Anda di halaman 1dari 8

ACARA IX

PERENCANAAN KEBUTUHAN PANGAN

I. Latar Belakang
Tantangan masa depan Indonesia salah satunya adalah sumberdaya yang cukup
untuk menjamin ketahanan pangan bagi penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan
pangan terkait dengan upaya peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Kualitas
kesehatan masyarakat yang bagus dipicu oleh pemenuhan kebutuhan pangan yang
maksimal sehingga diperoleh kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang memiliki kualitas
yang baik, daya saing tangguh, dan unggul sebagai bangsa. Ketahanan pangan meliputi
tiga komponen yaitu ketersediaan pangan, keterjaungkauan pangan yang merata, serta
kualitas pangan dan nutrisi yang baik (Kementrian Perdagangan, 2013).
Konsumsi pangan akan terus meningkat sejalan dengan jumlah penduduk yang
semakin meningkat. Hal tersebut mendorong pemerintah untuk melaksanakan kebijakan
pangan yaitu menjamin ketahanan pangan yang meliputi pasokan, diversifikasi, keamanan,
kelembagaan, dan organisasi pangan dimana kebijakan tersebut diperlukan untuk
meningkatkan kemandirian pangan. Masalah ketahanan pangan meliputi ketersediaan
bahan pangan, distribusi dan konsumsi. (Syaifullah, 2013). Pangan merupakan kebutuhan
dasar penduduk yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi
manusia yang dijamin di dalam Undang-Undnag Dasar Negara Indonesia 1945.
Pembangunan yang mengabaikan keswadayaan kebutuhan dasar penduduk akan
berdampak negatif dimana suatu negara akan bergantung pada negara lain. Hal tersebut
akan memicu suatu negara untuk menerapkan kebijakan impor pangan. Untuk mengetahui
persediaan pangan di waktu yang akan datang maka diperlukan proyeksi persediaan
pangan. Proyeksi dilakukan tidak hanya untuk mengetahui komponen demografi. Namun,
dapat juga dilakukan dalam perencanaan ketersediaan pangan dan kebutuhan pangan
sehingga dihasilkan persediaan pangan diwaktu yang akan datang.
II. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini, yaitu :
1. Menghitung persediaan beras Provinsi Bali
2. Menganalisis proyeksi ketahanan pangan di Provinsi Bali
III. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini, yaitu:
1. Laptop/computer
2. Microsoft Excel
3. Data proyeksi jumlah penduduk Provinsi Bali hasil spectrum per kelompok umur
tahun 2015, 2020, 2030 2040, dan 2045
4. Data jumlah ketersediaan padi Provinsi Bali Tahun 2015
5. Data jumlah kebutuhan beras Provinsi Bali Tahun 2015
IV. Diagram Alir
Langkah kerja dari praktikum ini, meliputi :

Data proyeksi jumlah penduduk Provinsi Bali


hasil spectrum per kelompok umur tahun 2015,
2020, 2030 2040, dan 2045

Data jumlah ketersediaan padi Provinsi Bali


Tahun 2015

Data jumlah kebutuhan beras Provinsi Bali


Tahun 2015

Menghitung total ketersediaan


padi yang dihitung dengan
produksi netto

Mengkonversi ketersediaan
padi menjadi beras dan
menghitung proyeksi
ketersediaan beras
Menghitung proyeksi kebutuhan
beras per tahun pada tahun 2015,
2020, 2030, 2040, dan 2045

Menghitung proyeksi persediaan


beras per tahun pada tahun 2015,
2020, 2030, 2040, dan 2045

Tabel Proyeksi Tabel Proyeksi Tabel Proyeksi Persediaan


Ketersediaan Beras Kebutuhan Beras Total Beras dan Contoh
Provinsi Bali Tahun 2015, dan Contoh Perhitungan Perhitungan Provinsi Bali
2020, 2030, 2040, dan Provinsi Bali Tahun Tahun 2015, 2020, 2030,
2045 2015, 2020, 2030, 2040, 2040, dan 2045
dan 2045

Keterangan :

