Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Pangan adalah kebutuhan primer manusia untuk menjalani kehidupan.


Ketahanan pangan merupakan suatu jaminan untuk setiap individu agar hidup sehat
serta bekerja secara produktif (Saliem & Ariani, 2016). Sejak Konferensi Roma
tahun 1974, banyak konsep yang telah berkembang sehingga banyak memunculkan
definisi ketahanan pangan dari berbagai perbedaan sudut pandang maka pada World
Food Summit 1996 telah disetujui oleh banyak pihak bahwa, ketahanan pangan
dinyatakan ada jika setiap orang memiliki akses terhadap pangan serta ekonomi
yang memadai, makanan yang aman dan bergizi untuk dapat memenuhi kebutuhan
energinya setiap saat. Pernyataan tersebut menjadi salah satu rujukan dalam
Undang - undang No. 18 tahun 2012, tentang pangan yang menjadi dasar dalam
upaya peningkatan ketahanan pangan di Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 17 tahun 2015 mendefinisikan Ketahanan Pangan dan Gizi sebagai
kondisi saat terpenuhinya kebutuhan Pangan serta Gizi setiap warga negara, yang
dilihat dari kuantitas yang mencukupi serta kualitas yang aman dan terjangkau oleh
setiap masyarakat serta tidak bertentangan dengan keyakinan.

Indonesia merupakan negara agraris terbesar di Asia Tenggara, juga populasi


penduduk terbesar ke 4 di dunia. Salah satu masalah yang sedang dihadapi
Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar yaitu bagaimana pangan yang
tersedia di negara ini dapat memenuhi kebutuhan seluruh penduduknya, karena
sampai saat ini Indonesia belum dapat menjamin seluruhnya untuk memenuhi
kebutuhan pangan penduduknya (Widada et al., 2017). Pemerintah terus berupaya
dalam meningkatkan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi pangan
dalam negeri. Hal tersebut menjadi sangat penting karena jumlah penduduknya
terus bertambah jumlahnya dan tersebar luas dengan cakupan geografis yang
beragam. Untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, Indonesia
membutuhkan ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup dan tersebar merata,

1
2

yang dapat memenuhi kecukupan konsumsi ataupun stok nasional


(www.bulog.co.id, 2018).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), di tahun 2015-2017,


produksi tanaman pangan di Negara Indonesia yang masih belum dapat memenuhi
kebutuhan pangan masyarakatnya, yang dikhawatirkan dapat mengancam tingkat
ketahanan pangan Nasional. Berikut merupakan jumlah produksi tanaman pangan
dalam negeri menurut Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pertanian pada tahun
2015-2017, yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1: Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Nasional Tahun 2018-2020

Tahun
2018 2019 2020
Luas Panen (ha) 11 377 934,44 10 677 887,15 10 657 274,96
Produktivitas (ku/ha) 52,03 51,14 51,28
Produksi (ton) 59 200 533,72 54 604 033,34 54 649 202,24
Sumber: BPS dan Kementerian Pertanian, 2018-2020
Ketersediaan pangan strategis dapat terpenuhi oleh hasil produksi baik dalam
negeri ataupun impor, hal itu dilakukan agar upaya dalam memenuhi ketersediaan
pangan sebagai salah satu pilar penting dalam ketahanan pangan dapat dipenuhi.
Komoditas pangan strategis seperti beras, kedelai, jagung, cabai besar, gula pasir,
cabai rawit, daging sapi, bawang putih, bawang merah, telur ayam ras serta daging
ayam ras. Berikut merupakan Tabel 2 yang menggambarkan kondisi pangan
strategis pada tahun 2017 hingga tahun 2019.

Tabel 2: Ketersediaan Pangan Strategis pada Tahun 2017-2019

Ketersediaan Bahan Makanan (000


Produksi (000 ton)
No Komoditas ton)
2017 2018* 2019** 2017 2018* 2019**
1 Beras 32960 33475 31664 33827 34213 31673
2 Jagung 25164 26148 25800 276 293 297
3 Kedelai 539 983 461 3000 3343 2984
4 Gula Pasir 2122 2171 2258 6260 6533 5929
5 Cabai 1206 1207 1266 1195 1202 1263
6 Cabai Rawit 1153 1336 1372 1113 1289 1324
7 Bawang Merah 968 990 1000 926 950 957
8 Bawang Putih 14 28 58 533 557 440
3

