Anda di halaman 1dari 14

Penyelesaian Masalah Ketahanan Pangan

Dengan Sistem Birokrasi Integrasi Vertikal


Ala Koperasi Zen-Noh Jepang

Ghalbin Charis Al Amien


Adyatma Ahnaf Hasanuddin
Muhammad Yusuf Fattahurrahim

MBI Amanatul Ummah

Jl. Tirtowening No. 2 Kembangbelor,


Kecamatan. Pacet, Kabupaten. Mojokerto, Jawa Timur 61374

i
Daftar Isi
Judul Halaman...............................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan.........................................................................................1
Bab II Pembahasan........................................................................................2
Bab III Penutup..............................................................................................7
Daftar Pustaka................................................................................................8
Artikel Terkait................................................................................................9

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara agraris dengan potensi tinggi dalam sektor


pertanian. Negara agraris sendiri merupakan negara yang mayoritas penduduknya
bekerja sebagai petani dan memiliki potensi ketahanan pangan yang tinggi. Akan
tetapi, hal tersebut berbanding terbalik dengan kondisi Indonesia saat ini. Menurut
laporan GFSI, ketahanan pangan Indonesia pada tahun 2022 masih lebih rendah
dibandingkan ketahanan pangan global sebesar 62,2 persen dan di bawah Asia
Pasifik sebesar 63,4 persen.

Meskipun memiliki lahan yang subur dan cocok untuk pertanian, masih
terdapat kasus kekurangan pangan di berbagai wilayah Indonesia. Ketahanan
pangan menjadi prasyarat untuk terjaminnya akses pangan. Banyak faktor yang
menjadi masalah dalam ketahanan pangan Indonesia. Penggunaan teknologi
pertanian yang terbatas, pola tanam tradisional, serta kurangnya investasi dalam
riset dan birokrasi pertanian yang tidak jelas menjadi beberapa aspek yang perlu
mendapatkan perhatian serius. Di samping itu, perubahan iklim yang semakin
nyata memberikan dampak signifikan pada hasil pertanian, dengan pergeseran
pola hujan dan suhu yang dapat mengancam ketahanan pangan.

Untuk mengatasi hal tersebut, Indonesia terus berupaya membangun


sistem ketahanan pangan yang berkelanjutan. Upaya untuk menstabilkan
ketahanan pangan perlu terus dilakukan, termasuk melalui kebijakan dan
program-program yang mendukung sektor pertanian. Ketahanan pangan di
Indonesia merupakan isu yang kompleks dan memerlukan upaya lintas sektor
serta partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan
sektor swasta. Dalam esai ini akan dibahas penyelesaian masalah ketahanan
pangan di Indonesia melalui sistem birokrasi integrasi vertikal ala koperasi Zen-
Noh di Jepang.

1
BAB 2
PEMBAHASAN

Ketahanan pangan
merupakan salah satu isu
strategis dalam
pembangunan suatu
Negara
(Simatupang, 2007).
Dalam rangka
mewujudkan ketahanan
pangan, sektor pertanian
merupakan sektor yang
sangat penting karena
sektor ini menjadi
penyedia pangan utama
(Sumastuti, 2010),
2
Ketahanan pangan
merupakan salah satu isu
strategis dalam
pembangunan suatu
Negara
(Simatupang, 2007).
Dalam rangka
mewujudkan ketahanan
pangan, sektor pertanian
merupakan sektor yang
sangat penting karena
sektor ini menjadi
penyedia pangan utama
(Sumastuti, 2010),
Ketahanan pangan
merupakan salah satu isu
3
strategis dalam
pembangunan suatu
Negara
(Simatupang, 2007).
Dalam rangka
mewujudkan ketahanan
pangan, sektor pertanian
merupakan sektor yang
sangat penting karena
sektor ini menjadi
penyedia pangan utama
(Sumastuti, 2010),
Ketahanan pangan merupakan salah satu aspek pembangunan suatu
negara. Ketahanan pangan juga berperan sebagai indikator dalam pembangunan di
Indonesia, dari jaman orde lama, orde baru hingga sekarang. Ketahanan pangan
selalu menjadi salah satu tujuan utama yang ingin dicapai oleh pemerintah
Indonesia (Rachman & Ariani, 2002). Dalam rangka mewujudkan ketahanan
pangan, sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena sektor
ini menjadi penyedia pangan utama (Sumastuti, 2010). Ketahanan pangan
merupakan suatu kondisi dimana terpenuhinya kebutuhan pangan dan terjaminnya