Input
Proses
Output
V. Hasil Praktikum
1. Tabel Proyeksi Ketersediaan Beras Provinsi Bali Tahun 2015, 2020, 2030, 2040, dan
2045 (terlampir)
2. Tabel Proyeksi Kebutuhan Beras Total dan Contoh Perhitungan Provinsi Bali Tahun
2015, 2020, 2030, 2040, dan 2045 (terlampir)
3. Tabel Proyeksi Persediaan Beras dan Contoh Perhitungan Provinsi Bali Tahun 2015,
2020, 2030, 2040, dan 2045 (terlampir)
VI. Pembahasan
Pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus terpenuhi untuk dapat
berlangsungnya kehidupan manusia. Peningkatan produksi pangan harus dilakukan secara
berkelanjutan untuk mengimbangi peningkatan konsumsi akibat peningkatan jumlah
penduduk, sehingga masyarakat dan negara berada dalam kondisi ketahanan pangan. Di
Indonesia, peningkatan ketahanan pangan merupakan salah satu program utama nasional
sejak satu dasawarsa terakhir (Nurwati, 2016).
Ketahanan Pangan (KP) suatu negara dapat diartikan sebagai kemampuan negara
memenuhi kecukupan pangan seluruh penduduk meliputi aksesibilitas (keterjangkauan),
stabilitas serta kontinuitas pengadaan dan distribusi. Sedangkan, menurut Badan
Ketahanan Pangan tujuan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi
negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat,
aktif, dan produktif secara berkelanjutan (Badan Ketahanan Pangan, 2019). Ketahanan
pangan dilakukan salah satunya untuk menjamin persediaan komoditas beras salah satu
provinsi di Indonesia yang dipilih yaitu Provinsi Bali.
Wilayah Bali secara umum beriklim laut tropis yang dipengaruhi oleh angin
musiman sehingga cocok untuk ditanami tanaman pangan di sektor pertanian seperti padi.
Bahkan di wilayah rural, sebagian besar masyarakat Bali bercorak produksi sebagai petani
kecil dengan pola pertanian tradisional yang dipengaruhi oleh perubahan iklim. Kegiatan
pertanian tanaman pangan berupa padi yang intensif dilakukan untuk pemenuhan
kebutuhan beras di Provinsi Bali dal lainnya. Beras merupakan kebutuhan pokok
masyarakat Indonesia sehari-hari termasuk Provinsi Bali (Badan Pusat Statistika, 2018).
Sebagai suatu kebutuhan, maka kebutuhan konsumsi beras haruslah terpenuhi agar tidak
terjadi pergejolakan dalam masyarakat. Oleh karena itu, perlunya sebuah perencanaan
dalam mempersiapkan kebutuhan beras masyarakat di masa yang akan datang dengan
prediksi atau proyeksi kebutuhan akan persediaan beras dimasa yang akan datang (Rohman
dan Artita, 2017). Untuk melakukan perencanaan perhitungan persediaan beras dibutuhkan
data ketersediaan beras dan kebutuhan beras pada Provinsi Bali.
Berdasarkan tabel 9.1 menunjukkan ketersediaan beras Provinsi Bali pada tahun
dasar yaitu 2015. Ketersediaan beras atau produksi beras merupakan salah satu faktor
penting dalam upaya penyediaan beras sebagai bahan pangan pokok. Produksi padi pada
tahun 2015 Provinsi Bali sebesar 853.710.000 kg. Kemudian produksi padi tersebut
dikonversikan menjadi produksi beras. Produksi neto beras dihasilkan sebesar
494.970.417,2 kg pada tahun 2015. Proyeksi produksi beras diasumsikan meningkat
hingga tahun 2045 karena produksi padi semakin digencarkan dan perkembangan
teknologi seriring dengan pertumbuhan penduduk Provinsi Bali yang semakin meningkat
hingga tahun 2045. Pada tahun 2045, produksi padi yang dihasilkan sebesar 867.027.832,6
kg dengan laju pertumbuhan sebesar 0,0038 dari tahun 2040. Laju pertumbuhan padi untuk
menentukan proyeksi produksi padi yang digunakan untuk menghitung produksi beras.
Laju pertumbuhan padi ditentukan berdasarkan tren ketersediaan atau produksi padi pada