Ketersediaan Bahan Makanan (000


Produksi (000 ton)
No Komoditas ton)
2017 2018* 2019** 2017 2018* 2019**
9 Daging Sapi 364 373 367 459 511 533
10 Daging Ayam Ras 3291 3637 3637 3126 3374 3455
11 Telur Ayam Ras 4633 4688 4753 4538 4592 4656
Keterangan: (*) Angka Sementara, (**) Angka Sangat Sementara.
Sumber: Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dan Badan Pusat
Statistik 2017-2019
Dilihat dari Tabel 2 ketersediaan dari gula pasir, kedelai, bawang putih serta
daging sapi mayoritas masih bergantung pada produk impor dari luar negeri. Dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019,
kebijakan umum kedaulatan pangan mengarah pada pengembangan ketahanan
pangan pada kemandirian pangan dengan memperhatikan stabilisasi harga bahan
pangan, peningkatan produksi pangan pokok, terjaminnya bahan pangan yang
berkualitas dan aman dengan nilai gizi yang baik serta peningkatan kesejahteraan
pelaku usaha penyedia pangan. Ketahanan pangan memiliki sifat yang
multidimensi, maka dalam menentukan penilaian pada kondisi ketahanan pangan
yang membutuhkan pengukuran menyeluruh dengan memperhatikan berbagai
indikator yang ada pada tiga pilar ketahanan pangan diantaranya ketersediaan, akses
serta pemanfaatan pangan. Rangkaian berbagai indikator tersebut dapat digabung
untuk menghasilkan nilai yang saling berkesinambungan antar indikator dalam
ketahanan pangan, dan selanjutnya dibentuk menjadi sebuah Indeks Ketahanan
Pangan (IKP).

Berdasarkan nilai IKP yang dirilis Badan Ketahanan Pangan Kementerian


Pertanian (2019), terdapat 416 kabupaten 71 kabupaten (17,1%) memiliki nilai IKP
yang rendah (Prioritas 1,2,3) sehingga harus diprioritaskan berdasarkan tingkat
kerentanan pangan yang lebih menyeluruh. Nilai Indeks Ketahanan Pangan tersebut
bersifat dinamis oleh karena itu pembaharuan selalu dilakukan setiap tahunnya agar
dapat mengetahui perkembangan suatu wilayah sebagai hasil dari program dan
kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah tersebut. IKP yang dihasilkan
dibagi dalam enam kelas yang dikategorikan berdasarkan cut off point Indeks
Ketahanan Pangan. Wilayah dalam di kelompok 1 merupakan Kabupaten dengan
4

tingkat kerentanan yang tinggi. Wilayah yang berada di kelompok 6 yaitu


kabupaten yang masuk dalam tingkat ketahanan pangan paling aman. Distribusi
IKP daerah Kabupaten dapat dilihat pada Gambar.1

Kabupaten

25
19
27

201 38

106

Prioritas 1 Prioritas 2 Prioritas 3 Prioritas 4 Prioritas 5 Prioritas 6

Gambar 1: Distribusi Indeks Ketahanan Pangan Kabupaten, 2019


Sumber: Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian tahun 2019
Indeks Ketahanan pangan terbentuk dari sebuah sistem penilaian beberapa
indikator yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan di suatu daerah. Indikator
dalam penyusunan IKP merupakan determinasi faktor dari 3 pilar ketahanan
pangan, diantaranya ketersediaan pangan, akses terhadap pangan dan pemanfaatan
pangan. Ketersediaan Pangan merupakan kondisi tersedianya pangan. Akses
terhadap pangan merupakan kemampuan rumah tangga dalam memperoleh pangan
yang cukup dan bergizi. Pemanfaatan merupakan penggunaan pangan rumah
tangga serta kemampuan individu dalam menyerap dan memetabolisme berbagai
zat gizi. Salah satu wilayah dengan hasil produksi pertanian terbesar di Indonesia
adalah Kabupaten Garut, terutama untuk tanaman hortikultura. Bahkan Kabupaten
Garut terdapat pada prioritas 6 dalam distribusi IKP Kabupaten yang dirilis oleh
BKP Kementerian Pertanian pada tahun 2019, yang artinya Kabupaten Garut
memiliki kondisi ketahanan pangan yang baik jika dilihat dari Indeks Ketahanan
Pangan. Dilihat pada data jumlah tanaman pangan pada tahun 2019, tercatat luas
panen padi di Provinsi Jawa Barat sebesar 1.578.835, 70 hektar dengan hasil
5

produksi sebesar 9.084.957,22 ton, dan Kabupaten Garut termasuk ke dalam


penyumbang produksi padi yang tinggi dengan jumlah produksi sebanyak
449.395,01 ton (BPS, 2020). Dalam aspek kesediaan pangan, jika dibanding dengan
kebutuhan dan konsumsi di lapangan, stok beras di Kabupaten Garut memang
selalu surplus.1

