Kebutuhan akan pangan dalam hal ini ketahanan pangan menjadi isu paling strategis
dalam pembangunan nasional karena berkaitan erat dengan ketahanan sosial, stabilitas
politik, ketahanan nasional dan stabilitas ekonomi. Aspek utama dalam ketahanan pangan
adalah tentang ketersediaan pangan yang tersedia di pasaran, terutama untuk konsumsi
penduduk. Salah satu komoditi pangan yang paling dibutuhkan dan sebagai bahan makanan
pokok yang dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk Indonesia adalah beras. Oleh karena
itu ketersediaan beras yang aman sangat penting untuk menjaga ketahanan pangan yang
stabil.
Ketersediaan beras dapat dipenuhi dari produksi padi dalam negeri maupun impor
beras dari luar negeri apabila produksi dalam negeri tidak mencukupi. Kebijakan impor tentu
memiliki dampak negatif terhadap keberadaan beras dan petani lokal. Oleh karena itu
pemerintah berupaya untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri melalui program
swasembada pangan. Dimana pada pemerintahan Kabinet Kerja saat ini program
swasembada tersebut termaktub dalam Sembilan Agenda Prioritas (Nawa Cita) yang ke-7,
yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik.
Namun sampai saat ini masih terjadi kontradiksi antara ketersediaan beras (data
produksi padi) dengan permintaan beras (data konsumsi beras). Gambar 1 menunjukkan
bahwa produksi beras Indonesia selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Dimana pada tahun 2007 produksi padi sebesar 36,12 juta ton hingga mencapai puncaknya
pada tahun 2015 yaitu sebesar 47,30 juta ton. Tecatat hanya dua kali produksi beras
1
mengalami penurunan, yaitu tahun 2010 sebesar 41,70 juta ton menjadi 41,26 juta ton pada
tahun 2011 dan pada tahun 2013 sebesar 44,72 juta ton menjadi 44,45 juta ton pada tahun
2014. Akan tetapi pemerintah tetap saja melakukan impor beras, walaupun jumlahnya tidak
sampai menembus angka 3 juta ton selama kurun waktu 2007-2015.. Hal ini tentunya tidak
sejalan dengan apa yang dicita-citakan oleh pemerintah dalam rangka swasembada pangan.
Gambar 1. Jumlah Produksi Beras, Konsumsi Beras dan Impor Beras Indonesia
Tahun 2007-2015 (Juta Ton)
Beberapa studi telah menyatakan bahwa terdapat overestimate pada data produksi
padi dan underestimate pada data konsumsi beras, diantaranya studi BPS (Sastrotaruno dan
Maksum, 2002) menunjukkan terdapat overestimate data produksi beras di Sumatera Utara
sebesar 17 persen, Rosner dan McCulloch (2008) dalam Ridhwan, Masagus M., et all (2012)
menyatakan bahwa data tingkat konsumsi dan produksi beras di Indonesia cukup meragukan
terlihat dari estimasi konsumsi beras yang didapat dari Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) selalu lebih rendah daripada angka estimasi produksi. Hal tersebut bertentangan
dengan fakta bahwa Indonesia merupakan net importer beras, dan (Erwidodo dan Ning
Pribadi, 2002) menyatakan bahwa total permintaan beras yang dihitung dengan menggunakan
data konsumsi perkapita SUSENAS underestimate karena tidak memperhitungkan
permintaan non rumah tangga.
2
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah
Dalam penelitian ini pembentukan model hanya dilakukan pada data ketersediaan
beras dalam hal ini data produksi padi di Provinsi Bali dengan mengadopsi metode estimasi
output gap, yaitu selisih antara Produk Domestik Bruto (PDB) aktual dan potensial Indonesia
seperti dalam penelitian Nasution, Damhuri dan Anton Hendranata (2014). Dimana output
gap tersebut bisa menjadi indikator kelebihan permintaan dan kelebihan penawaran dalam
perekonomian. Dalam melakukan estimasi akan digunakan pendekatan univariate maupun
multivariate. Kemudian dipilih model terbaik berdasarkan kemampuan output gap yang
dalam penelitian ini merupakan selisih antara produksi padi aktual dengan potensial (gap
produksi padi) untuk menjelaskan dinamika inflasi.
