Anda di halaman 1dari 15

BAB I

Pendahuluan

Pangan merupakan salah satu isu strategis yang tidak akan pernah terpisahkan dari
proyeksi pembangunan baik di tingkat nasional hingga ke tingkat global. Ketahanan pangan
sendiri adalah situasi dimana setiap orang di setiap waktu tanpa batasan memiliki akses secara
fisik, sosial, dan ekonomi terhadap pangan yang cukup, bersifat aman, serta bergizi, dimana hal
ini dapat memenuhi preferensi pangan serta kebutuhan pangan dalam menjalani hidup yang aktif
dan sehat. Pemerintah merupakan pihak yang memegang kendali akan pemenuhan hak warga
negaranya akan kebutuhan pangan yang memiliki beberapa tantangan terkait sistem pangan dan
ketahanan pangan nasional, terutama pada situasi kondisi saat ini, dimana pemerintah dan warga
negara berupaya untuk bertahan dalam situasi pandemi Covid-19. Proyeksi membangun sumber
daya manusia yang sehat, aktif, dan produktif, serta berdaya saing selaras dengan amanat
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan serta Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi. Hal ini juga sejalan dengan tujuan kedua dalam
Agenda Sustainable Development Goals (SGDs) yaitu tujuan terkait zero hunger
(menghilangkan angka kelaparan) pada Tahun 2030. Ketahanan akan pangan yang sering dikenal
sebagai food security memiliki prinsip utama yang berarti setiap manusia mempunyai hak untuk
terbebas kondisi kelaparan/tidak mendapat asupan makanan dan kekurangan asupan nutrisi/gizi
serta mendapatkan kehidupan yang bermartabat sehingga aksesibiltas terhadap pangan yang
dibutuhkan dan diinginkan sepanjang waktu telah terjamin. Terdapat enam kriteria yang
merepresentasikan dari makna ketahanan pangan yang berkelanjutan yaitu: (1) avaibility (2)
accesibility (3) pemanfaatan (4) kemandirian (5) adanya stabilitas dan (6) keberlanjutan.

Berdasarkan data Global Food Security Index (GFSI), ketahanan pangan Indonesia pada
Tahun 2021 mengalami penurunan dibanding data pada tahun sebelumnya. Indikator yang
digunakan dalam mengukur Indeks Ketahanan Pangan ini menggunakan indikator
keterjangkauan harga pangan, indikator ketersediaan pasokan, indikator kualitas nutrisi dan
keamanan makanan, serta indikator ketahanan sumber daya alam. Pada Tahun 2020 Indeks
Ketahanan Pangan Indonesia berada di level 61,4, sementara pada Tahun 2021 menjadi menurun
di level 59,2, data ini juga memberikan informasi bahwa dari 113 negara, Indonesia berada di
peringkat 69 atas penghitungan IKP tersebut. Penurunan IKP ini disajikan pada kurva sebagai
berikut:

Gambar 1. Kurva Penurunan Indeks Ketahanan Pangan Indonesia


Sumber : https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/03/22/ketahanan-pangan-
indonesia-melemah-pada-2021

Tidak hanya penurunan Indeks Ketahanan Pangan, menurut GFSI masalah-masalah lain yang
memiliki relevansi terkait indikator ketahanan pangan di Indonesia adalah harga bahan pangan di
tingkat konsumen yang terus mengalami kenaikan, infrstruktur pertanian pangan Indonesia yang
masih dibawah rata-rata standar global, standar nutrisi dan keragaman makanan pokok yang
rendah. Sumber Daya Alam Indonesia juga terindikasi belum memiliki perlindungan kebijakan
politik yang kuat, memiliki potensi terpapar bencana akibat perubahan iklim, cuaca yang
ekstrem, serta pencemaran lingkungan.