Tabel 3: Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Kabupaten Garut pada
Tahun 2017-2019

Produktivitas
Luas Panen (ha) Produksi (ton)
(kw/ha)
2017 80052,00 56,22 450062,00
2018 80402,15 55,92 449584,54
2019 80397,63 55,90 449395,01
Sumber: Badan Pusat Statistik 2020
Namun masih terdapat beberapa desa di Kabupaten Garut yang masuk ke
dalam kategori rawan pangan. Data tersebut diperoleh langsung dari pihak Dinas
Ketahanan Pangan Kabupaten Garut, terdapat delapan desa yang tersebar di
beberapa kecamatan dan dinyatakan sebagai daerah rawan pangan. Desa tersebut
antara lain Desa Jayamekar, Girimukti, Cihaurkuning, Margamulya, Purwajaya,
Sukamulya, Jayabakti dan Desa Mulyajaya.2 Selain itu, kinerja Dinas Ketahanan
Pangan Kabupaten Garut banyak dipertanyakan masyarakat, seiring terjadinya
wabah pada tahun 2020 terkait cadangan makanan yang harusnya ada untuk
persiapan menghadapi wabah, namun peranan Dinas Ketahanan Pangan sangat
tidak terlihat di masyarakat. Setelah mengkaji dokumen Rencana Kerja sampai
dengan Daftar Pelaksanaan Anggaran Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Garut,
terjadi inkonsistensi yang sangat tinggi. Hal tersebut dinilai tidak memiliki manfaat

1
Kepala Dinas Pertanian Garut Beni Yoga Gunasantika, “Target Produksi Tercapai, Garut
Klaim Surplus Gabah Kering hingga 60 Ribu Ton”, dikutip dari
http://distan.jabarprov.go.id pada tanggal 19 Maret 2021
2
Ketua DPC PDIP Yuda Puja Turnawan, “Sejumlah Desa Di Garut Rawan Pangan,
Ini Upaya Legislator”, dikutip dari https://www.rmoljabar.id pada tanggal 16
Januari 2020
6

dan dampak baik pada masyarakat.3 Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik
untuk menganalisis ketahanan pangan daerah di Kabupaten Garut.

1.2. Identifikasi Masalah

Dilihat dari uraian latar belakang penelitian, maka identifikasi masalah yang
dikaji pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kondisi ketahanan pangan daerah Kabupaten Garut dilihat dari


3 pilar ketahanan pangan?

2. Apa permasalahan yang menjadi kendala dalam mewujudkan ketahanan


pangan pada daerah rawan pangan di Kabupaten Garut.

3. Bagaimana strategi peningkatan ketahanan pangan pada daerah rawan


pangan di Kabupaten Garut

1.3. Maksud dan Tujuan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maksud dan tujuan dari penelitian


ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis kondisi ketahanan pangan daerah Kabupaten Garut dilihat


dari 3 pilar ketahanan pangan.

2. Mencari permasalahan yang menjadi kendala dalam mewujudkan


ketahanan pangan pada daerah rawan pangan di Kabupaten Garut.

3. Menyusun strategi dan skenario peningkatan ketahanan pangan pada daerah


rawan pangan di Kabupaten Garut

3
Ketua Masyarakat Transparansi Jawa Barat Iyep S Arasyid, “Ketua Mata Jabar:
Ditengah Pandemi Covid-19 Perencanaan dan Kinerja DKP Garut Buruk” dikutip
dari https://hariangarutnews.com pada tanggal 19 Mei 2020
7

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah ilmu dan
wawasan tentang ketahanan pangan daerah

2. Bagi Pemerintah Daerah, diharapkan hasil penelitian ini mampu


memberikan rujukan kebijakan sehingga dapat meningkatkan ketahanan
pangan daerah

3. Bagi Akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu bahan
informasi yang dapat dijadikan sumber referensi pada penelitian
selanjutnya.

4. Bagi Swasta, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber


informasi sebagai acuan dalam membuat keputusan untuk pengembangan
usaha serta kesejahteraan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai