin rendah tekanan maka indeks bias semakin
meningkat. Selain itu juga, perbedaan indeks bias ini menunjukkan bahwa sikloheksena yang
diperoleh kemurniannya masih dibawah 100%. Sikloheksena yang diperoleh kemudian
ditimbang. Massa sikloheksena yang diperoleh adalah 4,9561 g. Berdasarkan data hasil
percobaan ini, kemudian dapat dihitung rendemen dari produk seperti berikut ini.
Perhitungan secara teoritis :
Reaksi : C
6
H
11
OH C
6
H
10
+ H
2
O
Vol sikloheksanol : 10,6 mL (: 0,94 g/mL)
Massa sikloheksanol = nol sikloheksa V.
= 10,6 mL x 0,94 h/mL
= 9,964 g
Mol sikloheksanol =
nol sikloheksa Mr
nol sikloheksa massa
=
g/mol 100
g 964 , 9
= 0,09964 mol
Jadi, secara teoritis mol sikloheksanol = mol sikloheksena, maka secara teoritis mol
sikloheksena adalah 0,09964 mol.
Massa sikloheksena secara teoritis = mol sikloheksena x Mr sikloheksena
= 0,09964 mol x 80 g/mol
= 7,9712 g
Massa sikloheksena yang diperoleh yaitu 4,9561 g
- Rendemen hasil praktikum = 100% x
teoritis secara na siklohekse massa
praktikum hasil na siklohekse massa
= 100%
g 7,9712
g 9561 , 4
= 62,18 %
ISOMERISASI GEOMETRI
Pada percobaan ini, asam maleat yang digunakan adalan asam maleat anhidrat, dimana asam
maleat anhidrat yang digunakan sebanyak 7,5222 gram. Pertama yang dilakukan adalah asam
maleat anhidrat dilarutkan dalam 10 mL air mendidih sambil diaduk, sehingga seluruh
padatan asam maleat anhidrat larut dan larutan yang dihasilkan bening. Larutan ini kemudian
didinginkan dalam penangas es dengan suhu 20
o
C dan terbentuk endapan berwarna putih
dan masih terdapat larutan tidak berwarna (bening) tadi. Reaksi pelarutan asam maleat
anhidrat dengan air mendidih sampai terbentuknya padatan asam maleat adalah sebagai
berikut.
C C
H
C
H
C
O
O O
H
2
O
100
o
C
C C
H
C
C
H
O
OH
O
OH
Asam Maleat
dalamlarutan
C C
H
C
C
H
O
OH
O
OH
padatan AsamMaleat
20
o
C
AsamMaleat
Anhidrat
Penggunaan penangas es dengan suhu 20
o
C pada saat pembentukan padatan asam
maleat dikarenakan asam maleat bersifat sangat mudah mengendap dalam air dingin (
20
o
C), sehingga suhu diatur sedemikian rupa agar tidak kurang dari 20
0
C. Mudahnya asam
maleat mengendap dalam air dingin dikarenakan asam maleat bersifat tidak stabil pada suhu
tersebut, sehingga pada suhu 0
o
C seluruh asam maleat akan mengendap. Hal ini
mengakibatkan diperlukannya pengaturan suhu sedemikian rupa agar tidak seluruh asam
maleat mengendap. Suhu yang dikondisikan pada praktikum ini adalah 20
0
C, yang bertujuan
agar tidak seluruhnya kristal asam maleat akan mengendap, karena filtratnya akan digunakan
untuk dibuat menjadi isomer geometri dari asam maleat yaitu asam fumarat.
Langkah berikutnya yaitu kristal yang terbentuk disaring menggunakan corong
Buchner. Penggunaan corong Buchner bertujuan untuk mempercepat proses penyaringan.
Penyaringan menghasilkan jumlah filtrat (bening) yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan
dengan kristal asam maleat (kristal putih) yang terbentuk. Kristal asam maleat atau endapan
yang disaring sebelumnya kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven sebelum
ditentukan titik lelehnya. Tujuan pengeringan adalah untuk menghilangkan kandungan air
yang mungkin masih tersisa pada endapan, agar saat ditentukan titik lelehnya, titik leleh dari
kristal asam maleat tidak dipengaruhi oleh kandungan air yang ada.
