Anda di halaman 1dari 27

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki sumber daya alam yang
berlimpah. Akan tetapi, negara Indonesia masih belum mampu mengolah sumber daya alam
yang dimilikinya sehingga negara Indonesia lebih cenderung melakukan impor dari negara
lain. Hal ini membuat Indonesia menjadi sangat bergantung pada negara lain. Negara
Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai negara penghasil pangan di dunia, namun
negara Indonesia masih mengimpor bahan pangan dari negara lain. Hal ini dikarenakan oleh
faktor-faktor seperti : kondisi alam yang tidak mendukung, konversi industri, dan juga
kurangnya campur tangan pemerintah dalam hal swasembada pangan. Tidak bisa dipungkiri
bahwa produk-produk impor, walaupun memberikan keuntungan dalam pemenuhan
kebutuhan masyarakat dalam negeri dan juga menciptakan hubungan kerja sama yang baik
dengan negara-negara lain, dapat mengakibatkan peningkatan pengangguran dan
menciptakan sifat konsumerisme.
Beberapa bahan pangan yang diimpor ke dalam Indonesia adalah biji gandum dan
tepung gandum/terigu. Indonesia merupakan negara importir gandum terbesar keempat di
dunia. Kebutuhan gandum domestik setiap tahun meningkat disebabkan oleh semakin
berkembangnya makanan berbasis tepung terigu. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia
semakin meningkat setiap tahunnya, yang disebabkan oleh semakin beranekaragamnya
produk makanan yang berbahan dasar tepung terigu. berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS), volume impor tepung terigu Indonesia sepanjang Januari—Juni 2019 mencapai
36.467 ton, naik dari capaian periode yang sama tahun lalu sebesar 31.905 ton.

Dampak impor gandum bagi Indonesia adalah adanya ketergantungan impor terhadap
negara lain. Ketergantungan terhadap gandum ataupun produk turunannya dianggap bisa
mengancam ketahanan pangan. Pasalnya, Indonesia hingga saat ini belum bisa memproduksi
gandum. Kondisi alam Indonesia tidak memungkinkan untuk menanam gandu. Sehingga
ketika pemerintah tidak mampu mengendalikan tingginya konsumsi gandum dalam negeri,
maka otomatis pilihan alternatif yang tersedia adalah melakukan impor. Dengan kata lain,
ketergantungan terhadap gandum bisa diartikan sebagai ketergantungan terhadap impor.
Dengan mengandalkan impor itu berarti pemenuhan kebutuhan pangan Indonesia menjadi
sangat bergantung pada keadaan/kondisi negara-negara lain.

Salah satu cara untuk mengatasi persoalan ini adalah dengan menggalakkan
komoditas pangan alternatif yang murah, bermanfaat dan mudah untuk dikembangkan di
Indonesia seperti sorgum. Sorgum merupakan tanaman serelia yang tahan terhadap
kekeringan dan genangan air, dan juga dapat tumbuh pada lahan gambut, berkapur, dan yang
bersifat fotoremediasi bekas tambang, sehingga sangat mudah untuk dibudidayakan. Sorgum
merupakan tanaman multiguna yang dapat dijadikan sebagai makanan pengganti beras, bahan
baku industri seperti gula, MSG, asam amino dan etanol maupun pakan ternak (Hoeman,
2009). Di Indonesia sorgum merupakan tanaman sereal pangan ke tiga setelah padi dan
jagung, namun penggunaannya sebagai bahan pangan menurun tajam setelah ketersediaan
beras mencukupi dengan relatif dan harga murah.(Suarni dan I.U.Firmansyah,2005:1).
Sorgum sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1925 dan kampanye pemanfaatan
sorgum juga sudah dimulai sejak tahun 1955. Sorgum banyak dibudidayakan di Pulau Jawa,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara
Timur (NTT). Karena tidak sepopuler padi dan jagung, sorgum lebih dikenal oleh sebagian
penduduk Indonesia sebagai pakan ternak. Padahal sorgum memiliki banyak keunggulan
untuk dijadikan makanan pengganti beras. Biji sorgum mengandung karbohidrat 73%, lemak
3,5%, dan protein 10%, bergantung pada varietas dan lahan pertanaman (Mudjisihono dan
3Damarjati 1987, Suarni 2004:1). Sebagai bahan pangan, kandungan gizi sorghum bersaing
dengan beras dan jagung, bahkan kandungan protein, kalsium dan vitamin B1 sorgum lebih
tinggi daripada beras dan jagung (DEPKES RI, 1992).
Pemanfaatan sorgum sebagai sumber pangan fungsionalbelum banyak tersentuh,
kebanyakan sorgum hanya digunakan sebagai pakan ternak dan terbatas pada peranannya
dalam diversifikasi pangan sebagai sumber karbohidat (Suarni 2004). Padahal sorgum
mengandungserat pangan yang dibutuhkan tubuh (dietary fiber) yangdapat memberi efek
positif terhadap kesehatan. Manfaatterhadap kesehatan terutama untuk pencegahan
penyakitjantung, obesitas, penurunan hipertensi, menjaga kadargula darah, dan pencegahan
kanker usus. Disamping itu, belum banyak produk makanan yang kreatif dan menarik dengan
menggunakan bahan sorghum, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat
Indonesia tentang pemanfaatan sorgum.Untuk itu perlu penganekaragaman pangan perlu
ditingkatkan dengan adanya sentuhan teknologi, salah satunya dengan membuat tepung
sorgum.
Tepung sorgumdiperoleh dari biji sorgum yang diolah melalui proses penepungan,
tujuan daripembuatan tepung sorgum ini antara lain untuk memudahkan proses pembuatan
produk makanan, dalam pembuatan berbagai produk kue basah,roti dan mie tepung sorgum
dapat mensubstitusi penggunaan tepung terigu 15-80% tanpa mengurangi rasa, tekstur , dan
aroma produk. Penggunaan sorgum dalam bentuk tepung ini bersifat lebih fleksibel. Dalam
usaha diversifikasi pangan, tepung sorgum dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran pada
tepung terigu yang dikenal dengan terigum (Mudjisihono dan Damardjati, 1981:14)
Produk yang akan dibuat dengan memanfaatkan tepung sorgum adalah brownies
kering sorgum. Alasan pemilihan produk brownies kering sorgum pada karya tulis ini adalah
karena kurangnya pemanfaatan tepung sorgum pada produk tersebut. Selain itu, Khusus
untuk kue brownies, tepung sorgum dapat mengganti terigu hingga 80-95% dengan tingkat
penerimaan panelis lebihbaik daripada olahan dari terigu 100%, bahkan mempunyai nilai
tambah karena tanin yang tersisa dalam tepungsorgum tetap berada dalam produk sebagai
antioksidan dan berpengaruh positif terhadap daya simpan.
Brownies merupakan kue bertekstur lembut dan padat, berwarna cokelat kehitaman
dan memiliki rasa khas cokelat (Suhardjito, 2006).Olahan makanan yang satu ini banyak
digemari oleh masyarakat, baik dari kalangan anak-anak, remaja, maupun orang tua
dikarenakan dominan rasa cokelatnya yang lezat dan teksturnya yang lembut. Brownies
kering merupakan salah satu inovasi baru yang menghadirkan cita rasa bownies yang khas
coklat dengan tekstur yang lebih ringan dan renyah. Daya simpan pada brownies kering juga
lebih tahan lama dibandingkan brownies pada umumnya. Selain itu, pengemasan yang tepat
akan memudahkan untuk mengkonsumsi produk. Brownies kering sorgum menjadi solusi
jajanan yang tepat sebagai produk diversifikasi pangan selain sehat dan aman, rasa yang
disuguhkan juga enak.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa saja kandungan sorgum dan tepung sorgum ?
b. Mengapa mengolah tepung sorgum menjadi brownies kering ?
c. bagaimana pengolahan tepung sorgum menjadi brownies kering ?
d. Bagaiamana rancangan usaha brownies kering sorgum ?