tahun sebelum 2015 sehingga didapatkan proyeksi produksi padi. Proyeksi produksi padi
digunakan untuk menghitung proyeksi produksi beras dengan memperhitungkan jumlah
beras yang bersih. Pada tahun 2045, didapatkan prediksi produksi neto beras sebesar
502.590.370,6 kg.
Perhitungan persediaan beras membutuhkan data lainnya yaitu kebutuhan beras
yang dihitung dari jumlah kebutuhan pangan perkelompok umur tahun 2015. Perhitungan
jumlah kebutuhan pangan dalam satu menggunakan data jumlah penduduk perkelompok
umur dikali dengan rata-rata konsumsi beras perhari karena kebutuhan atau konsumsi beras
pada setiap kelompok umur itu berbeda. Berdasarkan tabel 9.2 menunjukkan pada tahun
dasar yaitu tahun 2015 jumlah penduduk Provinsi Bali sebesar 2.015.570 jiwa yang
memiliki kebutuhan beras sebesar 218.665.587,0 kg. Proyeksi kebutuhan beras
diasumsikan meningkat seiring berjalannya waktu. Hal tersebut dikarenakan jumlah
penduduk Bali hasil proyeksi yang semakin meningkat hingga tahun 2045. Pada tahun
2045 diperkirakan jumlah penduduk Provinsi Bali sebesar 4.696.084 jiwa dengan
kebutuhan beras sebesar 506.730.644,5 kg yang meningkat 2 kali lebih besar dari 2015.
Ketersediaan dan kebutuhan beras digunakan untuk perhitungan persediaan beras
yang ada Provinsi Bali hingga tahun 2045. Hasil tersebut menentukan apakah persediaan
beras di Bali mengalami defisit atau surplus. Berdasarkan tabel 9.3 menunjukkan
persediaan beras pada tahun dasar yaitu tahun 2015 mengalami surplus sebesar
276.204.830,2 kg. Surplus tersebut melebihi kebutuhan beras tahun 2015 yang artinya
surplus yang terjadi termasuk surplus yang besar dan jaminan tersedianya stok beras pada
tahun 2015 dan tahun selanjutnya. Surplus yang yang terjadi karena penanaman tanaman
padi yang intensif dengan luas sawah Provinsi Bali yaitu 80.063 ha. Proyeksi persediaan
beras pada tahun 2020 mulai menurun namun masih terjadi surplus yaitu sebesar
37.457.082,6 kg. Pada tahun 2030 surplus menurun kembali namun masih terjadi surplus
menjadi 12.689.494,7 kg. Hal tersebut menjamin ketersediaan beras yang masih
mencukupi kebutuhan beras. Mulai pada tahun 2040 persediaan beras mengalami defisit
sebesar -1.800.261,5 kg. Defisit tersebut terjadi karena kebutuhan beras yang lebih besar
dari ketersediaan beras pada tahun 2040. Defisit yang terjadi masih tergolong rendah yang
dapat diatasi dengan adanya surplus pasokan beras pada tahun-tahun sebelumnya. Pada
tahun 2045 defisit beras menurun kembali menjadi -4.140.274 kg. Defisit yang terjadi
meskipun semakin menurun namun masih tergolong rendah dimana masih dapat diatasi
dengan menerima pasokan beras dari surplus tahun sebelumnya atau dari daerah disekitar
Bali. Defisit yang terjadi terjadi akibat tren luas lahan pertanian sawah yang semakin tahun
semakin menurun. Pada tahun 2015, luas lahan pertanian sebesar 80.063 ha (Badan Pusat
Statistika, 2016). Kemudian menurun pada tahun 2016 menjadi 79.526 ha dan pada tahun
2017 menjadi 78.626 ha. Penurunan luas lahan pertanian terjadi akibat adanya alih fungsi
lahan. Terjadi tren peningkatan alih fungsi lahan di Provinsi Bali. Menurut Dinas Tanaman
Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (2018), terjadi alih fungsi lahan di Bali sekitar 550
hektar per tahun yang relative tinggi. Alih fungsi lahan yang terjadi digunakan untuk
permukiman, hotel dan restoran. Pasalnya Bali merupakan tempat tujuan banyak
wisatawan dan turis sehingga permintaan akan kebutuhan permukiman semakin tinggi
serta adanya faktor lain yaitu penduduk Bali yang semakin bertambah setiap tahunnya.
Selain karena faktor luas lahan pertanian yang semakin menurun, faktor yang mungkin
yaitu semakin rendahnya penduduk yang bekerja sebagai petani sehingga produktivitas
padi tidak sepadan dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Pada tahun 2045 merupakan puncak Indonesia Emas dimana negara Indonesia
berusia 100 tahun. Dimana pada tahun tersebut, tujuan capaian negara Indonesia harus
tercapai demi kesejahteraan rakyat salah satunya adalah terjaminnya persediaan pangan,
mengentaskan kelaparan, dan kemiskinan. Maka, pemenuhan kebutuhan beras melalui
proyeksi persediaan beras sangatlah penting untuk memprediksi dan menjamin
kesejahteraan rakyat serta untuk menentukan kebijakan pangan apakah suatu wilayah harus
impor beras atau tidak jika terjadi defisit.
Sampai saat ini masalah kerawanan pangan masih merupakan isu penting yang
harus segera ditangani. Pada skala dunia, diperkirakan lebih dari 900 juta penduduk dunia
masih terancam kelaparan dan rawan pangan. Berdasarkan UU Pangan UU No. 18 Tahun
2012, Undang-undang pangan tersebut sangat ditekankan dalam mencapai ketahanan
pangan harus berbasis kemandirian pangan dan kedaulatan pangan. Ketahanan pangan
meliputi ketersediaan pangan, akses/distribusi pangan, dan pemenuhan konsumsi pangan.
Pemenuhan kecukupan pangan bagi setiap warga negara Indonesia merupakan kewajiban
bersama pemerintah dan masyarakat, baik secara moral, sosial, maupun hukum. Hal
tersebut dikarenakan pangan merupakan salah satu hak asasi manusia yang sangat esensial.
Pemenuhan kecukupan pangan perseorangan/perkapita merupakan esensi dari ketahanan
pangan, dan dicerminkan oleh tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau dengan harga yang wajar, dan
produktif secara berkelanjutan (Kementrian Perdagangan, 2013)
VII. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini, yaitu:
1. Persediaan beras di Provinsi Bali pada tahun 2015 mengalami surplus sebesar
276.204.830,2 kg dan pada tahuan 2020 terjadi surplus sebesar 37.457.082,6 kg serta
pada tahun 2030 terjadi surplus beras sebesar 12.689.494,7 kg. Mulai pada tahun 2040
persediaan beras mengalami defisit sebesar -1.800.261,5 kg dan pada tahun 2045 defisit
beras menurun kembali menjadi -4.140.274 kg.
2. Ketahanan pangan di Provinsi Bali termasuk baik pada tahun 2015, 2020, dan 2030
karena terjadi surplus beras yang artinya terjamin kebutuhan akan beras pada penduduk
Provinsi Bali. Pemerintah harus benar-benar merencanakan mengenai pemenuhan
kebutuhan pangan karena pada tahun 2040 dan 2045 akan terjadi defisit beras agar
dapat terwujud ketahanan pangan hingga tahun 2045.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pangan. 2019.

BPS. 2017. Bali Dalam Angka 2017. Jakarta: Badan Pusat Statistika

BPS. 2018. Bali Dalam Angka 2018. Jakarta: Badan Pusat Statistika

Nurwati, Niken., dkk. 2016. Analisis Kebutuhan Pangan Di Kecamatan Rumbai Pesisir Kota
Pekanbaru. Jurnal Agribisnis. Vol. 18 No.1

Kementrian Perdagangan. 2013. Laporan Akhir Analisis Dinamika Konsumsi Pangan. Masyarakat
Indonesia. Jakarta: Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri
Rohman, Abdul., & Artita Devi Maharani. 2017. Proyeksi Kebutuhan Konsumsi Pangan Beras Di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal of Sustainable Agriculture. Vol. 32 No.1

Syaifullah, Yunan. 2013. Ketahanan Pangan dan Pola Dsitribusi Beras di Propinsi Jawa Timur.
Jurnal of Economics and Policy. Vol.6 No.2

Anda mungkin juga menyukai