Anda di halaman 1dari 15

TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN PANGAN

PENGELOLAAN PASCAPANEN PADI

DISUSUN OLEH

BURHANNUDIN ROBBANI 1410401014


HAFIDHA ADE LUTHFIANA 1410401020
IRMA YUNICA AMIN PUTRI 1410401024
NUNIK RISQIANA N. 1410401040
WAHID FATUROHMAN 1410401064

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara Agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian
sebagai petani. Sehingga hasil pertanian sangatlah penting bagi pendapatan harian penduduk Indonesia.
Salah satu hasil pertanian yang penting bagi penduduk Indonesia adalah padi. Padi termasuk dalam
suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae atau Glumiflorae). Tanaman semusim, berakar
serabut; batang sangat pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang
saling menopang; daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna hijau
muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambutyang pendek dan jarang;
bunga tersusun majemuk, dan tipe malai bercabang.

(http://id.scribd.com/doc/45675840/Pengolahan-Pascapanen-Padi. Pengolahan Pascapanen Padi


Dec 20, 2010 by mickey4477

Penanganan pasca panen padi merupakan kegiatan sejak padi dipanen sampai
menghasilkan produk antara (intermediate product ) yang siap dipasarkan. Dengan
demikian, kegiatan penanganan pasca panen padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu
prosespemanenan, penumpukan dan pengumpulan, perontokan, pembersihan, pengangkutan,
pengeringan, pengemasan dan penyimpanan, serta penggilingan. Dalam setiap tahapan
kegiatan pascapanen dapat dipastikan bahwa terjadi susut atau kehilangan. Besarnya nilai
susut yang terjadi berubah-ubah menurut kebiasaan pascapanen yang sering dilakukan
petani serta kebudayaan suatu daerah tertentu. Selain kedua hal tersebut, hal lainnya juga
dapat mempengaruhi besarnya susut dalam kegiatan pascapanen. Besarnya kehilangan
pascapanen terjadi kemungkinan dikarenakan sebagian besar petani masih menggunakan
cara-cara tradisional atau meskipun sudah menggunakan peralatan mekanis tetapi proses
penanganan pascapanennya masih belum baik dan benar. Secara umum, kehilangan hasil
panen padi dipengaruhi oleh : varietas tanaman, kadar air gabah saat panen, alat panen, cara
panen, cara/alat perontokan, dan sistem pemanenan padi.
(http://id.scribd.com/doc/51903911/teknologi-pasca-panen-padi-panen-perontokan-
pengeringan. teknologi pasca panen padi : panen, perontokan, pengeringan
Mar 30, 2011 by Tajul Iflah)

Teknologi pascapanen dapat mengamankan hasil panen dan mengolah hasil menjadi
komoditas bermutu,siap dikomsumsi, selain dapat pula meningkatkan daya guna hasil
maupun limbah hasil olahan. Teknologi pascapanen tepat guna mutlak diperlukan karena
berkaitan dengan jumlah dan mutu komoditas. Masalah pendayagunaan hasil dan limbah
hasil panen serta hasil olahan juga perlu mendapatkan perhatian untuk dapat menunjang
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=253355&val=6820&title=PEN
ANGANAN%20PASCAPANEN%20PADI. Magistra No. 88 Th. XXVI Juni 2014.
ISSN 0215-9511 adalah dosen Fakultas THP, UNWIDHA Klaten. PENANGANAN
PASCAPANEN PADI. Sulardjo*.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengelolaan pascapanen dengan bantuan teknologi dan teknik tepat guna
demi meningkatkan produksi padi dan menjaga kualitasnya terutama di Indonesia akan
dibahas pada makalah ini.
C. Tujuan