1.3. Tujuan
a. membuat inovasi produk diversifikasi pangan dari tepung sorgum
b. meningkatkan nilai jual sorgum melalui pengolahan produk
c. menciptakan inovasi tanpa menghilangkan gizi
d. mengetahui rancangan usaha brownies kering sorgum

1.4. Manfaat Penulisan


a. Memberikan informasi kepada masyarakat potensi dari sorgum sebagai substitusi tepung
terigu dalam pembuatan produk kue
b. Memberikan referensi produk olahan dari tepung sorgum
c. Memberikan referensi singkat mengenai rancangan usaha brownies kering sorgum
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketahanan Pangan


Pangan adalah kebutuhan dasar manusia paling utama, karena itu pemenuhan pangan
merupakan bagian dari hak asasi manusia (individu). Pemenuhan pangan juga sangat penting
sebagai komponen dasar untuk membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas. Pangan
merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu 1) ketersediaan dan stabilitas pangan
(food availability and stability), 2) kemudahan memperoleh pangan (food accessibility), dan
3) pemanfaatan pangan (food utilization). Ketahanan pangan merupakan sistem terintegrasi,
terdiri atas subsistem ketersediaan pangan, distribusi pangan, dan konsumsi pangan.
Terwujudnya ketahanan pangan individu merupakan sinergi dari interaksi ketiga subsistem
tersebut dari berbagai level (Baliwati 2007).
Kebutuhan masyarakat akan bahan pangan utama seperti beras terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, dan berbanding
terbalik dengan ketersediaan luas sawah yang cenderung terus menyusut setiap tahunnya
sebagai akibat alih fungsi lahan menjadi lahan untuk usaha non pertanian, bangunan rumah
dan lain sebagainya. Kondisi ini kedepannya akan memperoleh kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan pangan masyarakat terhadap beras. Untuk mengantisipasi kondisi ini, sudah
saatnya dilakukan peningkatan produktivitas tanaman penghasil karbohidrat sebagai sumber
pangan utama non beras di lahan kering. Salah satu tanaman pangan sumber karbohidrat yang
berpotensi besar menggantikan beras adalah sorgum
Sorgum secara agronomis sangat potensial dikembangkan di lahan-lahan marginal,
terutama sebagai pangan alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia. Sesuai
proyeksi Bank Dunia, pada tahun 2025 kebutuhan pangan di Indonesia akan mencapai
64,2juta ton beras sehingga diperlukan pengamanan dan diversifikasi pangan (Zubair, 2010).
Sorgum sangat cocok untuk diversifikasi pangan karena bijinya mengandung karbohidrat
yang relatif tinggi sebagai sumber bahan pangan utama dan memiliki protein, kalsium,
mineral serta vitamin yang tidak kalah bagus dibandingkan dengan beras dan jagung. Untuk
meningkatkan ketahanan pangan nasional, pengembangan budidaya sorgum sudah sebaiknya
dilakukan dari sekarang yang dimulai dari lahan marginal yang selama ini terabaikan dengan
menggunakan teknologi pangan seperti teknik nuklir untuk menghailkan sorgum yag
berkualitas (Human, 2012).

2.2 Tepung Sorgum


Tepung Sorgum putih digunakan sebagai bahan dasar subtitusi dalam pembuatan
produk Donat dan Bika Ambon. Sorgum dapat dijadikan tepung dengan cara disosoh terlebih
dahulu untuk menghilangkan kulit arinya, namun terdapat juga tepung sorgum yang
menyertakan kulit arinya untuk dijadikan tepung .Dibawah ini adalah biji sorgum yang diolah
menjadi tepung sorgum yang dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Tepung Sorgum Putih

Tepung sorgum putih lebih banyak menghasilkan zat gluten (bahan perekat) dari pada
jenis-jenis yang berbiji coklat muda maupun tua. Gluten ini memberi sifat lekat lekat pada
nasi sorghum seperti nasi ketan. Zat tepung sorgum mempunyai sifat dapat menggumpal pada
pemansan 68-78°C, karena sifat tersebut maka tepung sorgum untuk keperluan tertentu tidak
dapat dipergunakan sebagai bahan baku yang “serba guna”. Berikut ini adalah proses
pembuatan tepung sorgum :

Gambar 5. Diagram alir pembuatan tepung sorgum


Berikut ini merupakan langkah langkah dalam pembuatan tepung sorghum:
1. Pensortiran
Pensortiran dilakukan untuk memisahkan kotoran, daun daun kering dan debu dengan
biji sorgum sebelum dilakukan proses penyosohan
2. Penyosohan
Proses penyosohan dipengaruhi oleh jumlah bahan yang masuk pada saat proses.
Apabila bahan terlalu padat akan terjadi kemacetan. Sebaliknya, sedikit penyosohan
tidak berjalan dan hasilnya kurang memadai.
3. Perendaman
Perendaman beras sorgum (metode basah) menyebabkan granula pati, lemak, dan
protein mengalami perubahan struktur, sehingga biji menjadi lunak, mudah
ditepungkan, dan rendemen tepung lebih tinggi dengan tekstur lebih halus.
4. Penirisan
Penirisan dilakukan setelah proses perendaman, untuk selanjutnya dikeringkan dengan
sinar matahari atau mesin pengering, lama penjemuran hingga biji sorghum berkadar
air 12-14%
5. Penepungan
Biji sorgum yang telah kering, digiling dengan silnder silinder besi yang licin, sehingga
dihasilkan tepung yang halus sesuai dengan standar.
6. Pengayakan
Proses ini dilakukan untuk mendapatkan tekstur tepung yang lebih halus setelah
dilakukan proses penepungan

(sorgum dulu baru tepung sorgum. Apabila halaman nya sudah mencapai maksimal,
bagian penjelasan tepung sorgum ditiadakan atau dipersingkat. Alias deskripsi sorgum
dipersingkat lagi)

2.3 Sorgum
Sorgum (Sorghum bicolor(L.) Moench) di Indonesia merupakan tanaman sereal
pangan ketiga setelah padi dan jagung. Walaupun potensi sorgum di Indonesia cukup besar
dengan beragam varietas, baik lokal maupun introduksi, tetapi pengembangannya bukan hal
yang mudah. Banyak masalah dihadapi termasuk sosial, budaya, dan psikologis di mana
beras merupakan pangan bergengsi (superior food) sedang sorgum kurang bergengsi (inferior
food), sementara gandum adalah bahan pangan impor yang sangat bergengsi.
Sorgum merupakan bahan pangan pendamping beras yang mempunyai keunggulan
komparatif terhadap serealia lain seperti jagung, gandum, dan beras. Kebanyakan
produksinya digunakan sebagai bahan makanan, minuman, makanan ternak, dan kepentingan
industri. Tanaman sorgum merupakan sumber karbohidrat yang mudah dibudidayakan.
Dalam setiap100 gram sorgum, terkandung 73,0 g karbohidrat dan 332kalori, serta nutrisi
lainnya, seperti protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B1 dan air (Rukmana dan
Oesman, 2001).
Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Di
Indonesia sorgum dikenal sebagai palawija dengan sebutan cantel, jagung cantel, dan
gandrung. Sorgum merupakan bahan pangan yang juga mengandung karbohidrat seperti
beras, terigu dan jagung. Sorgum adalah salah satu bahan pangan yang potensial untuk
substitusi terigu dan beras karena masih satu famili dengan gandum dan padi, hanya berbeda
subfamili, sehingga karakteristik tepungnya relatif lebih baik dibanding tepung umbi-umbian.
Oleh karena itu sorgum merupakan pengganti karbohidrat alternatif (Ruchjaniningsih, 2008).

2.4 Komposisi Gizi Sorgum


Nutrisi dasar sorgum tidak jauh berbeda dengan serealia lainnya. Secara umum kadar
protein sorgum lebih tinggi dari jagung, beras pecah kulit, dan jawawut, tetapi lebih rendah
dibanding gandum. Kadar lemak sorgum lebih tinggi dibanding beras pecah kulit, gandum,
jawawut, dan lebih rendah dibanding jagung. Kandungan nutrisi sorgum dibanding dengan
serealia lainnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi nutrisi sorgum dan serealia lain (per 100 g)


Komoditas Abu Lemak Protein Karbohidrat Serat kasar Energi
(g) (g) (g) (g) (g) (kcal)
Sorgum 1,6 3,1 10,4 70,7 2,0 329
Beras pecah 1,3 2,7 7,9 76,0 1,0 362
kulit
Jagung 1,2 4,6 9,2 73,0 2,8 358
Gandum 1,6 2,0 11,6 71,0 2,0 342
Jawawut 2,6 1,5 7,7 72,6 3,6 336
Sumber : Direktorat Gizi. Dep. Kes. RI (1992)

Secara umum protein sorgum lebih tinggi dibanding jagung, beras, dan jawawut tetapi
masih di bawah gandum. Sorgum mengandung 3,1% lemak, sementara gandum 2%, beras
pecah kulit 2,7%, dan jagung 4,6%. Lemak sorgum terdiri atas tiga fraksi, yaitu fraksi netral
(86,2%), glikolipid (3,1%) dan fosfolipid (0,7%). Beberapa varietas dan galur sorgum
dievaluasi komposisi nutrisi dasar dan kadar taninnya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi nutrisi, tanin (%) beberapa galur/varietas sorgum


Varietas Air Abu Protein Serat Lemak Karbohidrat Tanin
kasar
Batara Tojeng Eja 9,91 3,35 9.02 3,92 3,80 73,92 10,60
Batara Tojeng Bae 9,01 3,16 9,17 4,84 3,10 75,56 6,66
Lokal Jeneponto 8,72 2,64 9,35 4,30 3,30 75,99 3,67
Isiap Dorado 9,35 2,62 7,98 2,84 2,36 77,69 1,26
ICSP 88013 8,93 2,23 7,69 2,95 3,16 77,99 0,48
ICSV 210 9,43 2,25 7,90 2,55 2,96 77,46 0,30
ICSV I 9,32 2,59 8,62 2,76 2,69 76,78 0,62
ICSH 110 9,04 2,29 8,42 3,52 2,58 77,67 1,71
SPV 462 8,15 2,48 7,38 2,73 2,79 79,20 1,26
IS-3259 11,41 2,79 8,96 3,16 2,31 74,53 1,82
Mandau 11,60 2,16 9,98 3,98 1,99 74,27 3,76
Manggarai/Selayar 12,10 2,82 8,42 3,19 3,02 79,12 1,71
UPCA-S1 11,90 2,28 9,86 4,02 2,12 73,10 3,98
Kawali* 12,14 2,42 8,07 2,59 1,45 75,66 1,08
Numbu* 12,62 2,88 8,12 2,04 1,88 74,50 0,95
Sumber : Suarni dan Singgih (2002), Suarni dan Firmansyah (2005)

Kandungan protein sorgum relatif tidak berbeda dengan jagung bergantung pada
varietas, dan lokasi pertanaman. Mutu protein suatu bahan pangan ditunjukkan oleh
komposisi asam aminonya. Tepung sorgum mengandung asam amino leusin (1,31-1,39%)
yang lebih tinggi dibanding terigu (0,88%). Kadar lisin tepung sorgum hanya 0,16%, jauh
lebih rendah dibanding terigu 0,38%. Komposisi asam amino tepung sorgum dibanding terigu
disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi asam amino penyusun protein tepung sorgum dan terigu
Asam Amino (%) Sorgum UPCA-S1 Sorgum Isiap Dorado Terigu
Alanin 0,82 0,85 0,49
Arginin 0,29 0,32 0,73
Asam aspartat 0,63 0,69 0,56
Asam glutamat 1,39 1,58 3,83
Glisin 0,29 0,26 0,56
Isoleusin 0,34 0,28 0,43
Lisin 0,16 0,18 0,38
Fenilalanin 0,27 0,27 0,61
Prolin 0,24 0,29 1,51
Serin 0,33 0,38 0,32
Treonin 0,16 0,15 0,36
Tirosin 0,19 0,22 0,39
Valin 0,53 0,49 0,55
Leusin 1,31 1,39 0,88
Sumber : Suarni 2004b

Sorgum mengandung serat pangan yang dibutuhkan tubuh (dietary fiber) yang dapat
memberi efek positif terhadap kesehatan. Manfaat terhadap kesehatan terutama untuk
pencegahan penyakit jantung, obesitas, penurunan hipertensi, menjaga kadar gula darah, dan
pencegahan kanker usus. Pada penyakit cardio vaskuler (penyakit jantung koroner/PJK), serat
pangan berfungsi dalam mengikat asam empedu sehingga menurunkan kadar kolesterol
darah. Beberapa senyawa fenolik sorgum diketahui memiliki aktivitas antioksidan, antitumor,
dan dapat menghambat perkembangan virus sehingga bermanfaat bagi penderita penyakit
kanker, jantung dan HIV (Human Immunodeficiency Virus (Dicko et al. 2006b).
Kelebihan sorgum sebagai pangan fungsional telah menjadikannya sebagai materi
penelitian yang menarik. Beberapa peneliti telah, sedang, dan akan menggalih komponen
pangan fungsional berbasis sorgum.
Pengembangan pangan fungsional berbasis polisakarida dari sorgum untuk
antikolesterol sementara ini dalam tahap penelitian. Untuk menggali potensi tepung sorgum
sebagai sumber serat pangan terlarut dan tidak terlarut serta pengaruhnya terhadap kolesterol
(Susilowati et al.2009). Sorgum mengandung mineral Fe yang tinggi dan serat pangan yang
dibutuhkan oleh tubuh yang kurang dimiliki gandum. Unsur mineral Fe sangat membantu
dalam pembentukan sel darah merah. Selain itu sorgum kaya akan mineral Ca, P, dan Mg.
Fungsi Ca adalah membentuk tulang normal, posfor memelihara pertumbuhan, dan Mg
mempertahankan denyut jantung normal dan kekuatan tulang. Komponen aktif unsur pangan
fungsional dalam biji jagung relatif tidak berbeda dibanding biji sorgum, demikian juga
manfaatnya terhadap kesehatan (Suarni dan Yasin 2011).

2.5 Sifat Fisikokimia Dan Fungsional Pati


Tepung Sorgum
Komponen pangan fungsional harus tetap berada pada olahan siap konsumsi. Oleh
sebab itu, karakteristik fisikokimia pati setiap varietas memegang peranan penting, agar lebih
sesuai dengan produk yang diinginkan. Pemanfaatan sorgum dalam berbagai produk olahan
pada umumnya dalam bentuk tepung. Suarni dan Zakir (2003) telah mengevaluasi sifat
fisikokimia tepung sorgum dengan perlakuan substitusi terhadap terigu. Perlakuan substitusi
tepung sorgum UPCA-S1 terhadap terigu yang masih dapat ditoleransi adalah 10% dengan
kadar gluten10,91%, nilai pengendapan 25,8 ml, aktivitas diastatik 394 mg maltosa/10 g
tepung, dan kadar amilosa 25,85%.

Tabel 4. Kelemahan sebagai anti nutrisi dan kelebihan sorgum sebagai bahan pangan
fungsional
Kelemahan (anti nutrisi) Keunggulan (pangan fungsional)
 Tanin  Tanin (konsentrasi rendah)
Anti nutrisi Antioksidan
Komponen fenolik dapat Lebih tinggi daripada vitamin C
berinteraksi dengan protein, dan A
terbentuk kompleks yang tidak  Antosianin
larut dan dapat menurunkan daya Antioksidan lebih stabil dibanding
cerna yang ada pada buah, sayuran
Menghambat aktivitas enzim  Asam pitat (konsentrasi rendah)
pencernaan Pencegahan penyakit degeneratif
Rasa sepat, warna kusam pada seperti kanker
produk akhir olahan  Selulosa, β-glukan, hemiselulosa
 Asam fitat Serat pangan yang dibutuhkan
Antinutrisi tubuh
Dapat mengikat mineral dalam β-glukan merupakan komponen
bentuk ion sehingga karbohidrat
pengabsorbsian mineral rendah non-starch polisakarida (NSP)
 Senyawa sianogenik glikosida
Hidrolisis terbentuk HCN
Dapat larut selama
perendaman/perkecambahan
(Karainova et al. 1990, Waniska 2000, Awika dan Ronney 2004, Manach et al 2005, Dicko et
al 2005)
Beberapa sorgum varietas lokal mengandung amilosa rendah dengan kisaran 3-9%.
Pada umumnya sorgum dapat dimanfaatkan sebagai pengganti beras pulut dalam berbagai
produk makanan tradisional. Keunggulan sorgum diharapkan menggeser citranya yang
sebelumnya merupakan makanan kurang bergengsi (inferior food) menjadi makanan
bergengsi (superior food),dari sudut pandang pangan fungsional. Hal tersebut dapat terjadi
apabila masyarakat telah menyadari pentingnya pangan fungsional bagi kesehatan menjadi
hal penting dalam memilih bahan pangan.
Sorgum sangat penting untuk dikembangkan karena memiliki sifat-sifat sebagai
berikut:
1. Toleransi terhadap kekurangan air karna adanya lapisan lilin pada batang dan daun
sorgum yang dapat mengurangi kehilangan air melalui penguapan(transpirasi tanaman)
sehingga dapat diusahakan di lingkungan semi-arid (kering).
2. Mempunyai daerah adaptasi yang luas dan dapat menghasilkan pada tanah-tanah
marginal.
3. Keragaman genetiknya besar sehingga memiliki agam varietas yang sangat berbeda
mutu, rasa, warna dan kegunaannya.
4. Budidaya tanaman sorghum relatif lebih mudah dan murah, tetapi daya hasilnya tinggi
antar 3-5 ton per hektar.
5. Sorghum dapat di ratoon (tanaman tumbuh kembali setelah tanaman dipangkas saat
panen) dengan kemampuan tanaman untuk dapat diratoon berbeda antar varietas.
6. Kandungan nutrisi biji sorghum cukup tinggi dibandingkan dengan jagung dan padi
sehingga dapat digunakan untuk perbaikan gizi masyarakat
7. Merupakan komoditas ekspor dunia (Sennang, 2012).

