Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PROJECK WORT

DATA PERMINTAAN DAN POENAWARAN SEMBAKO PADA SAAT COVID 19

Oleh:

Rio Ramadan Tanjung (7231240012)

Juanda maulana (7231240019)

Yosua Bintang Halomoan Simanjuntak (7233240006)

Dimaz Arsya Hamdan i (7233240012)

DOSEN PENGAMPUH : ARWANSYAH, DRS., M.Si., Dr

PROGRAM STUDI S1 ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas berkat dan
kasih karuniaNya, kami masih dapat menyelesaikan tugas PROJECK WORT yang telah
diberikan oleh dosen kami tepat pada waktunya.

Tugas ini dibuat untuk pemenuhan tugas pada mata kuliah MATEMATIKA EKONOMI.
Apabila terdapat kesalahan kata, penulisan, dan lainnya, kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya dikarenakan kami masih dalam proses menuju yang baik. Dan alangkah lebih
baik apabila pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penulisan
tugas ini. Semoga tugas ini dapat membantu para pembaca, dalam membahami isi, kelebihan,
serta kekurangan TUGAS PROJECT WORD.

Penulis menyadari dalam karya tulisnya ini masih terdapat kesalahan yang harus diperbaiki
lagi. Oleh sebab itu, penulis memohon saran untuk karya tulisnya agar karya tulisnya selanjutnya
dapat lebih baik lagi. Sekian dan terimakasih.

Medan, November 2023

KELOMPOK

1
BAB I

PENDAHULUAN

Macam kebutuhan masyarakat memang beragam, salah satu kebutuahan yang harus
dipenuhi adalah pangan yaitu beras. Seluruh penduduk Indonesia membutuhkan beras sedangkan
penawaran yang terjadi terkadang mengalami fluktuatif. Permintaan akan beras semakin
bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana kebijakan yang diambil oleh pemerintah, kemudian para petani dalam bercocok
tanam untuk memenuhi kebutuhan beras untuk masyarakat Indonesia. Faktor lain yang perlu
diperhatikan adalah kondisi pandemi yang mengharuskan masyarakat beradaptasi dengan
keadaan yang baru. Tidak sedikit dari masyarakat Indonesia yang kehilangan pekerjaannya,
sehingga mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya. Pokok pembahasan pada artikel ini
adalah menitikberatkan pada kesejahteraan konsumen yang dalam hal ini terfokus pada
menganalisis permintaan beras setelah dan sebelum pandemi COVID-19.

Kesejahteraan konsumen, produsen serta keamanan stok pangan untuk jangka panjang
merupakan tujuan di sebagian besar negara mengenai kebijaksanaan pertanian terutama untuk
negara yang sedang berkembang (Taufiq et al., 2009). Negara di benua Asia menghasilkan beras
dalam jumlah cukup besar di dunia hal ini dibuktikan dengan sekitar 90% dari total beras dunia
diproduksi oleh petani yang berdomisili di benua asia. Pada masa pandemi COVID-19 akan
terjadi kendala pada jangka pendek yaitu pendistribusian akan beras akan mengalami kendala,
salah satu kendalanya adalah jumlah permintaan beras yang semakin tinggi dan tidak diimbangi
dengan penawaran yang ada. Permintaan beras di Indonesia akan meningkat dikarenakan
masyarakat Indonesia makanan pokoknya adalah beras. Ketika pandemi COVID-19 melanda tak
sedikit masyarakat menimbun beras sebanyak-banyaknya. Hal ini pasti akan merugikan
masyarakat yang tidak mempunyai daya untuk memenuhi kebutuhan itu. Sehingga akan
menguntungkan kepada beberapa pihak saja. Kepanikan
masyarakat akan kekurangan makanan
pokok ini terjadi sehingga menimbulkan
permasalahan yaitu meningkatnya
permintaan beras di Indonesia

2
Gambar 1. GHI Score Trend (sumber: https://www.globalhungerindex.org/indonesia.html)

Dalam Global Hunger Index 2021, Indonesia menempati urutan ke-73 dari 116 negara
dengan data yang cukup untuk menghitung skor GHI 2021. Dengan skor 18,0, Indonesia
memiliki tingkat kelaparan yang sedang. Mengingat makanan pokok masyarakat Indonesia
adalah nasi, sehingga apabila menurut data tersebut dapat kita simpulkan bahwa untuk jangka
waktu dekat, permintaan akan beras sudah dapat dipenuhi dengan baik. Namun perlu
diperhatikan beras memiliki barang substitusi berupa jagung ubi, sagu. Dimana masyarakat
Indonesia juga dapat mengonsumsi makanan tersebut untuk memenuhi kebutuhan primernya.