Untuk mengetahui pengelolaan pascapanen padi dengan bantuan teknologi dan teknik
tepat guna demi meningkatkan produksi padi dan menjaga kualitasnya terutama di
Indonesia.
D. Manfaat
Dengan pengelolaan pascapanen padi yang benar disertai bantuan teknologi dan
teknik tepat guna mampu meningkatkan produksi padi dan menjaga kualitas hasil
panennya terutama di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan rumput berumpun. Sejarah
menunjukkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 300 tahun
Sebelum Masehi. Bukti lainnya penemuan fosil butir padi dan gabah ditemukan di
Hastinapura Uttar Pradesh India sekitar 100-800 Sebelum Masehi. Selain Cina dan India,
beberapa wilayah asal padi adalah Banglasdesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam
(Purwono dan Purnawati dalam Neni Marlina, dkk dalam Urifa, 2015).
Beras yang dihasilkan dari tanaman padi merupakan makanan pokok lebih dari separuh
penduduk Asia. Di Indonesia, beras bukan hanya sekedar komoditas pangan, tetapi juga
merupakan komoditas strategis yang memiliki sensitivitas politik, ekonomi dan kerawanan
sosial yang tinggi. Demikian tergantunya penduduk Indonesia pada beras, maka sedikit saja
terjadi gangguan produksi beras, maka pasokan menjadi terganggu dan harga jual meningkat.
Petani di daerah kita pada umumnya enggan melakukan penanganan pasca penen. Hal ini
selain disebabkan karena kurangnya modal usaha yang berujung pada rasa ingin segera
memasarkan hasil pertanian juga disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentangan
penanganan pasca panen itu sendiri. Penanganan hasil pertanian yang selama ini sering
dilakukan petani hanyalah sekedar menjemur untuk menghilangkan kadar air yang terdapat
di kulit luar produk itu sendiri, seperti padi, kacang tanah, jagung,kedelai,dan lain-lain.
file:///C:/Users/User/Documents/TUGAS%20TBT%20PANGAN%20PADI/MAKALAH%20PE
NANGANAN%20PASCA%20PANEN%20PADI%20_%20Pertanian%20Indonesia.html.
PENANGANAN PASCA PANEN PADI.HENGKI HERMAWAN. 2013

Pascapanen adalah serangkaian kegiatan yang meliputi pemanenan, pengolahan, sampai


dengan hasil siap dikonsumsi. Penanganan pascapanen bertujuan untuk menekan kehilangan
hasil, meningkatkan kualitas, daya simpan, daya guna komoditas pertanian, memperluas
kesempatan kerja, dan meningkatkan nilai tambah. Berkaitan dengan hal tersebut maka
kegiatan pascapanen padi meliputi (1) pemanenan, (2) perontokan, (3) perawatan atau
pengeringan, (4) pengangkutan, (5) penggilingan, (6) penyimpanan,(7) standardisasi mutu,
(8) pengolahan, dan (9) penanganan limbah.(Hasbi,2012a: 187).
Menurut Setyono (2010) menyatakan masalah utama dalam penanganan pascapanen padi
adalah tingginya kehilangan hasil serta gabah dan beras yang dihasilkan bermutu rendah. Hal
tersebut terjadi pada tahapan pemanenan, perontokan dan pengeringan.
Setyono A. 2010. Perbaikan teknologi pascapanen dalam upaya menekan kehilangan
hasil padi. Jurnal Pengembangan inovasi pertanian.3(3):212-226