2.6 Brownies
Ada dua macam brownies, brownies kukus dan brownies panggang. Struktur
brownies sama seperti cake. Ketika dipotong terlihat keseragaman pori remah, berwarna
menarik. Jika dimakan terasa lembut, lembab, dan menghasilkan flavor yang baik. Telur,
lemak, gula, dan terigu merupakan komponen pembentuk struktur utama brownies. Untuk
memperbaiki tekstur, biasanya ditambahkan bahan pengemulsi (emulsifier) dan bahan
pengembang (Sulistiyo, 2006). Proses pembuatannya cukup mudah. Telur dan gula dikocok,
kemudian ditambahkan tepung terigu, cokelat bubuk, baking powder, dan garam yang sudah
diayak. Masukkan margarin dan dark cooking chocolate yang sudah dicairkan, diaduk dengan
sendok pengaduk sampai tercampur rata. Adonan dimasukkan ke dalam loyang yang telah
diolesi margarin dan dikukus atau dipanggang selama 30 menit. Brownies kukus dan
panggang, secara umum tidak terlalu berbeda. Perbedaannya, yang kukus mempunyai kadar
air lebih tinggi daripada panggang, sehingga mempunyai umur simpan yang jauh lebih
rendah. Dari segi rasa, brownies panggang lebih gurih. Namun, dari segi kesehatan yang
dikukus lebih aman karena tidak terbentuk radikal bebas, sedangkan yang panggang ada
sedikit peluang untuk terbentuk radikal bebas. Meskipun demikian, kekhawatiran berlebih
terhadap konsumsi brownies panggang, tidaklah perlu. Secara alami, manusia juga selalu
memproduksi radikal bebas di dalam tubuhnya. Selama jumlah radikal bebas di dalam tubuh
masih dalam batasan yang terkendali, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Bahan Baku pembuatan Brownies antara lain :
1. Gula
Secara umum gula pasir ditambahkan pada produk untuk memberikan rasa manis. Fungsi
gula dalam pembuatan brownies, selain untuk memberikan rasa manis, juga berpengaruh
terhadap pembentukan strukturnya, memperbaiki tekstur dan keempukan,
memperpanjang kesegaran dengan cara mengikat air, serta merangsang pembentukan
warna yang baik. Selain itu,gula yang ditambahkan dapat berfungsi sebagai pengawet.
Gula dapat mengurangi kadar air bahan pangan, sehingga dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme.
2. Lemak
Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan brownies. Lemak
yang biasanya digunakan adalah mentega atau margarin. Dalam pembuatan brownies,
umumnya digunakan margarin karena harganya yang lebih murah dibandingkan butter.
Penambahan lemak untuk memberikan rasa gurih, melembutkan, membuat produk tidak
cepat menjadi keras dan lebih empuk. Selain itu, menambah nilai gizi dan rasa lezat
brownies.
3. Telur
Telur dalam pembuatan brownies berfungsi untuk membentuk suatu kerangka yang
bertugas sebagai pembentuk struktur. Telur juga berfungsi sebagai pelembut dan
pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi, yaitu kemampuan menangkap udara pada
saat adonan dikocok, sehingga udara menyebar rata pada adonan.
4. Dark cooking chocolate (cokelat blok)
Dark cooking chocolate (cokelat blok) adalah cokelat batangan yang khusus digunakan
untuk membentuk produk-produk bakery. Bahan ini dapat meleleh pada suhu 400 C,
serta berfungsi untuk memberikan rasa dan warna. Ditambahkan juga cokelat bubuk
yang berfungsi untuk memperkuat rasa, aroma, dan warna.
5. Bahan pengembang (leavening agent)
Bahan pengembang merupakan senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di
dalam adonan. Bahan pengembang dapat mengembangkan produk karena dapat
menghasilkan gas C02. Bahan pengembang yang digunakan pada pembuatan brownies
adalah baking powder. Selain itu, dalam pembuatan brownies juga digunakan gliserin
monostearat (GMS). GMS adalah salah satu bahan emulsifier yang fungsinya untuk
mendorong pembentukan dan mempertahankan emulsi agar tetap stabil. Garam juga
ditambahkan dalam pembuatan brownies untuk asam lemak tidak jenuh yang cukup
tinggi. Kadar asam lemak tidak jenuh tunggal per 100 g brownies 5,12 g, sedangkan
asam lemak tak jenuh ganda mencapai 6,37g. Asam lemak tidak jenuh dapat menurunkan
kadar kolesterol darah. Meskipun jumlah proteinnya sangat sedikit, brownies
mengandung asam-asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh.
Brownies juga mengandung vitamin yang cukup lengkap seperti vitamin C, thiamin,
riboflavin, niasin, asam pantotenat, vitamin B6, dan vitamin B12. Kandungan mineralnya
juga cukup lengkap seperti kalsium, besi, magnesium, natrium, kalium, seng, tembaga,
mangan, dan selenium.

(cara membuat brownies. Jurnal yang aku kirim ke grup wa )


III . Metode penulisan

3.1 Waktu danTempat

Penyusunan karya tulis dimulai dari mencari tema, menentukan judul,


mengumpulkan, menyusun dan menganalisis data dilaksanakan selama 3 minggu.
Penyusunan karya tulis dilakukan di kampus dan rumah.

3.2 Prosedur Penelitian

a. Jenis Penelitian
- Penelitian kualitatif, yaitu lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpanan deduktif dan
induktif serta pada analisis terhadap dinamika antar fenomena yang diamati, dengan
mengutamakan logika ilmiah (Koentjaraningrat, 1997:128) (cari sumber terbaru)
- Penelitian deskriptif, yaitu dimana peneliti berusaha memberikan gambaran tentang Brownis
berbahan baku Sorghum sebagai alternatif pengganti tepung terigu.
b. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah seluruh individu yang menjadi subjek penelitian (I.B.Netra, 1979).
Pendapat lain menyatakan bahwa populasi adalah kelompok individu tertentu yang memiliki
satu atau lebih karakteristk yang menjadi pusat perhatian peneliti (Sanapiah Faisal, 1982)
c. Sumber dan Jenis Data
Data-data bersumber dari berbagai referensi atau literatur yang relevan dengan topic
permasalahan yang dibahas. Jenis data yang diperoleh adalah data sekunder. Data sekunder
merupakan data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain atau biasanya telah dikumpulkan
oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Indah
Pratiwi, 2012). Data sekunder dalam penelitian ini adalah data kandugan sorgum dan buah
naga.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini adalah
metode pencatatan dokumen. Metode pencatatan dokumen adalah salah satu cara
memperoleh data yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan segala macam dokumen serta
mengadakan pencatatan yang sistematis (I.B. Netra,1979). Selain metode itu pencatatan
dokumen juga berarti sumber informasinya berupa bahan-bahan tertulis atau tercatat
(Sanapiah Faisal, 1982).
Dalam penelitian ini metode pencatatan dokumen digunakan untuk mengumpulkan data
sekunder seperti diatas.

3.4 MetodeAnalisis Data

Setelah data yang diperlukan terkumpul dilakukan pengolahan data dengan menyusun
secara sistematis dan logis lalu menganalisis data. Teknik analisis data yang dipilih adalah
analisis deskriptif argumentative, dengan tulisan yang bersifat deskriptif untuk menjelaskan
tentang mie sorgum dan pengaruhnya terhadap organ tubuh manusia. Setelah proses analisis,
dilakukan proses sistematis dengan menarik dan menghubungkan rumusan masalah, tujuan
penulisan serta pembahasan yang dilakukan. Berikutnya ditarik suatu simpulan yang bersifat
umum. Berdasarkan simpulan tersebut, direkomendasikan beberapa hal sebagai upaya
transfer gagasan.

IV. PEMBAHASAN

4.1 Impor Gandum dan Dampaknya


Gandum merupakan komoditas pangan yang terbanyak diproduksi di dunia dibanding
jagung dan padi, bahkan jumlah produksinya dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Dengan tingkat pertumbuhan produksi rata-rata 2-3% pertahun, gandum menjadi tanaman
utama di dunia. Permintaan akan gandum tidak terlepas dari banyaknya derivasi produk
yang bisa dihasilkan dari gandum. Dari segi modernitas pangan, gandum lebih unggul dari
tanaman serealia lain seperti jagung dan padi. Jika diolah menjadi tepung, turunan gandum
ini dapat digunakan untuk membuat berbagai macam makanan seperti mie, bakso, roti dan
sebagainya dalam jumlah yang sangat besar. Oleh karena itu, hampir seluruh kebutuhan
gandum Indonesia dipasok dari impor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume impor tepung terigu Indonesia
sepanjang Januari—Juni 2019 mencapai 36.467 ton, naik dari capaian periode yang sama
tahun lalu sebesar 31.905 ton. Secara nilai, impor komoditas tersebut juga terekam naik,
dari US$9,95 juta pada semester I/2018 menjadi US$12,43 juta pada semester II/2019. Pada
saat ini, empat buah pabrik tepung terigu menguasai hampir 90% pangsa pasar terigu di
Indonesia, dan yang terbesar adalah Bogasari yang menguasai sekitar 65%. Industri
penggilingan gandum dan pasar tepung terigu di Indonesia lebih mencirikan pasar oligopoli
daripada pasar persaingan (Sawit, 2003).
Indonesia merupakan importir gandum terbesar kedua di dunia sehingga
dikhawatirkan dapat membawa dampak buruk terhadap masalah pangan nasional. Dampak
impor gandum bagi Indonesia adalah adanya ketergantungan impor terhadap negara lain.
Ketergantungan terhadap gandum ataupun produk turunannya dianggap bisa mengancam
ketahanan pangan. Pasalnya, Indonesia hingga saat ini belum bisa memproduksi gandum.
Kondisi alam Indonesia tidak memungkinkan untuk menanam gandu. Sehingga ketika
pemerintah tidak mampu mengendalikan tingginya konsumsi gandum dalam negeri, maka
otomatis pilihan alternatif yang tersedia adalah melakukan impor. Dengan kata lain,
ketergantungan terhadap gandum bisa diartikan sebagai ketergantungan terhadap impor.
Dengan mengandalkan impor itu berarti pemenuhan kebutuhan pangan Indonesia menjadi
sangat bergantung pada keadaan/kondisi negara-negara lain.

4.2 Sorgum Sebagai Alternatif Pengganti Gandum


Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang untuk
mengaksesnya. Sebuah rumah tangga dikatakan memiliki ketahanan pangan jika penghuninya
tidak berada dalam kondisi kelaparan atau dihantui ancaman kelaparan. Ketahanan pangan
merupakan ukuran kelentingan terhadap gangguan pada masa depan atau ketiadaan
suplai pangan penting akibat berbagai faktor seperti kekeringan, gangguan perkapalan,
kelangkaan bahan bakar, ketidak stabilan ekonomi, peperangan, dan sebagainya. Ketahanan
pangan dalam tingkat nasional dapat dipahami sebagai kemampuan suatu bangsa/negara
untuk dapat mencukupi kebutuhan pangan masyarakatnya secara aman, mutu yang baik, dan
memaksimalkan keragaman sumber daya yang ada negara tersebut untuk menjadi bahan
pangan yang baik bagi warganya.
Ketahanan pangan nasinal sangat riskan jika hanya mengandalkan impor tepung
terigu. Untuk mengurangi ketergantungan impor tepung terigu dan untuk menggalakan
diversifikasi pangan lokal. Salah satu bahan pangan lokal yang dapat digunakan sebagai
substitusi tepung terigu adalah sorghum.

Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan lahan kering yang potensial
dikembangkan di Indonesia. Sorgum dapat digunakan sebagai pangan dan pakan serta mampu
beradaptasi pada lahan marginal dan membutuhkan air relatif lebih sedikit karena lebih
toleran terhadap kekeringan dibanding tanaman pangan lain (Deptan 1990). Di Indonesia
sorghum merupakan tanaman sereal pangan ke tiga setelah padi dan jagung, namun
penggunaannya sebagai bahan pangan menurun tajam setelah ketersediaan beras mencukupi
dengan relatif dan harga murah.(Suarni dan I.U.Firmansyah,2005:1). Kelebihan yang paling
mendasar dari sorghum adalah budi dayanya yang mudah, murah, efisien, dan dapat
dikembangkan di lahan kering dan sawah, dengan potensi hasil yang tinggi berkisar antara 3-5
ton per hektar (Suarni dan Firmansyah,2005:1).

Pemanfaatan sorghum untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia masih sangat


jarang penggunaanya, kebanyakan sorghum hanya digunakan sebagai pakan ternak.
Disamping itu, belum banyak produk makanan yang kreatif dan menarik dengan
menggunakan bahan sorghum, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat
Indonesia tentang pemanfaatan sorghum.
Menurut Suarni (2009), sorgum memiliki kandungan protein yang hampir mirip
dengan terigu. Oleh karena itu, sorgum memiliki peluang yang cukup besar untuk
menggantikan posisi terigu pada pengolahan bahan pangan pokok. Hasil organoleptik panelis
perbandingan antara tepung sorghum dengan tepung terigu yang dapat diterima adalah
perbandingan 80:20 (Suarni, 2004). Menurut Irawan dan Nana (2011), sorgum merupakan
bahan pangan lokal dan pengembangannya memiliki potensi untuk mendukung program
pemerintah dalam upaya penyediaan pangan dan diversifikasi pangan serta dapat mengurangi
ketergantungan gandum sebagai bahan baku pembuatan tepung terigu yang selama ini
dipenuhi melalui impor.

4.3. Sorgum sebagai pangan fungsional


Sorgum merupakan jenis pangan serealia nomor lima dunia setelah beras, gandum,
jagung dan jelai. Sorgum ini banyak digunakan sebagai makanan pokok di Asia Selatan dan
Afrika, dan kini sedang dikembangkan di Amerika Selatan sebagai bahan alternatif pengganti
jagung. Prospeknya mendukung ketahanan pangan global, karena dapat tumbuh baik di lahan
kering dan kurang subur.
Kelebihan sorgum sebagai bahan pangan, pakan, dan industri adalah kaya akan
komponen pangan fungsional. Sorgum mengandung senyawa-senyawa bioaktif turunan fenol
dan polifenol, di antaranya dari kelompok flavonoid seperti pigmen antosianin (antosianidin,
aglikon, glukosida). Juga karotenoid, unsur mineral terutama Fe, serat makanan,
oligosakarida (prebiotik), dan β-glukan yang termasuk komponen karbohidrat non-starch
polysaccharides (NSP). Keunikan sorgum adalah adanya tanin dan asam fitat yang
mengangkat kontroversi negatif dan positif terhadap kesehatan. Sifat antioksidan tanin lebih
tinggi daripada vitamin E dan C, demikian juga antioksidan antosianin sorgum lebih stabil.
Unsur pangan fungsional yang mengandung komponen bioaktif memberikan efek fisiologis
multifungsi bagi tubuh, termasuk memperkuat daya tahan tubuh, mengatur ritme kondisi
fisik, memperlambat penuaan, dan membantu pencegahan penyakit degeneratif. Hal ini
menjadi daya tarik tersendiri.
Sejauh ini pemanfaatan sorgum di Indonesia sebagai sumber pangan fungsional belum
banyak tersentuh. selama ini masih terbatas pada peranannya dalam diversifikasi pangan
sebagai sumber karbohidrat (Suarni 2004c). Padahal sorgum mengandung serat pangan yang
dibutuhkan tubuh (dietary fiber) yang dapat memberi efek positif terhadap kesehatan.
Manfaat terhadap kesehatan terutama untuk pencegahan penyakit jantung, obesitas,
penurunan hipertensi, menjaga kadar gula darah, dan pencegahan kanker usus. Pada penyakit
cardio vaskuler (penyakit jantung koroner/PJK), serat pangan berfungsi dalam mengikat asam
empedu sehingga menurunkan kadar kolesterol darah. Beberapa senyawa fenolik sorgum
diketahui memiliki aktivitas antioksidan, antitumor, dan dapat menghambat perkembangan
virus sehingga bermanfaat bagi penderita penyakit kanker, jantung dan HIV (Human
Immunodeficiency Virus (Dicko et al. 2006b).Didukung hasil penelitian Schober et al.(2007),
Siller (2006) menginformasikan bahwa sorgum potensial dikembangkan sebagai pangan
fungsional karena beberapa komponen kimia penyusunnya. Sorgum memiliki kandungan
gluten dan indeks glikemik (IG) yang lebih rendah sehingga sangat sesuai untuk diet gizi
khusus. Sorgum juga kaya akan mineral seperti mengandung mineral Fe (besi) yang
membantu pembentukan sel darah merah, Ca (kalsium) yang berfungsi dalam pembentukan
tulang normal, P (posfor) untuk pemeliharaan pertumbuhan dan Mg (magnesium) untuk
mempertahankan denyut jantung normal dan kekuatan tulang.
Pemanfaatan sorgum dalam diversifikasi berbagai produk olahan memerlukan
teknologi pengolahan yang tepat sehingga komponen pangan fungsional tersebut tetap berada
dalam pangan siap konsumsi.Keunggulan tersebut diharapkan dapat meningkatkan citra
pangan sorgum yang sebelumnya dinilai sebagai bahan pangan kurang bergengsi.
Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan keutamaan perawatan kesehatan
menjadi hal penting dalam memilih makanan bukan sekedar enak dan bergizi. Produk olahan
berbasis sorgum selain mengandung komponen pangan fungsional juga sesuai bagi penderita
alergi gluten. Tersedianya varietas unggul dan lokal, teknologi pengolahan, dan pengetahuan
mengenai manfaat pangan fungsional berperan penting dalam pengembangan sorgum sebagai
pangan sehat masa depan.
Kelebihan sorgum sebagai pangan fungsional telah menjadikannya sebagai materi
penelitian yang menarik. Beberapa peneliti telah, sedang, dan akan menggali komponen
pangan fungsional berbasis sorgum. Pengembangan pangan fungsional berbasis polisakarida
Zakaria et al. (2009) meneliti mengenai produk berbasis tepung sorgum dan jawawut
untuk antikanker dengan hasil uji perilaku konsumen yang berkorelasi dengan nilai gizi yang
terkandung dalam komposisi produk. Ekstrak glukan tertinggi terdapat pada sorgum
nonsosoh (12%) dan sosohan 20 detik (5%), sedangkan untuk jewawut pada sosohan 100
detik (3,8%). Ekstrak serat glukan tertinggi nyata terhadap indeks stimulasi proliferasi sel
limfosit dan berbeda nyata dengan kontrol.Indek stimulan untuk sorgum adalah 1,714.Hal ini
menandakan bahwa ekstrak glukan dari sorgum dan jewawut mempunyai aktivitas
imunomodulator dan dapat mencegah kanker.
Sorgum mengandung mineral Fe yang tinggi dan serat pangan yang dibutuhkan oleh
tubuh yang kurang dimiliki gandum.Unsur mineral Fe sangat membantu dalam pembentukan
sel darah merah. Selain itu sorgum kaya akan mineral Ca, P, dan Mg. Fungsi Ca adalah
membentuk tulang normal, posfor memelihara pertumbuhan, dan Mg mempertahankan
denyut jantung normal dan kekuatan tulang. Komponen aktif unsur pangan fungsional dalam
biji jagung relatif tidak berbeda dibanding biji sorgum, demikian juga manfaatnya terhadap
kesehatan (Suarni dan Yasin 2011).
Berbagai produk olahan tradisional (nasi sorgum, lemper, wajik, rangginang, apem,
nagasari), dan olahan modern (beras sorgum instan, bubur sorgum instan, flakes) potensial
sebagai substitusi berbagai produkolahan dari terigu (Mudjisihono dan Damardjati 1987,
Suarni dan Zakir 2000, Suarni 2004a).Penelitian menunjukkan nasi sorgum instan produk
dapat diterima oleh panelis. Beberapa unsur pangan fungsional yang dapat dieksplorasi dalam
olahan tersebut antara lain serat pangan, antioksidan, dan daya cerna (Widowati et al. 2011).
Kemampuan tepung sorgum mensubstitusi terigu bergantung pada produk yang
diinginkan. Pada produk cookies, tingkat subsititusi tepung sorgum berkisar antara70-80%,
cake 40-45%, mie 20-25%, dan roti 15-20% (Suarni dan Patong 2002, Suarni 2004c). Khusus
untuk kue brownies, tepung sorgum dapat mengganti terigu hingga 80-95% dengan tingkat
penerimaan panelis lebih baik daripada olahan dari terigu 100%, bahkan mempunyai nilai
tambah karena tanin yang tersisa dalam tepung sorgum tetap berada dalam produk sebagai
antioksidan dan berpengaruh positif terhadap daya simpan.
Tepung sorgum tidak mengandung gluten yang baik seperti pada terigu, sehingga
tidak mampu menggantikan posisi terigu pada olahan yang memerlukan pengembangan yang
maksimal seperti roti dan sejenisnya. Produk olahan berbasis tepung sorgum sangat sesuai
bagi konsumen yang alergi gluten. Bagi penderita autisme, gluten dan kasein dianggap
sebagai racun karena tubuh tidak menghasilkan enzim untuk mencerna gluten. Akibatnya,
protein yang tidak tercerna akan diubah menjadi komponen kimia yang disebut opiod. Opiod
bersifat seperti opium dan heroin yang bekerja sebagai racun yang dapat mengganggu fungsi
otak dan sistem imunitas, sehingga menimbulkan gangguan perilaku.Anak penderita autis
membutuhkan suplemen tambahan vitamin D dan mineral kalsium (Hediger et al. 2008).

4.4. Zat gizi sorgum dan keunggulan sorgum dibanding serealia lain
Komposisi zat gizi sorgum secara umumtidak jauh berbeda dengan serealia lain,
sepertijagung, beras, dan gandum. Namun, komoditasini mengandung zat anti gizi, yaitu
tanin yangmenyebabkan rasa sepet (terutama padasorgum yang mempunyai kulit biji
berwarnatua) sehingga kurang disukai. Pengolahan dengan cara menghilangkan kulit biji
sorgum (Suarni, 2004), kombinasi penyosohan danperendaman dalam sodium
bikarbonat(Widowati, dkk.,2010) dapat menurunkankadar tanin dan meningkatkan mutu
gizinya.
Indonesia memiliki ketergantungan terhadap tepung terigu yang semakin lama
semakin meningkat. Indonesia dapat mengurangi ketergantungan tersebut dengan mengolah
sorgum yang sebenarnya dapat tumbuh di Indonesia. Kandungan gizi yang dikandung tepung
sorgum pun tidak kalah dengan tepung lain yang juga banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia seperti tepung beras, jagung, dan terigu. Tepung sorgum memiliki keunggulan pada
kadar serat kasar, lemak, abu, dan pati yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu

Pati merupakan kandungan karbohidrat utama yang terdapat dalam sorgum. Daya cerna pati
merupakan kemampuan pati dihidrolisis oleh enzim pankreatik. Pengolahan biji sorgum
melalui pengukusan, pengolahan bertekanan, flaking, puffing, atau pengecilan ukuran pati
akan meningkatkan daya cerna pati sorgum. Kandungan karbohidrat sorgum lebih rendah
dibandingkan dengan bahan pangan lain seperti beras dan gandum yang dapat dilihat pada
Tabel 2 (Suarni dan Firmansyah, 2013). Kandungan protein sorgum sebesar 10,11 gram.
Besarnya kandungan protein dapat dilihat dari komposisi asam aminonya. Fraksi protein yang
utama dalam sorgum adalah prolamin (kafirin) sebesar 32,6-58,8%. Kandungan lemak
sorgum sebesar 3,65 gram lebih besar dari gandum dan beras dan lebih rendah dari jagung
(Saldivar dan Rooney, 1995; Suarni dan Firmansyah, 2013).
Sorgum memiliki kandungan kalori lebih rendah dari beras dan jagung, namun lebih tinggi
daripada kedelai dan singkong (Tabel ).

Menurut Beti et al. (1990), Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura (1996) dan
Direktorat Jenderal Perkebunan (1996), sorgum merupakan komoditas sumber karbohidrat
yang cukup potensial karena kandungan karbohidratnya cukup tinggi, yaitu sekitar 73 g/100 g
bahan dan dapat diolah menjadi tepung.
Sorgum memiliki kandungan pangan fungsional seperti tanin, antosianin, dan serat
pangan. Tanin merupakan senyawa golongan polifenol yang memiliki berat molekul cukup
tinggi sehingga dapat membentuk kompleks dengan protein, dan mempunyai sifat
antiooksidan. Tanin juga merupakan salah satu senyawa yang menonjol dibandingkan dengan
jagung. Kandungan tanin yang terdapat pada sorgum memiliki dampak yang negatif sebagai
bahan pangan maupun pakan. Hal ini dikarenakan tanin merupakan zat antinutrisi yang dapat
merugikan pencernaan manusia (Elefatio et al.2005). Tanin juga menyebabkan adanya rasa
sepat, warna kusam pada produk akhir olahan (Harbone, 1996). Antosianin pada sorgum
memiliki sifat yang lebih stabil pada pH tinggi dibandingkan pada buah dan sayur yang
berpotensi untuk zat pewarna alami makanan. Antosianin tergolong dalam dalam flavonoid.
Flavonoid pada biji sorgum relatif tinggi, sehingga antosianin dan turunannya berpotensi
sebagai sumber antioksidan (Awika dan Rooney, 2004). Sorgum memiliki kandungan serat
pangan yang tinggi. Serat pangan yang terdapat pada sorgum adalah selulosa, hemiselulosa,
lignin, dan β-glukan (Laroche dkk., 2006). Sorgum memiliki kandungan mineral Fe yang
lebih tinggi dari tepung terigu. Unsur mineral Fe sangat membantu dalam pembentukan sel
darah merah. Selain itu sorgum kaya akan mineral Ca, P, dan Mg. Mineral Caberfungsi dalam
pembentukan tulang normal, fosfor untuk pemeliharaan pertumbuhan dan Mg untuk
mempertahankan denyut jantung normal dan kekuatan tulang (Suarni dan Firmansyah, 2013).

4.5. Brownies kering sorgum dan keunggulan brownies kering sorgum


Perkembangan industri kuliner sekarang ini semakin meningkat. Ini dapat dilihat dari
lifestyle konsumen yang senang menghabiskan waktu senggangnya pada waktu liburan untuk
mencoba jenis-jenis makanan yang lagi booming di pasaran. Cake kini di ibaratkan bagaikan
dunia fashion yang selalu berubah mengikuti trend dan lifestyle. Salah satu cake yang
diminati dan mudah di temui adalah Brownies. Brownies biasanya terbuat dari campuran
bahan adonan seperti tepung terigu, cokelat masak, cokelat bubuk, telur dan gula. Brownies
dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu Brownies panggang dan Brownies Kukus. Brownies
sebenarnya merupakan cake bolu cokelat dengan proses dikukus. Brownies Kukus memiliki
tektur yang lebih lembut dan lebih basah sehingga Brownies Kukus diminati oleh
masyarakat. Namun dengan berkembangnya jaman, sekarang Brownies telah mengalami
modifikasi dalam proses pembuatannya yaitu dikeringkan yang dibuat dengan proses
dipanggang, sehingga Brownies terasa renyah dan lebih tahan lama.
Tepung merupakan salah satu bahan utama yang digunakan dalam pembuatan cake
maupun roti. Ada berbagai macam jenis tepung yang dapat digunakan untuk membuat roti
maupun cake seperti tepung terigu, tepung pisang, tepung ketan dan masih banyak lagi.
Kesadaran masyarakat tentang gaya hidup sehat lebih diperhatikan salah satunya yaitu
dengan memperhatikan makanan-makanan yang dikonsumsinya. Maka dari itu saat ini mulai
banyak bermunculan variasi produk-produk seperti tepung, cookies, cake dan bread yang
dibuat menggunakan tepung khusus yang tidak mengandung gluten sehingga lebih bergizi
bagi kesehatan yakni tepung sorgum. Tepung sorgum dapat mensubstitusi terigu hingga 80%
untuk produk kue kering (cookies), 40-50% untuk kue basah (cake), 30-35% untuk mie, dan
15-20% untuk roti (Suarni, 2004). Khusus untuk kue brownies, tepung sorgum dapat
menggantikan tepung hingga 80-95% dengan tingkat penerimaan panelis lebih baik daripada
olahan dari terigu 100%, bahkan mempunyai nilai tambah karena tanin yang tersisa dalam
tepung sorgum tetap berada dalam produk sebagai antioksidan dan berpengaruh positif
terhadap daya simpan. Dalam hal ini, tanin tidak berpengaruh terhadap produk olahan karena
brownies identik dengan coklat pekat. Selain menunjang diversifikasi pangan, penyedia
makanan sehat dan disenangi konsumen, sorgum perlu dipromosikan lebih luas sebagai
pangan bergengsi (Suarni dan Zakir, 2012).
Walaupun belum banyak dimanfaatkan, kandungan gizi tepung sorgum tidak kalah
dengan serealia lain, jika dibandingkan dengan terigu kadar protein sorgum memang sedikit
lebih rendah, yaitu 14,45% untuk terigu dan 10,11% untuk sorgum. Namun kadar lemak
nabati sorgum lebih tinggi 3,65% dibanding terigu 2,09%. Selain itu kadar serat kasar, pati
dan abu pada sorgum lebih tinggi daripada tepung terigu, yaitu berturut-turut sebesar 2,74%;
80,42%; 2,24% berdasar penelitian Suarni, Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, pada
2001. Apabila kadar gizi tersebut dibandingkan dengan tepung beras, tentu saja tepung
sorgum dijamin menang.
Tepung sorgum tidak mengandung gluten yang baik seperti pada terigu, sehingga
tidak mampu menggantikan posisi terigu pada olahan yang memerlukan pengembangan yang
maksimal seperti roti dan sejenisnya. Produk olahan berbasis tepung sorgum sangat sesuai
bagi konsumen yang alergi gluten. Bagi penderita autisme, gluten dan kasein dianggap
sebagai racun karena tubuh tidak menghasilkan enzim untuk mencerna gluten. Akibatnya,
protein yang tidak tercerna akan diubah menjadi komponen kimia yang disebut opiod. Opiod
bersifat seperti opium dan heroin yang bekerja sebagai racun yang dapat menggangu fungsi
otak dan sistem imunitas, sehingga menimbulkan gangguan perilaku. Anak penderita autis
membutuhkan suplemen tambahan vitamin D dan mineral kalsium (Hediger et al, 2008).

4. 6. Proses Pembuatan Brownies Kering Sorgum


Membuat Brownies pada umumnya terdiri dari 3 langkah dasar; mentega dan cokelat
dicairkan, telur dan gula dikocok bersama dan terakhir masukkan sedikit terigu. Untuk
modifikasi, kami mensubsititusi tepung terigu dengan tepung sorgum sebanyak 100%.

Untuk menambah rasa brownies, bisa juga dikreasikan dengan toping pilihan seperti kacang
mete, almond, keju, nutella dan buah stroberry. Bahan utama yang digunakan untuk membuat
brownies juga berpengaruh sangat besar ke rasa.

Selain toping yang digunakan, untuk menambah inovasi rasa di setiap potongan kue brownies
dengan menambahkan selai di tengah-tengah kue brownies. Mulai dari selai stroberry, selai
nanas, selai blueberry, selai cokelat, kacang, selai apel bahkan nutella manis. Cara membuat
kue brownies yang dasarnya memiliki rasa cokelat sehingga mudah dikreasikan dengan apa
saja.

Bahan:

 200 gram dark chocolate, potong-potong


 150 gram gula pasir
 1/4 sendok teh garam
 60 gram potongan kacang almond atau kenari
 3 butir telur
 120 gram tepung sorgum
 200 gram margarin

Alat yang di gunakan


• Mixer
• Panci
• Oven
• Pengaduk
• Loyang berdiameter 20cm
• Timbangan digital
• Wajan pemanas
Cara membuat brownis kering sorgum:

 Lelehkan mentega atau margarine.


 Kemudian masukkan potongan-potongan coklat, garam, angkat dan aduk hingga
merata.
 Kemudian dinginkan lalu ambil mangkok atau sejenisnya dan kocok telur sampai
mengembang.
 Masukkan gula dan tepung sorgum dalam kocokan telur, aduk dengan spatula hingga
merata.
 Masukkan kacang almond atau kenari.
 Kemudian tuangkan adonan brownis kedalam cetakan yang telah diolesi dengan
margarin dan kertas roti.
 Kemudian masukkan toping, taburi kacang almond dibagian atasnya.
 Terakhir panggang dalam oven dengan suhu 170 derajat sekitar 45 menit hingga
matang.
 Jika sudah matang keluarkan dari oven biarkan dingin lalu poptong-potong.
 Brownis kering sorgum siap untuk dinikmati.