Setelah dikeringkan, kemudian kristal asam maleat ditentukan titik lelehnya. Titik
leleh asam maleat ditentukan dengan menggunakan melting block (balok logam). Titik leleh
asam maleat yang diperoleh yaitu 130,5
0
C, dengan rentang mulai meleleh ampai habis
meleleh adalah 0,5
0
C. Hal ini menandakan bahwa asam maleat yang ditentukan titik lelehnya
tersebut merupakan asam maleat murni tanpa adanya kantaminan dan air yang mempengaruhi
titikleleh asam maleat. Selain itu berdasarkan teori, titik leleh asam maleat adalah 130,5
0
C,
sesuai dengan hasil pengamatan.
Setelah endapan hasil penyaringan tadi diukur titik lelehnya, kemudian langkah
berikutnya yang dilakukan yaitu merefluks filtrat hasil penyaringan tadi. Refluks dilakukan
dengan cara filtrat yang masih mengandung asam maleat dimasukkan ke dalam labu alas
bulat 50 mL, kemudian ditambahkan 7,5 mL asam klorida pekat. Mekanisme reaksi yang
terjadi ketika asam maleat ditambahkan larutan HCl pekat dan dipanaskan dengan merefluks
adalah sebagai berikut.
C C
C
H H
C
O
OH O
OH
+ HCl
C C
H
C H
C O
OH
O
HO
C C
C
H H
C
HO
OH O
OH
C C
C
H H
C
HO
OH O
OH
C C
H
C H
C O
OH
O
O H H
C C
H
C H
C O
OH
O
O H H
C C
H
C H
C O
OH
O
HO
+ H
+
AsamMaleat
AsamFumarat
AsamFumarat
Campuran tersebut kemudian direfluks selama 10 menit, sehingga terbentuk endapan
berwarna putih. Endapan tersebut adalah kristal asam fumarat, dimana asam maleat
membentuk kesetimbangan dengan asam fumarat ketika asam maleat dipanaskan dengan
asam klorida.
C C
H
C
C
H
O
OH
O
OH
AsamMaleat
dalamlarutan
C C
H
H
C
C
O
OH
AsamFumarat
O
HO
H
+
ref luks
Larutan yang sudah direfluks kemudian didinginkan dalam suhu ruangan dan disaring
menggunakan corong Buchner. Hasil dari penyaringan kemudian direkristalisasi dengan
menggunakan air panas. Air panas yang digunakan adalah sebanyak 60 mL, karena endapan
yang dhasilkan adalah sebanyak 5 gram (1 gram endapan direkristalisasi dengan 12 mL air
panas). Tujuan penggunaan air panas adalah untuk memisahkan asam fumarat murni dari
pengotornya. Filtrat murni yang diperoleh kemudian dikisatkan sehingga diperoleh endapan
atau Kristal asam fumarat.
Pada saat mengkisatkan, dilakukan pemanasan namun dalam pemanasan filtrat tidak
boleh sampai mendidih, karena akan merusak bentuk kristal asam fumarat. Setelah
dipanaskan, filtrat dalam cawan penguap dikejutkan dengan cara menempelkan dasar cawan
penguap pada es batu sehingga endapan yang diperoleh lebih banyak.
Sebelum asam fumarat disaring, kertas saring yang digunakan menyaring ditimbang
terlebih dahulu agar berat kertas saring tidak ikut terukur. Berat kertas saring adalah 0,9012
gram. Endapan yang terbentuk disaring menggunakan corong Buchner serta kertas saring
yang telah ditimbang dan dikeringkan. Tujuan pengeringan adalah untuk menghilangkan
kandungan airnya agar tidak mempengaruhi berat asam fumarat yang dihasilkan dan tidak
mempengaruhi penentuan titik leleh asam fumarat.
Asam fumarat yang dihasilkan setelah pengeringan dengan oven tampak seperti
kristal putih. Kemudian kristal tersebut ditimbang dan menghasilkan berat 5,8221 gram.
Dengan demikian, berat asam fumarat yang dihasilkan adalah berat kristal dan kertas saring
dikurangi dengan berat kertas saring. Dari perhitungan diperoleh berat asam fumarat 4,9209
gram.
Titik leleh asam fumarat ditentukan dengan menggunakan melting block (balok
logam). Data hasil percobaan diperoleh titik leleh asam fumarat yaitu diatas 237
0
C.
Berdasarkan teori, titik leleh asam fumarat adalah 302
0
C. Karena keterbatasan alat
(thermometer) dan waktu maka pengukuran titik leleh asam fumarat dihentikan sampai
237
0
C.
Langkah terakhir yang dilakukan adalah menghitung berat asam fumarat untuk
mencari persentase rendemennya. Massa asam maleat anhidrat = 7,5222 gram dan Mr asam
maleat anhidrat = 98,03 gram/mol. Dengan demikian, maka mol asam maleat anhidrat adalah:
Mol asam maleat anhidrat = 07673 , 0
03 , 98
5222 , 7
= =
mol
g
g
Mr
gram
mol
Mr asam maleat hidrat adalah 116,03 gram/mol. Massa asam maleat pada larutan adalah
0,07673 mol x 116,03 gram/mol = 8,903 gram. Berdasarkan teori, kelarutan asam maleat
dalam air adalah 7,9 gram/10 mL pada suhu 20
o
C. Jadi, endapan asam maleat yang diperoleh
adalah 8,903 gram 7,9 gram = 1,003 gram. Dengan demikian, mol asam maleat hidrat
adalah:
Mol asam maleat hidrat = 0086 , 0
03 , 116
003 , 1
= =
mol
g
g
Mr
gram
mol
Mol asam maleat yang akan digunakan pada persamaan asam fumarat adalah mol asam
maleta anhidrat dikurangi mol asam maleat hidrat (0,07673 mol 0,0086 mol = 0,06813
mol). Dalam teori, mol asam maleat mol asam fumarat sehingga:
9051 , 7
03 , 116
06813 , 0 = = =
mol
g
gram
fumarat asam Mr
fumarat asam massa
mol gram
Massa asam fumarat berdasarkan teori adalah 7,9051 gram sedangkan massa asam fumarat
berdasarkan hasil percobaan adalah 4,9209 gram.
Mol asam fumarat = 0424 , 0
03 , 116
9209 , 4
= =
mol
g
g
Mr
gram
mol
% rendemen = 25 , 62 % 100
9051 , 7
9209 , 4
% 100
= = x
g
g
x
teori massa
eksperimen massa
%
Berkurangnya jumlah asam fumarat dari hasil teori dapat disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya :
a. belum semua asam klorida bereaksi dengan asam maleat membentuk asam fumarat
b. Pada saat mendinginkan kemungkinan larutan asam maleat suhunya lebih kecil dari
20
0
C sehingga lebih banyak asam
KAFEIN
Kafein adalah suatu senyawa organik yang mempunyai nama lain 1,3,7- trimetixantin.
Kristal kafein dalam air berupa jarum-jarum bercahaya sutra. Bila tidak mengandung air,
kafein meleleh pada 234
0
C sampai 239
0
C dan menyublim pada suhu yang lebih rendah
(Frieda, dkk., 2004). Secara alamiah, kafein terdapat pada biji kopi, daun teh, daun mente,
biji kola, dan coklat.
C
N
C
O
CH
3
O
CH
3
N
N
CH
3
H
Struktur Kafein
Pada praktikum ini, kafein diisolasi dari serbuk kopi Banyuatis yang diperoleh di Pasar Anyar
Singaraja. Serbuk kopi Banyuatis merupakan kopi yang termasuk ke dalam kelas kopi
Robusta karena memiliki bau yang keras dan khas.
Isolasi kafein dari serbuk kopi pertama-tama dilakukan dengan cara sebanyak 20
gram kopi halus dicampurkan dalam 350 mL aquades kemudian dipanaskan selama 45 menit.
Tujuan pemanasan adalah untuk melarutkan kafein, karena kafein mudah larut dalam air
panas serta didasarkan oleh kelarutan kafein yang semakin meningkat seiring bertambahnya
suhu air, yaitu 22mg/mL pada 25
0
C, 180 mg/mL pada 80
0
C, dan 670 mg/mL pada 100
0
C.
Pemanasan yang dilakukan pada serbuk kopi halus dilakukan dengan cara refluks. Refluks
yaitu pemanasan larutan dengan menggunakan pendinginan. Keuntungan pemanasan dengan
menggunakan refluks adalah cocok digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur
kasar dan tahan terhadap pemanasan langsung seperti serbuk kopi. Selain itu, penggunaan
metode refluks dalam isolasi kafein dari serbuk kopi karena refluks cocok untuk reaksi-reaksi
yang berlangsung pada suhu tinggi (kafein memiliki titik didih 178
0
C dan titik lelehnya 234-
239
0
C). Salah satu bagian dalam set alat refluks yaitu pendingin Liebing. Prinsip kerjanya
yaitu air masuk dari selang bawah dan keluar dari selang atas. Hal ini bertujuan untuk
memaksimalkan proses refluks, sebab tekanan air dari bawah ke atas akan lebih
menyempurnakan proses refluks dibandingkan tekanan air dari atas ke bawah (Anonim,
2010).
Langkah berikutnya yang dilakukan setelah campuran bubuk kopi dan aquades
dipanaskan dalam refluks adalah campuran tersebut disaring menggunakan corong Buchner
dalam keadaan panas. Penyaringan dilakukan dalam keadaan panas karena kafein sedikit larut
dalam air dingin, sehingga apabila penyaringan dilakukan dalam keadaan dingin, maka kafein
akan kembali mengendap yang pada akhirnya menyebabkan kafein akan tersaring oleh
corong Buchner (ada sebagai residu). Dalam penyaringan digunakan corong Buchner yang
bertujuan untuk mempercepat proses penyaringan. Proses penyaringan harus dilakukan lebih
cepat karena untuk menghindari larutan menjadi dingin karena dengan dinginnya larutan
maka kafein akan kembali mengendap. Selain itu, penyaring Buchner digunakan untuk proses
penyaringan yang tidak dapat dilakukan dengan penyaring biasa. Penyaringan biasa
dilakukan dengan memanfaatkan gaya grafitasi, sedangkan pada penyaring Buchner, filtrat
dipisahkan dari sistem campuran dengan cara disedot atau divakum.
Untuk memisahkan bahan lain yang ada di dalam serbuk kopi seperti tanin, glukosa,
lemak, protein, dan selulosa, maka berikutnya filtrat ditambahkan larutan timbal asetat (3
gram timbale asetat dalam 27 mL aquades) tetes demi tetes. Jika tanin terisolasi ke dalam air
panas, maka akan terhidrolisis menghasilkan asam klorogenat. Asam klorogenat ini akan
akan menghasilkan endapan bila direaksikan dengan timbal asetat (Frieda dkk., 2004).
O
OH
OH
CO
2
H HO
OH
HO
O
Asam Klorogenat
Campuran yang terdapat endapan tersebut kemudian didinginkan dan disaring kembali
dengan menggunakan corong Buchner. Corong Buchner digunakan untuk membantu
mempercepat proses penyaringan karena campuran telah mengental karena proses
pendinginan sebelumnya.
Filtrat yang didapat dari hasil penyaringan menggunakan corong Buchner kemudian
diekstraksi dengan menggunakan kloroform 3 x 25 mL. Ekstraksi dengan menggunakan
kloroform ini adalah salah satu aplikasi dari ekstraksi cair-cair yaitu pemisahan solut dari
cairan pembawa dengan menggunakan solven/pelarut cair. Penggunaan kloroform sebagai
bahan untuk mengekstraksi kafein adalah karena kafein merupakan senyawa organik yang
larut dalam pelarut organik seperti kloroform. Selain itu, penggunaan kloroform karena
kafein mudah larut dalam kloroform. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali bertujuan untuk
memperoleh kafein dalam jumlah maksimal, karena semakin sering ekstraksi dilakukan maka
efektifitas dari proses ekstraksi tersebut akan semakin meningkat.
Pada proses ekstraksi ini, terbentuk 2 lapisan dimana lapisan atas yang berwarna
kecoklatan adalah lapisan dengan senyawa-senyawa yang larut dalam air (massa jenis air = 1
gram/cm
3
), sedangkan lapisan bawah yang bening adalah lapisan dengan senyawa yang larut
dalam kloroform (massa jenis kloroform = 1,5 gram/cm
3
). Senyawa yang kemungkinan
berada pada lapisan atas adalah tanin dan timbale asetat yang masih tersisa, karena tanin dan
timbale asetat larut dalam air. Lapisan bawah kemungkinan adalah kafein, karena kafein
merupakan senyawa organik yang larut dalam pelarut organik seperti kloroform.
Lapisan bawah yang merupakan lapisan senyawa yang larut dalam kloroform
kemudian dikumpulkan lalu kloroformnya yang memiliki titik didih 62
0
C dipisahkan dengan
cara diuapkan dengan cawan penguap. Penguapan dengan cawan penguap ini dilakukan agar
kloroform menguap dan yang tertinggal hanyalah kafein kasarnya saja.
Langkah terakhir yang dilakukan yaitu melakukan sublimasi dari cawan penguapan
yang berisi kafein kasar tersebut agar diperoleh kafein murni dengan cara menutupi bagian
atas cawan penguap dengan kaca arloji yang telah ditimbang terlebih dahulu, kemudian
cawan penguapan yang berisi kafein kasar tersebut diletakkan di atas nyala api kecil selama
beberapa saat hingga terbentuk kristal jarum yang merupakan kafein murni. Dalam praktikum
ini proses sublimasi tidak berhasil dilakukan karena air yang ditempatkan di atas kaca arloji
menetes ke dalam cawan penguap karena pemanasan yang terlalu tinggi. Menetesnya air dari
kaca arloji mengakibatkan tidak berhasilnya proses sublimasi karena tidak ada cairan
pendingin di atas kaca arloji. Mengantisipasi kegagalan praktikum karena tidak berhasilnya
sublimasi ini, maka kaca arloji dipindahkan dan cawan penguap dibiarkan terbuka. Setelah
diuapkan selama 1,5 jam, diperoleh kristal putih berbentuk jarum di dasar cawan penguap
yang diduga merupakan Kristal kafein.
Untuk menguji kemurnian kristal yang diduga kafein ini, maka langkah berikutnya
yang dilakukan adalah uji sifat fisikanya yaitu dengan uji titik leleh. Titik leleh kristal kafein
yang dihasilkan pada praktikum ini adalah sebesar 235
0
C, maka dapat disimpulkan Kristal
yang diduga kafein tersebut adalah kafein murni karena titik leleh kafein adalah 234-239
0
C.
Dari hasil percobaan yang dilakukan, kafein yang diperoleh dalam 20 gram kopi Banyautis
adalah sebesar 0,2069 gram, sehingga perhitungan kadar kafein dalam serbuk kopi Banyuatis
adalah sebagai berikut.
% kadar =
=
= 1,034 %
Jadi, berdasarkan perhitungan di atas, kadar kafein dalam kopi Banyuatis adalah 1,034%.
Menurut Chem-is-try.org (2010), kandungan kafein dalam kopi robusta adalah 1,48%. Tidak
sesuainya kadar kafein hasil praktikum dengan kadar kafein teoritis kemungkinan disebabkan
oleh tidak dilakukannya proses rekristalisasi untuk memperoleh kristal kafein. Rendemen
kristal kafein yang terkandung dalam kopi Bnyuatis dapat dihitung sebagai berikut.
% rendemen =
=
= 69,898 %