BAB II
Masalah Kebijakan Ketahanan Pangan

Sebaran Ketahanan Pangan Indonesia dibagi atas wilayah provinsi dan kabupaten. Wilayah
provinsi yang dikelompokkan ke dalam enam kelompok berdasarkan cut off point Indeks
Ketahanan Pangan (IKP) provinsi 2021, sebanyak 2 provinsi atau 5,88% dari 34 provinsi
memiliki skor IKP yang rendah dengan sebaran, 1 provinsi Prioritas 1 yaitu Papua, dan 1
provinsi Prioritas 2 yaitu Papua Barat. Kemudian sebanyak 70 kabupaten atau 16,83% dari 416
kabupaten memiliki skor IKP yang rendah dengan sebaran 28 kabupaten Prioritas 1, 17
kabupaten Prioritas 2, dan 25 kabupaten Prioritas 3.

Adapun tujuan kebijakan ketahanan pangan adalah Intervensi kebijakan/program yang dapat
dilakukan untuk menjamin ketersediaan pangan yaitu mengelola stok pangan, meningkatan
produksi pangan, diversifikasi pangan, mendatangkan pangan yang dibutuhkan dari daerah
surplus pangan. Kemudian untuk tujuan kebijakan skala nasional, Mengingat tingginya korelasi
antara Indeks Ketahanan Pangan yang rendah dengan tingkat kemiskinan dan prevalensi stunting
yang tinggi maka kebijakan /program peningkatan ketahanan pangan perlu dilakukan secara
terintegrasi dengan program pengentasan kemiskinan dan penurunan prevalensi stunting
terutama di 70 kabupaten dan 4 kota dengan IKP rendah.

BAB III
Alternatif Kebijakan Ketahanan Pangan

Kriteria Ketahanan Ketahanan Pangan Ketahanan Ketahanan


Pangan dengan dengan Memperkuat Pangan dengan Pangan dengan
Impor Beras Diversifikasi Pangan Padi Transgenik Penguatan
Bahan Pangan
Alternatif Sagu

Jumlah Dana yang 1 2 2 3


dihemat Biaya sangat besar
(2,7 Triliun)

Ketersediaan Produksi 2 3 1 1
Pangan
Kesejahteraan Petani 1 3 2 3

Keterpenuhan Gizi 3 2 3

Kemudahan Adaptasi 2 2 1 1
Masyarakat

Komplikasi Legal 3 2 3

Risiko Politik 3 2 1

TOTAL 10 20 13 15

1. Ketahanan Pangan Dengan Impor Beras


Ketersediaan Produksi Pangan
Beras, produksi nasional di tahun 2021 sebanyak 31,4 Juta Ton, dengan peningkatan
konsumsi masyarakat 20,8 Juta Ton. Dan pemerintahan nasional melakukan aktivitas ekspor
beras selama 2021 sebanyak 3,2 Ribu Ton. Meskipun hasil panen beras nasional sangat
melimpah, sayangnya pemerintahan Indonesia masih tetap melakukan Impor beras sebanyak 408
Ribu Ton. Menurut Badan Pusat Statistik, Indonesia melakukan impor beras untuk kebutuhan
nasional sebesar US$183,80 juta dengan volume sebanyak 407.741,4 ton pada 2021. Negara asal
terbesar yang menjadi pengimpor beras nasional Indonesia ialah India senilai impor sebanyak
US$86,28 juta dengan volume sebesar 215.386,5 ton. Kemudian diikuti oleh Thailand dengan
mengimpor beras mencapai US$ 41,32 juta dengan volume sebanyak 69.360 ton. Lalu, Indonesia
mendatangkan beras dari Vietnam senilai US$32,47 juta dengan volume 65.692 ton. Dari
Pakistan, Indonesia mengimpor beras senilai US$20,32 juta dengan volume 52.479 ton. Impor
beras Indonesia dari Myanmar senilai US$1,61 juta dengan volume 3.790 ton. Impor beras dari
China senilai US$850.500 dengan volume 230,3 ton. Kemudian, impor beras dari Jepang ke
dalam negeri US$578,9 dengan volume 42,6 ton. Sedangkan, impor beras dari negara lainnya
senilai US$367.600 dengan berat 760,1 ton. Berdasarkan data yang ditunjukkan oleh BPS pada
tahun 2021, sekitar 29,59 % penduduk Indonesia berprofesi sebagai petani. Artinya ketika
kegiatan impor beras tetap dilakukan, maka kesejahteraan sebanyak 38,78 juta orang (petani)
mengalami penurunan. Namun disisi lain ketika pemerintah menerapkan kebijakan untuk
melakukan pembatasan impor beras yang terjadi adalah meningkatnya angka kemiskinan. Hal ini
disebabkan oleh adanya letak geografis Indonesia yang sulit untuk melakukan swasembada
pangan (Kusumah, 2019).

Kesejahteraan Petani
Berdasarkan hasil penelitian Yusuf & Sumner (2015), impor memberikan kontribusi terhadap
peningkatan kemiskinan di pedesaan sebesar 23% dan perkotaan 33%, dimana 70% rakyat
Indonesia hidup di pedesaan, (2) hampir 50% dari total angkatan kerja nasional, rakyat
menggantungkan nasibnya bekerja di sektor pertanian. Sehingga karena kebijakan pembebasan
masuk impor bebas, yang membuatnya jadi saingan produksi petani sehingga beras petani murah
dan seringkali merugikan petani/tidak menghasilkan keuntungan yang memadai.

Gizi

Penelitian menunjukkan kandungan vitamin A maupun zat besi di dalam beras, jauh di bawah
tingkat kebutuhan tubuh manusia bahkan hampir tidak ada sama sekali. Beras putih belum
memenuhi kandungan nutrisi yang cukup.

Kemudahan Adaptasi Masyarakat

Pada Era saat ini, Masyarakat cenderung lebih menyukai mengkonsumsi beras dalam
negeri, hal tersebut terjadi karena beras yang di impor Bulog memiliki karakteristik dan rasa
lebih pera, walaupun harga yang ditawarkan lebih murah dan secara visualnya memiliki tampilan
yang menarik, akan tetapi masyarakat lebih tertarik mengkonsumsi beras dalam negeri. Namun,
karena tingginya harga beras dalam negeri ini mengakibatkan masyarakat mau tidak mau harus
beradaptasi untuk mengkonsumsi beras impor yang harganya jauh lebih murah, dan karena
tingginya kebutuhan beras dalam negeri mengakibatkan impor beras kian membengkak atau
meningkat beberapa tahun belakang ini.
2. Ketahanan Pangan Dengan Diversifikasi Pangan
Ketersediaan Produksi Pangan

Produksi Jagung mengalami tingkat produksi secara nasional ditahun 2021 mencapai
32,6 Juta Ton, dengan tingkat konsumsi masyarakat sebanyak 24,4 Juta Ton. Sektor jagung ini
menjadi salah satu sektor terkecil dalam hal ekspornya, namun dalam hal ini pemerintahan tetap
melakukan Impor sebanyak 995 Ribu Ton. Panen Singkong di Indonesia selama tahun 2021
sebanyak 15,7 Juta Ton, dan masyarakat mengonsumsi singkong sebanyak 3,4 Juta Ton. Dan
kegiatan ekspor Singkong menjadi tertinggi diantara diversifikasi pangan yaitu sebanyak 165
Ribu Ton. Namun, sektor ini tetap melakukan impor sebanyak 136 Ribu Ton. Kemudian, Panen
Kentang di Indonesia selama tahun 2021 sebanyak 1,3 Juta Ton, dengan tingkatan konsumsi
masyarakat nasional sebanyak 700 Ribu Ton. Pemerintahan Indonesia melakukan ekspor
sebanyak 93 Ribu Ton dengan melakukan kegiatan Impor sebanyak 36 Ribu Ton. Pisang,
dengan tingkatan produksi mencapai 8,7 Juta Ton, dengan konsumsi masyarakat sebanyak 2,4
Juta Ton. Namun, pemerintahan Indonesia masih melakukan import sebanyak 110 Ribu Ton dan
tingkat ekspor sebanyak 143 Ribu Ton. Dan sektor yang terakhir ialah, Sagu dengan tingkat
produksi sebanyak 381 Ribu Ton, dengan konsumsi masyarakat nasional sebanyak 137 Ribu
Ton. Dan melakukan ekspor sebanyak 14 Ribu Ton. Namun, sektor sagu ini tidak melakukan
import.

Kesejahteraan Petani
Jenis komoditas pangan yang akan dihasilkan oleh sektor pertanian akan sangat tergantung dari
pola konsumsi di masyarakat. Penerapan keberagaman konsumsi pangan akan mengubah pola
produksi pertanian di tingkat petani, dimana petani akan memproduksi jenis komoditas yang
banyak sesuai kebutuhan konsumen dengan harga yang cukup tinggi. Hal ini akan membawa
dampak peningkatan pendapatan petani, yang tidak lagi hanya bergantung pada satu komoditas
saja yakni padi sebagai sumber pendapatannya dan dapat menanam komoditas pangan lain yang
memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Kebijakan dan strategi program diversifikasi pangan
dilaksakan dengan tujuan untuk menyadarkan masyarakat agar bersedia dan sesuai dengan
kemampuannya, melaksanakan kegiatan diversifikasi pangan dan untuk mengurangi
ketergantungan pada beras dan pangan impor dengan cara mengembangkan produk makanan
yang berasal dari pangan lokal. (Dewi & Ginting, 2012). Artinya, kebijakan Diversifikasi
pangan secara teknis dimotori oleh para petani dan masyarakat lokal secara politik sangat
mendukung petani dan UMKM masyarakat lokal.

Gizi

Kentang

Karena tumbuh di dalam tanah, kentang memiliki kandungan mineral yang lebih unggul daripada
nasi. Kentang mengandung 5 kali jumlah kalsium, 2 kali jumlah fosfor, dan 14 kali jumlah
kalium yang lebih tinggi dibandingkan nasi putih

Jagung

kandungan gizi antara nasi putih dan nasi jagung tidak memiliki selisih yang banyak, namun
jagung memiliki nutrisi yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan nasi putih, selain itu serat
pada jagung juga bermanfaat untuk pencernaan.

Singkong

Jovita (dokter ahli gizi) menjelaskan, yang membedakan singkong dan nasi adalah mikronutrien,
seperti kalium, natrium, serat dan mineral lainnya. Kandungan kalium pada singkong sekitar 271
mg per 100 gram atau tertinggi dibandingkan lainnya. Kandungan gizi pada singkong yang sudah
diolah tidak mengalami perubahan

Pisang

Pisang mengandung vitamin A (1 persen DV) dan vitamin C (18 persen DV), keduanya ialah
antiokidan dan merupakan nutrisi yang bermanfaat menyehatkan mata dan kulit. Pisang juga
memiliki beta karoten, antioksidan yang dapat membantu melindungi sel dan memperbaiki
kerusakan sel. Selain itu, pisang mengandung vitamin E (120 mg per pisang ukuran kecil dan
lutein (26 mg per pisang ukuran sedang. Fungsi dari lutein dapat membentu mengurangi risiko
degenerasi makula, menurut Isabel Smith, MS., RD., CDN..

Kemudahan Adaptasi Masyarakat


Sebagian besar masyarakat masih beranggapan bahwa diversifikasi pangan adalah
pengalihan pola makan yang tadinya mengonsumsi makanan pokok beras menjadi non beras.
Sedangkan diversifikasi pangan memiliki arti yang lebih luas yaitu penganekaragaman pangan
yang berarti dalam satu minggu masyarakat tidak harus mengonsumsi nasi untuk memenuhi
kebutuhan karbohidrat. Padahal dari data diatas diketahui bahwa banyak bahan pangan lain yang
bisa di konsumsi sebagai pengganti beras yang nilai gizinya sama dengan beras. Namun, hal
tersebut tentunya juga tidak mudah untuk masyarakat, karena mengkonsumsi nasi merupakan
budaya yang sudah mendarah daging sejak dulu, jadi masyarakat belum terbiasa jika harus
mengkonsumsi bahan pangan lain selain beras, akan tetapi pemerintah tetap berupaya untuk terus
meningkatkan Diversifikasi pangan ini sebagai upaya untuk mengurangi perminataan beras yang
semakin tahun semakin meningkat, hal itu juga merupakan upaya pemerintah untuk ketahanan
pangan serta supaya negera kita tidak terus bergantung dengan negera lain untuk impor beras.

3. Ketahanan Pangan Dengan Padi Transgenik

Padi transgenik
(2022)
Langkah selanjutnya, Pemerintah menyiapkan anggaran untuk perluasan lahan tanam kedelai
dari yang sekarang sekitar 150 ribu hektare menjadi 300 ribu hektare, dan menjadi 600 ribu
hektare pada tahun depan. Pemerintah berupaya mengejar target 1 juta hektare produksi dalam
beberapa tahun ke depan.

"Anggarannya sudah disiapkan sekitar Rp400 miliar dan tahun depan juga akan ditingkatkan dari
300 ribu menjadi 600 ribu hektare, existing sekitar 150 ribu hektare. Dengan demikian maka
produksi itu, angka target produksi 1 juta hektare dikejar untuk 2-3 tahun ke depan," pungkas
Menko Airlangga. Di Indonesia, Filipina dan negara-negara lainya, padi transgenik (golden rice)
tidak sepenuhnya diterima. Sebagaian masyrakat Indonesia menolak kehadiran padi transgenik
karena dikhawatirkan akan menyebabkan perubahan ekosistem. Masyarakat memiliki kekwatiran
bahwa padi transgenik dapat menularkan sifat mutasinya ke tanaman alami disekitarnya.
Menurut Greenpeace (2013), golden rice sebagai padi trasgenik dapat merusak sumber plasma
nutfah alami, sementara manfaat langsungnya bagi kesehatan konsumen belum teruji dengan
baik. selain itu berdasarkan data dari Greenpeace padi transgenik memiliki dampak negative
terhadap lingkungan, menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia dan dapat membahayakan
keamanan pangan, nutrisi, dan keuangan.

Kesejahteraan Petani
International Service for the Acquisition of Agri-biotech Applications (ISAAA) memperkirakan
setidaknya 18 juta petani di 27 negara menanam tanaman hasil rekayasa genetika. Dengan
teknologi DNA dapat dihasilkan tanaman transgenik yang memiliki sifat baru, misalnya
ketahanan terhadap serangga,hama, herbisida, atau cekaman abiotik yang akan dapat
menguntungkan petani. Namun, di Indonesia produk pertanian atau pangan transgenik masih
berada di tataran riset dan pengembangan, belum pada tataran komersialisasi secara besar-
besaran, sehingga masih memerlukan waktu dalam penerapannya secara luas.

Gizi
Kelebihan gizi pada padi transgenik daripada beras biasa yaitu memiliki kandungan vitamin A
dan zat besi yang tinggi.

Kemudahan Adaptasi Masyarakat

Sebagian Masyarakat masih ragu untuk menggunakan Beras dari Padi Transgenik untuk
konsumsi sehari-hari, karena sebagian mereka khawatir mengenai keamanannya, baik untuk
kesehatan maunusia maupun ternak, mereka juga khawatir apabila dengan adanya padi
transgemik akan mengganggu keseimbangan lingkungan (ekologi). Masyarakat lebih cenderung
menyukai beras lokal yang ditanam oleh petani, namun pada kenyataannya produksi padi sendiri
dari tahun ke tahun mengalami penurunan jumlahnya karena ketersediaan lahan yang semakin
berkurang dan karena cuaca yang tidak menentu mengakibatkan petani gagal panen.

4. Ketahanan Pangan Dengan Pangan Lokal Sagu

Kesejahteraan Petani

Kontribusi sagu terhadap kesejahteraan petani, jumlah petani sagu hingga tahun 2020 mencapai
286.007 KK, yang telah mengekspor sagu mencapai Rp. 47,52 milyar dengan volume sagu
sebanyak 13.982 ton ke lima negara yakni, Jepang, Malaysia, China, Singapura, dan Korea
Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa produk sagu Indonesia diminati oleh pasar global maka dari
itu sagu layak dikembangkan secara serius karena memiliki potensi besar dalam meningkatkan
devisa negara dan meningkatkan daya saing produk. Pendapatan petani sagu cukup menjanjikan
apalagi jika pemerintah secara serius mempublikasikan bahwa sagu menjadi salah satu makanan
pokok utama Indonesia.
Gizi

Menurut Spesialis Gizi Klinis, dr Ida Gunawan, SpGK, jika dilihat dari kandungannya, nasi lebih
unggul dibandingkan sagu karena masih memiliki kandungan protein. Sementara kandungan
nutrisi di dalam sagu terbilang sedikit. Sebanyak 100 gram sagu hanya mengandung 1-2 gram
protein dan serat 2-3 gram. Namun, sagu bebas gluten, sagu terdiri dari pati resistan, dan sagu
memiliki indeks glikemik yang rendah.

Kemudahan Adaptasi Masyarakat

Masyarakat Indonesia secara keseluruhan belum terbiasa mengkonsumsi sagu sebagai makanan
pokok sehari-hari, karena buat orang yang belum terbiasa menjadikan sagu sebagai bahan
makanan utama, barangkali harus butuh adaptasi yang tidak sebentar, khususnya masyarakat
Indonesia bagian barat yang sudah terbiasa mengkonsumi nasi sebagai makanan pokok, dan
Sagu sendiri merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia Timur sejak jaman dahulu kala.
Sagu banyak dikonsumsi oleh masyarakat Papua dan Maluku. Jadi mungkin mereka yang akan
mudah untuk beradaptasi dengan kebijakan penguatan bahan pangan alternatif sagu ini.

BAB IV
Alternatif Diversifikasi Pangan untuk Penguatan Ketahanan Pangan
-pengertian diversifikasi pangan
Diversifikasi pangan merupakan proses pemilihan bahan pangan yang tidak bergantung
pada satu jenis pangan saja tetapi juga pada berbagai bahan pangan. Proses ini meliputi produksi,
operasi, distribusi, dan konsumsi di tingkat rumah tangga (Tampubolon, 1998). Diversifikasi
pangan disikapi dengan memiliki berbagai sumber pangan antara lain makanan pendamping,
sayuran, dan buah-buahan. Artinya semakin bervariasi dan seimbang komposisi makanan maka
semakin baik kualitas gizinya.

Diversifikasi pangan mengarah pada keragaman pangan yang dapat meningkatkan


kesejahteraan ekonomi. Di dalam konteks, diversifikasi mempengaruhi peningkatan produksi
dan nilai ekonomis produk pangan. Nilai ekonomi tambahan makanan bisa meningkatkan
pendapatan, ketahanan rumah tangga penduduk dan kesejahteraan

-indeks ketahanan pangan

-keunggulan diversifikasi pangan


Adapun diversifikasi pangan memiliki berbagai keunggulan dalam penguatan ketahanan pangan
di (Kesejahteraan petani) Penerapan keberagaman konsumsi pangan akan mengubah pola
produksi pertanian di tingkat petani, dimana petani akan memproduksi jenis komoditas yang
banyak sesuai kebutuhan konsumen dengan harga yang cukup tinggi. Hal ini akan membawa
dampak peningkatan pendapatan petani, yang tidak lagi hanya bergantung pada satu komoditas
saja yakni padi sebagai sumber pendapatannya dan dapat menanam komoditas pangan lain yang
memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi.

BAB V
Rencana Implementasi

Bagaimana Implementasi Kebijakan Bisa Berjalan (Tersedia Anggaran, Regulasi, SDM)


Diversifikasi pangan merupakan upaya untuk mewujudkan konsumsi pangan beragam dengan
gizi seimbang dan aman di tingkat rumah tangga ataupun perorangan. Namun, tantangan utama
yang dihadapi adalah melakukan substitusi pola konsumsi pangan masyarakat, yang dominan
beras kearah umbi-umbian dan jagung, maka strategi yang perlu dilakukan untuk mempercepat
diversifikasi konsumsi pangan tersebut adalah sebagai berikut:
● Melakukan gerakan nasional diversifikasi konsumsi berbasis pangan lokal;
● Memberikan penghargaan kepada masyarakat yang mengkonsumsi pangan non beras;
● Introduksi pangan lokal non beras pada anak usia dini; serta
● Pengembangan teknologi pangan untuk meningkatkan nilai sosial dan nilai pangan lokal
non beras.
Sasaran daerah/penerima manfaat perlu diarahkan pada:
● Daerah yang tingkat konsumsi berasnya tinggi;
● Daerah yang mempunyai potensi produksi dan sumberdaya alam berbasis pangan lokal;
● Daerah rawan pangan; dan
● Kelompok anak mulai usia dini dan anak sekolah.
Sasaran Jangka Panjang (2015) menuju komposisi Pola Pangan Harapan (PPH) ideal
mendekati 100. Sasaran tahunan dimulai tahun 2021 adalah sebagai berikut :
● Menurunnya konsumsi beras sebesar 1 persen per tahun;
● Meningkatnya konsumsi umbi-umbian sebesar 1-2 persen per tahun;
● Meningkatnya indeks ketahanan pangan sebesar …… pada tahun 2042 “20 th yg akan
datang”
● Meningkatnya konsumsi pangan hewani sebesar 2 persen per tahun (Pusat Konsumsi
Pangan BKP, 2008)

Adapun aktor serta perannya dalam kebijakan diversifikasi pangan adalah sebagai berikut:

AKTOR PERAN DALAM KETAHANAN PANGAN


1. Koordinasi dan pelaksanaan diversifikasi dan pemantapan
ketahanan pangan
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan prasarana dan
sarana pertanian, peningkatan produksi jagung, kentang,
singkong, dan pisang
3. Membuat roadmap diversifikasi pangan hulu hingga hilir,
meliputi produksi, pascapanen, stok dan pengolahan,
pemasaran hingga pemanfaatan berupa edukasi ke masyarakat.

1. Melakukan sosialisasi kepada penyandang Disabilitas terkait


stabilitas ketahanan pangan dengan memanfaatkan lahan untuk
ditanami berbagai tanaman pangan lokal non-beras.
2. Membuat program Bantuan Non-Tunai (BPNT) kepada
penerima Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang bertujuan
untuk meningkatkan keberagaman dan ketahanan pangan dalam
konsumsi sehari-hari.

1. Membuat perjanjian perdagangan terkait ekspor diversifikasi


pangan nasional untuk beberapa kawasan seperti Afrika,
Amerika Selatan, Eropa Timur, Eropa Tenggara, Asia Selatan,
dan Timur Tengah. Perjanjian perdagangan seperti ini
memberikan insentif baik dimana meluasnya pasar akan
semakin memudahkan produk-produk alternatif untuk
dipasarkan.

1. Menyediakan bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dapat


diakses untuk para pelaku usaha pertanian dengan bunga sebesar
3 persen.
2. Membentuk Badan Pangan Nasional yang memiliki wewenang
untuk mengelola cadangan pangan Pemerintahan,
pengembangan diversifikasi pangan dan pengembangan potensi
pangan lokal.

1. Mengkoordinasikan dan merumuskan kebijakan di bidang


peningkatan diversifikasi dan pemantapan ketahanan pangan
sesuai dengan Perpres Nomor 45 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pertanian
1. Menyediakan benih Golden Rice yang sudah berhasil
dimodifikasi secara transgenik untuk bisa ditanam dan
diproduksi secara luas di Indonesia.
2. Mendirikan lembaga penelitian International Rice Research
Institute di Indonesia, guna memantau serta mengedukasi para
petani terkait pembibitan Padi Transgenik “Golden Rice”

1. Menjaga ketersediaan pangan serta stabilisasi harga pangan di


tingkat produsen dan konsumen.
2. Melakukan pengelolaan cadangan pangan untuk Pemerintahan
3. Penyediaan dan Pendistribusian diversifikasi pangan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 Tentang


Ketahanan Pangan telah dijelaskan bahwa Pemerintah daerah melaksanakan kebijakan dan
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan diwilayahnya masing-masing,
dengan memperhatikan pedoman, norma, standar, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat. Selanjutnya Pemerintah daerah mendorong keikutsertaan masyarakat dalam
penyelenggaraan ketahanan pangan tersebut, maka pengawasan terhadap pelaksanaan
diversifikasi pangan dilakukan tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga masyarakat secara luas
untuk bersama-sama mewujudkan diversifikasi pangan untuk penguatan ketahanan pangan.
BAB VI
Penutup

Referensi
Widi, S. & Sadya, S. (2022). Indonesia Masih Impor Beras pada 2021, Terbanyak dari India.
Retrieved December 3, 2022, from https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/indonesia-masih-
impor-beras-pada-2021-terbanyak-dari
-india

Editor, Nasional Kontan. (2021). Wamendag Sebut Perjanjian Perdagangan Bermanfaat untuk
Diversifikasi Ekspor. Retrieved December 3, 2022, from
https://nasional.kontan.co.id/news/wamendag-sebut-perjanjian-perdagangan-bermanfaat-untuk-
diversifikasi-ekspor

Editor, Kemenkeu. (2022). Ini Strategi Pemerintah Dorong Ketahanan Pangan untuk Hadapi
Dinamika Global. Retrieved December 3, 2022, from https://www.kemenkeu.go.id/informasi-
publik/publikasi/berita-utama/Strategi-Pemerintah-Dorong-Ketahanan-Pangan
Editor, Antara. (2008). Indonesia Kembangkan Padi Golden RIse IRRI. Retrieved December 3,
2022, from https://www.antaranews.com/berita/118328/indonesia-kembangkan-padi-golden-
rice-irri

Myoga, David. (2021). Wujudkan Ketahanan Pangan, PM di Balai Disabilitas “Ciungwanara”


Panen Ubi Jalar. Retrieved December 3, 2022, from https://kemensos.go.id/wujudkan-
ketahanan-pangan-pm-di-balai-disabilitas-ciungwanara-panen-ubi-jalar

Amady, M.R.E. (2017). Jaminan Konsumsi Rumah Tangga Petani Sagu di Desa Sungai Tohor Kabupaten Meranti,
Riau. Indonesian Journal of Anthropoloogy. Vol.2(2). Pg. 88-96.

Setyowati, H.E. Pekan Sagu Nusantara 2020. Kementerian Pertanian.

https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=4541

Nainggolan, K. 2008. Ketahanan dan Stabilitas Pasokan, Permintaan, dan Harga Komoditas Pangan. Analisis
Kebijakan Pertanian. Vol. 6 (2). Pg. 114-139.

Pratama Kusumah, F. (2019). Ekonomi Politik dalam Kebijakan Impor Beras: Membaca Arah Kebijakan
Pemerintah 2014-2019. POLITIKA: Jurnal Ilmu Politik, Vol.10, No(Ekonomi Politik), 137–162.

https://doi.org/10.14710/politika.10.2.2019.137-162

DPRD RI. 2022. DPR Tetapkan Badan Pangan Nasional Jadi Mitra Komisi IV.

https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/40940/t/
DPR+Tetapkan+Badan+Pangan+Nasional+Jadi+Mitra+Komisi+IV

Anda mungkin juga menyukai