Satu permasalahan yang sering dihadapi adalah masih kurangnya kesadaran dan pemahaman
petani terhadap penanganan pasca panen yang baik sehingga mengakibatkan masih tingginya
kehilangan hasil dan rendahnya mutu gabah/beras. Tingginya tingkat kehilangan hasil padi
ini juga disebabkan oleh masih rendahnya penerapan teknologi, baik pada pemanenan,
perontokan, pengangkutan, pengeringan maupun pada penggilingan (Hasbi, 2012: 188).
Menurut Prasetiyo, 2012, Untuk mendapatkan hasil padi yang berkualitas tinggi memerlukan
waktu yang tepat, cara panen yang benar dan penanganan pasca panen yang baik karena
kualitas dan produktivitas padi yang baik adalah keinginan petani.
Pada proses perontokan, pengurangan kehilangan pasca panen dapat dilakukan jika
menggunakan alat perontok padi yang tepat. Sayangnya, alat perontok mekanis yang efisien
harganya mahal sehingga tidak ekonomis jika hanya melayani satu petani saja. Alternatif
yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan alat perontok semi mekanis yang
digerakkan oleh tenaga manusia (Hasbi, 2012a:190).
Jika musim hujan, pengeringan gabah juga menjadi masalah. Dalam mata rantai pasca
panen, proses pengeringan merupakan tahapan yang kritis karena keterlambatan proses
pengeringan akan berakibat terhadap rusaknya gabah. Kondisi riil di lapangan sering
dijumpai bahwa adanya perbedaan kadar air gabah berpengaruh sangat nyata terhadap harga
jual gabah. Sehingga jika petani tidak cepat melakukan proses pengeringan, susut kuantitas
dan kualitas akan menjadi tinggi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil
pengeringan dengan alat pengering buatan dapat menghasilkan beras dengan tingkat
kerusakan secara kuantitas dan kualitas yang lebih rendah dan waktu pengeringan menjadi
lebih singkat. Pengeringan menggunakan alat pengering mekanis meskipun mempunyai
beberapa keunggulan tetapi tidak ekonomis jika hanya melayani satu petani saja dan jika
digunakan hanya pada saat musim panen bersamaan dengan musim hujan (Hasbi, 2012b:190).
Penanganan pasca panen yang salah akan berpengaruh terhadap tingkat kehilangan hasil,
baik secara kuantitas maupun secara kualitas/mutu gabah atau beras. Oleh karena itu,
penanganan pasca panen harus ditangani secara sungguh-sungguh (Hasbi, 2012c:190)
Keberhasilan penanganan pascapanen pada suatu wilayah akan terlihat jika penerapan
penggunaan peralatan yang memadai dan didukung dengan perbaikan faktor nonteknis
seperti sosial, budaya dan ekonomi. Untuk melihat keberhasilan perbaikan penanganan panen
dan pasca panen dilakukan upaya rekayasa teknologi dan sosial dalam suatu wilayah pada
periode waktu tertentu (Hasbi, 2012:190-191)
Besarnya produksi padi yang dapat diselamatkan tergantung sejauh mana teknologi atau
alat dan mesin (alsintan) panen dan pasca panen dapat diterapkan di lapangan, sehingga dapat
mengurangi kehilangan hasil dan meningkatkan mutu hasil. Penanganan panen dan
pascapanen yang baik akan menguntungkan semua pihak, baik petani, masyarakat maupun
pemerintah. Bagi petani, penanganan panen dan pascapanen akan mendapatkan hasil panen
lebih banyak, kehilangan hasil menjadi kecil. Masyarakat sebagai konsumen akan
memperoleh bahan pangan yang pada gilirannya akan mendukung ketahanan pangan(Hasbi,
2012a: 191) jgn ini trs pstk nya
Oleh karena itu, upaya perbaikan penanganan pascapanen dan menurunkan kehilangan
hasil perlu terus disosialisasikan terutama melalui peningkatan kemampuan SDM, perbaikan
dan pengenalan teknologi panen dan pasca panen serta perlunya penyebarluasan informasi
teknologi panen dan pasca panen (Hasbi, 2012b: 191)
Penentukan pilihan teknologi yang dikembangkan perlu menggunakan kriteria ekonomi
dan teknologi. Selanjutnya dalam konteks teknologi penanganan panen dan pasca panen
perlu ditambahkan kriteria sosial, sehingga harus memperhatikan beberapa aspek, yaitu: (1)
secara teknis, pengguna teknologi harus yakin akan manfaat alat baru yang digunakan, (2)
secara finansial biaya yang dikeluarkan dalam menggunakan teknologi baru tidak lebih besar
dibandingkan teknologi lama atau bila dihitung secara keseluruhan lebih menguntungkan,
dan (3) secara sosial, adopsi teknologi baru sesuai dengan kondisi sosial dan budaya
pengguna teknologi serta tidak menimbulkan gejolak sosial (Hasbi, 2012c: 191)
Pemanenan padi merupakan kegiatan akhir dari pra panen dan awal dari pasca panen.
Usaha tani padi tidak akan menguntungkan atau tidak akan memberikan hasil yang
memuaskan apabila proses pemanenan dilakukan pada umur panen yang tidak tepat dan
dengan cara yang kurang benar. Umur panen padi yang tepat akan menghasilkan gabah dan
beras bermutu baik, sedangkan cara panen yang baik secara kuantitatif dapat menekan
kehilangan hasil. Oleh karena itu komponen teknologi pemanenan padi perlu disiapkan
(Hasbi, 2012d: 191)
Alat panen yang sering digunakan dalam pemanenan padi, adalah (1) aniani, (2) sabit
biasa dan (3) sabit bergerigi (BPS, 1996).Cara panen padi tergantung kepada alat perontok
yang digunakan.Ani-ani umumnya digunakan petani untuk memanen padi lokal yang tahan
rontok dan tanaman padi berpostur tinggi dengan cara memotong pada tangkainya. Cara
panen padi varietas unggul baru dengan sabit dapat dilakukan dengan cara potong atas,
potong tengah atau potong bawah tergantung cara perontokannya. Cara panen dengan potong
bawah, umumnya dilakukan bila perontokannya dengan caradibanting/digebot atau
menggunakan pedal thresher. Panen padi dengan cara potong atas atau potong tengah bila
dilakukan perontokannya menggunakan mesin perontok (power thresher) (Hasbi, 2012e:
191)
Perontokan padi merupakan tahapan pascapanen padi setelah pemotongan padi
(pemanenan). Tahapan kegiatan ini bertujuan untuk melepaskan gabah dari malainya.
Perontokan padi dapat dilakukan secara manual atau dengan alat dan mesin perontok.
Prinsipnya untuk melepaskan butir gabah dari malainya adalah dengan memberikan tekanan
atau pukulan terhadap malai tersebut. Proses perontokan padi memberikan kontribusi cukup
besar pada kehilangan hasil padi secara keseluruhan. Perbaikan teknologi penundaan
perontokan dapat dilakukan dengan cara: (1) menggunakan alas plastik pada saat penundaan
padi, dan (2) penundaan boleh dilakukan tetapi tidak boleh lebih dari satu malam dengan
tinggi tumpukan padi tidak lebih dari 1 m (Hasbi, 2012a: 192)
Berdasarkan alat perontok padi, cara perontokan dapat dikelompokkan menjadi beberapa
cara, antara lain (1) iles/injak-injak, (2) pukul/gedig, (3) banting/gebot, (4) pedal thresher, (5)
mesin perontok (power thresher) (BPS,1996). Perontokan padi dengan cara dibanting
dilakukan dengan cara membantingkan ataumemukulkan segenggam potongan padi ke benda
keras, misalnya kayu, bambu atau batu yang diletakkan pada alas penampung
gabah.Penggunaan mesin perontok menyebabkan gabah tidak terontok sangat rendah, yaitu
kurang dari satu persen.Penggunaan mesin perontok dalam perontokan padi, selain dapat
menekan kehilangan hasil juga dapat meningkatkan kapasitas kerja (Hasbi, 2012b: 192)
Secara biologis, gabah yang baru dipanen masih hidup sehingga masih berlangsung
proses respirasi yang menghasilkan CO2, uap air, dan panas sehingga proses biokimiawi
berjalan cepat. Jika proses tersebut tidak segera dikendalikan maka gabah menjadi rusak dan
beras bermutu rendah. Salah satu cara perawatan gabah adalah melalui proses pengeringan
dengan cara dijemur atau menggunakan mesin pengering. (Hasbi, 2012c: 192)
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air gabah sampai mencapai nilai tertentu
sehingga siap untuk diolah/digiling atau aman untuk disimpan dalam waktu yang lama.
Kehilangan hasil akibat ketidaktepatan dalam melakukan proses pengeringan dapat mencapai
2,13%. Pada saat ini cara pengeringan padi telah berkembang dari cara penjemuran menjadi
pengering buatan (Hasbi, 2012d: 192)
Untuk mengantisipasi adanya gangguan cuaca seperti ketika musim penghujan, maka
tindakan pengurangan kadar air bahan secara tradisional dapat diperbaiki dengan
memanfaatkan mesin pengering (box dryer). Pengeringan gabah dalam jumlah kecil dapat
dilakukan dengan menggunakan oven. Berbagai jenis alat pengering telah dihasilkan dan
dengan kapasitas yang beragam, salah satunya adalah alat pengering gabah berbahan bakar
sekam (BBS) (Hasbi, 2012a: 193)
Pengeringan gabah dengan mesin pengering (dryer) memiliki risiko kehilangan hasil
lebih rendah (2,30%) daripada penjemuran (2,98%). Kehilangan hasil dengan flat bed dryer
berkisar antara 0,3-0,5% (Hosokakawa dalam Hasbi, 2012b: 193), sehingga dapat
menyelamatkan hasil sekitar 1,63% jika dibandingkan rata-rata kehilangan hasil pengeringan
melalui penjemuran (2,13%).Untuk mempertahankan gabah/beras agar tetap dalam keadaan
baik dalam jangka waktu tertentu.Kesalahan dalam melakukan penyimpanan gabah/beras
dapat mengakibatkan terjadinya respirasi, tumbuhnya jamur, dan serangan serangga, binatang
mengerat dan kutu beras yang dapat menurunkan mutu gabah/beras. (Hasbi, 2012c: 193)
Sebelum dikonsumsi atau dijual, beras disimpan dalam jangka waktu
tertentu.Penyimpanan dengan teknik yang baik dapat memperpanjang daya simpan dan
mencegah kerusakan gabah/beras.Tempat penyimpanan juga sangat mempengaruhi kesukaan
serangga gudang terhadap gabah yang disimpan. Tempat penyimpanan yang tidak baik
dengan kelembaban tinggi dan temperatur yang tidak sesuai akan memacu
perkembangbiakan serangga. Walaupun kadar air gabah sudah memenuhi standar setelah
dikeringkan, akan tetapi jika tempat penyimpanan tidak sesuai justru akan meningkatkan
kembali kadar air gabah. Tempat penyimpanan ini meliputi ruang penyimpanan maupun
material yang digunakan untuk menyimpan bahan (Hasbi, 2012d: 193)
Penyimpanan gabah/beras umumnya menggunakan pengemas, yang berfungsi sebagai
wadah, melindungi beras dari kontaminasi, dan mempermudah pengangkutan.Penyimpanan
dalam pengemas yang terbuat dari polipropilen dan polietilen densitas tinggi memperpanjang
daya simpan beras dan lebih baik dibandingkan karung dan kantong plastik (Setyono et al
dalam Hasbi, 2012e: 193).
Penggilingan merupakan proses untuk mengubah gabah menjadi beras. Proses
penggilingan gabah meliputi pengupasan sekam, pemisahan gabah, penyosohan, pengemasan
dan penyimpanan.Unit penggilingan padi umumnya belum menerapkan sistem jaminan mutu,
bahkan sebagian besar belum mengetahui standar mutu beras, sehingga beras yang dihasilkan
bermutu rendah.Hal ini disebabkan oleh kesalahan penjemuran dengan ketebalan gabah
sekitar 3 cm atau terlalu tipis (Setyono et aldalam Hasbi, 2012a: 194).Kehilangan hasil
dipengaruhi oleh umur, tipe, dan tata letak mesin penggilingan (Setyono et al dalam Hasbi,
2012b: 194).
Pemanenan dan perontokan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi petani
padi, karena kedua tahapan pascapanen padi tersebut terjadi kehilangan hasil yang
tinggi.Banyaknya gabah yang tercecer dan gabah tidak terontok akibat perilaku pemanen
menyebabkan kehilangan hasil pada kedua tahapan tersebut mencapai lebih dari
15%.Perbaikan pemanenan padi dengan mesin panen Model StripperHarvester dapat
meningkatkan kapasitas kerja menjadi 7 jam/ha, dengan demikian dapat
mengatasikelangkaan tenaga kerja pada waktu panen, sehingga dapat meningkatkan Indeks
Pertanaman padi menjadi dua kali dalam setahun pada wilayah pasang surut (Hasbi, 2012c:
194).
Agar mampu menerapkan alat dan mesin pascapanen, mutu sumber daya manusia (SDM)
petani, kelompok tani dan pengolahan hasil primer perlu terus ditingkatkan.Perlunya
perbaikan dan pengenalan teknologi panen dan pasca panen berdasarkan pada prinsip-prinsip
Good Handling Practices (GHP) serta penyebarluasan informasi teknologi panen dan pasca
panen (Hasbi, 2012d: 194).
Ashar dan Muh. Iqbal (2013: 55) dalam penelitiannya tentang Penanganan Pasca Panen
Berbagai Varietas Padi dengan Rice Milling Unit (RMU)bertujuan untuk melihat dan
mengetahui proses dan hasil dari penanganan pascapanen dari berbagai varietas padi yang
menggunakan Rice Miling Unit (RMU). Penanganan pasca panen padi dengan menggunakan
Rice Milling Unit (RMU) memperhatikan kualitas gabah yang akan digiling, sehingga
menghasilkan beras bersih, putih, mengkilap, dan tetap bergizi yang telah mengalami proses
sebagai berikut :
a. Kadar air gabah kering panen (GKP) berada antara 18% 22%.
b. Penyimpanan gabah kering panen (GKP) menjadi gabah kering giling (GKK) tidak
melebihi 36 jam setelah padi dipanen.
Dalam konteks budidaya tanaman, kelembaban udara dipengaruhi dan memengaruhi laju
transpirasi tanaman. Tingginya laju transpirasi akan meningkatkan laju penyerapan air oleh
akar hingga pada batas tertentu, namun jika terlalu tinggi melampaui laju penyerapan dan
terjadi secara terus menerus akan menyebabkan tanaman mengering. Kelembaban udara,
bersama dengan temperatur paling banyak memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
hama dan penyakit tanaman yang menyebabkan hampa pada tanaman padi. Ini terlihat dari
hasil pengamatan bahwa semakin tinggi kadar air gabah kering panen (GKP) maka semakin
tinggi pula prosentase hampanya (Ashar dan Muh. Iqbal , 2013a: 57)
Persentase hampa juga dapat disebabkan oleh penyakit busuk batang yang merupakan
salah satu penyakit utama padi di Indonesia. Penyakit ini selalu ditemukan pada setiap musim
tanam dengan kategori infeksi ringan sampai sedang. Hasil penelitian Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi (2011) bahwa pada musim hujan dihasilkan lebih dari 60% tanaman padi di
jalur Pantura Jawa Barat mengalami kerebahan akibat diinfeksi cendawan H. Sigmoideum.
Kerebahan menyebabkan persentase gabah hampa meningkat. Selain itu banyaknya serangan
hama pada gabah yang memiliki kadar air yang tinggi, sehingga semakin banyak pula butir
gabah yang hampa akibat serangan hama tersebut. (Ashar dan Muh. Iqbal , 2013b: 57)
Kualitas beras pecah kulitini disebabkan karena ukuran dan bentuk gabah semua Varietas
yang digunakan sama yaitu mempunyai ukuran panjang (long) dan bentuk gabah ramping
(slender). Damardjati dan Purwani dalam Ashar dan Muh. Iqbal (2013) menyebutkan bahwa
sifat fisik biji mempunyai hubungan mutu beras terutama pada dimensi penampakan biji dan
mutu gilingnya. Disamping itu juga disebabkan oleh banyaknya sekam yang dihasilkan.
Semakin rendah sekam maka semakin banyak beras pecah kulit yang dihasilkan. Sebaliknya
jika semakin tinggi sekam yang dihasilkan maka semakin rendah persentase beras pecah
kulit.(Ashar dan Muh. Iqbal , 2013c: 57)
Untuk menciptakan beras yang baik dan berkualitas secara nasional disarankan adalah:
1. Penaganan pasca panen berbagai Varietas padi sebaiknya dipertimbangkan kondisi padi
tersebut pada saat panen.