4
kesediaan pangan dalam jumlah yang cukup. Menurut Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2012 Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara
sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi,merata, dan terjangkau
serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk
dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Pentingnya ketahanan pangan dibuktikan dengan perkirakan jumlah


penduduk Indonesia yang berjumlah sebesar 267 juta jiwa diproyeksikan akan
terus meningkat menjadi 319 juta jiwa di tahun 2045 mendatang (BPS, 2020).
Ketahanan pangan di Indonesia mengalami berbagai macam tantangan, lemahnya
birokrasi, keterbatasan teknologi dan kualitas sumber daya manusia yang kurang
kompeten, kurangnya investasi dari pemerintah dan swasta, praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN), dan lambatnya pelayanan publik menjadi tantangan
yang harus di selesaikan dalam sektor pertanian di Indonesia.

Seperti contoh kasus di Kabupaten Jombang. Pelaksanaan distribusi


pupuk bersubsidi di Kabupaten Jombang masih belum optimal. Tidak semua
masalah bisa diselesaikan dengan pelayanan yang baik dan memuaskan. Harga
yang tidak sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemerintah karena lemahnya
pengawasan, kios yang menjual kepada petani di luar cakupan wilayahnya, pola
pikir petani yang masih tradisional, dan pungutan liar terhadap kios resmi oleh
pejabat, dan birokrasi yang terlalu panjang dalam pendistribusian pupuk
(Vidyanita, 2016).

Pendistribusian pupuk yang terlalu Panjang oleh birokrasi menyebabkan


petani lokal memilih untuk membeli pupuk nonsubsidi. Hal tersebut mendorong
petani untuk memenuhi kebutuhannya dengan membeli pupuk nonsubsidi yang
berharga lebih mahal. Sebagai contoh, petani di Grobogan, Jawa Tengah, harus
mengeluarkan biaya dua kali lebih mahal untuk membayar pupuk nonsubsidi.
Pasalnya, petani mau tidak mau harus membeli pupuk urea nonsubsidi dengan
harga Rp6.000,00 per kilogram untuk memenuhi kebutuhan pupuk yang tidak

5
masuk kuota subsidi. Tiga kali lipat lebih mahal dari urea bersubsidi yang bisa
didapatkan dengan harga Rp180.000,00 per kuintal.

Permasalahan lain yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia


adalah penggunaan teknologi dalam sektor pertanian yang masih terbatas.
Penggunaan teknologi dalam pertanian dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas pertanian, serta membantu mengatasi masalah ketahanan pangan.
Akan tetapi beberapa faktor yang mempengaruhi keterbatasan penggunaan
teknologi dalam pertanian antara lain keterbatasan akses dan pemahaman petani
terhadap teknologi, serta keterbatasan sumber daya manusia dan keuangan.
Sedangkan pertanian tradisional masih mendominasi di sektor pertanian dimana
sistem takaran untuk pupuk maupun penggunaan bahan kimia lainnya dilakukan
oleh petani sendiri. Selain itu, petani bisa mengidentifikasi masalah tanaman
utama hanya jika mereka mengunjungi pertanian secara teratur. Keterlambatan
diagnosis hama tanaman dan penyakit dan tanaman tindakan perlindungan dapat
menyebabkan kerusakan tanaman dengan penurunan hasil dan profitabilitas
(Rustam, Efendi dan Sagita, 2022).

Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2021 dan 2022, proporsi petani yang
menggunakan internet di Indonesia terpantau mengalami peningkatan, yakni
6,22% pada tahun 2021 dan 8.88% pada tahun 2022. Sayangnya angka tersebut
masih tetap terbilang sedikit, terutama jika dibandingkan dengan petani yang
belum terkoneksi sama sekali dengan teknologi digital. Hal ini kemudian
diperparah dengan ketimpangan pada petani yang mengakses internet (BPS,
2022). Dengan adanya peran teknologi dalam sektor pertanian diharapkan mampu
meningkatkan kualitas hasil pertanian, serta memudahkan pengelola sektor
pertanian untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Selain itu, investasi juga memiliki peran penting dalam ketahanan pangan.
Melalui investasi, penggunaan teknologi dalam pertanian dapat ditingkatkan dan
dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Menurut data Kementan di
tahun di tahun 2022, Realisasi Anggaran Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian
sebesar Rp2,59 Triliun, dengan Rp1,779 Triliun untuk dana Kewenangan Pusat,

6
Rp42 Miliar untuk Dana Dekonsentrasi dan Rp770 Miliar untuk Dana Tugas
Pembantuan.

Maka dari itu dibutuhkan adanya suatu solusi atas permasalahan dalam
ketahanan pangan. Khususnya melalui suatu reformasi birokrasi. Dalam sektor
pertanian, Reformasi birokrasi pertanian merupakan upaya untuk meningkatkan
efektivitas dan transparansi dalam sektor pertanian. Dalam menjalankan hal ini,
terdapat beberapa poin penting yang harus di penuhi, yaitu : 1) Pemimpinan yang
memiliki kompetensi. 2) Program yang searah dengan upaya membangun
infrastruktur, pelatihan SDM dan produktivitas. 3) Reformasi yang di jalankan
dengan penuh tanggung jawab serta menghindari alokasi dana dan korupsi. 4)
reformasi yang berlandaskan dengan kearifan lokal. 5) menjalin aliansi dengan
pihak yang tepat dan dapat menguntungkan kedua pihak, reformasi ini di
butuhkan untuk mengatasi permasalahan struktur yang bermasalah untuk
keterjaminan pangan Indonesia di masa depan.

Indonesia dapat menjadikan sistem koperasi Zen-Noh sebagai acuan.


Contoh model integrasi vertikal dalam bisnis telah berhasil diterapkan oleh
koperasi pertanian di Jepang. Koperasi pertanian di Jepang diorganisasikan dalam
tiga (3) jenjang, yaitu koperasi primer pada tingkat desa yang beranggotakan para
petani dan peternak, koperasi pertanian sekunder di tingkat Prefektur atau
Provinsi, dan di tingkat nasional yang dikenal dengan National Federation of
Agricultural Cooperatives Association yang di kalangan international dikenal
dengan The JA Group atau Zen-Noh.

Koperasi Zen-Noh adalah Induk Koperasi Pertanian Jepang yang berdiri


pada 1972. Tugas utama koperasi ini adalah menyediakan barang-barang
kebutuhan petani anggota koperasi pertanian, baik untuk proses produksi seperti
mesin-mesin pertanian, bahan baku minyak atau gas, maupun barang-barang
konsumsi. Koperasi ini juga bertugas memasarkan produksi pertanian para
anggota. Produk-produk yang disediakan untuk melayani kebutuhan anggota

7
diperoleh melalui produksisendiri, bekerjasama dengan pabrik lokal, maupun
melalui impor dan ekspor. Dengan perputaran omset pernah mencapai 63.449
dolar AS per tahun, Zen Noh menempati urutantertinggi dalam ICA Global 300,
yang dirilis ICA pada Oktober 2007.Di sektor pertanian dan industri pangan,
koperasi yang terbesar di dunia berdasarkan kontribusi terhadap produk domestik
bruto (PDB) adalah Zen-Noh dari Jepang senilai sekitar USD56,15 miliar, diikuti
Nonghyup USD41,41 miliar dari Korea Selatan, dan CHS Inc USD32,68 miliar
dari Amerika Serikat.

Dengan penerapan sistem integrasi vertikal yang menjamin ketersediaan


barang dan akan menguntungkan pihak dari produsen sampai konsumen, serta
mengurangi komplikasi dan kompleksitas permasalahan dalam sektor pertanian,
integrasi vertikal dalam sudut pandang disiplin ekonomi di jelaskan dalam
Hendar dan Kusnadi (2005), bahwa, integrasi vertikal merupakan kombinasi dari
proses-proses produksi, distribusi, dan atau proses ekonomi lainnya yang secara
teknologi berbeda dalam batas-batas satu perusahaan tunggal. Lingkup kegiatan
Integrasi vertical perusahan dapat melaksanakan integrasi ke belakang (hulu-
backward atau down stream) atau ke depan (hilir - forward atau up stream)
(Rustidja, 2020).

1. Integrasi vertikal ke hulu yang berkaitan dengan akuisisi perusahaan


dalam penyedian bahan baku produksi dan bertujuan untuk keterjaminan pemasok
dan kestabilan harga dalam rangka menekan harga bahan baku.

2. Integrasi vertikal ke hilir yang berkaitan dengan akuisisi perusahaan


dalam penyaluran hasil produksi yang bertujuan untuk mempermurah kegiatan
distribusi dan menjamin stabilitas permintaan.

Integrasi vertikal seringkali diterapkan oleh perusahaan besar dengan pola


kolusi kartel yang cenderung mengarah kepada praktik persaingan tidak sehat dan
merugikan masyarakat umum. Oleh karena itu di banyak Negara termasuk
Indonesia, integrasi vertikal yang mengarah kepada praktik kartel dan monopoli
dilarang melalui undang-undang anti monopoli dan trust (Undang-Undang No. 5

8
Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha)
(Rustidja, 2020).

Keberhasilan dari pengoperasian integrasi vertikal dalam perkoperasian


Jepang dapat indikasikan dengan koperasi Zen-Noh yang menjadi salah satu
badan usaha yang berpengaruh di Jepang dan menurut ICA ( International
Cooperative Alliance) berhasil menyalurkan hasil tani menjadi produk pangan
yang unggul dan berhasil menjadi koperasi induk terbesar di dunia serta dapat
memperluas sayap usahanya pada layanan asuransi bisnis, dan kredit pertanian
bagi para anggotanya.

Indonesia dalam hal ini patut untuk meniru cara kerja dari koperasi induk
Zen-Noh, dikarenakan indonesia memiliki banyak faktor kesamaan dengan
Jepang. Mulai dari aspek sosial budaya serta ekonomi yang menyokong terus
berdirinya koperasi. 1) Indonesia merupakan negara yang menyandarkan kegiatan
ekonomi nya kepada ideologi pancasila yang tergambarkan oleh koperasi yang
berlandaskan asas demokrasi dan kekeluargaan untuk menyejahterakan
anggotanya serta menghindari persaingan antar pedagang. 2) Persamaan tanah
Indonesia dengan tanah Jepang yang memiliki tingkat kesuburan tinggi. 3) kedua
negara mempunyai tantangan yang sama di bidang pertanian, yaitu bagaimana
membangun industri pertanian sebagai industri yang menguntungkan dan
menarik.

Bab 3 Penutup

Ketahanan pangan menjadi tujuan utama pemerintah Indonesia, terutama


melalui sektor pertanian sebagai penyedia pangan utama. Kendati demikian,
berbagai tantangan seperti masalah birokrasi, praktik korupsi, lambatnya
pelayanan publik, dan keterbatasan teknologi menghambat kinerja sektor
pertanian. Sebagai contoh, distribusi pupuk bersubsidi di Kabupaten Jombang

9
yang menyebabkan petani lokal memilih membeli pupuk nonsubsidi, yang
harganya lebih tinggi, karena pendistribusian pupuk bersubsidi oleh birokrasi
terlalu panjang.

Penggunaan teknologi dalam sektor pertanian juga masih terbatas di


Indonesia, dengan petani yang memiliki akses terbatas dan keterbatasan
pemahaman terhadap teknologi. Diperlukan investasi untuk meningkatkan
penggunaan teknologi dan kualitas sumber daya manusia dalam pertanian.
Meskipun ada peningkatan dalam proporsi petani yang menggunakan internet,
angka tersebut masih terbilang rendah. Investasi di sektor pertanian, seperti yang
dilakukan oleh Kementan, dapat meningkatkan penggunaan teknologi dan kualitas
sumber daya manusia. Namun, reformasi birokrasi juga dianggap sebagai solusi
penting untuk meningkatkan efektivitas dan transparansi dalam sektor pertanian.