Gambar 2. Composition Of The GHI (sumber:

https://www.globalhungerindex.org/indonesia.html)

Skor GHI menggabungkan empat komponen indikator yaitu: kekurangan gizi, busung
lapar (kelaparan pada anak), pengerdilan anak, dan kematian anak. Menggunakan kombinasi
indikator tersebut untuk mengukur tingkat kelaparan masyarakat Indonesia dengan menawarkan
beberapa keuntungan. Indikator yang termasuk dalam formula GHI mencerminkan kekurangan
kalori serta gizi buruk. Indikator kekurangan gizi menangkap situasi gizi penduduk secara
keseluruhan, sedangkan indikator khusus untuk anak-anak mencerminkan status gizi dalam
subset yang sangat rentan dari populasi yang kekurangan energi makanan, protein, dan/atau zat
gizi mikro
3
(vitamin esensial dan mineral) menyebabkan risiko tinggi penyakit, perkembangan fisik dan
kognitif yang buruk, dan kematian. Dengan menggabungkan beberapa indikator, indeks
mengurangi efek kesalahan pengukuran acak

Gambar 3. Perubahan Harga (sumber: www.bps.go.id)

Berdasarkan data Permintaan pangan (kg/kapita/tahun) sebelum dan sesudah perubahan


harga dan pendapatan terlihat tidak ada perubahan yang sangat signifikan, hal ini berarti
masyarakat berupaya penuh untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara. Melakukan
beberapa uoaya untuk bertahan selama pandemi COVID-19 walaupun dalam rumah tangga
mereka mengalami perubahan dalam pendapatan. Dari latar belakang tersebut penulis tertarik
membahas mengenai meningkatnya permintaan beras di Indonesia pada saat pandemi COVID-
19. Untuk menganalisis masalah tersebut, penulis menarik beberapa rumusan masalah yang
sekiranya perlu untuk di bahas terlebih dahulu. Adapun beberapa rumusan masalah adalah
presentase rata-rata konsumsi per kapita seminggu, seberapa besar produksi beras di Indonesia,
berapa besar data produksi, luas panen dan produktivitas padi, serta kebijakan yang dilakukan
pemerintah

4
BAB II

PEMBAHASAN

Presentase Rata-Rata Konsumsi per Kapita Seminggu Menurut Jenis Makanan

Pangan beras merupakan kebutuhan paling pokok manusia, sehingga ketersediaan beras
bagi masyarakat harus selalu terjamin (Clapp, 2017; Timmer, 2013). Selain itu, beras merupakan
salah satu makanan pokok terpenting di dunia (Fairhurst & Dobermann, 2002). Pernyataan ini
terutama berlaku di Asia, di mana beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar
penduduk di tingkat menengah ke bawah. Benua Asia juga merupakan rumah bagi petani yang
memproduksi sekitar 90% dari total produksi beras dunia (Clarete, Adriano, & Esteban, 2013).
Peningkatan ketahanan pangan beras merupakan prioritas utama pembangunan, karena pangan
beras merupakan kebutuhan paling dasar bagi manusia (Clarete et al., 2013; FAO, 2009).
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menuntut ketersediaan pangan dari hasil
pertanian yang cukup untuk memperkuat ketahanan pangan di suatu wilayah (Clapp, 2017), hal
ini dikarenakan ketahanan pangan beras memiliki posisi sentral dalam peningkatan produktivitas
dan peningkatan kualitas hidup warga. Beras merupakan pangan utama untuk rakyat yang ada di
Indonesia. Ketahanan pangan sangat mempengaruhi terhadap komoditas yang baik yaitu beras.
Komoditas yang tidak akan pernah diganti oleh jenis lain karena menjadi pangan utama yang
dikonsumsi disebut dengan pangan pokok (Hessie, 2009). Ketergantungan akan beras masih
melanda rakyat di Indonesia.

Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian tercatat bahwa


presentase konsumsi beras (padi-padian) menjadi makanan pokok apabila dibandinkan dengan
yang lain secara total mencapau 60,03%. Ada beberapa contoh tanaman yang juga menjadi
sumber karbohidarat seperti beras yang didapat dari sumber kualitas terbaik, lokal, maupun
impor, jagung basah, ketela pohon, beras ketan, jagung pipilan, talas dan ketela rambat.
Tingginya konsumsi beras menunjukkan bahwa komoditas ini masih dominan sebagai bahan
pangan utama masyarakat Indonesia. Permintaan beras dipastikan akan terus meningkat.

5
Gambar 4. Skor PPH Tahun 2020 (sumber: www.bps.go.id)

Produksi Beras di Indonesia

Peningkatan pendapatan petani akan meningkatkan efisiensi teknis usahatani padi dengan
memungkinkan petani meningkatkan kualitas faktor produksinya. Hasil lebih lanjut juga
menunjukkan bahwa pemberian insentif kepada penduduk usia produktif untuk bekerja di
pertanian padi akan meningkatkan efisiensi teknis serta produktivitas produksi beras.
Peningkatan bantuan pemerintah terutama dalam aspek keuangan juga akan meningkatkan
efisiensi teknis, karena pendampingan akan mengurangi kendala petani dalam menerapkan input
yang lebih baik seperti benih, pupuk, mesin traktor, dan bahan lainnya dalam usahatani padi.

Dari sisi produksi beras pada tahun 2019 mengalami sedikit produksi jika dibandingkan
pada tahun 2018 terkecuali pada masa panen di bulan April dan Agustus. Pada bulan Maret
mengalami produksi beras terbesar sepanjang tahun 2019 yang terjadi pada bulan Maret yaitu
dengan produksi sebesar 5, 25 juta ton. Pada bulan Desember mengalami produksi terendah
dengan volume produksi sebesar 0, 98 juta ton. Grafik di bawah ini merupakan gambaran yang
jelas dari penjelasan di atas

6
Kondisi total produksi beras ketika pandemi COVID-19 sudah masuk di Indonesia
produksi beras sangat fluktuatif. Pada tahun 2019 hingga tahun 2020 masih mengalami
penurunan. Seiring dengan berjalannya waktu pada tahun 2021 sudah mengalami kenaikkan
walaupun memang masih belum signifikan kenaikkannya, sehingga penawaran akan beras
semakin membaik. Berikut merupakan data terkait total produksi beras pada tahun 2019-2021.

Gambar 6. Total Produksi Beras 2019-2021(sumber: www.bps.go.id)

7
Luas Panen Padi Di Indonesia

Realisasi panen padi pada bulan Januari hingga September 2021 sebesar 8,77 juta hektar,
yang memiliki arti bahwa mengalami penurunan sekitar 237,65 ribu hektar (2,64 persen) hal
tersbeut apabila dibandingkan pada realisasi pada pada tahun 2020 sebesar 9,01 juta hektar.
Sementara itu, potensi panen sepanjang Oktober hingga Desember 2021 sebesar 1,75 juta hektar.
Dengan demikian, total luas panen padi pada 2021 diperkirakan mencapai 10,52 juta hektar, atau
mengalami penurunan sekitar 141,95 ribu hektar (1,33 persen) dibandingkan luas panen padi di
2020 yang sebesar 10,66 juta hektar. Luas panen tertinggi pada 2021 terjadi pada Maret, yaitu
sebesar 1,79 juta hektar, sementara luas panen terendah terjadi pada bulan Januari, yaitu sebesar
0,41 juta hektar. Sehingga berdasarkan data tersebut sampai akhir tahun masih mengalami
penurunan

Di Indonesia, luas lahan sawah irigasi sekitar 70% dari totalitas areal produksi beras,
padahal tingkat produksinya sekitar 85% dari total luas areal produksi beras. Saat ini dan di masa
yang akan datang, lahan sawah irigasi semakin langka, akhirnya di Jawa dan Bali, hal ini
disebabkan oleh semakin ketatnya persaingan pemanfaatan lahan dan air untuk kepentingan non
pertanian. Untuk Indonesia, kecenderungan kelangkaan lahan basah khususnya di Jawa
berlangsung terus menerus dan belum ada regulasi atau tindakan yang efektif yang dapat
dilakukan oleh masyarakat setempat untuk mengendalikan alih fungsi lahan

KESIMPULAN

Permintaan akan stok beras di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya
adalah nilai dari beras tersebut, tingginya tingkat impor beras, jumlah penduduk yang
mengkonsumsi beras tersebut dan juga permintaan dan penawaran akan beras tersebut
(Widodo,dkk., 1992). Untuk menganalisis masalah ini, dapat dilihat dari beberapa data yang
relevan dan di dapat dari sumber yang valid, beberapa data yang dibutuhkan yang pertama
adalah presentase rata-rata konsumsi per kapita seminggu. Berdasarkan data BPS pada
September 2019, bahwa rata-rata konsumsi beras sebesar 87, 03%. Angka ini mendekati angka
100%, yang artinya konsumsi permintaan beras sangat tinggi. Komoditas ini masih
menggunakan beras sebagai bahan

8
pokoknya. Hal ini yang menyebabkan meningkatnya permintaan beras. Apabila di bandingkan
dengan kondisi saat pandemi COVID-19 permintaan beras tetap tinggi dan masih menjadi
konsumsi utama masyarakat Indonesia.

Kedua terkait perkembangan konsumsi beras di Indonesia, berdasarkan data BPS tahun
2019, tercatat bahwa sebesar 6,977 kg presentasi dari konsumsi beras per kapita per bulan terjadi
pada bulan September 2015. Sedangkan, pada bulan September 2019 merupakan angka terkecil
jika dibandingkan dari tahun 2015-2019. Tercatat sebesar 6,412 kg per kapita sebulan. Hal ini
berarti perkembangan rata-rata konsumsi beras dari tahun 2015-2019 secara keseluruhan
mengalami penurunan. Dengan demikian variabel ini tidak mempengaruhi terhadap
meningkatnya permintaan beras di Indonesia. Namun, tetap tidak bisa dipungkiri jika beras tetap
menjadi makanan pokok orang Indonesia yang pasti akan dikonsumsi setiap harinya. Kondisi
pandemi COVID-19 saat ini tidak menyebabkan kenaikan atau penurunan konsumsi yang
signifikan, tetapi masyarakat tetap mengupayakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
bagaimanapun kondisi dan caranya

9
1

Anda mungkin juga menyukai