Berdasarkan rumusan dan batasan masalah yang telah dijabarkan diatas, maka tujuan
pada penelitian ini adalah :
1. Menentukan model terbaik untuk mengestimasi selisih antara produksi beras aktual
dan potensial (gap produksi beras) di Indonesia dengan cara menganalisis dinamika
gap produksi beras dengan pola inflasi kelompok pengeluaran bahan makanan.
2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh signifikan dalam model terbaik terhadap
kinerja produksi beras di Indonesia.
3. Melakukan estimasi produksi beras potensial untuk tahun 2017 dari model terbaik dan
membandingkannya dengan perkiraan produksi padi (prognosa) 2017 dari Badan
Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia dan Kementerian Pertanian sehingga dapat
menjadi masukan dan dasar bagi pemerintah untuk pengambil kebijakan yang
berkaitan dengan ketersediaan beras di Indonesia.
3
1.4 Manfaat Penelitian
4
BAB II
LANDASAN TEORI
Beras sangat penting bagi mayoritas penduduk Indonesia karena merupakan bahan
makanan pokok paling utama sekaligus sumber nutrisi penting bagi struktur pangan. Dimana
beras memberikan sekitar 45 persen asupan gizi yang dibutuhkan atau sekitar 80 persen dari
sumber karbohidrat utama dalam pola konsumsi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu,
aspek penyediaan dan distribusi beras menjadi hal yang sangat penting mengingat jumlah
penduduk Indonesia yang sangat besar (BPS, 2016).
Karena perannya yang dominan dalam konsumsi pangan penduduk Indonesia, beras
memiliki peran strategis yang menuntut pemerintah untuk senantiasa mengevaluasi dan
memperbaharui kebijakan sebagai upaya untuk melindungi ketahanan pangan. Untuk
mewujudkan hal tersebut maka diperlukan data yang tepat dan akurat yang merekam
ketersediaan beras, dalam hal ini adalah data produksi padi dalam negeri, untuk mengetahui
seberapa jauh progress mencapai swasembada pangan.
5
Data produktivitas dikumpulkan oleh BPS melalui Survei Ubinan Bersama antara
Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) dan KCD yang dilakukan setiap subround (empat
bulanan). Pengambilan sampel Survei Ubinan menggunakan metode sampling sesuai kaidah
ilmu statistik dimana sampel berupa petak atau plot ubinan berukuran 2,5m x 2,5 m.
Kemudian tanaman padi dalam plot tersebut dipanen dan ditimbang. Hasil tersebut kemudian
diolah dan dikonversikan dalam satuan kwintal per hektar. Hasil inilah yang kemudian
dikalikan dengan luas panen untuk mendapatkan produksi padi dalam bentuk Gabah Kering
Giling (GKG). Untuk mendapatkan produksi beras, produksi dalam GKG dikalikan dengan
angka konversi GKG ke beras. Selain mencatat hasil panen dalam plot, dalam Survei Ubinan
juga dilakukan wawancara dengan petani untuk mengetahui cara penanaman, penggunaan
pupuk, penggunaan benih, serangan hama dan informasi lainnya sebagai tambahan informasi
yang mendukung hasil panen plot ubinan.
dimana :
Qloses : jumlah beras yang hilang dalam proses penggilingan, distribusi dan penyimpanan
6
2.2 Penelitian Terdahulu
Dalam Laporan Jumlah Data Beras di Indonesia : Tinjauan Singkat oleh Sastrotaruno
dan Maksum (2002) menyebutkan bahwa Penelitian pertama yang dilakukan BPS di 11
kabupaten dan 50 desa di Provinsi Sumatera Utara pada bulan Oktober 1989 Juni 1990
dengan responden sebanyak 10 rumah tangga pertanian di masing-masing desa menunjukkan
bahwa luas panen KCD lebih tinggi 7,1 perse bila dibandingkan dengan luas panen
pendekatan rumah tangga dalam penelitian ini. Penelitian kedua BPS yang dilakukan pada
tahun 1996 mencakup seluruh Provinsi di pulau Jawa, kecual DKI Jakarta dengan responden
rumah tangga pertanian padi sebanyak 262 ribu di 6000 Blok Sensus menunjukkan bahwa
panen yang dilaporkan KCD 17,1 persen lebih tinggi.
Dalam laporan yang sama disebutkan juga bahwa data konsumsi beras di Indonesia
yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) diduga rendah lapor
(underestimate) tetapi perbedaannya relative lebih rendah. Sehigga sudah dianggap cukup
mewakili data konsumsi beras secara keleseluruhan walaupun belum memperhitungakan juga
data konsumsi beras untuk input atau permintaan antara dan beras yang hilang dalam proses
penggilingan, distribusi dan penyimpanan.
Penelitian tentang kecukupan permintaan beras dilakukan oleh Erwidodo dan Pribadi
(2003), menyatakan bahwa kebutuhan beras untuk konsumsi diturunkan dari data konsumsi
beras nasional berdasarkan data SUSENAS. Karena dikumpulkan berdasarkan survei rumah
tangga, data tersebut diyakini belum menggambarkan konsumsi beras oleh non rumah tangga
seperti industry pengolahan, hotel dan restoran. Oleh karena itu, angka kebutuhan bersa
nasional berdasarkan data SUSENAS dianggap belum menggambarkan kebutuhan beras
nasional yang sebenarnya jika angka tersebut diestimasi langsung dengan mengalikan jumlah
konsumsi beras berdasarkan data SUSENAS dengan jumlah penduduk Indonesia.
7
2.3 Kajian Teori
Dari persamaan neraca penawaran dan permintaan beras (1) diatas dapat juga diubah
menjadi persamaan sebagai berikut untuk menjelaskan jumlah produksi beras nasional :
Sehingga jumlah produksi beras nasional dapat dihitung berdasarkan data jumlah beras yang
dikonsumsi masyarakat sebagai bahan pangan pokok, jumlah beras sebagai input atau
permintaan antara, jumlah beras yang hilang atau tercecer dan net ekspor beras.
Input atau permintaan antara beras adalah permintaan beras yang digunakan sebagai
bahan untuk diolah menjadi produk turuanan beras, meliputi permintaan beras untuk industry
makanan dan non makanan, termasuk juga permintaan beras untuk hotel, restoran dan
sejenisnya (Erwidodo dan Pribadi, 2003)
Dari persamaan (2) diatas dapat diketahui arah hubungan masing-masing variable
yang berpengaruh terhadap variable produksi beras nasional Qprod . Dimana konsumsi beras
rumah tangga sebagai makanan pokok QKonsRT , konsumsi beras sebagai input atau permintaan
antara sector industry olahan beras baik makanan maupun non makanan Qint , jumlah beras
yang tercecer Qloses dan jumlah ekspor beras QX berpengaruh positif terhadap jumlah beras
yang diproduksi. Sedangkan jumlah impor beras dari luar negeri QM berpengaruh terhadap
jumlah produksi beras nasional.
Adapun kerangka piker yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
8
Rata-rata Konsumsi
Beras per Kapita
per Tahun
Jumlah Penduduk
Dikonversi ke beras
9
BAB III
METODOLOGI
1. Data luas panen diperoleh dari Laporan Satistik Pertanian Padi (SP-Padi) dari Badan
Pusat Statistik (BPS).
2. Data produktivitas padi diperoleh dari hasil ubinan (Daftar SUB-S) dari BPS.
3. Data jumlah penduduk pertengahan tahun diperoleh dari World Population Prospects:
The 2015 Revision, United Nation Population Division.
4. Data rata-rata konsumsi beras per kapita per tahun diperoleh dari hasil SUSENAS
Modul dari BPS.
6. Data Inflasi, dalam hal ini inflasi bahan makanan diperoleh dari BPS.
10
Disamping itu juga akan dilakukan analisis deskriptif dengan grafik untuk mengetahui
perkembangan produksi beras nasional dan impor beras terhadap inflasi.
Metode pertama yang digunakan untuk estimasi produksi beras nasional potensial
adalah metode univariate. Pada dasarnya metode univariate mendekomposisikan satu variable
time series, dalam penelitian ini adalah produksi beras nasional, menjadi komponen
permanen dan siklus. Metode univariate ini tidak mengikutsertakan variable-variabel yang
berpengaruh terhadap produksi beras nasional, sehingga agak sulit menjelaskan dinamika
yang dihasilkan sesuai dengan teori ekonomi maupun pemahaman secara empiris.
Hodrick-Prescott Filter
Hodrick-Prescott (HP) filter adalah salah satu metode smoothing yang tergolong
sederhana dan digunakan secara luas. Selain sederhana, HP juga memiliki fleksibilitas untuk
tracking karakteristik pergerakan tren output potensial. Karena itu metode Ini banyak
digunakan oleh Bank Sentral, seperti International Monetary Fund (IMF), Europe Central
Bank (ECB), dan bebarapa bank sentral lainnya. Jika yt adalah nilai output actual dan gt
adalah output potensial serta dt adalah deviasi dari output potensial, maka estimasi output
potensial (gt) diperoleh dengan meminimumkan kombinasi gap antara output aktual dengan
output potensialnya, atau:
g t t 1 t 1
minT y t g t g t 1 g t g t g t 1
T
2 2
(3)
Dimana = parameter pemulusan estimasi tren output. Jika rendah, maka tren output atau
output potensial yang dihasilkan dari estimasi di atas akan cenderung mendekati data
aktualnya. Sebaliknya jika tinggi, maka tren output yang dihasilkan dengan estimasi seperti
diatas akan lebih mulus dan menjauhi data aktualnya. Selanjutnya jika tak terhingga, maka
hasil estimasi output potensial akan berupa garis lurus. Terakhir jika = 0, maka gt = yt yang
artinya output potensial akan sama dengan nilai aktualnya. Dengan gambaran Seperti itu,
estimasi output potensial dengan HP filter sangat sensitif terhadap pemilihan nilai , dan akan
sangat mempengaruhi hasil estimasi, khususnya pada data awal dan akhir periode observasi.
Sifat HP filter yang sangat sensitif terhadap pemilihan , merupakan salah satu
kekurangan HP filter. Tidak ada patokan yang pasti mengenai besarnya nilai yang harus
11
digunakan. Namun untuk keperluan praktisnya, maka penggunaan =100 untuk data tahunan
banyak digunakan praktisi. Untuk data triwulanan dan bulanan, maka penggunaan masing-
-masing =1600 dan =14400 banyak disarankan oleh praktisi. Perlu ditambahkan disini
bahwa metode ini kurang sesuai digunakan jika kondisi perekonomian tidak stabil.
Sebagaimana diketahui filtering adalah salah metode untuk menonjolkan data dengan
frekuensi tertentu. Artinya metode filtering akan mengisolasi data dengan frekuensi tertentu
dan tetap mempertahankan data dengan frekuensi lainnya. Jika data yang diisolasi adalah
yang memiliki frekuensi tinggi (berarti mempertahankan frekuensi yang rendah), maka
disebut lowpass filtering. Sebaliknya jika data yang disolasi adalah frekuensi rendah (berarti
mempertahankan frekuensi tinggi), maka disebut highpass filtering. Sementara itu Band-Pass
(BP) filtering adalah suatu teknik filtering yang akan mengisolasi data frekuensi rendah dan
frekuensi tinggi dan mempertahankan data yang ada diantara keduanya. Dalam konteks
filtering data time series, Band-Pass filter adalah suatu metode filtering yang bersifat linier
yang akan mengekstrak komponen siklus suatu data time series dalam suatu kisaran durasi
tertentu. Dengan kata lain BP filtering akan menghitung komponen siklus dengan
menggunakan rata-rata bergerak di kedua sisi data sedemikian rupa sehingga komponen
tersebut berada dalam suatu kisaran batas atas dan batas bawah. Kisaran durasi harus diplih
berdasarkan pengetahuan mengenai kisaran panjang sikulus bisnis suatu negara, misalnya 1.5
tahun sampai dengan 8 tahun. BP filtering dihitung dengan menggunakan formula:
yt e i dZ
(4)
Adapun kelebihan metode ini adalah karena relatif sederhana dan aplikasinya di
berbagai negara dan bidang ilmu seringkali memberikan hasil yang sangat memuaskan.
Sementara itu kekurangannya dalam perhitungan output potensial adalah BP memerlukan
pengetahuan mengenai kisaran panjang siklus bisnis, dimana informasi ini seringkali belum
tersedia untuk beberapa negara berkembang. Disamping itu penggunaan BP untuk filtering
suatu data time series akan menghilangkan satu observasi di awal dan akhir data.
12
ARIMA dan Hodrick-Prescott Filter
Salah satu metode filtering yang termasuk kategori univariate dan juga banyak
digunakan adalah metode dekomposisi BeveridgeNelson (BN). BN filtering pada prinsipnya
mendekomposisikan suatu data time series ke dalam tiga komponen, yaitu komponen tren
deterministik, komponen siklus dan komponen residual. Proses dekomposisi tersebut
dilakukan dengan menggunakan model ARMA(p,q), atau model ARIMA (p,d,q)(P,D,Q)S
tanpa faktor musim (s) dan tanpa differencing (d). Dengan menggunakan pendekatan yang
hampir sama, maka dalam studi ini akan digunakan model ARIMA(p,d,q) untuk
mendekomposisikan data produksi beras nasional kedalam tiga komponen di atas. Dalam hal
ini faktor musim tidak dimasukkan ke dalam model karena data produksi beras nasional yang
digunakan memiliki frekuensi observasi tahunan. Kemudian terhadap Komponen
deterministik akan dilakukan pemulusan dengan menggunakan HP filter.
Model ARIMA(p,d,q) diturunkan dari model regresi diri atau AR(p) dan rataan
bergerak atau MA(q), dimana kedua model tersebut masing-masing diformulasikan sebagai:
Yt et 1et 1 2 et 2 ... q et q
(6)
Selanjutnya model regresi diri dan rataan bergerak tanpa faktor musiman atau
RIMA(p,d,q) diformulasikan sebagai:
1 B B
1 1
2
... p B p 1 B Yt 1 1 B 2 B 2 ... q B q et
d
(7)
Atau:
13
variabel-variabel yang berpengaruh. Persamaan yang digunakan sebagai dasar estimasi
produksi beras nasional potensial adalah sebagai berikut :
Dimana persamaan atau model estimasi produksi beras nasional potensial adalah :
Dalam persamaan (10) yang dipakai pada penelitian ini tidak mengakomodir penggunaan
variabel jumlah konsumsi beras untuk input atau permintaan antara karena faktor
ketersediaan data kurang memadai.
Kemudian akan dihitung berasa selisih antara produksi beras nasional aktual Qprod _ aktual dan
produksi beras nasional potensial Qprod _ potensial sehingga didapatkan gap produksi beras
Selanjutnya untuk menentukan model terbaik dari beberapa metode estimasi, baik
univariate maupun multivariate, akan ditentukan dengan cara melihat seberapa jauh dinamika
hasil gap produksi dari masing-masing metode tersebut mampu menjelaskan kondisi inflasi di
Indonesia dengan persamaan sebagai berikut :
t 1 t 1 2Qgapprod.t t (12)
dimana,
: intersep
14
3.3.5 Pengujian Terhadap Keberartian Model
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur goodness of fit dari model regresi
hasil estimasi, yaitu seberapa sesuaikah hasil estimasi dengan nilai observasi variabel tak
bebas. Nilai koefisien determinasi atau R 2 berkisar antara 0 dan 1. Semakin besar nilai R 2
dan semakin mendekati nilai 1 maka semakin besar pula proporsi keragaman variabel tak
bebas yang dapat dijelaskan oleh model regresi.
2
_
Yi Y
R
2 SSR 1 SSE (13)
2
_
SST SST
Yi Y
dimana Yi adalah nilai observasi ke-i dari variabel tak bebas, Y adalah nilai rata-rata
dari observasi variabel tak bebas, dan Yi adalah nilai ke-i hasil estimasi model regresi dari
variabel tak bebas.
2
Radj
1 1 R2 NTNT N 1 k (14)
dimana N adalah jumlah individu, T adalah lamanya periode waktu, dan k adalah
banyaknya variabel bebas dalam model.
15
Pengujian Koefisien Regresi secara Simultan (Uji F)
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara bersama-
sama atau simultan berpengaruh terhadap variabel tak bebas secara signifikan. Hipotesis yang
digunakan pada pengujian ini adalah :
R 2 k 1
F Fk 1, NTN k
1 R 2 NT N k
(15)
dimana T adalah lamanya periode waktu, N adalah jumlah individu, dan k adalah
banyaknya variabel bebas dalam model. Jika nilai statistik F hitung > Fk 1, NTN k maka
hipotesis null ditolak. Berarti minimal ada satu variable bebas yang berpengaruh signifikan
terhadap variabel tak bebasnya.
H 1 : i 0 , yang berarti variabel bebas ke- i berpengaruh signifikan terhadap variabel tak
bebas.
i bi
t
Se i Se i t NT N k ) (16)
16
Dimana i atau b i adalah koefisien regresi variabel bebas ke- i hasil estimasi, dan
Se( i ) atau Se(bi ) adalah standar error dari koefisien regresi ke- i . Jika nilai baku t hitung,
t hitung t
, maka hipotesis null ditolak. Berarti bahwa variabel bebas ke- i
2 NT N k )
17
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). (2011). Kajian Konsumsi dan Cadangan Beras Nasional 2011.
Jakarta : BPS.
Erwidodo dan Ning Pribadi. (2003). Permintaan dan Produksi Beras Nasional : Surplus atau
Defisit?. Ekonomi Padi dan Beras Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Kementerian Pertanian. Jakarta.
Muttaqin, Aris Zainal. (2008). Analisis Konsumsi Beras Rumah Tangga dan Kecukupan
Beras Nasional Tahun 2002-2007. Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
https://core.ac.uk/download/pdf/32338392.pdf (diakses tanggal 3 April 2017)
Nasution, Damhuri dan Anton Hendranata. (2014). Laporan Akhir Estimasi Output Gap :
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Kebijakan Fiskal Pusat Kebijakan
Ekonomi Makro. http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Laporan%20Akhir-
output%20gap-10dec14.pdf (diakses tanggal 3 April 2017)
Priyono, Teguh Hadi. (2008). Penaksiran Kesenjangan Output Indonesia : Aplikasi Metode
Kalman Filter dan Hodrick-Prescott Filter, Journal of Indonesian Applied Economics,
Vol.2 No.1 Mei 2008, 90-101. http://jiae.ub.ac.id/index.php/jiae/article/view/148
(diakses tanggal 3 April 2017)
Ridhwan, Masagus M. et all. (2012). Analisis Status Ketahanan Pangan di Indonesia dengan
Aplikasi Model Panel Data Spasial. Working Paper : Bank Indonesia.
Sastrotaruno, Suwandhi dan Choiril Maksum. (2002). Jumlah Data Beras di Indonesia :
Tinjaun Singkat. Laporan Pilihan Stat Project, 249-262.
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/Pnadh095.pdf (diakses tanggal 6 April 2017)
W.W.S, Wei. (2006). Time Series Analysis Univariate and Multivariate Methods, New York:
Pearson Education, Inc
Wooldridge, Jeffrey M. (2002). Econometric Analysis of Cross Section and Panel Data.
England : MIT Press.
18