Reformasi birokrasi pertanian harus melibatkan kepemimpinan yang


kompeten, program yang sejalan dengan pembangunan infrastruktur, pelatihan
sumber daya manusia, dan produktivitas, serta harus menghindari korupsi.
Sebagai contoh positif, sistem koperasi Zen-Noh di Jepang dianggap sebagai
model yang berhasil dalam integrasi vertikal di sektor pertanian. Penerapan sistem
integrasi vertikal seperti koperasi Zen-Noh di Indonesia diharapkan dapat
mengurangi kompleksitas masalah dalam sektor pertanian dan meningkatkan
ketersediaan barang dari produsen sampai konsumen. Terakhir, Indonesia dapat
meniru cara kerja Zen-Noh dengan memanfaatkan kesamaan sosial budaya dan
ekonomi dengan Jepang, serta mengintegrasikan prinsip-prinsip koperasi dalam
pembangunan sektor pertanian. Dengan demikian, melalui kombinasi investasi,
reformasi birokrasi, dan integrasi vertikal, Indonesia dapat mengatasi tantangan
dalam mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Daftar Pustaka

BPS (2020). Data Kependudukan 2020. Jakarta. BPS


Dewi, Dyah Candra. "Kebijakan Pertanian Yang Memarjinalkan Petani
Dan Meruntuhkan Kedaulatan Pangan." Publisia: Jurnal Ilmu Administrasi
Publik 18.1 (2014): 44-58.

10
Kusnadi, Hendar. "Ekonomi Koperasi Untuk Perguruan Tinggi." Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta (2005).
Indra, Nurhayat. "PENINGKATAN DAYA SAING KOPERASI
MELALUI INTEGRASI VERTIKAL." (2020).
Rachman, H & Ariani, W (2002). Ketahan Pangan: Konsep, Pengukuran
dan Strategi. FAE Vol. 20 No.1 hal. 12-24.
Rustam, Efendi, and Sagita Diang. "Teknologi pertanian masa depan dan
peranannya dalam menunjang ketahanan pangan." SJME: Sultra Journal of
Mechanical Engineering 1.1 (2022): 1-12.
Rustidja, Ery Supriyadi, et al. "Bunga Rampai 2020: 20 Pemikiran
Koperasi Dalam Menghadapi Industrial Era 4.0 and Society 5.0." (2020).
Suharyanto, Heri. "Ketahanan pangan." Jurnal Sosial Humaniora (JSH)
4.2 (2011): 186-194.
Sumastuti, Efriyani. "Jiwa entrepreneurship untuk mewujudkan ketahanan
pangan." JEJAK 3.1 (2010).
Susila, Wayan R. "Kebijakan subsidi pupuk: ditinjau kembali." Jurnal
Litbang Pertanian 29.2 (2010): 43-49.
Vidyanita, Vivi. "Kinerja birokrasi dalam penyaluran pupuk bersubsidi di
Kecamatan Jombang." Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (JISIP) 5.1 (2016).

Artikel Terkait

https://asean2023.id/en/news/food-security-an-aseans-priority[Diakses
pada 28 Desember 2023].

11
https://bigdata.bps.go.id/documents/datain/
2023.022_Internet_Pupuk_Untuk_Pertanian_Masa_Kini.pdf [Diakses pada 30
Desember 2023].
https://www.kompas.id/baca/riset/2023/11/21/pembatasan-pupuk-subsisi-
peluang-pengembangan-pupuk-organik [Diakses pada 29 Desember 2023].
https://psp.pertanian.go.id/layanan-publik/buku-statistik-psp-2018-2022
[Diakses pada 30 Desember 2023].
https://www.zennoh.or.jp/english/about_Zen-Noh/profile.html [Diakses pada 29
Desember 2023].

12

Anda mungkin juga menyukai