2. Butir hijau padat tidak melebihi 5%.
3. Kadar air pada saat panen padi maksimal 22%.
4. Batas waktu penanganan padi setelah panen maksimal 36 jam untuk menjadi gabah
kering giling (GKG) (Ashar dan Muh. Iqbal, 2013: 58).
Dari hasil penelitian Dewi dan Haslina ( -:47) tentang Kajian Penanganan Pascapanen
dan Pengolahan Padi menjadi Nasi terhadap Mutu Kimiawi dapat diperoleh kesimpulan
bahwa :
1. Tahapan proses pengolahan padi menjadi nasi dapat merubah kandungan kadar air, kadar
abu, protein, lemak, karbohidrat dan serat.
2. Tahan penanganan pasca panen dan pengolahan padi sampai menjadi beras yaitu panen,
perontokan dan pengeringan, pecah kulit, penyosohan terdapat penurunan kadar air, abu,
dan serat, tetapi menaikan kandungan protein dan karbohidrat. Kandungan lemak naik
sampai pada pecah kulit dan turun pada peyosohan. Pencucian beras meningkatkan kadar
air, tetapi menurunkan kadar abu, protein, lemak, karbohidrat dan serat. Dan setelah jadi
nasi kadar air dan lemak meningkat, kadar abu, protein, karbohidrat dan serat menurun.
3. Nasi yang dikonsumsi mempunyai kadungan kimia sebagai berikut : kadar air (65,533 %),
Kadar air (0,165 %), Protein (3,199 %), lemak (1,107 %), Karbohidrat (27.681%) dan
serat (2,314 %).
Penerapan teknologi prapanen saja ternyata belum cukup untuk mendukung upaya
pencapaiansasaran kecukupan pangan, peningkatan pendapatan petani, dan pemerataan
kesempatan kerja.Upaya tersebutharus didukung oleh pengamanan produksi melalui
penerapan pascapanen. Usaha penyelamatkan hasil padiuntuk memenuhi kebutuhan pangan
nasional dapat dilakukan antara lain dengan meningkatnya kemampuanpetani untuk
memanen, merawat, mengeringkan, menyimpan, dan memberaskan, serta meningkatnya
mutuhasil panen maupun hasil olahan (Sulardjo, 2014a: 44)
Teknologi pascapanen dapat mengamankan hasil panen dan mengolah hasil menjadi
komoditas bermutu,siap dikomsumsi, selain dapat pula meningkatkan daya guna hasil
maupun limbah hasil olahan. Petani melaksanakan proses pengamanan produksi pada tahap
paling rawan, yakni panen (pengumpulan, perontokan,pembersihan, dan pengangkutan),
pengeringan (penjemuran, pembalikan dan pembersihan) dan pengolahan(penggilingan,
pengemasan, penyimpanan, pengangkutan). Upaya ini lebih banyak ditujukan untuk
menyelamatkan kehilangan hasil daripada mengurangi susut maupun meningkatkan mutu
karena terbatasnya kemampuan petani, baik dalam penguasaan teknologi, penyediaan sarana,
maupun permodalan (Sulardjo, 2014b: 44).Teknologinya yg spt apa
Umur panen yang tepat dapat ditentukan melalui beberapa cara, yaitu: (1) berdasarkan
umur varietas pada deskripsi, (2) kadar air gabah berkisar antara 21-26%, (3) pada saat malai
berumur 30-35 hari, atau (4) jika 90-95% gabah pada malai telah menguning. Jika
pemanenan padi dilakukan pada saat masak optimum maka kehilangan hasil hanya 3,35%,
sedangkan panen setelah lewat masak 1 dan 2 minggu menyebabkan kehilangan hasil
berturut-turut 5,63% dan 8,64%.
http://staff.unila.ac.id/bungdarwin/files/2013/05/ok-bersih-pascapanen-padi.pdf
Tdk prl tls mslh tp lgsg solusi knpa bolak balik, sdh smpi dsni g prlu bhs mslh lg
Penanganan panen dan pascapanen padi memiliki kontribusi cukup besar terhadap
pengamanan produksi beras nasional. Kehilangan hasil akibat penanganan panen dan
pascapanen yang tidak sempurna mencapai 20,51%. Jika produksi padi nasional mencapai
54,34 juta ton maka kerugian tersebut setara dengan Rp15 triliun. Makalah ini menyajikan
kesiapan teknologi panen dan pascapanen padi dalam upaya menekan kehilangan hasil dan
meningkatkan mutu beras serta pemahaman petani/pengguna teknologi terhadap upaya
menekan kehilangan hasil panen. Teknologi dimaksud mencakup penentuan umur panen,
cara panen, perontokan gabah, pengeringan, penggilingan, pelembutan lapisan aleuron, dan
peningkatan mutu beras. Ditinjau dari sisi petani/pengguna teknologi, tidak semua petani
mampu dan mau menerapkan teknologi pascapanen karena dipengaruhi oleh kemampuan,
budaya seperti kebiasaan petaniy ang belum mau menerima pembaharuan, serta masalah
sosial lainnya. Kelembagaan petani di Sumatera Barat sebagian masih berorientasi untuk
mendapatkan fasilitas pemerintah, belum sepenuhnya berperilaku untukmemanfaatkan usaha
tersebut sebagai penopang ekonomi (Kasma, 2012: 58)pnjlsn ini d awal tdk stlh bhs byk
balik lg ksni
Teknologi pascapanen untuk menekan kehilangan hasil, yang meliputi penentuan umur
panen, cara panen, perontokangabah, pengeringan, dan pelembutanlapisan aleuron untuk
perbaikan mutuberas, telah siap diterapkan di tingkatpetani. Oleh karena itu, petani perlu
didoronguntuk menggunakan teknologiyang tersedia. Penggilingan gabah yangumumnya
berupa penggilingan kecildengan konfigurasi mesin husker danpolisher (H-P) perlu
diperbaiki menjadikonfigurasi mesin cleaner-huskerseparator-polisher (CHSP) (Kasma,
2012a: 66)
BAB III
KESIMPULAN

Pascapanen adalah serangkaian kegiatan yang meliputi pemanenan, pengolahan, sampai


dengan hasil siap dikonsumsi. Penanganan pascapanen bertujuan untuk menekan kehilangan
hasil, meningkatkan kualitas, daya simpan, daya guna komoditas pertanian, memperluas
kesempatan kerja, dan meningkatkan nilai tambah. Berkaitan dengan hal tersebut maka
kegiatan pascapanen padi meliputi (1) pemanenan, (2) perontokan, (3) perawatan atau
pengeringan, (4) pengangkutan, (5) penggilingan, (6) penyimpanan,(7) standardisasi mutu,
(8) pengolahan, dan (9) penanganan limbah.
Masalah utama dalam penanganan pascapanen padi yang dihadapi petani adalah masih
tingginya kehilangan hasil selama penanganan pasca panen yang besarnya sekitar 21% dan
rendahnya mutu gabah dan beras yang dihasilkan.Dengan peningkatan SDM diharapkan
adanya perbaikan dalam penanganan pasca panen dan dapat menurunkan kehilangan hasil,
selain itu perbaikan dan pengenalan teknologi panen dan pasca panen serta perlunya
penyebarluasan informasi teknologi panen dan pasca panen bagi para petani di daerah dan
yang masih terlalu tradisional. Sehingga dibuatlah modifikasi alat panen seperti arit bergerigi
sangat cocok untuk diterapkan untuk mengurangi tingkat kehilangan panen tanpa mengurangi
efisiensi proses panen.
Menentukan pilihan teknologi yang dikembangkan perlu menggunakan kriteria ekonomi
dan teknologi. Dalam konteks teknologi penanganan panen dan pasca panen perlu
ditambahkan kriteria sosial, sehingga harus memperhatikan beberapa aspek, yaitu: (1) secara
teknis (2) secara finansial (3) secara sosial.

Tlskan bgmn teknologi pasca paneny bukan hal lain atau resume pembahasan
DAFTAR PUSTAKA
Untuk smua yg d ambil d internet / online tlskan kpn d akses, alamat web, nama, judul

Ashar dan Muh. Iqbal, Penanganan Pasca Panen Berbagai Varietas Padi dengan Rice Milling
Unit (RMU) ,Jurnal Galung Tropika, Januari 2013, hlm. 55-59.

Dewi Larasati dan Haslina, Kajian Penanganan Pascapanen dan Pengolahan Padi menjadi Nasi
terhadap Mutu Kimiawi, Jurnal TEKNOLOGI Pangan dan Hasil Pertanian Vol. 7 No.1
hlm. 47 - 55.

Hasbi., Perbaikan Teknologi Pascapanen Padi di Lahan Suboptimal, Jurnal Lahan Suboptimal,
1(2) Oktober 2012 hlm. 187-194.

http://aurriva.blogspot.co.id/2015/10/panen-dan-pasca-panen-tanaman-padi.html . Diakses
tanggal 25 Februari 2016 pukul 21.14.judul, thn
Kasma Iswari, Kesiapan Teknologi Panen dan Pascapanen Padi dalam Menekan Kehilangan
Hasil dan Meningkatkan Mutu BerasJurnalLitbang Pertanian, 31(2), 2012 hlm.58 dan
66.

Sulardjo, Penanganan Pascapanen Padi Magistra No. 88 Th. XXVI Juni 2014 halaman 44 dan
55.

Anda mungkin juga menyukai