Untuk pengemasan kami menggunakan kemasan ziplock hitam ukuran 100gram dengan
bagian tengahnya transparan. Tujuan dari pengemasan ini antara lain :

- Kemasan tampak menarik dan mewah


- Bagian yang transparan memudahkan konsumen untuk mengintip isi didalamnya.
Dengan begitu akan mengerti bentuk brownies kering yang kami buat.
- Menggunakan kemasan ziplock agar memudahkan dalam mengkonsumsi brownies,
bisa dimana saja dan kapan saja dan daya simpannya dapat lebih lama.
- Memilih warna hitam untuk menggambarkan warna brownies kering yang coklat
kehitaman

4.7. Rancangan Usaha Brownies Kering Sorgum

4.7.1 Analisis SWOT

Analisa ini sangat penting bagi kelangsungan usaha. Tanpa adanya analisis SWOT Anda
tidak akan bisa menjalankan bisnis dengan lancar karena kurang peka dengan kondisi bisnis
yang Anda jalankan. Dengan analisis SWOT Anda bisa mengetahui kekuatan, kelemahan,
peluang, dan juga ancaman bisnis. :

1. Strength/ Kekuatan
- Bahan baku berkualitas
- Produk berserat tinggi dan tidak mengandung gluten sehingga dapat dikonsumsi
penderita sensitif atau alergi gluten
- Belum ada pesaing produk sejenis
- Kemasan unik dan praktis

2. Weakness

- Sorgum belum dikenal banyak orang


- Brownies kering merupakan produk yang termasuk baru dan belum terlalu dikenal
- Rasa yang ditimbulkan sedikit berbeda dibandingkan brownies kering yang dibuat
menggunakan bahan baku tepung terigu, sehingga orang kemungkinan tidak terbiasa
- Kemungkinan terjadi kekosongan bahan baku

3. Peluang

- Permintaan masyarakaat Surabaya akan jajanan


- Respon yang baik masyarakat surabaya terhadap produk baru

4. Ancaman

- Munculnya pesaing baru


- Perubahan selera konsumen
- Pesaing yang menggeluti bidang brownies memberikan inovasi yang lebih beragam
- Manajemen bisnis yang kurang bagus menjadi ancaman internal

4.7.2 Rincian Biaya

Asumsi

 Masa penggunaan etalase selama waktu 4.5 tahun.


 Masa penggunaan kompor serta tabung gas selama waktu 3.5 tahun.
 Masa penggunaan oven selama waktu 2.5 tahun.
 Masa penggunaan wadah selama waktu 3 tahun.
 Masa penggunaan piring waktu 3 tahun.
 Masa penggunaan sendok waktu 5 tahun.
 Masa penggunaan garpu waktu 5 tahun.
 Masa penggunaan pisau selama waktu 4 tahun.
 Masa penggunaan meja dan kursi selama waktu 5 tahun.
 Masa penggunaan peralatan tambahan selama waktu 3.5 tahun.

Investasi

Peralatan Harga
Etalase Rp. 1,000,000
Kompor dan gas Rp. 350,000
Oven Rp. 450,000
Wadah Rp. 100,000
Piring Rp. 140,000
Sendok Rp. 80,000
Garpu Rp. 80,000
Pisau Rp. 35,000
Meja dan Kursi Rp. 600,000
Peralatan tambahan Rp. 65,000
Jumlah Investasi Rp. 2,900,000

Biaya Operasional per Bulan


Biaya Tetap
Penyusutan etalase 1/60 x Rp. 1.000.000 Rp. 17,000
Penyusutan kompor 1/50 x Rp. 350.000 Rp. 7,000
Penyusutan oven 1/45 x Rp. 450.000 Rp. 10,000
Penyusutan wadah1/45 x Rp. 100.000 Rp. 1,500
Penyusutan piring 1/45 x Rp. 140.000 Rp. 3,000
Penyusutan sendok 1/45 x Rp. 80.000 Rp. 1,500
Penyusutan garpu 1/45 x Rp. 80.000 Rp. 1,500
Penyusutan pisau 1/45 x Rp. 35.000 Rp. 1,000
Penyusutan meja dan kursi 1/60 x Rp. 600.000 Rp. 10,000
Penyusutan alat tambahan 1/35 x Rp. 65.000 Rp. 2,000
Total Biaya Tetap Rp. 54.500
Biaya Variabel
Coklat Rp. 20.000 X 30 = Rp. 600.000
Gula pasir Rp. 25.000 X 30 = Rp. 750.000
Garam Rp. 2.000 X 30 = Rp. 60.000
Kacang almond Rp. 20.000 X 30 = Rp. 600.000
Telur Rp. 20.000 X 30 = Rp. 600.000
Tepung sorgum Rp. 45.000 X 30 = Rp. 1.350.000
Margarine Rp. 10.000 X 30 = Rp. 300.000
Kemasan ziplock Rp 30.000 x 30 = Rp 900.000
Total Biaya Variabel Rp. 5.160.000

Total Biaya Operasional


Biaya tetap + biaya variabel = Rp.54.500 + 5.160.000
= Rp. 5.214.500

Pendapatan per Bulan


Penjualan rata – rata =
30 Porsi x Rp. 10.000 = Rp. 300.000

Rp. 300.000 x 30 hr = Rp. 9.000.000

Keuntungan per Bulan


Laba = Total Pendapatan – Total Biaya Operasional
Rp. 9.000.000 – 5.214.500 = Rp. 3.785.500
Lama Balik Modal
Total Investasi / Keuntungan = Rp. 2.900,000 : 3.785.500 = 0,7 Bulan atau 21 hari
4.7.3 Strategi pemasaran

Dilakukan berdasarkan analisa 7 P dengan alat analisis SWOT menurut Kottler yang terdiri
atas:

1. Product
Produk kita adalah brownies kering dengan bahan baku sorgum yang berkulaitas, anti
gluten dan tinggi serat. Dikemas dalam kemasan ziplock berukuran 100gram.
2. Price
Harga yang dibandrol untuk isi 85gram adalah Rp.10.000
3. Promotion
- Mempromosikan produk melalui social media seperti instagram, line, dan WA
- Mempromosikan produk melalui bazar atau pameran
- Promosi melalui penjualan langsung ke tempat konsumen berada dengan menawarkan
dan mencoba produk langsung
4. Place
- Dijual secara langsung
- Dititipkan ke kantin-kantin fakultas atau sekolahan
5. People
Sumber daya manusia yang memiki etos kerja tinggi dan kreatif dalam memasarkan
produk.
6. Process
Proses yang ditonjolkan adalah proses mengolah bahan baku sorgum yang jarang
dipakai hingga menciptakan produk brownies kering yang renyah dan enak.
7. Physical evidence
Kemasan produk menggunakan ziplock yang dapat meningkatkan tinggan kehigenisan
produk, selain itu produk memiliki daya simpan yang lebih lama.

(V. PENUTUP
KESIMPULAN)
Maks kalo tidak salah 25halaman. Kalo
kelebihan diedit yang bagian sorgum2an nya
aja. Mungkin ada double penjelasan atau tidak
efektif

https://ternakduit.net/contoh-proposal-bisnis-kue-brownies-yang-baik-dan-benar/

https://www.tokomesin.com/peluang-usaha-brownis-coklat-panggang-dan-analisa-
usahanya.html

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M., 2009. Sehat Dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Penebar Swadaya,
Jakarta.

Astawan, M. 2011. Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal. Dipetik 10, 1, 2016,
dari http://Masnafood.com: http://Masnafood.com.

Dicko, M.H., H. Gruppen, A.S. Traore, A.G.J. Voragen, and W.J.H.van Berkel. 2006b.
Phenolic compounds and related enzymesas determinants of sorgum for food use.
Biotechnol. Mol. Biol.Rev. 1(1): 2138

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Bhartara Karya Aksara. Jakarta. Hal 13

Hariyani, E. 2013. Pangan VS Pangan Fungsional. Dalam www.bbpp-lembang.info, diakses


tanggal 22 Juli 2016 pukul 13.48 WIB.

Keservani, R.J., Kesharwani, R.K., Vyas, N., Jain, S., Raghuvanshi, R., Sharma, A.K. 2010.
Neutraceutical and Functional Foods as Future Food: A Review. Der. Pharmacia
Lettre, 2 (1): 106-116

Ruchjaniningsih. 2008. Rejuvenasi dan Karakterisasi Morfologi 225 Aksesi Sorgum. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Sulawesi Selatan.

Rukmana, H., dan Y. Oesman. 2001. Usaha tani sorgum. Kanisius. Jakarta.40 ha

Susilowati, A., Aspiyanto, S. Moemiati, dan Y. Maryati. 2009. Pengembangan pangan


fungsional berbasis sorgum (Sorghumbicolor L.) untuk antikolesterol.
http://www.lipi.go.id/www.cgi/IPB [5 April 2012].
Suarni dan I.U. Firmansyah. 2005. Potensi Sorgum Varietas Unggul Sebagai Bahan Pangan
untuk Menunjang Agroindustri. Prosiding Lokakarya Nasional BPTP Lampung,
Universitas Lampung. Bandar Lampung. p. 541-546.

Suarni dan M. Yasin. 2011. Jagung sebagai sumber bahan pangan fungsional. IPTEK
Tanaman Pangan 4(2): 181193.

Suarni dan Zakir M. 2003. Studi Sifat Fisikokimia Tepung Sorgum sebagai Bahan Substitusi
Tepunng Terigu. Jurnal Penelitian Pertanian. 20(2):58-62.

Suarni. 2004b. Evaluasi sifat fisik dan kandungan kimia biji sorgum setelah penyosohan. J.
Stigma XII (1): 8891.

Sulistyo, CN. 2006. Pengembangan Brownies Kukus Tepung Ubi Jalar di PT. Fits Mandiri
Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai